Davin tersenyum getir, "Bagaimana bisa, kalian kembali berhubungan? Bukankah Alya, sudah menikah?"
Rei menarik napas, bersiap merangkai kata. Apa pun tanggapan Davin, ia sama sekali tak peduli!"Mer
Desas-desus tentang kabar akan datangnya si pemilik Perusahaan, membuat suasana Kantor begitu ramai. Bukannya sibuk bekerja, mereka malah asyik berbincang. Membuat Alya, merasa geram dibuatnya.Di ruangan itu rupanya hanya dia sendiri, yang tidak perduli dengan kedatangan si Tuan rumah. Bagi Alya, semua nampak biasa tak usah dibuat rusuh!"Dasar wanita dingin!" cecar Santi, sambil menepuk bahu sang teman. Yang tengah sibuk dengan beberapa dokumen di tangan."Apaan sih? Aku tuh lagi sibuk tau, nggak kayak kalian. Rusuh di pagi yang cerah ini," sahut Alya, tak mau kalah dari Santi."Hei, si empunya Perusahaan mau datang loh. Dan kabarnya, doi cakep. Mapan pula, emang kamu nggak tertarik gitu?" Santi bertanya, berharap sang teman mulai serius menanggapinya."Nggak perduli! Cakep doang mah percuma," timpal
"Rei Saputra, betul itu nama kamu?" Alya bertanya, berharap pria itu mengakui. Bahkan ingat akan kejadian dua tahun yang lalu, antara dia dan dirinya.Pria jangkung bertubuh tegap, menatap Alya dengan lekat. Lantas mengernyit, seolah tidak paham dengan apa yang barusan didengar."Betul, memangnya kenapa?"Ditanya balik membuat hati Alya tercabik, hancur berkeping-keping. Bagaimana mungkin, pria itu masih bertanya kenapa? Apa dia lupa, sudah menorehkan luka yang teramat dalam pada Alya?"Ap-apa kamu lupa, dengan kejadian dua tahun yang lalu Rei?" Alya masih menatap Rei, bohong jika dirinya sudah tak cinta. Sebab, hingga kini belum ada satu pun pria yang mampu mengganti nama Rei di hati. Meski telah disakiti bahkan dicampakan!Pria itu masih terdiam, semua terjadi begitu saja. Tak
Dua keluarga dengan level sederajat tengah asyik, menikmati hidangan dari si empunya rumah. Semua tampak bahagia, kecuali Rei Saputra yang ingin segera mengakhiri pertemuan yang menurutnya tak pernah penting!Duduk berdampingan dengan wanita yang tak pernah dicinta, membuatnya begitu muak! Pertunangan yang digelar dihari pernikahannya dengan Alya, mau tidak mau terjadi jua lantaran perintah sang Ayah.Mey terus bergelayut manja di samping pria jangkung bertubuh tegap, pakaian seksi yang membalut tubuhnya sama sekali tak membuat si tunangan tertarik. Ia lebih menyukai Alya, apa adanya dan tidak dibuat-buat.Rei mendengus kasar, lantas berbisik pada sang Ayah, "Rei udah kenyang, Yah. Kapan kita bisa pulang?"Mendengar pertanyaan Rei, tentu saja membuat Ayahnya menatap penuh kesal."Tolon
"Bapak, manggil saya?" tanya Alya, begitu sampai di ruangan sang Direktur.Sebagai jawaban Rei, mengangguk lantas menatapnya dengan sekilas."Ada hal penting, yang perlu saya bicarakan," sahut Rei, sambil mengendurkan dasi yang terasa mencekik semenjak kedatangan Alya di hadapannya.Pandangan mereka kembali bersirobok, menyiratkan banyak cinta. Tapi sayangnya, cinta itu tak akan pernah bisa untuk disatukan seiring dengan berjalannya takdir."Tolong, jauhi Davin!" pinta Rei, masih menatap Alya.Permintaan Rei, membuat Alya terperangah. Seolah tak paham mengapa dirinya harus menjauhi Davin?"Memangnya kenapa Pak? Bukannya Davin, sudah pergi ke luar Negeri.""Kamu dan adik saya Davin, nggak cocok! Davin terlalu muda juga hampir sem
Pertikaian antara Rei juga Davin, tak bisa terelakan lagi. Amarah yang membuncah, membuat Davin seolah tak sadarkan diri. Hingga terus-menerus memukul sang Kakak, tanpa rasa belas kasihan.Dua keluarga, juga orang-orang di sekitar Bandara. Menatap ngeri memandang mereka, Wira dan Putra tak berhenti putus asa untuk memisahkan Kakak Adik, yang entah sedang dirundung masalah apa!Mey ikut tegang, tatkala pukulan demi pukulan terus Davin layangkan untuk sang tunangan. Ia sendiri tak bisa berbuat lebih, selain berteriak histeris meminta Davin berhenti melakukan aksinya."Davin ... Berhenti Nak! Kasian Kakakmu." Bu Vita, memohon sambil menangis tersedu.Permintaan itu jelas tak membuat Davin, berhenti begitu saja. Ia marah, kecewa, sekaligus merasa jika Kakaknya terlalu ikut campur!"Kamu gila! Sebenarn
Putra mendelik tajam, ke arah wanita yang kini tengah berdiri di hadapannya. Bagaimana mungkin jika Alyalah, wanita yang telah merebut hati Davin selama ini.Bohong jika ia tak kenal dengan Alya, calon pengantin yang sengaja Rei tinggal tepat di hari pernikahan mereka.Putra mengatur napasnya, berharap si bungsu Davin. Tak pernah tau perihal hubungan sang Kakak, dengan wanita yang kini menjadi tambatan hatinya.Senyum manis terus tercetak di bibir Davin, setelah susah payah membujuk si wanita untuk ikut ke rumah mewah milik keluarga Saputra."Hm, apa yang kamu punya? Sehingga berani menaruh hati pada anak saya, Davin," tanya Putra, menatap Alya dengan sinis.Mendengar hal itu, tentu saja Davin tak terima. Ayahnya terlalu lancang, padahal Alya belum memperkenalkan diri.
Pertemuan antara dua keluarga, dengan level sederajat. Kembali digelar, kali ini Putralah yang menjadi tuan rumah.Jangan tanya gimana perasaan Rei, berkali-kali ia mendengus kasar. Berharap pertemuan mereka segera berakhir!"Minggu depan, akan ada acara besar di rumah ini," tukas Putra, sambil bertukar pandang dengan si sulung.Enggan untuk bicara, Rei memilih bungkam. Sebab, ia pikir acara itu hanya pertemuan para pemegang saham."Acara apa itu?" Pertanyaan terlontar, justru bukan dari Rei.Davin merasa penasaran, rasanya sudah lama tak ada acara apa pun di rumah mewah milik mereka.Di sudut sana, seorang wanita cantik juga seksi. Terus mengulum senyum, kedua netranya tak pernah bosan tatkala memandang sang tunangan.Putra mengatur napasnya, sebelum menjaw
"Kamu, nggak risih makan di pinggir jalan?" tanya Alya, diam-diam mulai menyimpan rasa kagum terhadap sosok Davin.Pria muda berwajah tampan, hanya mengangkat bahu. Sambil asyik menyantap makan.Alya mengulum senyum, tak pernah menyangka jika mantan bosnya bisa sesederhana itu."Kamu belum makan? Kok, makannya lahap banget sih." Alya terkekeh pelan, mendapati pria yang begitu semangat menyantap makan.Davin mendongak, mengabaikan hidangan di depan mata, "Hem, sebenarnya aku udah makan sih. Cuma, belum kenyang aja."Davin kembali membuka mulut, semewah apa pun hidangan di rumah. Tetap rasanya berbeda, jika terus saja disuguhi dengan perdebatan juga ketegangan yang tak pernah berakhir."Kamu, lagi diet apa gimana? Nyampe nggak kenyang gitu?"