Nara, lelaki muda yang sudah menjadi Professor di usia muda. Meski hidupnya cerah kisah percintaannya tak secerah itu. Lisa, perempuan yang diimpikan akan menjadi pendamping hidupnya kelak malah bersanding dengan laki-laki lain yang tak lain adalah saudara jauhnya. Nara harus menerima kenyataan pahit bahwa dia tak mungkin lagi bisa bersama Lisa sementara umurnya makin matang. Hingga akhirnya ia menerima perjodohan orang tuanya. Nala, gadis manis tapi sedikit urakan yang masih kuliah menentang keras keinginan maknya yang ingin menjodohkannya. Ia bersikeras tidak ingin dijodohkan karena menurut nya menikah adalah urutan sekian dalam kamusnya. Terlebih laki-laki tersebut jauh lebih tua darinya. Pertemuannya dengan Nara di kedai kopi membuat dia jatuh cinta, tanpa dia sadari bahwa laki-laki itu adalah orang yang dijodohkan dengannya. Namun rasa cinta yang perlahan tumbuh seketika hancur ketika Lisa datang lagi ke kehidupan Nara. Kekecewaan Nala terhadap Nara membuat dia memilih menjauh meninggalkan Indonesia. Akankah kisah cinta Nala dan Nara bisa kembali bersatu ataukah memilih jalannya masing-masing?
View MoreAku kaget melihat keramaian di rumah. Ternyata mak tidak berbohong padaku. Aku langsung ditarik oleh mak ke ruang tamu, menghadap tetua kaumku. Aku menyalami setiap orang. “Kapan kau sampai, La?” “Baru saja, ntan. “Antan berkumpul bersama dengan niniak mamak kau yang lain di rumah ini, buat membicarakan masalah pernikahan kau. Kami sepakat untuk membatalkannya.” Hatiku mencolos mendengar ucapan kakek. Cobaan apalagi ini Tuhan. Jadi ini yang terjadi. Pantas saja hatiku resah akir-akir ini. “Permasalahannya, Nara itu tak sebaik yang kami pikirkan. Dia ketahuan berbuat tidak baik kepada Lisa, mantannya dulu.” Apa? Aku berteriak dalam hati. Jadi bang Nara memilih untuk pulang cepat demi Lisa. Aku bertambah patah hati. Aku ingin menangis untuk pertama kalinya dikarenakan laki-laki. Tapi aku malu. Aku hanya diam sepanjang
Mendengar Lisa sakit berat. Tak sampai hati aku untuk tak mengacuhkannya. Apalagi untuk tidak memikirkannya. Aku mulai dibayang-bayangi kembali oleh kehadiran Lisa. Wajah manisnya dulu kembali merusak bayangan Nala di dalam pikiranku. “Abang beneran mau pulang sekarang?” “Iya Nala. Ada yang harus abang urus di rumah. Tak bisa ditunda lagi.” “Ya sudah kalau begitu. Hati-hati ya, bang.” Meski Nala menghadiahkan senyumnya padaku. Aku dapat melihat dari matanya jika ia kecewa padaku. Bagaimanapun aku sudah berjanji padanya untuk pulang bersama saat dia liburan semester lima ini. Tapi aku juga tak bisa mengacuhkan Lisa begitu saja. Aku merasa kurang ajar pada kedua wanita ini. Terlebih kepada Nala. “Nara, ada sesuatu yang mau aku pinta kepadamu?” Tiba-tiba saja Tono menelponku pagi itu. “Ada apa Tono?” “Apa kau bisa pulang ke kampung dalam minggu ini? Lisa sakit keras. Dia selalu menyebut nama kau dalam igauannya. Aku tak bisa lagi me
Aku memandangi perempuan berjilbab abu-abu yang tengah mengomel-omel kepada orang yang di teleponnya. Hatiku sedikit bergetar tak menentu melihatnya marah-marah. Perasaan yang sama seperti yang pernah aku rasakan kepada Lisa. Ah, ngapain aku menatapinya seperti itu. Nanti dia malah risih. “Atul, bang.” Ujar gadis yang duduk di sampingku memperkenalkan diri. Semester lima jurusan Hukum Tatanegara.” “Syari’ah juga ya.” “Iya, bang. Ada satu lagi yang satu kosan. Namanya Nala, jurusan Sastra Inggris. Itu dia bang yang pake jilbab abu-abu.” Aku mengikuti telunjuk Atul yang mendarat pada gadis manis yang sedari tadi aku pandangi. Jadi namanya Nala. Aku kaget melihat gadis ini. Dia begitu blak-blakan sampai membuatku salah tingkah. Berbeda sekali dengan Lisa. “Abang kuliah dimana? Umurnya berapa? Udah nikah belum?” “Di McGill. Belum, rencananya mau nugguin kamu.” Entah karena kaget mendengar gombalanku atau karena apa. Gadis ini langsung ters
