Home / Rumah Tangga / Dek Ajeng & Mas Abim / Romantika di malam yang indah

Share

Romantika di malam yang indah

Author: Ceeri
last update Huling Na-update: 2025-03-25 23:02:22

Proyek di Kalimantan akan segera di mulai. Abimana harus siap menghadapi schedule resminya. Apalagi dia menerapkan sistem deadline demi mencapai kedisiplinan kerja. Tumpukan berkas satu-persatu disusun rapi. Kedua tangannya masih menari-nari di atas keyboard laptop, tiada terkecoh akan suasana gelap yang sedari tadi menggeser keberadaan siang.

"Pak, udah jam sembilan lewat," kata Dimas, hanya mengingatkan. Dia menghampiri Abimana ke ruangan sambil membawa map berisi laporan baru. "Ini hasil rapat pagi tadi, Pak. Saya sudah mencantumkan seluruhnya."

Abimana hela napasnya agak panjang. Letih kini menguasai dia dan tubuhnya mulai merespons dampaknya. "Besok saya periksa," ucap Abimana singkat sembari merenggangkan otot-ototnya. "Taruh di sini aja!" Sekian kalimat penutup yang terucapkan, Abimana berencana pulang.

Dimas pun seketika menaruh kertas-kertas di permukaan meja Abimana. Dia enggan ketinggalan, justru hendak bergegas keluar lebih dahulu.

"Sampai besok, Pak. Hati-hati," tuturnya jangka mengayun langkah ke pintu keluar.

-----

Malam yang indah tengah beratapkan bintang-bintang di langit. Bagi pasangan kekasih, keadaan seperti ini merupakan malam istimewa, masa yang tepat untuk memadu cinta. Namun, agaknya tidak bagi Abimana, mungkin. Rautnya tampak tiada bergairah. Banyak pekerjaan menanti tentu pula tak dapat diabaikan, ditambah sikap istrinya yang akhir-akhir ini mengkhawatirkan.

Setibanya di rumah Abimana mendapati situasi sekeliling sepi. Langkahnya yang terasa berat dituntun menuju lantai dua. Dia melepas jas sembari ingin memastikan pintu-pintu terkunci rapat. Namun, belum sampai ke spot yang dituju dia praktis mendesah pelan saat tak sengaja menyaksikan Ajeng terlelap di sofa.

Cukup lama Abimana memperhatikan istrinya. Laki-laki itu berjongkok, menyingkirkan ponsel yang masih digenggam Ajeng. Senyum tipis sepintas singgah di wajahnya, sebelum dengan perlahan-lahan dia mengangkat tubuh istrinya menuju kamar mereka.

Masa yang mereka lalui kala masih perkenalan dulu sungguhlah singkat. Ketertarikannya pada Ajeng sudah cukup menjadi bekal keyakinan untuk menikahi istrinya itu. Senyum Abimana mengembang bertepatan benaknya mengulang lagi pertemuan setahun silam. Tak banyak kenangan, tetapi tetap menjadi memori terindah di hatinya.

Tutur kata Ajeng begitu manis, ramah juga sederhana. Segelintir pesona dari istrinya itu dan paling dia sukai. Bahkan dirinya tak punya kesempatan untuk berpikir ulang. Ketika hati bicara ... segalanya dengan sukarela memilih. Dalam hitungan bulan Abimana langsung memboyong lamaran pernikahan pada keluarga besar Ajeng.

Usai mengulang adegan demi adegan tersebut, tak ayal menghadirkan senyum dan tawa di wajah Abimana. Begitu sampai di depan kamar mereka, dia membuka pintu sembari menahan bobot istrinya. Abimana merebahkan Ajeng di atas kasur. Dia lantas duduk sejenak di samping istrinya itu; menarik selimut katun di dekatnya untuk menutupi tubuh Ajeng.

