Share

Daun Yang Sumbang
Daun Yang Sumbang
Author: Fahmi Nur

Bab Satu

Author: Fahmi Nur
last update Last Updated: 2021-08-25 17:54:21

Kau tak perlu takut dengan dunia ini, sayang. Aku takkan meninggalkan dirimu barang sedetik pun bersama dengan kekejaman di dalamnya. Kau cukup menatap ke depan, sayang. Maka biarkan aku mengurus segala yang sumbang.

Jangan pergi, Lis. Aku tak bisa membayangkan hidupku ini tanpa dirimu. Kau sendiri juga tahu, Lis. Selama ini aku terlalu terbiasa dengan kehadiranmu.  Aku tak bisa membayangkan bagaimana nanti hari-hariku. Tentunya sepi tanpa kehadiran mu. Lisa, kau ingat bahwa setiap hari aku senantiasa menyantap senyuman manja dari bibirmu. Lantas bagaimana hariku sekarang? Tentu aku akan sengsara menahan rasa lapar akan dirimu. 

Bang Nara. Apalagi yang bisa aku katakan kepada abang. Hatiku juga sudah terlanjur sakit. Sakit bukan karena abang. Tapi sakit karena perpisahan ini. Abang sendiri juga tahu bagaimana aku sangat mencintaimu. Bahkan aku tidak yakin. Bagaimana caranya aku bisa hidup tanpa kehadiran mu. 

Hidupku juga terasa hampa, bang. Sama halnya dengan yang kau rasakan, bang. Tapi sudahlah, bang. Tak ada yang perlu kita sesalkan. Bila ternyata takdir jua yang tak mempertemukan. Seberapa eratpun kau menggenggamku. Bila memang Tuhan tak menakdirkan kita untuk berjodoh. Maka pasti akan ada jalan untuk memisahkan. 

***

“Hoi bro, melamun saja. Tak kau lihat matahari saja sudah tergelincir dari peraduannya. Kau masih saja setia dengan batang Jambu ini sambil melamun. Tak kau liat badan kau yang sudah sebesar lidi itu. Tak makan-makan. Kau malah memikirkan si Lisa saja. Aku jemput pula si Lisa itu ke Padang nanti.” Bang Sidompuan , seorang Batak peranakan Jawa mengagetkanku.

Memutus lamunan dan kayalanku mengenai Lisa, kekasih hati yang sudah lima tahun tak bersua. Bukan karena jarak. Hanya karena dia sudah kawin dengan Tono di waktu aku tengah mengerjakan skripsiku. Saat itu aku masih semester delapan.

Tono merupakan seorang kawan lama yang kaya raya. Dia anak dari tuan tanah di kampung kelahiranku, Canduang. Sebuah desa kecil yang semenjak tahun 2000-an menjadi bagian administratif dari kecamatan Canduang. Tidak lagi menjadi bagian dari kecamatan IV Angkek Canduang. Pada sekitar tahun 2000-an, sudah di pecah menjadi dua kecamatan. 

Tono bukanlah sembarang kawan. Dia juga merupakan saudara jauhku. Nenekku dan neneknya masih saudara seibu. Tapi sayang kehidupan mereka bak langit dan bumi.

Jika Nek Ipah, neneknya Tono, hidup dengan harta yang bergelimang. Kerbau yang tak bisa dihitung dan sawah yang berhektar-hektar. Maka nenekku, nek Dalimah, malah hidup melarat. Hanya bermodal sepetak ladang yang ditinggalkan oleh para tetua kaum. Sementara, bapaknya nenek. Jangan ditanya, semua kekayaannya jatuh ke tangan nek Ipah. 

Awal mulanya, aku berkawan karib dengan Tono. Tapi setelah kami tumbuh menjadi remaja tanggung. Aku acapkali bersitegang dengan Tono. Apalagi kalau bukan karena Lisa. Perawan dari desa sebelah, desa Lasi. Lisa sebenarnya masih terhitung saudara denganku. Kerabat jauh yang kami panggil dengan anak bako. Semasa kecil aku sering bermain di sawah dengan Lisa manakala aku mengunjungi nenek, yang merupakan ibu dari ayahku. 

