Share

Maafin Adek, Mas

Penulis: Ceeri
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-24 11:17:01

Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Ulahnya menyebabkan sang suami kelimpungan menunggu dia pulang. Ajeng pun merasa waswas begitu tiba di kediaman mereka. Hanya waswas, bukan perasaan takut. Terkadang dia memang keras kepala. Beruntungnya saat dia sudah di rumah, Abimana masih berada di luar. Dengan langkah terburu-buru dia melepaskan sandal dan masuk ke rumah.

"Bu ..." Mumu menyapa saat keduanya berpapasan di ruang tengah. "Tadi Bapak cari Ibu. Dia pergi ke jamuan makan malam dari salah seorang rekan bisnisnya. Saya diminta menyampaikan ini ke Ibu. Bapak juga sudah menghubungi ponsel Ibu berulang-ulang, enggak aktif katanya."

"Mas Abim udah pulang?"

"Belum, Bu." Mumu menjawab seadanya.

"Ya udah, aku mau langsung ke kamar aja." Perasaan Ajeng berubah tenang usai tahu dia pulang lebih awal daripada suaminya. Langkahnya pun diayun lambat menaiki anak tangga, "Tolong kunci pintunya ya, Mumu."

"Baik, Bu," sahut Mumu.

Di dalam kamar Ajeng mengemasi barang-barang belanjaannya. Dia mengamati singkat satu-persatu barang itu sebelum menyimpannya ke dalam lemari. Pasalnya, dia tidak ingin memancing kemarahan Abimana bila suaminya tersebut mendapati paper bag berserakan di kamar mereka. Betapa tidak, baru dua minggu yang lalu Ajeng membeli barang bermerek secara online, juga dalam jumlah banyak. Bukan cuma satu atau dua macam barang.

Dini rampung Ajeng menyegerakan dirinya untuk mandi dan berganti pakaian. Tidur adalah solusi tepat agar dia tak harus mendengar rentetan tanya dari suaminya. Tangannya mengambil kimono handuk lebih dahulu, beeringsut ke kamar mandi; benar-benar hanya mandi di bawah guyuran shower demi menghemat waktu. Sekalian berniat berjaga-jaga, menghindari interaksi dengan suaminya di malam ini. Abimana bisa tiba kapan saja dan dia tidak mau ada keributan di antara mereka.

Hampir sepuluh menit berlalu, Ajeng keluar dari kamar mandi. Sedari tadi rambutnya sengaja ia gelung ke atas agar tidak basah. Perempuan berparas menawan ini memandang pantulan dirinya di cermin yang digantung tak jauh dari pintu kamar mandi.

"Baru pulang juga?!" Mendadak bariton suaminya menukas tanya, sehingga dia yang tak siap menghadapi situasi semacam spontan pula terperanjat. Faktanya, nyali Ajeng justru menciut saat dia bertemu muka dengan suaminya.

"Iya, Mas." Seolah berbisik, suara Ajeng hampir tidak bisa didengar.

"Segitu pentingnya ya teman-teman Adek, bahkan Mas enggak ada apa-apanya dibandingkan mereka. Mas telepon berkali-kali karena khawatir, tapi sepertinya adek enggak suka diganggu." Abimana duduk di pinggir ranjang. Seraya merenggangkan dasi, dia memandang istrinya pada gurat kecewa yang teramat dalam. Raut sendu tak dapat menutupi fakta tersebut.

"Maaf, Mas. Adek lagi mengobrol sama mereka, pada protes pas Adek sempat jawab telepon Mas. Hp Adek lowbat juga, keburu mati sebelum mengabari Mas." Ajeng berusaha cukup keras dalam memberanikan dirinya. Alibi tetaplah alibi. Walau gugup, dia memaksakan wajahnya mendongak untuk memandang suaminya.