Abimana berniat ke kamar mandi bila saja istrinya tidak tiba-tiba menahan dia. "Mas, jangan pergi!" Ajeng berkata manja, menampakkan gurat bersedih di wajahnya.

"Mas mau mandi," sahut Abimana. Dia malah  kembali duduk di samping istrinya.

"Mas masih marah sama Adek?" Suara Ajeng terdengar serak juga pada nada yang nyaris seperti bisikan.

"Enggak. Kapan Mas marah?"

"Terus, kenapa seharian ini Mas enggak kasih kabar?!"

"Tadi pagi ada rapat di kantor. HP Mas ubah dalam mode silent. Rapatnya kelar, malah lupa ganti pengaturan lagi." Perkataan Abimana adalah kebenaran yang terjadi.

"Biasanya Mas enggak pernah lupa. Setiap hari menelepon Adek. Kalau pun sibuk, Mas pasti sempatkan buat kirim pesan." Ajeng luapkan semua kesahnya. Air muka cemberut mewakili kecewa dan kesalnya dia sebab menunggu tadi.

"Maafin Mas, ya. Di kantor lagi sibuk banget. Cabang toko di Kalimantan bakal segera dibuka. Banyak hal yang perlu Mas urus."

Ajeng mengambil duduk, merapatkan diri pada suaminya. "Mas beneran enggak marah lagi sama Adek?" Menatap lekat-lekat wajah suaminya, pandangan Ajeng mengunci perhatian Abimana. Tapi, lelaki itu menanggapi sekadar lewat anggukan.

"Adek rindu, Mas," rengek Ajeng sebelum dia naik ke pangkuan Abimana. Hitungan menit dia mengikis jarak di antara mereka, mendekap wajah Abimana untuk mencium mesra bibirnya.

Tanpa aba-aba Ajeng merenggangkan dasi dan melepas satu persatu kancing kemeja suaminya, dengan halus memberi sentuhan menggoda di dada bidang yang tampak kokoh.

Sementara, si empu yang menuai afeksi dadakan sigap meraih tangan Ajeng; menggenggamnya erat. "Kenapa jadi romantis sekali?" tanya Abimana.

"Ehm ... enggak tahu. Adek pengen marah karena Mas cuekin Adek. Mas lebih memilih proyek daripada Adek." Ajeng merangkul leher Abimana, menempelkan dahi mereka. Sejauh ingatannya, dia tidak pernah tidak terpesona oleh jelaga hitam nan sendu tersebut. Itulah Satu-satunya pusat bagi seorang Ajeng Dwi Ayu.

Jemari Ajeng kembali bergerak lembut, mengusap garis rahang Abimana bersamaan suaminya pun memberi ciuman di bibirnya. Namun, nyaris tak kena. Sehingga, adegan lucu sekian membuat keduanya serentak terkekeh geli. "Istri Mas nakal," lirih Abimana.

"Mas juga ikutan ketawa, ih," balas Ajeng dengan nada yang manja. Tangannya diam-diam turun untuk melepas ikat pinggang. Ritsleting celana suaminya ditarik ke bawah. Ajeng lagi-lagi memantik suasana intim melalui ciuman intens. Di sisi lain Abimana memeluk erat pinggangnya. Berangsur-angsur saling membalas pagutan, jari-jari Abimana merangsang ke punggung Ajeng; melepas pengait bra lalu menyingkirkannya. "Mas, pelan-pelan, ya. Di situ kadang-kadang berdenyut. Produksi ASI."

"Sakit ya, Dek?" Detik berikut Abimana mencelus, prihatin terhadap kondisi istrinya.

"Sakit setiap berdenyut. Datangnya tuh enggak ketebak, Mas. Tahu-tahu aja udah nyeri."

"Kasihannya istri, Mas." Abimana mendaratkan satu kecupan sayang di kening Ajeng.

Suasana hangat dan mesra melingkupi keduanya. Gairah yang kian melambung menyebabkan wajah mereka turut memerah sekarang. Ajeng bungkam saat suaminya melakukan penyatuan itu. Dia hanya mampu menyembunyikan muka ke dada Abimana.

"Kalau enggak nyaman bilang ya, sayang."

"Mas..." Desahan Ajeng mengudara merdu. Tubuhnya turut didorong ke depan, mengikuti tarikan lembut juga betapa awas Abimana.

"Mas bisa merasakan detak jantung Adek. Cepat sekali."

"Adek juga enggak ngerti. Sampai sekarang Adek masih deg-degan kalau sedekat ini sama Mas."

"Adek ... bisa-bisanya merayu di saat begini."

"Adek serius."

"Itu bukan karena bayinya 'kan, Dek?"

"Bukan, Mas sayang. Adek udah konsultasi sama dokter. Aman kok kita melakukan ini, bulannya udah cukup."

Ajeng melabuhkan kecupan-kecupan intens di leher jenjang suaminya. Berahi yang kepalang memuncak mengubah hawa menjadi gerah. Keduanya saling memandang penuh rasa kagum, membagi senyum mendambakan di sela-sela senggama. Abimana amat menjaga pergerakan serta ketukan dalam menggeser pinggul istrinya. Tetap dia memperhitungkan agar istrinya aman leluasa. Bibir silih bertaut, mengejar kasih dan rindu yang tertahan sepersekian jam. Ajeng lega, Abimana mengerang rendah.

Pada banyak lipatan menit berputar, Abimana memeluk Ajeng erat-erat. Gairah sedia dilepaskan, menumpahkan esensinya. Jeritan kecil malu-malu pun mengiringi romantika keduanya di malam ini.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Satu kesalahan belum cukup bagi Ajeng

    Lagi dan lagi kejadian serupa terulang. Ajeng lupa waktu. Dia dan Jeslyn sedang berbincang-bincang. Tak jarang tawa terlepas secara bergantian atau pun serempak, menikmati bagaimana si pelayan begitu lihai saat memberi pijatan pada punggungnya. Sementara, pelayan lain sibuk merapikan kuku-kuku kakinya. Hampir dua jam dia dan si wanita gummy smile itu bersantai, menghabiskan waktu mereka di sebuah salon ternama di Jakarta.Semua penata rambut di salon ini mahir beragam bahasa. Bagaimana tidak, mereka sudah menjalani pelatihan dan mengikuti kelas di Kota New York selama dua tahun. Kemampuan meraka dalam berbahasa Inggris tidak main-main, mereka sungguh dapat menerapkannya dengan pelafalan yang fasih. Tidak mengherankan jika Black Pearl adalah salon populer di Jakarta. Melayani orang asing yang sedang bekerja atau memang sedang menetap di Ibu Kota, sudah menjadi keseharian bagi mereka. Keuntungan dari pengalaman saat berada di luar negeri membuat mereka menjadi sangat ahli dalam menanga

    Huling Na-update : 2025-03-26
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Kejutan menegangkan oleh Jeslyn

    Royal Tulip, Bogor, Jawa Barat adalah sebuah kawasan hotel juga vila pribadi yang menyajikan pemandangan khas pegunungan. Banyak fasilitas menarik di tempat ini, salah satunya adalah kolam renang yang memang tersedia di beberapa gedung vila. Dan Jeslyn termasuk pemilik vila mewah tersebut. Lokasi kolam renang berada di titik yang tepat, berhadapan langsung dengan area perbukitan hijau. Belum cukup sampai di situ, vila ini dilengkapi bar serta ruang gym sederhana berisi tiga unit alat fitness. "Pilihan yang bagus, Jes. Tadinya aku sempat berpikir kalau liburannya tidak segini mewah. Aku telanjur kecewa karena kita batal menginap." Lisa meluapkan kepuasannya ketika dia dan Jeslyn tengah berendam di kolam renang. Berbeda dengan Gisca juga Ajeng yang kini duduk santai tak jauh dari situ. Kedua perempuan itu tengah meresapi udara sejuk yang menyegarkan pernapasan mereka. Lalu, sejemang Ajeng beranjak mengambil minuman dingin rasa buah yang tersaji di meja."Apa boleh buat, daripada gagal

