Share

Perjanjian Terkutuk

Jodoh itu kadang seperti jaelangkung.

Datang tak diundang, muncul tiba-tiba. Tak terduga!

....

  Mobil Mercedes Benz C-Class Sedan melaju di jalanan ibukota. Pagi ini keadaan jalan raya cukup padat merayap.

Sean duduk di bangku penumpang, membaca proposal secara seksama. Hari ini merupakan hari pertama Sean menjabat jadi CEO baru di perusahaan papanya. Sehingga banyak hal yang harus ia persiapkan untuk meeting nanti.

"Pak Bian, soal kontrak kerja untuk sekretaris baru sudah selesai ditandatangani?" tanya Sean tanpa mengalihkan pandangannya dari proposal.

"Sudah Pak." Pak Bian melirik sekilas bosnya lewat kaca spion.

"Apa ada masalah?"

"Tidak. Pegawai itu langsung menandatanganinya."

Sean mengangguk. Sesuai dugaannya, wanita itu memang ceroboh dan masih saja ceroboh. Lihat saja, kejutan apa yang akan dia dapatkan. Sean menyeringai, membuat pak Bian bergidik ngeri saat tak sengaja melirik ke arah spion di atasnya.

Sean pikir bekerja di kantor papanya akan sangat membosankan, tapi ternyata ia salah. Sean justru menemukan kesenangan di sana, disaat hari pertama Sean melangkahkan kakinya di tempat itu. Di mana Sean melihat dengan jelas sosok yang sudah ia cari hampir enam tahun lamanya.

Sean tersenyum miring ketika ingatanya kembali berputar pada kejadian beberapa hari yang lalu.

Berulang kali Sean menghela napas, kesal dan gondok bercampur jadi satu. Andai saja tak ada kisah malin kundang yang dikutuk jadi batu, maka dengan lantang Sean akan menolak jabatan CEO.

Sean tak berminat dengan perusahaan papanya, ia lebih suka merintis kariernya menjadi CEO agensi model yang sudah Sean dirikan hampir tiga tahun.

Tapi, Sean terpaksa menuruti permintaan papanya. Sean tidak mau membuat sang mama berubah menjadi rapper, mamanya bisa mengomel panjang lebar melebihi episode sinetron uttaran.

"Pak Sean? Apa Bapak mendengarkan saya?"

Suara sekretaris papanya menghempas Sean dari lamunannya.

Sean tersadar, ia segera menoleh lalu mengangguk pelan.

"Iya." Bahkan Sean tak tahu apa yang dikatakan pria itu sejak tadi.

Sean mulai jenuh mendengarkan celotehan Bian yang menjelaskan perihal pekerjaanya. Jujur Sean tidak berminat.

Kini mereka memasuki lift, Sean menatap ke segala arah. Hingga netranya tanpa sengaja mengenali sosok yang berdiri di depan lift. Sean memencet tombol buka ketika lift yang ditumpanginya akan tertutup.

Matanya terus memperhatikan gerak gerik wanita itu, hingga wanita itu masuk ke dalam lift. Berbalik menghadap Sean. Benar dugaannya, Sean tidak salah orang. Wanita itu memang benar Davina, mantan terlaknat yang sudah lama ia cari-cari.

"Ada apa Pak?" tanya pak Bian.

Sean menggeleng, kembali ke posisinya. Namun matanya terus tertuju pada lift di depannya yang sudah mulai tertutup. Senyum kemenangan itu terbit, Sean sudah tak sabar ingin menghancurkan keangkuhan wanita itu.

See you Davina Ayudia!

———————

Sean berdecak, kesal. Sudah lima belas menit ia duduk di kursi kebesarannya, menunggu mangsanya yang tak kunjung datang.

"Pak Bian," panggil Sean.

"Iya, Pak." Pria itu menghampiri Sean.

"Jam berapa ini? Bapak tahu kan saya paling benci dengan pegawai malas, apalagi sampai terlambat. Bapak tahu lima belas menit saya terbuang sia-sia!" omel Sean.

Sean paling benci dengan orang yang tidak tepat waktu. Apa lagi jika orang itu Vina, semakin bertambah rasa dongkolnya.

"Kalau begitu saya hubungi dulu Pak." Pak Bian bergegas keluar, ia bernapas lega ketika keluar dari ruangan yang begitu panas seperti tungku api.

Sean bersumpah akan membuat perhitungan dengan Vina, memangnya dia siapa seenak jidat membuat Sean harus menunggu seperti ini.

Sean mengalihkan perhatiannya pada pemandangan di luar gedung. Dinding ruangannya terbuat dari kaca, memudahkan Sean melihat keindahan kota Jakarta dari lantai 15.

Dua puluh menit berlalu, Tiba-tiba pintu ruangannya diketuk. "Masuk." Sean mempersilahkan orang itu masuk.

Orang itu berjalan mendekat, meletakkan secangkir kopi ke meja. Sean tak berbalik, ia tetap memunggunginya. Matanya terpejam tapi telinganya terus mendengar perkataan manis yang keluar dari bibir orang itu.

Orang itu tampak gugup, ketakutan. Tentu saja, karena kesalahannya memang fatal——apa lagi di hari pertama bekerja sebagai sekretarisnya.

Sean tak tahan lagi, ia sudah penasaran akan seperti apa wajah Vina saat Sean menampakkan wajahnya ke depan Vina.

Syok? Atau justru mati berdiri? Akan sangat menyenangkan pastinya!

Sean tertawa puas dalam hati. Sean tak menyia-nyiakan waktu lagi, ia memutar kursi menghadap Vina yang berdiri di depan meja kerjanya.

