Kamar hening kian senyap oleh suasana siang yang begitu tenang. Arjuna Eka Angga duduk diam di atas kasur, menghadap ke jendela bertutup tirai renda. Sikunya bertumpu di atas lutut dengan jemari menahan dahi. Gerangan beban apa yang sepertinya sungguh berat dia pikul. Nyatanya Arjuna tidak terlihat segitu senang. Di sini dia menumpahkan gulana itu kepada ruangan hampa. Kala dia tengadah, dapat terbaca luka yang menyedihkan. Arjuna meneteskan kepedihannya. "Jun ..." "Alyssa ..." Teguran lembut tadi tak pula mengakibatkan Arjuna panik, seolah tiada rahasia di antara mereka. "Kamu, okay? Sebelum aku pergi kamu masih baik-baik aja." "Nothing, you don't need to worry--gimana hangout tadi? Kamu happy?" "Lumayan. Adik kamu baik. Dia banyak omong sama aku. Aku rasa kita bakalan cepat akrab." "Bagus 'kan? Kamu jadi enggak perlu nethink lagi soal pergaulan di sini. Aku perhatiin juga kamu sendiri gembira pas bareng Ajeng." Alyssa sudah berada di samping Arjuna usai menaruh b
Pulang ke Indonesia merupakan keputusan tunggal oleh Arjuna Eka Angga setelah dia melewati minggu-minggu untuk pertimbangan matang. Dia tak lagi merasa cocok bekerjasama dengan rekan-rekan maupun agensinya di Prancis. Maka dari itu, berangkat ke negara asalnya menjadi pilihan paling bijak menurut dia. Daripada harus terpaksa melibatkan diri ke dalam suasana lingkungan kerja yang tiada selaras. Namun, tentu semuanya itu bukan hanya tentang dia dan kenyamanannya. Setelah menikah, segala hal dalam kehidupan akan selalu berkaitan dengan pasangan. Mustahil Arjuna mengabaikan begitu saja opini Alyssa Chloe selaku istrinya. Lebih dari siapapun, wanita tersebut sudah sangat tahu seluk beluk personal dia, termasuk bagian terkelam. Alyssa hafal siapa/bagaimana ayah dan ibu Arjuna di Indonesia, tahu jika kedua paruh baya ini adalah keluarga angkat; sepasang suami istri yang mengambil Arjuna dari panti asuhan. Rahasia Laksmana Cahyani pun turut diketahui Alyssa, menyangkut status Arjuna. Sampa
"Kak Juna, aku enggak tau kalian berdua ada masalah apa. Tapi, Kak ... Ajeng ngerti banget menangis adalah batas dari kesabaran emosi seseorang. Entah kesedihan, marah, kecewa, apapun itu bukanlah sesuatu yang baik untuk dipendam. Dengan kondisi Kak Alyssa yang juga sedang hamil, reaksi emosional berlebihan bisa mengganggu perkembangan pada otak janin. Please, Kak ... buat sementara waktu Kakak yang harus lebih banyak bersabar. Suasana hati wanita hamil enggak ketebak, Kak. Terkadang kita bisa tiba-tiba aja ngerasa seperti orang yang paling malang atau kek yang udah cape banget menghadapi hidup." Arjuna dan Alyssa serempak bungkam, masing-masing memandang ke arah berlainan juga perasaan yang kontras. Arjuna menyadari jantungnya berdebar kencang. Terselip bangga saat mendengar segitu luas pemahaman adiknya sekarang. "Aku mau keluar. Kamu di sini dulu temani Alyssa, ya. Aku pasti balik lagi kalau semuanya udah lebih dingin.""Jangan lama-lama ya, Kak. Kasihan Kak Alyssa. Ajeng juga ha