    Huling Na-update : 2025-03-28
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Murka seorang Abimana

    Abimana mendadak terserang cemas. Pesan singkat yang diterima dari istrinya membuat dia kelabakan, sangat gelisah. Tanpa pikir panjang dia menarik tuas persneling dan menekan kuat pedal gas. Mobilnya melaju dalam kecepatan tinggi. Apalagi yang harus dia perbuat selain berupaya sekeras mungkin agar tepat waktu tiba di tempat?! 'Perut Adek sakit, Mas. Tapi, Adek udah minum obat pereda nyeri. Mas bisa jemput Adek ke Bogor, enggak?' Begitulah pesan yang dibaca Abimana beberapa menit lalu, sehingga mengakibatkan tubuhnya refleks menyambar kunci mobil di atas nakas; bergerak tangkas saking ketakutan akan terjadi hal buruk pada istrinya.Rasa waswas kian bertambah kala Ajeng tak menjawab teleponnya. Banyak asumsi hilir mudik di benak Abimana dan semua dugaan menyeramkan itu justru mendorong ketegangan ke tengah suasana. Jarang sekali dia mengumpat. Dan kini justru berkali-kali mengeluh. Dia bahkan nyaris mengumpat sebab mobilnya tak bisa lebih cepat lagi; sudah di angka maksimal. Perjalanan

    Huling Na-update : 2025-03-28
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Murka seorang suami bagian II

    •• ༻❁༺ ••Peristiwa di siang tadi nyaris membuat Abimana hilang kendali. Dia memang belum pernah marah atau pun berkata kasar pada istrinya. Semenjak dia mengucapkan ijab kabul di depan Tuan Kadi, dia telah berjanji untuk dirinya sendiri akan tetap menyayangi dan senantiasa memperlakukan Ajeng dengan baik. "Maaf jika kedatangan saya mengganggu kalian." Abimana menunduk sopan kepada dua orang paruh baya yang memiliki kemiripan dengan istrinya. "Saya tidak bermaksud untuk merepotkan Ibu, tapi kalau boleh saya benar-benar membutuhkan bantuan.""Nak, kami sudah menganggapmu seperti putra kandung kami sendiri. Jangan bersikap seolah-olah kami ini hanya orang asing, apa yang bisa Ibu lakukan untukmu?" "Ayah, Ibu, malam ini saya akan berangkat ke Kalimantan, urusan bisnis. Kemungkinan agak lama." Dia hela napasnya dalam-dalam untuk diembuskan rendah. "Sebelumnya saya sempat berpikir untuk membawa Ajeng bersama saya, tapi dokter melarang. Kandungan istri saya lemah, Ajeng diharuskan beristi

    Huling Na-update : 2025-03-29
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Ajeng Dwi Ayu

    •• ༻❁༺ •• Ketika laun-laun mentari pergi ke peraduannya, terpancang pula keindahan langit berhiaskan semburat lukisan jingga. Pesona sore seakan turut membingkai kesunyian Abimana Abrisam. Dia termenung seraya menatap kemegahan cakrawala, diam memikirkan sang istri tercinta yang saat ini berada di rumah. Ajeng, Ajeng Dwi Ayu; ialah wanita istimewa dengan segala kecantikan yang dia miliki. Mata bulat, kulit putih nan mulus, juga rambut hitam yang panjang dan halus, sungguh menawan untuk dipandang. Ajeng telah seutuhnya memengaruhi pikiran Abimana. Pria itu tengah mengulang kembali peristiwa bahagia tahun lalu kala dia dan Ajeng melangsungkan ijab kabul di depan orang tua mereka dan juga sanak saudara yang hadir. Menjelang setahun pernikahan mereka, kebahagiaan sejoli tersebut akhirnya terlengkapi. Kehamilan Ajeng merupakan hadiah terbaik di sepanjang usia Abimana. Dia bahkan telah menyusun dan mempersiapkan hari khusus demi menanti kelahiran si buah hati.