"Hai," sapa Sean.

"Se—an!" Terlihat jelas ekspresi Vina yang sangat tegang.

Senyum keramat Sean begitu mengerikan, mengalahkan seringai nyamuk berdarah dingin.

"Wah, kita ketemu lagi?"

Pertanyaan yang tak perlu dijawab oleh Vina. Rasanya Vina ingin sekali meremas mulut Sean atau kalau perlu menggepreknya sampai hancur.

"Dunia itu sempit ya? Atau memang takdir yang tak rela jika kita berpi———"

"Maaf, sepertinya saya salah masuk ruangan!" Dengan ketus Vina memotong ucapan Sean, ia segera berbalik berniat keluar dari ruangan, namun ucapan Sean menginterupsinya.

"Pak Bian, tolong ke ruangan saya sekarang. Sepertinya ada orang kesasar di sini."

Vina mengepalkan tangannya, Sean benar-benar menguji kesabarannya. Kenapa Sean tak pernah berubah? Masih saja menyebalkan!

"Permisi Pak. Bapak panggil saya." Pak Bian masuk, ia melemparkan tatapan tajam pada Vina sebelum menghadap Sean.

"Orang ini katanya salah ruangan," kata Sean sembari menunjuk Vina yang terpaku di tempatnya berdiri.

"Davina!" panggil pak Bian dengan suara yang terdengar sangat tegas.

Vina memejamkan matanya, menguatkan diri lalu berbalik secara perlahan. Vina tersenyum kikuk pada pak Bian. "Iya, Pak."

"Apa-apaan si kamu? Itu Pak Sean bos baru kita!"

Vina merasa jika tubuhnya terhempas dari atas gedung ini, seakan mati rasa. Ucapan pak Bian membuatnya tak percaya.

"Gak mungkin!" Vina menggeleng. "Gak mungkin si fakboi itu bos barunya!" Tanpa sadar Vina mengucapkan hal itu.

"Jaga sikap kamu Vina, atau kamu bisa dipecat!" tegur pak Bian.

Sean tersenyum puas, melihat wajah Vina yang berubah pucat. Namun diluar dugaan, Vina justru mengucapkan hal yang tak pernah terpikirkan olehnya.

"Saya lebih baik dipecat Pak. Dari pada saya harus menjadi sekretaris dia!" Vina menunjuk Sean dengan tatapan sengit.

Amit-amit jabang bayi bajang, gak sudi Vina harus menjadi sekretaris Sean! Lebih baik ia jadi pengangguran dari pada harus tunduk di bawah perintah Sean.

"Memangnya, kamu punya deposit berapa?" sahut Sean terdengar meremehkan.

"Yang pasti saya tidak akan jadi gembel karena dipecat dari sini!" tukas Vina, semakin geram dengan tingkah Sean yang meremehkan dirinya.

Masih banyak perusahaan yang akan menerima dirinya, memangnya hanya perusahaan ini saja. Seyakin itu Vina.

"Wow ...." Sean terkekeh, sangat menyebalkan. "Pak Bian, sepertinya pegawai Bapak yang satu ini tidak membaca dengan rinci semua isi kontrak kerjanya."

Kontrak kerja?

Vina melotot, jangan bilang Sean menjebaknya. Jika iya, Vina tidak akan memaafkan Sean.

"Pak Bian tolong bacakan lagi isi kontrak kerjanya, agar Ibu Davina bisa mendengar dengan jelas." Sean memberikan proposal berisi kontrak kerja Vina kepada Bian.

Pak Bian mulai membacakan secara terperinci poin-poin yang ada di kontrak kerja dan Vina baru menyadari jika semua poin itu sangat merugikan dirinya.

Vina mengepalkan kedua tangannya, menatap sengit Sean yang menyeringai padanya. Awas lo Sean!!

"Apabila pihak kedua memutuskan berhenti secara sepihak, maka pihak kedua berkewajiban membayar denda sebesar satu milyar rupiah ...."

Bagaikan pukulan telak bagi Vina.

Satu milyar!

Bahkan itu tiga ratus tiga puluh tiga kali gajinya saat ini, sebagai karyawan magang dan Vina tidak punya tabungan sebanyak itu.

"Atau kurungan penjara selama sepuluh tahun."

Sepuluh tahun!

Bisa jadi perawan tua Vina di penjara selama itu.

Ya Tuhan kutukan macam apa ini? Vina rasanya ingin menjerit, hidupnya berubah bagaikan mimpi buruk dan itu semua gara-gara Sean.

"Jadi bagaimana?" Sean berdiri mendekati Vina. "Pilih dipenjara atau kamu tanda tangani perjanjian ini." Sean menyodorkan proposal baru kepada Vina.

Vina mendongak menatap garang Sean, tapi Sean justru tersenyum miring. Menyuruh Vina mengambil proposal itu, lewat gerakan matanya.

Vina mengambilnya dengan kasar, membuka proposal itu. Vina tidak akan mengulangi kesalahannya, kali ini ia akan mengamati dengan rinci setiap kata yang tertulis.

Kurang ajar memang!

Mata Vina membeliak hampir keluar, ia dibuat melongo dengan isi perjanjian terkutuk itu. Vina menoleh pada Sean yang masih setia berdiri di sampingnya.

Ingin sekali Vina mengorbankan Sean ke masjid dekat kos-kosannya, saat Idul Adha nanti. Pria itu sangat licik!

Sean tersenyum lebar, kali ini ia akan merealisasikan ucapannya. Membuat Vina bertekuk lutut di hadapannya.

Kena kau Davina!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status