Lisa seorang gadis manis berambut panjang sepinggang. Kulitnya putih dan memiliki badan yang bagus. Selain itu, Lisa juga bertubuh tinggi semampai. Di pipinya terdapat cekungan samar yang menambah kecantikannya. Wajahnya yang teduh dan senyumnya yang ramah dapat memikat siapa saja yang bertemu dengannya. Tua muda, laki-laki atau perempuan akan sangat senang bergaul dengannya.

Cinta mulai tumbuh di hatiku terhadap Lisa seiring waktu berlalu. Aku mulai menyadarinya, saat aku mulai remaja. Kala itu aku menginjak bangku pertama di Sekolah Menengah Pertama. Sementara, Lisa masih kelas Lima Sekolah Dasar. Aku mulai merasakan getaran aneh pada dadaku setiap kali Lisa tersenyum dan tertawa padaku. Aku juga merasakan badanku panas dingin. Semula aku mengira bahwa aku tengah demam. Kemudian hari aku sadar bahwa aku telah jatuh cinta padanya.

“Hei, Nara. Aku lihat akhir-akhir ini kau sering melamun. Kau malah senyum-senyum sendiri, bahkan terkadang tertawa sendiri. Apa kau baru saja mendapat jatah jajan lebih besar dari Nek Dalimah?” Tono mengejutkan lamunanku tentang Lisa siang itu. Kami tengah duduk bersama di sawah. Menunggui padi yang tengah menguning supaya tidak di makan burung gereja. 

“Ah, kau mengejutkanku saja Tono. Bukan karena jajanku yang bertambah Tono. Tapi sepertinya aku terkena demam Puyuh.”

“Demam Puyuh? Kau sakit? Apa yang sakit? Sudah kau bilang sama nenek, supaya dibuatkan segelas air beras dan irisan biji Kemiri?”

“Bukan sakit yang seperti itu, No. Sakitku kali ini beda. Badanku panas hanya saat aku bersua dengan Lisa. Jantungku senantiasa berdetak tak beraturan saat melihat dia tertawa. Bahkan acapkali aku seakan mati rasa manakala ia melempar senyum ke arahku.”

“Astaghfirullah. Itu bukan demam namanya, Nar. Itu artinya kau tengah jatuh cinta dengan gadis bernama Lisa itu.”

“Ah, kau mengada-ada saja No. Bagaimana mungkin aku jatuh cinta pada anak mamak-ku sendiri. Walaupun dia anak bako, tapi tetap saja rasanya tak mungkin.”

“Apanya yang salah Nar? Banyak orang-orang yang menikahi pihak bako-nya sendiri. Kalau kata urang awak. Bapulang ka bako.”

“Ah, tak mau aku. Lagi pula si Lisa sudah aku anggap layaknya adik kandungku sendiri.”

“Tak ada yang salah dengan hal itu, Nar. Aku yakin kau tengah jatuh cinta. Ngomong-ngomong si Lisa itu yang mana, Nar?”

“Dia anaknya Mak Utiah, adiknya bapakku yang paling bungsu. Kau mungkin tak tahu. Kau kan belum pernah aku ajak ke rumah bako-ku.”

“Ya sudah. Kalo seperti itu aku akan ikut kau kapan-kapan. Aku penasaran, seberapa cantik si Lisa itu.”

“Terserah kau lah. Ayo kita pulang. Sudah mau adzan Magrib.”