    Huling Na-update : 2025-03-21
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Senda gurau yang bikin Ajeng geram

    •• ༻❁༺ •• Di sepanjang perjalanan tawa jenaka dan senda gurau meramaikan suasana. Kegembiraan terpancar jelas di wajah-wajah nan cantik. Mereka begitu antusias. Sesekali salah satu teman Ajeng melantunkan lirik yang sengaja mereka putar dari tape mobil, Lisa namanya. "Ajeng, bukannya kamu bilang suamimu enggak kasih izin? Kok tiba-tiba bisa ikut kita? Kalau suamimu marah, bagaimana?" Jeslyn melanting tanya sebagai pembuka obrolan di antara mereka. "Lis, menyetirnya yang fokus. Nyanyi-nyanyi enggak jelas begitu enggak bikin laju mobilnya bertambah, Lis." "Jangan cerewet, Jes! Aku yang menyetir. Kamu hanya perlu duduk manis di situ dan biarkan maestro beraksi." "Pokoknya aku udah ingatkan ya, Lis. Kamu gede belagunya doang soalnya, padahal sering menabrak pembatas jalan." "Kalem kenapa sih, Jes?! Di mana-mana selalu kamu yang bising." Tahu-tahu yang lain menyeletuk, dia Gisca. "Aku enggak minta pendapat kamu, tuh. Kamu sendiri suka menye

    Huling Na-update : 2025-03-21
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Abimana Abrisam

    Abimana membubuhkan goresan pena di halaman terakhir proposal, menandakan tugasnya dalam mengecek berkas-berkas itu pun tuntas. "Masuklah!" seru pria ini saat mendengar ketukan pintu dari balik ruangannya. "Pak, ini kopi Anda. Satu jam lagi Tuan Lim akan tiba. Beliau bilang ingin menemui anda untuk membicarakan demo produk di cabang di Kalimantan." Diana/sekretarisnya menuturkan. "Saya sudah baca e-mail yang dia kirim. Tolong kamu siapkan semuanya, ya." "Baik, Pak." Diana membungkuk sopan sebelum meninggalkan atasannya itu. Embusan napasnya terdengar berat, Abimana tampak lesu kali ini. Padatnya jadwal pertemuan bisnis dan proyek yang harus dituntaskan membuat dia berangsur-angsur merasakan jenuh. Usai merapikan lagi berkas-berkas yang sudah rampung diperiksa, dia mengangkat gagang telepon di sisi kanannya. "Dimas, tolong ke ruangan saya sekarang. Saya sudah baca semua proposal yang kamu kirim kemarin." Lima menit berikutnya pria jangkung tersebut sudah muncul, bergeg

    Huling Na-update : 2025-03-22
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Jamuan hangat yang terlewatkan

    Ajeng dan teman-temannya masih betah duduk di kafe yang letaknya tak begitu jauh dari mal. Seraya bercakap-cakap mengenai banyak perkara, meskipun sebagian terkadang tidaklah begitu penting, mereka memesan teh tawar berikut cheesecake, tiramisu juga beberapa penganan manis lainnya. "Girls, luar biasa ya permaisuri kita yang satu ini! Kalau dibiarin dia pasti memborong habis barang-barang bermerek di butik tadi." Jeslyn amat bersemangat mengutarakan pernyataan itu di depan teman-temannya, berdecak ketika menjumpai si empu yang dimaksud seakan tidak mendengarkan dia. "Kami takjub sama kamu, Jeng. Segampang itu ya suami kamu kasih kartu kredit, bukan cuma satu lagi." Lisa menyambung sembari menyesap pelan-pelan teh chamomile miliknya. "Bagi ke kita kali, Jeng. Satu aja juga udah cukup buat bertiga. Ya enggak, Lis?" "Kapan lagi 'kan bisa belanja-belanja banyak tanpa harus pusing mikirin dompet menangis?!" sahut Lisa, menanggapi perkataan Jeslyn tadi. "