Sembari menganalisa laporan yang dikirim dari Kalimantan, Abimana Abrisam juga sedang mengobrol dengan istrinya melalui Video Call. Padahal pagi tadi pun mereka mencuri-curi waktu dan situasi untuk bermesraan. Namun, seakan jarak rumah ke perusahaan merupakan kilometer panjang, Abimana sering merasakan kerinduan yang menyiksa pikirannya. "Dek, Mas pulang aja deh, ya. Kita pergi kek ke mana. Atau mau check in hotel enggak, sayang? Yang kolam renangnya privat. Kayaknya asyik sekali, serasa kita bulan madu lagi.""Mas, jangan ngaco ih! Ada Kak Juna di rumah, kok malah kamu mau kelayapan.""Biar bebas, sayang. Soalnya Mas jadi sungkan mau dekat-dekat sama Adek. Entar disangka enggak tau adat dan sopan santun.""Bukannya ada Kak Juna atau enggak, Mas tetap aja menempel ke Adek? Buktinya pas sarapan tadi Mas minta disuapin. Diliatin Kak Juna dan Kak Alyssa juga Mas enggak peduli tuh." "Hehe, biarin ah! Mau dikata norak juga Mas bodo amat, Dek. Mas udah telanjur kecintaan dengan yang nama
Seorang office boy menurunkan dua cangkir kopi ke permukaan meja. Alvian Lim masih di situ, berbincang-bincang dengan Abimana mengenai projek perusahaan juga rencana liburan mereka. Karier Alvian Lim di bidang periklanan patut diapresiasi. Ide-idenya kerap brilian, mengikuti perkembangan zaman dan selera pasar. Maka dari itu, banyak pebisnis senior maupun dari kalangan pemula memilih untuk memakai jasanya. Salah satunya tentu saja Abimana Abrisam. Pria ini justru dari kapan waktu hendak bekerjasama dengan teman lamanya itu, meski padatnya daftar di dalam buku kerja Alvian Lim menyebabkan Abimana butuh menunggu hingga tiga tahun. "Ajeng masih harus menunggu reaksi ayah dan ibu, Vin. Aku enggak bisa memutuskan sepihak, walau sebenarnya aku yakin ayah ibu pasti mengerti. Cuma, pikiran aku ke Ajeng. Kalau dia belum benar-benar siap atau rela, mungkin rencana pindah ke Kalimantan bakal tertunda sampai dia bersedia.""Moodnya juga pasti naik turun. Maklum ajalah, Bro. Ibu hamil gampang str
•• ༻❁༺ •• Ketika laun-laun mentari pergi ke peraduannya, terpancang pula keindahan langit berhiaskan semburat lukisan jingga. Pesona sore seakan turut membingkai kesunyian Abimana Abrisam. Dia termenung seraya menatap kemegahan cakrawala, diam memikirkan sang istri tercinta yang saat ini berada di rumah. Ajeng, Ajeng Dwi Ayu; ialah wanita istimewa dengan segala kecantikan yang dia miliki. Mata bulat, kulit putih nan mulus, juga rambut hitam yang panjang dan halus, sungguh menawan untuk dipandang. Ajeng telah seutuhnya memengaruhi pikiran Abimana. Pria itu tengah mengulang kembali peristiwa bahagia tahun lalu kala dia dan Ajeng melangsungkan ijab kabul di depan orang tua mereka dan juga sanak saudara yang hadir. Menjelang setahun pernikahan mereka, kebahagiaan sejoli tersebut akhirnya terlengkapi. Kehamilan Ajeng merupakan hadiah terbaik di sepanjang usia Abimana. Dia bahkan telah menyusun dan mempersiapkan hari khusus demi menanti kelahiran si buah hati.