"Mas baru tahu kalau di circle Adek enggak ada yang punya ponsel. Ini bukan soal ketidaksengajaan. Tetapi, Adek memang enggak peduli sama perasaan Mas di sini. Paniknya gimana, gelisah kayak apa, Adek enggak mau tau. Terkadang Mas heran, kenapa hanya Mas yang enggak bisa berhenti memikirkan kamu. Setiap hari, dua puluh empat jam bayangan Adek terus melintas di kepala Mas. Adek sedang apa, makan yang benar atau enggak, apa udah beristirahat dengan cukup. Mas benar-benar menikmati dampak kehadiran Adek setelah kita menikah. Besar sekali arti keberadaan Adek buat Mas. Kalau Mas tanya sebaliknya, Adek bisa jawab apa? Nihil 'kan?"

Sekejap Abimana hela napasnya pelan-pelan dan kembali berkata, "Misalkan Adek menganggap perasaan Mas ini berharga buat Adek, mustahil Adek segini entengnya membelakangi posisi Mas sebagai suami. Mas berhak tau semua yang Adek lakukan, paham?!"

"Adek enggak sejahat itu, Mas. Kenapa omongan Mas barusan membuat perasaan Adek enggak enak?"

"Iya, seharusnya. Tapi, Adek enggak sadar malah melakukannya. Mas juga bingung jika ditanya apa alasan yang menyebabkan Adek tega. Dan jika memang Adek menyesal, Mas harap itu bukan hanya sesaat."

"Mas, Adek minta maaf. Adek enggak bermaksud bikin Mas segini kecewa." Ajeng menyadari sebuah pukulan kecil menghantam nuraninya. Dia mulai panik, berupaya membujuk Abimana yang sekarang justru beranjak ke kamar mandi. Tidak butuh berlama-lama bagi pria itu untuk membersihkan diri. Dia kembali dengan cuma mengenakan kaus putih dan selembar handuk menggantung di lehernya. "Mas dengar Adek, enggak?"

Namun, Abimana betah bergeming. Dia berpura-pura tak menangkap ucapan apapun dari bibir istrinya. Untuk malam ini dia tidak ingin mengalah. Dia putuskan mengambil sendiri setelan piyama yang akan dikenakan, bergegas naik ke ranjang dan memunggungi Ajeng tanpa sepatah kata selamat tidur. Ini merupakan pertama kalinya bagi Ajeng Dwi Ayu menemukan sisi lain suaminya. Dia tak bisa menepis kesedihan yang muncul. Sebab kesalahannya, dia terpaksa tidur dalam suasana dingin nan hampa.

-----

"Mu, Mas Abim mana?" Pagi-pagi Ajeng sudah dibuat bingung. Dia tidak melihat suaminya di kamar.

"Baru aja pergi, Bu. Bapak bilang lagi buru-buru, enggak sarapan karena takut terlambat."

"Kok Mas Abim enggak pamit?" Ajeng mendesah kecewa, dalam hati sudah menebak apa yang menyebabkan suaminya seperti menghindari dia.

"Saya enggak tau, Bu."

"Ya udah enggak apa-apa. Nanti biar aku yang tanya langsung ke Mas Abim." Nafsu makannya dalam sekejap menghilang. Ajeng memilih untuk kembali ke kamarnya setelah meminta Mumu menyiapkan sesuatu, "Mu, tolong buatkan susu, ya. Antarkan aja ke atas. Sekalian rotinya, kasih mentega sama keju aja." Si gadis berbadan mungil tersebut mengangguk diam.

"Ibu enggak mau telur rebus?"

"Ehm, boleh deh. Setengah mateng aja, Mu."

"Baik, Bu."

"Aku naik ke atas, ya."

"Iya, Bu."

Tiada terasa waktu begitu cepat berlalu. Pukul dua siang saat ini di mana Ajeng menghabiskan hari-harinya sebagaimana biasa. Dia berbincang dengan teman-temannya melalui telepon atau sosial media. Dia juga menonton acara langsung dari beberapa akun online shop penjual barang-barang mewah.