    Huling Na-update : 2025-03-24

Pinakabagong kabanata

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Murka seorang suami bagian II

    •• ༻❁༺ ••Peristiwa di siang tadi nyaris membuat Abimana hilang kendali. Dia memang belum pernah marah atau pun berkata kasar pada istrinya. Semenjak dia mengucapkan ijab kabul di depan Tuan Kadi, dia telah berjanji untuk dirinya sendiri akan tetap menyayangi dan senantiasa memperlakukan Ajeng dengan baik. "Maaf jika kedatangan saya mengganggu kalian." Abimana menunduk sopan kepada dua orang paruh baya yang memiliki kemiripan dengan istrinya. "Saya tidak bermaksud untuk merepotkan Ibu, tapi kalau boleh saya benar-benar membutuhkan bantuan.""Nak, kami sudah menganggapmu seperti putra kandung kami sendiri. Jangan bersikap seolah-olah kami ini hanya orang asing, apa yang bisa Ibu lakukan untukmu?" "Ayah, Ibu, malam ini saya akan berangkat ke Kalimantan, urusan bisnis. Kemungkinan agak lama." Dia hela napasnya dalam-dalam untuk diembuskan rendah. "Sebelumnya saya sempat berpikir untuk membawa Ajeng bersama saya, tapi dokter melarang. Kandungan istri saya lemah, Ajeng diharuskan beristi

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Murka seorang Abimana

    Abimana mendadak terserang cemas. Pesan singkat yang diterima dari istrinya membuat dia kelabakan, sangat gelisah. Tanpa pikir panjang dia menarik tuas persneling dan menekan kuat pedal gas. Mobilnya melaju dalam kecepatan tinggi. Apalagi yang harus dia perbuat selain berupaya sekeras mungkin agar tepat waktu tiba di tempat?! 'Perut Adek sakit, Mas. Tapi, Adek udah minum obat pereda nyeri. Mas bisa jemput Adek ke Bogor, enggak?' Begitulah pesan yang dibaca Abimana beberapa menit lalu, sehingga mengakibatkan tubuhnya refleks menyambar kunci mobil di atas nakas; bergerak tangkas saking ketakutan akan terjadi hal buruk pada istrinya.Rasa waswas kian bertambah kala Ajeng tak menjawab teleponnya. Banyak asumsi hilir mudik di benak Abimana dan semua dugaan menyeramkan itu justru mendorong ketegangan ke tengah suasana. Jarang sekali dia mengumpat. Dan kini justru berkali-kali mengeluh. Dia bahkan nyaris mengumpat sebab mobilnya tak bisa lebih cepat lagi; sudah di angka maksimal. Perjalanan

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Kejutan menegangkan oleh Jeslyn

    Royal Tulip, Bogor, Jawa Barat adalah sebuah kawasan hotel juga vila pribadi yang menyajikan pemandangan khas pegunungan. Banyak fasilitas menarik di tempat ini, salah satunya adalah kolam renang yang memang tersedia di beberapa gedung vila. Dan Jeslyn termasuk pemilik vila mewah tersebut. Lokasi kolam renang berada di titik yang tepat, berhadapan langsung dengan area perbukitan hijau. Belum cukup sampai di situ, vila ini dilengkapi bar serta ruang gym sederhana berisi tiga unit alat fitness. "Pilihan yang bagus, Jes. Tadinya aku sempat berpikir kalau liburannya tidak segini mewah. Aku telanjur kecewa karena kita batal menginap." Lisa meluapkan kepuasannya ketika dia dan Jeslyn tengah berendam di kolam renang. Berbeda dengan Gisca juga Ajeng yang kini duduk santai tak jauh dari situ. Kedua perempuan itu tengah meresapi udara sejuk yang menyegarkan pernapasan mereka. Lalu, sejemang Ajeng beranjak mengambil minuman dingin rasa buah yang tersaji di meja."Apa boleh buat, daripada gagal