•• ༻❁༺ •• Di sepanjang perjalanan tawa jenaka dan senda gurau meramaikan suasana. Kegembiraan terpancar jelas di wajah-wajah nan cantik. Mereka begitu antusias. Sesekali salah satu teman Ajeng melantunkan lirik yang sengaja mereka putar dari tape mobil, Lisa namanya. "Ajeng, bukannya kamu bilang suamimu enggak kasih izin? Kok tiba-tiba bisa ikut kita? Kalau suamimu marah, bagaimana?" Jeslyn melanting tanya sebagai pembuka obrolan di antara mereka. "Lis, menyetirnya yang fokus. Nyanyi-nyanyi enggak jelas begitu enggak bikin laju mobilnya bertambah, Lis." "Jangan cerewet, Jes! Aku yang menyetir. Kamu hanya perlu duduk manis di situ dan biarkan maestro beraksi." "Pokoknya aku udah ingatkan ya, Lis. Kamu gede belagunya doang soalnya, padahal sering menabrak pembatas jalan." "Kalem kenapa sih, Jes?! Di mana-mana selalu kamu yang bising." Tahu-tahu yang lain menyeletuk, dia Gisca. "Aku enggak minta pendapat kamu, tuh. Kamu sendiri suka menye
Abimana membubuhkan goresan pena di halaman terakhir proposal, menandakan tugasnya dalam mengecek berkas-berkas itu pun tuntas. "Masuklah!" seru pria ini saat mendengar ketukan pintu dari balik ruangannya. "Pak, ini kopi Anda. Satu jam lagi Tuan Lim akan tiba. Beliau bilang ingin menemui anda untuk membicarakan demo produk di cabang di Kalimantan." Diana/sekretarisnya menuturkan. "Saya sudah baca e-mail yang dia kirim. Tolong kamu siapkan semuanya, ya." "Baik, Pak." Diana membungkuk sopan sebelum meninggalkan atasannya itu. Embusan napasnya terdengar berat, Abimana tampak lesu kali ini. Padatnya jadwal pertemuan bisnis dan proyek yang harus dituntaskan membuat dia berangsur-angsur merasakan jenuh. Usai merapikan lagi berkas-berkas yang sudah rampung diperiksa, dia mengangkat gagang telepon di sisi kanannya. "Dimas, tolong ke ruangan saya sekarang. Saya sudah baca semua proposal yang kamu kirim kemarin." Lima menit berikutnya pria jangkung tersebut sudah muncul, bergeg
Seorang office boy menurunkan dua cangkir kopi ke permukaan meja. Alvian Lim masih di situ, berbincang-bincang dengan Abimana mengenai projek perusahaan juga rencana liburan mereka. Karier Alvian Lim di bidang periklanan patut diapresiasi. Ide-idenya kerap brilian, mengikuti perkembangan zaman dan selera pasar. Maka dari itu, banyak pebisnis senior maupun dari kalangan pemula memilih untuk memakai jasanya. Salah satunya tentu saja Abimana Abrisam. Pria ini justru dari kapan waktu hendak bekerjasama dengan teman lamanya itu, meski padatnya daftar di dalam buku kerja Alvian Lim menyebabkan Abimana butuh menunggu hingga tiga tahun. "Ajeng masih harus menunggu reaksi ayah dan ibu, Vin. Aku enggak bisa memutuskan sepihak, walau sebenarnya aku yakin ayah ibu pasti mengerti. Cuma, pikiran aku ke Ajeng. Kalau dia belum benar-benar siap atau rela, mungkin rencana pindah ke Kalimantan bakal tertunda sampai dia bersedia.""Moodnya juga pasti naik turun. Maklum ajalah, Bro. Ibu hamil gampang str
Sembari menganalisa laporan yang dikirim dari Kalimantan, Abimana Abrisam juga sedang mengobrol dengan istrinya melalui Video Call. Padahal pagi tadi pun mereka mencuri-curi waktu dan situasi untuk bermesraan. Namun, seakan jarak rumah ke perusahaan merupakan kilometer panjang, Abimana sering merasakan kerinduan yang menyiksa pikirannya. "Dek, Mas pulang aja deh, ya. Kita pergi kek ke mana. Atau mau check in hotel enggak, sayang? Yang kolam renangnya privat. Kayaknya asyik sekali, serasa kita bulan madu lagi.""Mas, jangan ngaco ih! Ada Kak Juna di rumah, kok malah kamu mau kelayapan.""Biar bebas, sayang. Soalnya Mas jadi sungkan mau dekat-dekat sama Adek. Entar disangka enggak tau adat dan sopan santun.""Bukannya ada Kak Juna atau enggak, Mas tetap aja menempel ke Adek? Buktinya pas sarapan tadi Mas minta disuapin. Diliatin Kak Juna dan Kak Alyssa juga Mas enggak peduli tuh." "Hehe, biarin ah! Mau dikata norak juga Mas bodo amat, Dek. Mas udah telanjur kecintaan dengan yang nama
"Kak Juna, aku enggak tau kalian berdua ada masalah apa. Tapi, Kak ... Ajeng ngerti banget menangis adalah batas dari kesabaran emosi seseorang. Entah kesedihan, marah, kecewa, apapun itu bukanlah sesuatu yang baik untuk dipendam. Dengan kondisi Kak Alyssa yang juga sedang hamil, reaksi emosional berlebihan bisa mengganggu perkembangan pada otak janin. Please, Kak ... buat sementara waktu Kakak yang harus lebih banyak bersabar. Suasana hati wanita hamil enggak ketebak, Kak. Terkadang kita bisa tiba-tiba aja ngerasa seperti orang yang paling malang atau kek yang udah cape banget menghadapi hidup." Arjuna dan Alyssa serempak bungkam, masing-masing memandang ke arah berlainan juga perasaan yang kontras. Arjuna menyadari jantungnya berdebar kencang. Terselip bangga saat mendengar segitu luas pemahaman adiknya sekarang. "Aku mau keluar. Kamu di sini dulu temani Alyssa, ya. Aku pasti balik lagi kalau semuanya udah lebih dingin.""Jangan lama-lama ya, Kak. Kasihan Kak Alyssa. Ajeng juga ha
Pulang ke Indonesia merupakan keputusan tunggal oleh Arjuna Eka Angga setelah dia melewati minggu-minggu untuk pertimbangan matang. Dia tak lagi merasa cocok bekerjasama dengan rekan-rekan maupun agensinya di Prancis. Maka dari itu, berangkat ke negara asalnya menjadi pilihan paling bijak menurut dia. Daripada harus terpaksa melibatkan diri ke dalam suasana lingkungan kerja yang tiada selaras. Namun, tentu semuanya itu bukan hanya tentang dia dan kenyamanannya. Setelah menikah, segala hal dalam kehidupan akan selalu berkaitan dengan pasangan. Mustahil Arjuna mengabaikan begitu saja opini Alyssa Chloe selaku istrinya. Lebih dari siapapun, wanita tersebut sudah sangat tahu seluk beluk personal dia, termasuk bagian terkelam. Alyssa hafal siapa/bagaimana ayah dan ibu Arjuna di Indonesia, tahu jika kedua paruh baya ini adalah keluarga angkat; sepasang suami istri yang mengambil Arjuna dari panti asuhan. Rahasia Laksmana Cahyani pun turut diketahui Alyssa, menyangkut status Arjuna. Sampa
Kamar hening kian senyap oleh suasana siang yang begitu tenang. Arjuna Eka Angga duduk diam di atas kasur, menghadap ke jendela bertutup tirai renda. Sikunya bertumpu di atas lutut dengan jemari menahan dahi. Gerangan beban apa yang sepertinya sungguh berat dia pikul. Nyatanya Arjuna tidak terlihat segitu senang. Di sini dia menumpahkan gulana itu kepada ruangan hampa. Kala dia tengadah, dapat terbaca luka yang menyedihkan. Arjuna meneteskan kepedihannya. "Jun ..." "Alyssa ..." Teguran lembut tadi tak pula mengakibatkan Arjuna panik, seolah tiada rahasia di antara mereka. "Kamu, okay? Sebelum aku pergi kamu masih baik-baik aja." "Nothing, you don't need to worry--gimana hangout tadi? Kamu happy?" "Lumayan. Adik kamu baik. Dia banyak omong sama aku. Aku rasa kita bakalan cepat akrab." "Bagus 'kan? Kamu jadi enggak perlu nethink lagi soal pergaulan di sini. Aku perhatiin juga kamu sendiri gembira pas bareng Ajeng." Alyssa sudah berada di samping Arjuna usai menaruh b
•• ༻❁༺ •• Apalagi kalau bukan semangkuk baso?! Ajeng menyarankan suguhan itu kepada kakak iparnya dan Alyssa menyetujui dengan suka rela. Mereka duduk di gerai baso ternama di Ibu Kota. Gerai tersebut bahkan viral di sosial media. Tiada hari tanpa ramainya pengunjung, atau perlu sedikit kesabaran sampai pesanan bisa disajikan. Namun, situasi tersebut tiada pula menyurutkan niat Ajeng untuk mencicipi baso berbentuk gepeng itu. Dia memiliki pendukung di sisinya, Alyssa bersedia menemani dia tanpa keluhan. "Mirip bola daging, ya. Tapi, teksturnya beda. Ini kenyal, dan juga empuk. Saya belum pernah makan yang seperti ini." "Jadi, kakak suka enggak rasanya?" Ajeng bertanya usai dia menyeruput kuah basonya. "Ehm, yah ... rasanya nyaman saja dimakan. Kayak sup 'kan? Mungkin saya enggak akan keberatan buat makan ini seminggu dua kali." "Tadinya aku pikir Kak Juna udah pernah mengajak kakak makan makanan ini di Prancis. Soalnya dia sangat suka baso, Kak. Dulu, sebelum Kak Juna berangkat
•• ༻❁༺ ••Hari ini Ajeng berencana mengajak kakak iparnya berjalan-jalan ke mal terbesar di Jakarta. Mereka bisa berburu perlengkapan bayi yang lucu-lucu atau barangkali menikmati pijatan khusus bagi ibu hamil. Terdengar menyenangkan saat Ajeng mengutarakan niatnya. Raut Alyssa si ipar pun praktis berubah antusias. "Aku sudah lama sekali ingin memiliki teman yang bernasib sama denganku. Dan ternyata ini jauh lebih baik dari harapan—adik iparku sendiri." Di dalam mobil, keduanya mengisi perjalanan dengan beragam topik obrolan. "Agak terlambat. Tapi, aku senang bisa bertemu Kakak sekarang. Kalau dilihat-lihat kehamilanmu masih baru, ya? Perut kita sangat berbeda. Lihat saja bagaimana gendutnya aku ini dengan perut segini besar dan bulat." "Kamu salah. Biarpun enggak sebesar perutmu, kehamilanku ini sudah berusia tujuh bulan.""Benarkah?! Astaga!" Ajeng melotot heran, memperhatikan sekali lagi perut Alyssa yang memang hanya setengah ukuran perutnya. "Aku enggak mengira bulan persalin
•• ༻❁༺ ••Bunyi tubrukan sendok dan juga piring lirih meramaikan meja makan di waktu sarapan kali ini. Masih di sekitar bandara, mereka memutuskan untuk memilih salah satu restoran yang kerap ramai di jam-jam makan. Kendati, pada giliran mereka beruntung tempat itu tidak penuh seperti biasanya. "Jun, Ayah bersyukur perjalanan kalian lancar-lancar aja sampai ke sini. Gimana keadaan istrimu? Sedang hamil begitu, apa tidak mengalami mual sepanjang penerbangan.""Enggak, Yah. Walau ini kehamilan pertama, Alyssa enggak pernah menghadapi hal-hal aneh apalagi yang mengancam kesehatannya. Dia bahkan enggak ngerasain mual.""Wah, itu jarang terjadi. Kalau di sini masyarakat menyebutnya hamil kebo. Kadang ibu-ibu muda yang tengah hamil justru bisa sama sekali enggak mendapatkan kendala. Segala aktivitas jadi berlalu seperti orang-orang pada umumnya." Cahyani menyambung obrolan tersebut."Hamil kebo?!" Bunga Alyssa Chloe, menantu keluarga Wicaksono ini menyahut seketika. Tergiring rasa penasara
•• ༻❁༺ ••"Ini kenapa jadi sempit, sih? Minggu lalu 'kan baru aku pakai dan masih nyaman juga." Agaknya kemeja yang ingin dikenakan Ajeng tak lagi muat di badannya. Ajeng berencana tampil sebagus mungkin di hadapan kakak dan kakak iparnya. Terlebih dia paham betul segitu modis keduanya dalam berbusana. "Aduh, enggak bisa dikancing ..." Ajeng merengek dengan kelopak mata berkaca-kaca. Rasa rendah dan tidak percaya diri muncul dalam sekejap untuk merusak suasana hatinya. "Ada apa? Kok ngomel-ngomel sendirian, Dek?" Abimana keluar dari kamar mandi, sedang mengeringkan rambutnya menggunakan selembar handuk. Dia menghampiri Ajeng dan langsung berdiri di depan istrinya tersebut. "Bajunya kekecilan, Mas. Adek lagi kepingin banget pakai yang ini.""Masih ada yang lain, buat apa Adek menangis begitu cuma gara-gara baju?" Seraya memberi saran Abimana beringsut ke ranjang, mengambil pakaiannya untuk dikenakan. "Nanti ayah ibu menunggu, loh.""Adek bingung mau pakai yang mana. Di lemari isinya