Di atas meja tersedia stoples biskuit dan stoples keripik kentang untuk temannya bersantai. Ada pula teko kaca berisi jus jeruk dingin sebagai penawar dahaga. Semua keasyikan itu pada akhirnya membuai Ajeng, melemahkan perhatiannya terhadap presensi Abimana. Sejak pagi dia berencana menelepon suaminya, namun urung dia penuhi setelah fokusnya teralihkan.

Abimana sangat mencintai Ajeng, sedari dulu hingga sekarang dan juga selamanya. Perasaan itu tidak pernah berubah walau Ajeng sering melakukan kesalahan.

Abimana menyadari sikap lembutnya mulai memicu perlawanan dari istrinya sendiri. Ajeng menjadi keras kepala, suka semaunya sahaja. Tapi, apakah salah jika cinta Abimana terhadap sang istri terlampau besar?Cinta adalah bentuk alami, emosional yang tak dapat dicegah. Meski bersusah payah menghindar, seseorang bisa kembali ke tempat di mana perasaan itu bermula.

Abimana mengakui rasa sayangnya kepada Ajeng cukup berlebihan. Dia nyaris menuruti apapun permintaan istrinya itu. Cinta telah menguasai akal dan pikiran. Sepatutnya dia memberi batas kuasa yang didukung oleh sedikit ketegasan halus. Barangkali laun-laun istrinya akan mengerti. Malang, Abimana dibuat tak berdaya oleh sisi sensitif yang ada padanya. Kesedihan Ajeng adalah yang paling dia benci.

Langit tak lagi terang begitu matahari turun ke singgasananya. Abimana kentara masih enggan untuk pulang. Di saat yang sama, Ajeng di rumah dilanda kekhawatiran. Dia segera meraih ponselnya untuk menghubungi sang suami.

Sudah yang ketiga kalinya Ajeng mencoba menghubungi nomor Abimana, tetapi tetap tidak ada jawaban. Perempuan itu mendengkus, melirik singkat pada jam dinding sebelum menelepon sekali lagi. Lipatan menit berikutnya dia mengirim pesan teks, berharap Abimana membaca dan membalasnya.

Tahu-tahu Ajeng mengerang keras. Dia menangkap hal aneh terhadap suaminya. Abimana bukanlah orang yang bisa membiarkan dia, apalagi seharian penuh tanpa kabar seperti ini. Batinnya bertanya-tanya, 'Mas Abim masih marah, ya?!'

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Romantika di malam yang indah

    Proyek di Kalimantan akan segera di mulai. Abimana harus siap menghadapi schedule resminya. Apalagi dia menerapkan sistem deadline demi mencapai kedisiplinan kerja. Tumpukan berkas satu-persatu disusun rapi. Kedua tangannya masih menari-nari di atas keyboard laptop, tiada terkecoh akan suasana gelap yang sedari tadi menggeser keberadaan siang. "Pak, udah jam sembilan lewat," kata Dimas, hanya mengingatkan. Dia menghampiri Abimana ke ruangan sambil membawa map berisi laporan baru. "Ini hasil rapat pagi tadi, Pak. Saya sudah mencantumkan seluruhnya."Abimana hela napasnya agak panjang. Letih kini menguasai dia dan tubuhnya mulai merespons dampaknya. "Besok saya periksa," ucap Abimana singkat sembari merenggangkan otot-ototnya. "Taruh di sini aja!" Sekian kalimat penutup yang terucapkan, Abimana berencana pulang.Dimas pun seketika menaruh kertas-kertas di permukaan meja Abimana. Dia enggan ketinggalan, justru hendak bergegas keluar lebih dahulu. "Sampai besok, Pak. Hati-hati," tuturny

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Satu kesalahan belum cukup bagi Ajeng