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Satu kesalahan belum cukup bagi Ajeng

    Lagi dan lagi kejadian serupa terulang. Ajeng lupa waktu. Dia dan Jeslyn sedang berbincang-bincang. Tak jarang tawa terlepas secara bergantian atau pun serempak, menikmati bagaimana si pelayan begitu lihai saat memberi pijatan pada punggungnya. Sementara, pelayan lain sibuk merapikan kuku-kuku kakinya. Hampir dua jam dia dan si wanita gummy smile itu bersantai, menghabiskan waktu mereka di sebuah salon ternama di Jakarta.Semua penata rambut di salon ini mahir beragam bahasa. Bagaimana tidak, mereka sudah menjalani pelatihan dan mengikuti kelas di Kota New York selama dua tahun. Kemampuan meraka dalam berbahasa Inggris tidak main-main, mereka sungguh dapat menerapkannya dengan pelafalan yang fasih. Tidak mengherankan jika Black Pearl adalah salon populer di Jakarta. Melayani orang asing yang sedang bekerja atau memang sedang menetap di Ibu Kota, sudah menjadi keseharian bagi mereka. Keuntungan dari pengalaman saat berada di luar negeri membuat mereka menjadi sangat ahli dalam menanga

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Romantika di malam yang indah

    Proyek di Kalimantan akan segera di mulai. Abimana harus siap menghadapi schedule resminya. Apalagi dia menerapkan sistem deadline demi mencapai kedisiplinan kerja. Tumpukan berkas satu-persatu disusun rapi. Kedua tangannya masih menari-nari di atas keyboard laptop, tiada terkecoh akan suasana gelap yang sedari tadi menggeser keberadaan siang. "Pak, udah jam sembilan lewat," kata Dimas, hanya mengingatkan. Dia menghampiri Abimana ke ruangan sambil membawa map berisi laporan baru. "Ini hasil rapat pagi tadi, Pak. Saya sudah mencantumkan seluruhnya."Abimana hela napasnya agak panjang. Letih kini menguasai dia dan tubuhnya mulai merespons dampaknya. "Besok saya periksa," ucap Abimana singkat sembari merenggangkan otot-ototnya. "Taruh di sini aja!" Sekian kalimat penutup yang terucapkan, Abimana berencana pulang.Dimas pun seketika menaruh kertas-kertas di permukaan meja Abimana. Dia enggan ketinggalan, justru hendak bergegas keluar lebih dahulu. "Sampai besok, Pak. Hati-hati," tuturny

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Maafin Adek, Mas

    Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Ulahnya menyebabkan sang suami kelimpungan menunggu dia pulang. Ajeng pun merasa waswas begitu tiba di kediaman mereka. Hanya waswas, bukan perasaan takut. Terkadang dia memang keras kepala. Beruntungnya saat dia sudah di rumah, Abimana masih berada di luar. Dengan langkah terburu-buru dia melepaskan sandal dan masuk ke rumah. "Bu ..." Mumu menyapa saat keduanya berpapasan di ruang tengah. "Tadi Bapak cari Ibu. Dia pergi ke jamuan makan malam dari salah seorang rekan bisnisnya. Saya diminta menyampaikan ini ke Ibu. Bapak juga sudah menghubungi ponsel Ibu berulang-ulang, enggak aktif katanya." "Mas Abim udah pulang?" "Belum, Bu." Mumu menjawab seadanya. "Ya udah, aku mau langsung ke kamar aja." Perasaan Ajeng berubah tenang usai tahu dia pulang lebih awal daripada suaminya. Langkahnya pun diayun lambat menaiki anak tangga, "Tolong kunci pintunya ya, Mumu." "Baik, Bu," sahut Mumu. Di dalam kamar Ajeng