***

Related chapters

  • Daun Yang Sumbang   Bab Dua

    Ah, andai saja aku bisa memutar waktu, maka tak akanku ajak Tono menemui Lisa. Jika saja hal itu tak terjadi, tentunya Tono tak akan merebut Lisa. Ah Tono..Tono. Kenapa kau tega mengkhianatiku. Padahal kau tahu bagaimana kami saling mencintai. Tapi kau sengaja menusukkan pisau belati ke punggungku. Meminta ayahmu membisikkan ke mamak Lisa supaya melamarmu manakala aku tengah merantau di negeri seberang.Aku juga tak bisa menyalahkan mu, No. Mungkin ini juga kesalahanku. Aku yang tak berpunya. Tentunya keluarga Lisa lebih memilih kau yang mapan dan kaya raya. Sementara aku hanya seorang mahasiswa kere yang tengah mengadu nasib di perantauan.Ah, Lisa. Bagaimana kau bisa meninggalkanku seperti ini? Padahal kau yang menangis-nangis kepadaku dahulu supaya aku tak melupakanmu di sini, di perantauanku. Aku sudah melakukannya. Aku tak pernah bermain mata dengan perempuan manapun. Aku bertahan sejauh ini hanya karena kamu, Sa.Kau ingat janji kita dulu di te

    Last Updated : 2021-08-25
  • Daun Yang Sumbang   Bab Tiga

    "Aku tidak mau menikah, mak. Aku itu masih kecil. Masih 20 tahun. Aku juga mau kuliah dulu. Aku masih semester lima, mak.” Aku bersungut-sungut menerima telepon amak. Masih saja telepon mengenai pernikahanku. Apalagi ini soal masa depan. Aku tak mau menikah cepat. Aku tak mau berhenti kuliah. Masih banyak mimpi-mimpiku yang belum aku capai. Aku juga tak mau kehilangan beasiswaku hanya karena menikah. Apalagi aku dengar calonku sudah tua. Sudah berumur 27 tahun.“Pokoknya Nala tak mau.” Aku mematikan teleponku.“Kamu kenapa, La? Kok marah-marah gitu.” Ria temanku memandangku dengan rasa ingin tahu yang besar. Aku menghela nafas. Memandang sekeliling. Tampak beberapa orang menatapku dengan ingin tahu. Aku sama sekali tak sadar jika tengah berada di tempat ngopi yang biasa aku datangi bersama anak-anak kontrakan daerah atau bersama teman-temanku. “Oi, kalau di tanya itu ya di jawab dong. Bukannya malah bengong.”&ldqu

    Last Updated : 2021-08-25
  • Daun Yang Sumbang   Bab Empat

    Aku memandangi perempuan berjilbab abu-abu yang tengah mengomel-omel kepada orang yang di teleponnya. Hatiku sedikit bergetar tak menentu melihatnya marah-marah. Perasaan yang sama seperti yang pernah aku rasakan kepada Lisa. Ah, ngapain aku menatapinya seperti itu. Nanti dia malah risih. “Atul, bang.” Ujar gadis yang duduk di sampingku memperkenalkan diri. Semester lima jurusan Hukum Tatanegara.” “Syari’ah juga ya.” “Iya, bang. Ada satu lagi yang satu kosan. Namanya Nala, jurusan Sastra Inggris. Itu dia bang yang pake jilbab abu-abu.” Aku mengikuti telunjuk Atul yang mendarat pada gadis manis yang sedari tadi aku pandangi. Jadi namanya Nala. Aku kaget melihat gadis ini. Dia begitu blak-blakan sampai membuatku salah tingkah. Berbeda sekali dengan Lisa. “Abang kuliah dimana? Umurnya berapa? Udah nikah belum?” “Di McGill. Belum, rencananya mau nugguin kamu.” Entah karena kaget mendengar gombalanku atau karena apa. Gadis ini langsung ters

    Last Updated : 2021-08-25
  • Daun Yang Sumbang   Bab Lima

    Mendengar Lisa sakit berat. Tak sampai hati aku untuk tak mengacuhkannya. Apalagi untuk tidak memikirkannya. Aku mulai dibayang-bayangi kembali oleh kehadiran Lisa. Wajah manisnya dulu kembali merusak bayangan Nala di dalam pikiranku. “Abang beneran mau pulang sekarang?” “Iya Nala. Ada yang harus abang urus di rumah. Tak bisa ditunda lagi.” “Ya sudah kalau begitu. Hati-hati ya, bang.” Meski Nala menghadiahkan senyumnya padaku. Aku dapat melihat dari matanya jika ia kecewa padaku. Bagaimanapun aku sudah berjanji padanya untuk pulang bersama saat dia liburan semester lima ini. Tapi aku juga tak bisa mengacuhkan Lisa begitu saja. Aku merasa kurang ajar pada kedua wanita ini. Terlebih kepada Nala. “Nara, ada sesuatu yang mau aku pinta kepadamu?” Tiba-tiba saja Tono menelponku pagi itu. “Ada apa Tono?” “Apa kau bisa pulang ke kampung dalam minggu ini? Lisa sakit keras. Dia selalu menyebut nama kau dalam igauannya. Aku tak bisa lagi me

    Last Updated : 2021-08-25
  • Daun Yang Sumbang   Bab Enam

    Aku kaget melihat keramaian di rumah. Ternyata mak tidak berbohong padaku. Aku langsung ditarik oleh mak ke ruang tamu, menghadap tetua kaumku. Aku menyalami setiap orang. “Kapan kau sampai, La?” “Baru saja, ntan. “Antan berkumpul bersama dengan niniak mamak kau yang lain di rumah ini, buat membicarakan masalah pernikahan kau. Kami sepakat untuk membatalkannya.” Hatiku mencolos mendengar ucapan kakek. Cobaan apalagi ini Tuhan. Jadi ini yang terjadi. Pantas saja hatiku resah akir-akir ini. “Permasalahannya, Nara itu tak sebaik yang kami pikirkan. Dia ketahuan berbuat tidak baik kepada Lisa, mantannya dulu.” Apa? Aku berteriak dalam hati. Jadi bang Nara memilih untuk pulang cepat demi Lisa. Aku bertambah patah hati. Aku ingin menangis untuk pertama kalinya dikarenakan laki-laki. Tapi aku malu. Aku hanya diam sepanjang

    Last Updated : 2021-08-25

Latest chapter

  • Daun Yang Sumbang   Bab Enam

    Aku kaget melihat keramaian di rumah. Ternyata mak tidak berbohong padaku. Aku langsung ditarik oleh mak ke ruang tamu, menghadap tetua kaumku. Aku menyalami setiap orang. “Kapan kau sampai, La?” “Baru saja, ntan. “Antan berkumpul bersama dengan niniak mamak kau yang lain di rumah ini, buat membicarakan masalah pernikahan kau. Kami sepakat untuk membatalkannya.” Hatiku mencolos mendengar ucapan kakek. Cobaan apalagi ini Tuhan. Jadi ini yang terjadi. Pantas saja hatiku resah akir-akir ini. “Permasalahannya, Nara itu tak sebaik yang kami pikirkan. Dia ketahuan berbuat tidak baik kepada Lisa, mantannya dulu.” Apa? Aku berteriak dalam hati. Jadi bang Nara memilih untuk pulang cepat demi Lisa. Aku bertambah patah hati. Aku ingin menangis untuk pertama kalinya dikarenakan laki-laki. Tapi aku malu. Aku hanya diam sepanjang

  • Daun Yang Sumbang   Bab Lima

    Mendengar Lisa sakit berat. Tak sampai hati aku untuk tak mengacuhkannya. Apalagi untuk tidak memikirkannya. Aku mulai dibayang-bayangi kembali oleh kehadiran Lisa. Wajah manisnya dulu kembali merusak bayangan Nala di dalam pikiranku. “Abang beneran mau pulang sekarang?” “Iya Nala. Ada yang harus abang urus di rumah. Tak bisa ditunda lagi.” “Ya sudah kalau begitu. Hati-hati ya, bang.” Meski Nala menghadiahkan senyumnya padaku. Aku dapat melihat dari matanya jika ia kecewa padaku. Bagaimanapun aku sudah berjanji padanya untuk pulang bersama saat dia liburan semester lima ini. Tapi aku juga tak bisa mengacuhkan Lisa begitu saja. Aku merasa kurang ajar pada kedua wanita ini. Terlebih kepada Nala. “Nara, ada sesuatu yang mau aku pinta kepadamu?” Tiba-tiba saja Tono menelponku pagi itu. “Ada apa Tono?” “Apa kau bisa pulang ke kampung dalam minggu ini? Lisa sakit keras. Dia selalu menyebut nama kau dalam igauannya. Aku tak bisa lagi me