    Lagi dan lagi kejadian serupa terulang. Ajeng lupa waktu. Dia dan Jeslyn sedang berbincang-bincang. Tak jarang tawa terlepas secara bergantian atau pun serempak, menikmati bagaimana si pelayan begitu lihai saat memberi pijatan pada punggungnya. Sementara, pelayan lain sibuk merapikan kuku-kuku kakinya. Hampir dua jam dia dan si wanita gummy smile itu bersantai, menghabiskan waktu mereka di sebuah salon ternama di Jakarta.Semua penata rambut di salon ini mahir beragam bahasa. Bagaimana tidak, mereka sudah menjalani pelatihan dan mengikuti kelas di Kota New York selama dua tahun. Kemampuan meraka dalam berbahasa Inggris tidak main-main, mereka sungguh dapat menerapkannya dengan pelafalan yang fasih. Tidak mengherankan jika Black Pearl adalah salon populer di Jakarta. Melayani orang asing yang sedang bekerja atau memang sedang menetap di Ibu Kota, sudah menjadi keseharian bagi mereka. Keuntungan dari pengalaman saat berada di luar negeri membuat mereka menjadi sangat ahli dalam menanga

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Kejutan menegangkan oleh Jeslyn

    Royal Tulip, Bogor, Jawa Barat adalah sebuah kawasan hotel juga vila pribadi yang menyajikan pemandangan khas pegunungan. Banyak fasilitas menarik di tempat ini, salah satunya adalah kolam renang yang memang tersedia di beberapa gedung vila. Dan Jeslyn termasuk pemilik vila mewah tersebut. Lokasi kolam renang berada di titik yang tepat, berhadapan langsung dengan area perbukitan hijau. Belum cukup sampai di situ, vila ini dilengkapi bar serta ruang gym sederhana berisi tiga unit alat fitness. "Pilihan yang bagus, Jes. Tadinya aku sempat berpikir kalau liburannya tidak segini mewah. Aku telanjur kecewa karena kita batal menginap." Lisa meluapkan kepuasannya ketika dia dan Jeslyn tengah berendam di kolam renang. Berbeda dengan Gisca juga Ajeng yang kini duduk santai tak jauh dari situ. Kedua perempuan itu tengah meresapi udara sejuk yang menyegarkan pernapasan mereka. Lalu, sejemang Ajeng beranjak mengambil minuman dingin rasa buah yang tersaji di meja."Apa boleh buat, daripada gagal

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Murka seorang Abimana

    Abimana mendadak terserang cemas. Pesan singkat yang diterima dari istrinya membuat dia kelabakan, sangat gelisah. Tanpa pikir panjang dia menarik tuas persneling dan menekan kuat pedal gas. Mobilnya melaju dalam kecepatan tinggi. Apalagi yang harus dia perbuat selain berupaya sekeras mungkin agar tepat waktu tiba di tempat?! 'Perut Adek sakit, Mas. Tapi, Adek udah minum obat pereda nyeri. Mas bisa jemput Adek ke Bogor, enggak?' Begitulah pesan yang dibaca Abimana beberapa menit lalu, sehingga mengakibatkan tubuhnya refleks menyambar kunci mobil di atas nakas; bergerak tangkas saking ketakutan akan terjadi hal buruk pada istrinya.Rasa waswas kian bertambah kala Ajeng tak menjawab teleponnya. Banyak asumsi hilir mudik di benak Abimana dan semua dugaan menyeramkan itu justru mendorong ketegangan ke tengah suasana. Jarang sekali dia mengumpat. Dan kini justru berkali-kali mengeluh. Dia bahkan nyaris mengumpat sebab mobilnya tak bisa lebih cepat lagi; sudah di angka maksimal. Perjalanan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Murka seorang suami bagian II

    •• ༻❁༺ ••Peristiwa di siang tadi nyaris membuat Abimana hilang kendali. Dia memang belum pernah marah atau pun berkata kasar pada istrinya. Semenjak dia mengucapkan ijab kabul di depan Tuan Kadi, dia telah berjanji untuk dirinya sendiri akan tetap menyayangi dan senantiasa memperlakukan Ajeng dengan baik. "Maaf jika kedatangan saya mengganggu kalian." Abimana menunduk sopan kepada dua orang paruh baya yang memiliki kemiripan dengan istrinya. "Saya tidak bermaksud untuk merepotkan Ibu, tapi kalau boleh saya benar-benar membutuhkan bantuan.""Nak, kami sudah menganggapmu seperti putra kandung kami sendiri. Jangan bersikap seolah-olah kami ini hanya orang asing, apa yang bisa Ibu lakukan untukmu?" "Ayah, Ibu, malam ini saya akan berangkat ke Kalimantan, urusan bisnis. Kemungkinan agak lama." Dia hela napasnya dalam-dalam untuk diembuskan rendah. "Sebelumnya saya sempat berpikir untuk membawa Ajeng bersama saya, tapi dokter melarang. Kandungan istri saya lemah, Ajeng diharuskan beristi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Ajeng Dwi Ayu

    •• ༻❁༺ •• Ketika laun-laun mentari pergi ke peraduannya, terpancang pula keindahan langit berhiaskan semburat lukisan jingga. Pesona sore seakan turut membingkai kesunyian Abimana Abrisam. Dia termenung seraya menatap kemegahan cakrawala, diam memikirkan sang istri tercinta yang saat ini berada di rumah. Ajeng, Ajeng Dwi Ayu; ialah wanita istimewa dengan segala kecantikan yang dia miliki. Mata bulat, kulit putih nan mulus, juga rambut hitam yang panjang dan halus, sungguh menawan untuk dipandang. Ajeng telah seutuhnya memengaruhi pikiran Abimana. Pria itu tengah mengulang kembali peristiwa bahagia tahun lalu kala dia dan Ajeng melangsungkan ijab kabul di depan orang tua mereka dan juga sanak saudara yang hadir. Menjelang setahun pernikahan mereka, kebahagiaan sejoli tersebut akhirnya terlengkapi. Kehamilan Ajeng merupakan hadiah terbaik di sepanjang usia Abimana. Dia bahkan telah menyusun dan mempersiapkan hari khusus demi menanti kelahiran si buah hati.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Senda gurau yang bikin Ajeng geram

    •• ༻❁༺ •• Di sepanjang perjalanan tawa jenaka dan senda gurau meramaikan suasana. Kegembiraan terpancar jelas di wajah-wajah nan cantik. Mereka begitu antusias. Sesekali salah satu teman Ajeng melantunkan lirik yang sengaja mereka putar dari tape mobil, Lisa namanya. "Ajeng, bukannya kamu bilang suamimu enggak kasih izin? Kok tiba-tiba bisa ikut kita? Kalau suamimu marah, bagaimana?" Jeslyn melanting tanya sebagai pembuka obrolan di antara mereka. "Lis, menyetirnya yang fokus. Nyanyi-nyanyi enggak jelas begitu enggak bikin laju mobilnya bertambah, Lis." "Jangan cerewet, Jes! Aku yang menyetir. Kamu hanya perlu duduk manis di situ dan biarkan maestro beraksi." "Pokoknya aku udah ingatkan ya, Lis. Kamu gede belagunya doang soalnya, padahal sering menabrak pembatas jalan." "Kalem kenapa sih, Jes?! Di mana-mana selalu kamu yang bising." Tahu-tahu yang lain menyeletuk, dia Gisca. "Aku enggak minta pendapat kamu, tuh. Kamu sendiri suka menye

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Abimana Abrisam

    Abimana membubuhkan goresan pena di halaman terakhir proposal, menandakan tugasnya dalam mengecek berkas-berkas itu pun tuntas. "Masuklah!" seru pria ini saat mendengar ketukan pintu dari balik ruangannya. "Pak, ini kopi Anda. Satu jam lagi Tuan Lim akan tiba. Beliau bilang ingin menemui anda untuk membicarakan demo produk di cabang di Kalimantan." Diana/sekretarisnya menuturkan. "Saya sudah baca e-mail yang dia kirim. Tolong kamu siapkan semuanya, ya." "Baik, Pak." Diana membungkuk sopan sebelum meninggalkan atasannya itu. Embusan napasnya terdengar berat, Abimana tampak lesu kali ini. Padatnya jadwal pertemuan bisnis dan proyek yang harus dituntaskan membuat dia berangsur-angsur merasakan jenuh. Usai merapikan lagi berkas-berkas yang sudah rampung diperiksa, dia mengangkat gagang telepon di sisi kanannya. "Dimas, tolong ke ruangan saya sekarang. Saya sudah baca semua proposal yang kamu kirim kemarin." Lima menit berikutnya pria jangkung tersebut sudah muncul, bergeg

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22

Bab terbaru

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Murka seorang suami bagian II

    •• ༻❁༺ ••Peristiwa di siang tadi nyaris membuat Abimana hilang kendali. Dia memang belum pernah marah atau pun berkata kasar pada istrinya. Semenjak dia mengucapkan ijab kabul di depan Tuan Kadi, dia telah berjanji untuk dirinya sendiri akan tetap menyayangi dan senantiasa memperlakukan Ajeng dengan baik. "Maaf jika kedatangan saya mengganggu kalian." Abimana menunduk sopan kepada dua orang paruh baya yang memiliki kemiripan dengan istrinya. "Saya tidak bermaksud untuk merepotkan Ibu, tapi kalau boleh saya benar-benar membutuhkan bantuan.""Nak, kami sudah menganggapmu seperti putra kandung kami sendiri. Jangan bersikap seolah-olah kami ini hanya orang asing, apa yang bisa Ibu lakukan untukmu?" "Ayah, Ibu, malam ini saya akan berangkat ke Kalimantan, urusan bisnis. Kemungkinan agak lama." Dia hela napasnya dalam-dalam untuk diembuskan rendah. "Sebelumnya saya sempat berpikir untuk membawa Ajeng bersama saya, tapi dokter melarang. Kandungan istri saya lemah, Ajeng diharuskan beristi

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Murka seorang Abimana

    Abimana mendadak terserang cemas. Pesan singkat yang diterima dari istrinya membuat dia kelabakan, sangat gelisah. Tanpa pikir panjang dia menarik tuas persneling dan menekan kuat pedal gas. Mobilnya melaju dalam kecepatan tinggi. Apalagi yang harus dia perbuat selain berupaya sekeras mungkin agar tepat waktu tiba di tempat?! 'Perut Adek sakit, Mas. Tapi, Adek udah minum obat pereda nyeri. Mas bisa jemput Adek ke Bogor, enggak?' Begitulah pesan yang dibaca Abimana beberapa menit lalu, sehingga mengakibatkan tubuhnya refleks menyambar kunci mobil di atas nakas; bergerak tangkas saking ketakutan akan terjadi hal buruk pada istrinya.Rasa waswas kian bertambah kala Ajeng tak menjawab teleponnya. Banyak asumsi hilir mudik di benak Abimana dan semua dugaan menyeramkan itu justru mendorong ketegangan ke tengah suasana. Jarang sekali dia mengumpat. Dan kini justru berkali-kali mengeluh. Dia bahkan nyaris mengumpat sebab mobilnya tak bisa lebih cepat lagi; sudah di angka maksimal. Perjalanan

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Kejutan menegangkan oleh Jeslyn

    Royal Tulip, Bogor, Jawa Barat adalah sebuah kawasan hotel juga vila pribadi yang menyajikan pemandangan khas pegunungan. Banyak fasilitas menarik di tempat ini, salah satunya adalah kolam renang yang memang tersedia di beberapa gedung vila. Dan Jeslyn termasuk pemilik vila mewah tersebut. Lokasi kolam renang berada di titik yang tepat, berhadapan langsung dengan area perbukitan hijau. Belum cukup sampai di situ, vila ini dilengkapi bar serta ruang gym sederhana berisi tiga unit alat fitness. "Pilihan yang bagus, Jes. Tadinya aku sempat berpikir kalau liburannya tidak segini mewah. Aku telanjur kecewa karena kita batal menginap." Lisa meluapkan kepuasannya ketika dia dan Jeslyn tengah berendam di kolam renang. Berbeda dengan Gisca juga Ajeng yang kini duduk santai tak jauh dari situ. Kedua perempuan itu tengah meresapi udara sejuk yang menyegarkan pernapasan mereka. Lalu, sejemang Ajeng beranjak mengambil minuman dingin rasa buah yang tersaji di meja."Apa boleh buat, daripada gagal

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Satu kesalahan belum cukup bagi Ajeng

    Lagi dan lagi kejadian serupa terulang. Ajeng lupa waktu. Dia dan Jeslyn sedang berbincang-bincang. Tak jarang tawa terlepas secara bergantian atau pun serempak, menikmati bagaimana si pelayan begitu lihai saat memberi pijatan pada punggungnya. Sementara, pelayan lain sibuk merapikan kuku-kuku kakinya. Hampir dua jam dia dan si wanita gummy smile itu bersantai, menghabiskan waktu mereka di sebuah salon ternama di Jakarta.Semua penata rambut di salon ini mahir beragam bahasa. Bagaimana tidak, mereka sudah menjalani pelatihan dan mengikuti kelas di Kota New York selama dua tahun. Kemampuan meraka dalam berbahasa Inggris tidak main-main, mereka sungguh dapat menerapkannya dengan pelafalan yang fasih. Tidak mengherankan jika Black Pearl adalah salon populer di Jakarta. Melayani orang asing yang sedang bekerja atau memang sedang menetap di Ibu Kota, sudah menjadi keseharian bagi mereka. Keuntungan dari pengalaman saat berada di luar negeri membuat mereka menjadi sangat ahli dalam menanga

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Romantika di malam yang indah

    Proyek di Kalimantan akan segera di mulai. Abimana harus siap menghadapi schedule resminya. Apalagi dia menerapkan sistem deadline demi mencapai kedisiplinan kerja. Tumpukan berkas satu-persatu disusun rapi. Kedua tangannya masih menari-nari di atas keyboard laptop, tiada terkecoh akan suasana gelap yang sedari tadi menggeser keberadaan siang. "Pak, udah jam sembilan lewat," kata Dimas, hanya mengingatkan. Dia menghampiri Abimana ke ruangan sambil membawa map berisi laporan baru. "Ini hasil rapat pagi tadi, Pak. Saya sudah mencantumkan seluruhnya."Abimana hela napasnya agak panjang. Letih kini menguasai dia dan tubuhnya mulai merespons dampaknya. "Besok saya periksa," ucap Abimana singkat sembari merenggangkan otot-ototnya. "Taruh di sini aja!" Sekian kalimat penutup yang terucapkan, Abimana berencana pulang.Dimas pun seketika menaruh kertas-kertas di permukaan meja Abimana. Dia enggan ketinggalan, justru hendak bergegas keluar lebih dahulu. "Sampai besok, Pak. Hati-hati," tuturny

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Maafin Adek, Mas

    Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Ulahnya menyebabkan sang suami kelimpungan menunggu dia pulang. Ajeng pun merasa waswas begitu tiba di kediaman mereka. Hanya waswas, bukan perasaan takut. Terkadang dia memang keras kepala. Beruntungnya saat dia sudah di rumah, Abimana masih berada di luar. Dengan langkah terburu-buru dia melepaskan sandal dan masuk ke rumah. "Bu ..." Mumu menyapa saat keduanya berpapasan di ruang tengah. "Tadi Bapak cari Ibu. Dia pergi ke jamuan makan malam dari salah seorang rekan bisnisnya. Saya diminta menyampaikan ini ke Ibu. Bapak juga sudah menghubungi ponsel Ibu berulang-ulang, enggak aktif katanya." "Mas Abim udah pulang?" "Belum, Bu." Mumu menjawab seadanya. "Ya udah, aku mau langsung ke kamar aja." Perasaan Ajeng berubah tenang usai tahu dia pulang lebih awal daripada suaminya. Langkahnya pun diayun lambat menaiki anak tangga, "Tolong kunci pintunya ya, Mumu." "Baik, Bu," sahut Mumu. Di dalam kamar Ajeng