"Aku tidak mau menikah, mak. Aku itu masih kecil. Masih 20 tahun. Aku juga mau kuliah dulu. Aku masih semester lima, mak.” Aku bersungut-sungut menerima telepon amak. Masih saja telepon mengenai pernikahanku. Apalagi ini soal masa depan. Aku tak mau menikah cepat. Aku tak mau berhenti kuliah. Masih banyak mimpi-mimpiku yang belum aku capai. Aku juga tak mau kehilangan beasiswaku hanya karena menikah. Apalagi aku dengar calonku sudah tua. Sudah berumur 27 tahun.“Pokoknya Nala tak mau.” Aku mematikan teleponku.“Kamu kenapa, La? Kok marah-marah gitu.” Ria temanku memandangku dengan rasa ingin tahu yang besar. Aku menghela nafas. Memandang sekeliling. Tampak beberapa orang menatapku dengan ingin tahu. Aku sama sekali tak sadar jika tengah berada di tempat ngopi yang biasa aku datangi bersama anak-anak kontrakan daerah atau bersama teman-temanku. “Oi, kalau di tanya itu ya di jawab dong. Bukannya malah bengong.”&ldqu
Ah, andai saja aku bisa memutar waktu, maka tak akanku ajak Tono menemui Lisa. Jika saja hal itu tak terjadi, tentunya Tono tak akan merebut Lisa. Ah Tono..Tono. Kenapa kau tega mengkhianatiku. Padahal kau tahu bagaimana kami saling mencintai. Tapi kau sengaja menusukkan pisau belati ke punggungku. Meminta ayahmu membisikkan ke mamak Lisa supaya melamarmu manakala aku tengah merantau di negeri seberang.Aku juga tak bisa menyalahkan mu, No. Mungkin ini juga kesalahanku. Aku yang tak berpunya. Tentunya keluarga Lisa lebih memilih kau yang mapan dan kaya raya. Sementara aku hanya seorang mahasiswa kere yang tengah mengadu nasib di perantauan.Ah, Lisa. Bagaimana kau bisa meninggalkanku seperti ini? Padahal kau yang menangis-nangis kepadaku dahulu supaya aku tak melupakanmu di sini, di perantauanku. Aku sudah melakukannya. Aku tak pernah bermain mata dengan perempuan manapun. Aku bertahan sejauh ini hanya karena kamu, Sa.Kau ingat janji kita dulu di te
Kau tak perlu takut dengan dunia ini, sayang. Aku takkan meninggalkan dirimu barang sedetik pun bersama dengan kekejaman di dalamnya. Kau cukup menatap ke depan, sayang. Maka biarkan aku mengurus segala yang sumbang.Jangan pergi, Lis. Aku tak bisa membayangkan hidupku ini tanpa dirimu. Kau sendiri juga tahu, Lis. Selama ini aku terlalu terbiasa dengan kehadiranmu. Aku tak bisa membayangkan bagaimana nanti hari-hariku. Tentunya sepi tanpa kehadiran mu. Lisa, kau ingat bahwa setiap hari aku senantiasa menyantap senyuman manja dari bibirmu. Lantas bagaimana hariku sekarang? Tentu aku akan sengsara menahan rasa lapar akan dirimu.Bang Nara. Apalagi yang bisa aku katakan kepada abang. Hatiku juga sudah terlanjur sakit. Sakit bukan karena abang. Tapi sakit karena perpisahan ini. Abang sendiri juga tahu bagaimana aku sangat mencintaimu. Bahkan aku tidak yakin. Bagaimana caranya aku bisa hidup tanpa kehadiran mu.Hidupku juga terasa hamp
Kau tak perlu takut dengan dunia ini, sayang. Aku takkan meninggalkan dirimu barang sedetik pun bersama dengan kekejaman di dalamnya. Kau cukup menatap ke depan, sayang. Maka biarkan aku mengurus segala yang sumbang.Jangan pergi, Lis. Aku tak bisa membayangkan hidupku ini tanpa dirimu. Kau sendiri juga tahu, Lis. Selama ini aku terlalu terbiasa dengan kehadiranmu. Aku tak bisa membayangkan bagaimana nanti hari-hariku. Tentunya sepi tanpa kehadiran mu. Lisa, kau ingat bahwa setiap hari aku senantiasa menyantap senyuman manja dari bibirmu. Lantas bagaimana hariku sekarang? Tentu aku akan sengsara menahan rasa lapar akan dirimu.Bang Nara. Apalagi yang bisa aku katakan kepada abang. Hatiku juga sudah terlanjur sakit. Sakit bukan karena abang. Tapi sakit karena perpisahan ini. Abang sendiri juga tahu bagaimana aku sangat mencintaimu. Bahkan aku tidak yakin. Bagaimana caranya aku bisa hidup tanpa kehadiran mu.Hidupku juga terasa hamp...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments