Share

Bos Kampret

"Se-Sean!" Bibir Vina bergetar, sekujur tubuhnya tiba-tiba menggigil. Pria yang selama ini selalu ia hindari, kini muncul di depan matanya. Manusia yang selalu ingin Vina lenyapkan dari muka bumi.

Seandainya pembunuhan dilegalkan. Mungkin saat ini Sean hanya tinggal nama.

Vina meremas dress-nya, menyalurkan rasa benci yang begitu menggebu di dalam sanubarinya. Setelah hampir tujuh tahun berlalu, kini Vina bertemu kembali dengan manusia kampret macam Sean.

"Dunia memang sempit ya, gak nyangka kita ketemu lagi. Atau mungkin emang kita berjo ... shit!" Sean berdiri, mengusap wajahnya yang baru saja disiram segelas sirup oleh Vina.

Vina berdecih, apa Sean pikir dirinya masih gadis lugu yang tidak bisa berontak saat bertemu si kampret sialan. Salah, Vina yang sekarang bukanlah Vina tujuh tahun yang lalu.

Gadis berseragam SMA yang duduk gemetar karena dipermalukan oleh sang mantan, di acara reuni seniornya. See, kini semua berbanding terbalik dengan tujuh tahun lalu. Bukan Vina yang menanggung malu, tapi Sean. Sean Davichi!

"Lo!" Sean meggebrak meja, memajukan wajahnya ke depan wajah Vina. "Lo, bakal nyesel. Davina!" Sean menggeram, mengepalkan tangannya di atas meja. Sean berusaha menahan emosi yang bergejolak.

"Oh ya, tapi itu cuma di mimpi lo. Sean Davichi!" Vina tersenyum miring, lalu bangkit. "Gue harap kita gak ketemu lagi. Karena gue gak jamin bisa tahan buat gak nyiram lo pake PERTAMAX." Vina memberikan penekanan di akhir kalimat.

Kini keduanya jadi pusat perhatian, semua mata tertuju pada mereka berdua. Sean dipermalukan telak oleh Vina. Sean jelas tidak terima, ia langsung menarik lengan Vina yang akan pergi. Sontak saja hal itu membuat Vina terjatuh dalam pelukannya.

"Sean!" pekik Vina. Matanya membeliak kala menabrak dada bidang di depannya. Tubuh Vina tiba-tiba kaku, bahkan kakinya gemetar tak bisa digerakkan.

"Kita liat saja nanti, gue atau lo yang bakal nyesel," bisik Sean. Tubuh Vina langsung meremang saat embusan napas Sean terasa di sekitar telinga ke leher. "See you, Davina Ayudia!"

Vina hanya diam, ketika tubuhnya dihempas Sean begitu saja. Vina masih tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Gak! Gak boleh!" Vina menggelengkan kepalanya, ia menyangkal pernyataan Sean. kemudian berbalik, menatap kepergian Sean. "Gue bakal buat lo menyesal, Sean Davichi!" teriak Vina dengan lantangnya.

————————

Vina terbangun dengan mata terbuka lebar, napasnya terengah-engah. Ditambah keringat yang mengalir dari dahi.

Mimpi itu lagi. Vina mengacak-ngacak rambutnya, frustasi. Demi dewa Neptunus dari Bikini Buttom, ia tidak akan bertemu dengan manusia kampret itu lagi.

Cukup! Cukup kejadian semalam, Vina tidak akan mengulanginya lagi. Di mana pun ia berada, akan Vina pastikan dirinya akan menutup mata saat melihat Sean, menulikan pendengarannya. Menganggap bahwa Sean hanya mahluk astral yang bergentayangan.

Vina beranjak dari atas kasurnya, ia berjalan menuju kulkas——mengambil segelas air dingin. Tenggorokannya begitu kering, seolah ia baru saja berkonser mengumpati Sean.

Memang, manusi terkutuk itu seperti momok mengerikan bagi hidup Vina.

Vina menggelengkan kepalanya, enggan memikirkan Sean lagi. Vina membuang jauh semua pemikirannya barusan. Hingga netranya tanpa sengaja menatap kalender yang terpampang di dinding.

Mata Vina seketika melotot, melihat tanggalan yang dilingkari. Bertuliskan 'firts day'.

Buurttt!

Vina menyemburkan air di mulutnya, tubuhnya menegang seketika. Mampus!

Dengan kecepatan kilat Vina bergegas mandi, mengalahkan rekor mandi bebek. Vina memakai blouse putih dengan rok span selutut, ditambah blazer berwarna hitam senada dengan warna roknya.

Vina berlari menuruni tangga kos-kosannya, sembari mencepol rambutnya yang tak sempat disisir. Kini Vina diserang rasa panik. Entah, bagaimana nasibnya saat bertemu bos barunya nanti.

"Dav ...."

"Reyvan! Malaikat penolong gue. Buruan anterin gue ke kantor!" Davina beruntung berjumpa dengan Reyvan di depan gerbang kosnya.

"Tapi Vin———"

"Gak tapi-tapian Rey. Pekerjaan gue sedang dipertaruhkan, lo gak mau kan liat gue dipecat."

Reyvan tak lagi membantah, ia langsung melajukan motornya menuju kantor Vina.

Vina tampak tegang, sesampainya di kantor ia langsung mendapat omelan dari pak Bian. Siapa sangka pria yang tampak cool itu membuat Vina ilfeel setengah mati, setelah mendengar suara cempreng pak Bian yang mengalahkan suara ibu kosnya.

Pak Bian terus mengomel hampir setengah jam. Rasanya telinga Vina sudah berdengung, kepanasan. Dia hanya menunduk, sesekali berkomat kamit menirukan ucapan pak Bian.

"Kamu tahu bukan kalo bos baru kita sangat menghargai waktu?" Vina mengangguk. "Dan kamu malah terlambat sampai setengah jam!"

"Maaf, Pak," lirih Vina.

Terdengar helaan napas kasar dari pak Bian. Lalu tiba-tiba saja telepon di depannya berbunyi. Pak Bian langsung mengangkatnya.

"Baik Pak." Pak Bian menutup kembali sambungan teleponnya.

"Vina."

"Iya, Pak." Vina memberanikan diri mengangkat wajahnya.

"Buatkan pak bos kopi."

"Ko—kopi?" Vina mengerutkan keningnya, bukankah ada office boy yang biasa membuatkan kopi? Kenapa harus dirinya? Vina kerja jadi sekretaris, bukan OB!

"VINA!" Suara lantang pak Bian membuyarkan lamunan Vina.

"I ... iya Pak." Vina tampak gelagapan. Sementara pak Bian hanya menggerakkan dagunya ke arah pintu. "Leher Bapak kenapa? Encok?"

"Davina Ayudiya!" Habis sudah kesabaran pak Bian, ia berubah jadi seperti singa yang siap menerkam Vina. "Buatkan kopi sekarang dan antar ke ruangan pak Bos atau kamu dipecat!"

"Baik Pak, laksanakan!" Dengan gerakan seribu, Vina segera melesat keluar sebelum dirinya diterkam oleh pak Bian. "Pak Bian kalau PMS ngeri banget, persis mak Erot kalau lagi nagih duit kos-kosan!" gerutu Vina.

Vina menghela napas panjang, ia pikir menjadi sekretaris bos itu suatu pekerjaan elite. Tapi kenyataanya ... Vina tersenyum kecut, tangannya bergerak mengaduk kopi. Namun pikirannya malah menerawang entah ke mana.

Hingga bayang Sean terlintas di pikirannya.

"See you, Davina Ayudia."

Vina seketika menggeleng. Menepis segala pemikiran yang terlintas di otaknya. Terutama yang berhubungan dengan Sean!

Vina bergegas keluar dari pantri, melangkahkan kakinya menuju ruangan CEO. Dengan sekali tarikan napas, Vina memberanikan diri mengetuk pintu ruangan bosnya.

Vina masuk setelah mendengar sahutan dari dalam. Meski ragu, ia berjalan perlahan menuju meja bosnya. Pria itu duduk memunggunginya, menatap keluar pada dinding kaca.

"Silakan Pak, kopinya." Vina merutuk bibirnya, kenapa ia berasa pelayan warkop saja. Sial! "Saya harap Bapak suka dengan kopi buatan saya."

Vina harap-harap cemas karena bosnya diam saja tak menggubris ucapannya. Apa Vina kurang menjilat? Haruskah ia menyanjung bosnya lebih ekstream lagi, agar tidak dipecat gara-gara terlambat? Ah, kepala Vina berdenyut dengan berbagai pemikiran konyol itu.

"Saya minta maaf karena sudah terlambat di hari pertama, tapi saya berjanji untuk kedepannya saya akan lebih disiplin," ujar Vina.

Bosnya tak menjawab, tapi beliau memutar kursinya menghadap Vina yang berdiri di depan meja. "Hai," sapa pria itu.

Vina melotot, tubuhnya menegang debarengi dengan detak jantung yang siap meledak. Kenapa dunia begitu sempit.

Bagaimana bisa, bos barunya itu ... si manusia kampret dari goa monyet!

"Se—Sean!" Bos kampret!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status