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Jamuan hangat yang terlewatkan

    Ajeng dan teman-temannya masih betah duduk di kafe yang letaknya tak begitu jauh dari mal. Seraya bercakap-cakap mengenai banyak perkara, meskipun sebagian terkadang tidaklah begitu penting, mereka memesan teh tawar berikut cheesecake, tiramisu juga beberapa penganan manis lainnya. "Girls, luar biasa ya permaisuri kita yang satu ini! Kalau dibiarin dia pasti memborong habis barang-barang bermerek di butik tadi." Jeslyn amat bersemangat mengutarakan pernyataan itu di depan teman-temannya, berdecak ketika menjumpai si empu yang dimaksud seakan tidak mendengarkan dia. "Kami takjub sama kamu, Jeng. Segampang itu ya suami kamu kasih kartu kredit, bukan cuma satu lagi." Lisa menyambung sembari menyesap pelan-pelan teh chamomile miliknya. "Bagi ke kita kali, Jeng. Satu aja juga udah cukup buat bertiga. Ya enggak, Lis?" "Kapan lagi 'kan bisa belanja-belanja banyak tanpa harus pusing mikirin dompet menangis?!" sahut Lisa, menanggapi perkataan Jeslyn tadi. "

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Abimana Abrisam

    Abimana membubuhkan goresan pena di halaman terakhir proposal, menandakan tugasnya dalam mengecek berkas-berkas itu pun tuntas. "Masuklah!" seru pria ini saat mendengar ketukan pintu dari balik ruangannya. "Pak, ini kopi Anda. Satu jam lagi Tuan Lim akan tiba. Beliau bilang ingin menemui anda untuk membicarakan demo produk di cabang di Kalimantan." Diana/sekretarisnya menuturkan. "Saya sudah baca e-mail yang dia kirim. Tolong kamu siapkan semuanya, ya." "Baik, Pak." Diana membungkuk sopan sebelum meninggalkan atasannya itu. Embusan napasnya terdengar berat, Abimana tampak lesu kali ini. Padatnya jadwal pertemuan bisnis dan proyek yang harus dituntaskan membuat dia berangsur-angsur merasakan jenuh. Usai merapikan lagi berkas-berkas yang sudah rampung diperiksa, dia mengangkat gagang telepon di sisi kanannya. "Dimas, tolong ke ruangan saya sekarang. Saya sudah baca semua proposal yang kamu kirim kemarin." Lima menit berikutnya pria jangkung tersebut sudah muncul, bergeg

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Senda gurau yang bikin Ajeng geram

    •• ༻❁༺ •• Di sepanjang perjalanan tawa jenaka dan senda gurau meramaikan suasana. Kegembiraan terpancar jelas di wajah-wajah nan cantik. Mereka begitu antusias. Sesekali salah satu teman Ajeng melantunkan lirik yang sengaja mereka putar dari tape mobil, Lisa namanya. "Ajeng, bukannya kamu bilang suamimu enggak kasih izin? Kok tiba-tiba bisa ikut kita? Kalau suamimu marah, bagaimana?" Jeslyn melanting tanya sebagai pembuka obrolan di antara mereka. "Lis, menyetirnya yang fokus. Nyanyi-nyanyi enggak jelas begitu enggak bikin laju mobilnya bertambah, Lis." "Jangan cerewet, Jes! Aku yang menyetir. Kamu hanya perlu duduk manis di situ dan biarkan maestro beraksi." "Pokoknya aku udah ingatkan ya, Lis. Kamu gede belagunya doang soalnya, padahal sering menabrak pembatas jalan." "Kalem kenapa sih, Jes?! Di mana-mana selalu kamu yang bising." Tahu-tahu yang lain menyeletuk, dia Gisca. "Aku enggak minta pendapat kamu, tuh. Kamu sendiri suka menye

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status