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Jamuan hangat yang terlewatkan

    Ajeng dan teman-temannya masih betah duduk di kafe yang letaknya tak begitu jauh dari mal. Seraya bercakap-cakap mengenai banyak perkara, meskipun sebagian terkadang tidaklah begitu penting, mereka memesan teh tawar berikut cheesecake, tiramisu juga beberapa penganan manis lainnya. "Girls, luar biasa ya permaisuri kita yang satu ini! Kalau dibiarin dia pasti memborong habis barang-barang bermerek di butik tadi." Jeslyn amat bersemangat mengutarakan pernyataan itu di depan teman-temannya, berdecak ketika menjumpai si empu yang dimaksud seakan tidak mendengarkan dia. "Kami takjub sama kamu, Jeng. Segampang itu ya suami kamu kasih kartu kredit, bukan cuma satu lagi." Lisa menyambung sembari menyesap pelan-pelan teh chamomile miliknya. "Bagi ke kita kali, Jeng. Satu aja juga udah cukup buat bertiga. Ya enggak, Lis?" "Kapan lagi 'kan bisa belanja-belanja banyak tanpa harus pusing mikirin dompet menangis?!" sahut Lisa, menanggapi perkataan Jeslyn tadi. "

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Abimana Abrisam

    Abimana membubuhkan goresan pena di halaman terakhir proposal, menandakan tugasnya dalam mengecek berkas-berkas itu pun tuntas. "Masuklah!" seru pria ini saat mendengar ketukan pintu dari balik ruangannya. "Pak, ini kopi Anda. Satu jam lagi Tuan Lim akan tiba. Beliau bilang ingin menemui anda untuk membicarakan demo produk di cabang di Kalimantan." Diana/sekretarisnya menuturkan. "Saya sudah baca e-mail yang dia kirim. Tolong kamu siapkan semuanya, ya." "Baik, Pak." Diana membungkuk sopan sebelum meninggalkan atasannya itu. Embusan napasnya terdengar berat, Abimana tampak lesu kali ini. Padatnya jadwal pertemuan bisnis dan proyek yang harus dituntaskan membuat dia berangsur-angsur merasakan jenuh. Usai merapikan lagi berkas-berkas yang sudah rampung diperiksa, dia mengangkat gagang telepon di sisi kanannya. "Dimas, tolong ke ruangan saya sekarang. Saya sudah baca semua proposal yang kamu kirim kemarin." Lima menit berikutnya pria jangkung tersebut sudah muncul, bergeg

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Senda gurau yang bikin Ajeng geram

    •• ༻❁༺ •• Di sepanjang perjalanan tawa jenaka dan senda gurau meramaikan suasana. Kegembiraan terpancar jelas di wajah-wajah nan cantik. Mereka begitu antusias. Sesekali salah satu teman Ajeng melantunkan lirik yang sengaja mereka putar dari tape mobil, Lisa namanya. "Ajeng, bukannya kamu bilang suamimu enggak kasih izin? Kok tiba-tiba bisa ikut kita? Kalau suamimu marah, bagaimana?" Jeslyn melanting tanya sebagai pembuka obrolan di antara mereka. "Lis, menyetirnya yang fokus. Nyanyi-nyanyi enggak jelas begitu enggak bikin laju mobilnya bertambah, Lis." "Jangan cerewet, Jes! Aku yang menyetir. Kamu hanya perlu duduk manis di situ dan biarkan maestro beraksi." "Pokoknya aku udah ingatkan ya, Lis. Kamu gede belagunya doang soalnya, padahal sering menabrak pembatas jalan." "Kalem kenapa sih, Jes?! Di mana-mana selalu kamu yang bising." Tahu-tahu yang lain menyeletuk, dia Gisca. "Aku enggak minta pendapat kamu, tuh. Kamu sendiri suka menye

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status