  • Daun Yang Sumbang   Bab Empat

    Aku memandangi perempuan berjilbab abu-abu yang tengah mengomel-omel kepada orang yang di teleponnya. Hatiku sedikit bergetar tak menentu melihatnya marah-marah. Perasaan yang sama seperti yang pernah aku rasakan kepada Lisa. Ah, ngapain aku menatapinya seperti itu. Nanti dia malah risih. “Atul, bang.” Ujar gadis yang duduk di sampingku memperkenalkan diri. Semester lima jurusan Hukum Tatanegara.” “Syari’ah juga ya.” “Iya, bang. Ada satu lagi yang satu kosan. Namanya Nala, jurusan Sastra Inggris. Itu dia bang yang pake jilbab abu-abu.” Aku mengikuti telunjuk Atul yang mendarat pada gadis manis yang sedari tadi aku pandangi. Jadi namanya Nala. Aku kaget melihat gadis ini. Dia begitu blak-blakan sampai membuatku salah tingkah. Berbeda sekali dengan Lisa. “Abang kuliah dimana? Umurnya berapa? Udah nikah belum?” “Di McGill. Belum, rencananya mau nugguin kamu.” Entah karena kaget mendengar gombalanku atau karena apa. Gadis ini langsung ters

  • Daun Yang Sumbang   Bab Tiga

    "Aku tidak mau menikah, mak. Aku itu masih kecil. Masih 20 tahun. Aku juga mau kuliah dulu. Aku masih semester lima, mak.” Aku bersungut-sungut menerima telepon amak. Masih saja telepon mengenai pernikahanku. Apalagi ini soal masa depan. Aku tak mau menikah cepat. Aku tak mau berhenti kuliah. Masih banyak mimpi-mimpiku yang belum aku capai. Aku juga tak mau kehilangan beasiswaku hanya karena menikah. Apalagi aku dengar calonku sudah tua. Sudah berumur 27 tahun.“Pokoknya Nala tak mau.” Aku mematikan teleponku.“Kamu kenapa, La? Kok marah-marah gitu.” Ria temanku memandangku dengan rasa ingin tahu yang besar. Aku menghela nafas. Memandang sekeliling. Tampak beberapa orang menatapku dengan ingin tahu. Aku sama sekali tak sadar jika tengah berada di tempat ngopi yang biasa aku datangi bersama anak-anak kontrakan daerah atau bersama teman-temanku. “Oi, kalau di tanya itu ya di jawab dong. Bukannya malah bengong.”&ldqu

  • Daun Yang Sumbang   Bab Dua

    Ah, andai saja aku bisa memutar waktu, maka tak akanku ajak Tono menemui Lisa. Jika saja hal itu tak terjadi, tentunya Tono tak akan merebut Lisa. Ah Tono..Tono. Kenapa kau tega mengkhianatiku. Padahal kau tahu bagaimana kami saling mencintai. Tapi kau sengaja menusukkan pisau belati ke punggungku. Meminta ayahmu membisikkan ke mamak Lisa supaya melamarmu manakala aku tengah merantau di negeri seberang.Aku juga tak bisa menyalahkan mu, No. Mungkin ini juga kesalahanku. Aku yang tak berpunya. Tentunya keluarga Lisa lebih memilih kau yang mapan dan kaya raya. Sementara aku hanya seorang mahasiswa kere yang tengah mengadu nasib di perantauan.Ah, Lisa. Bagaimana kau bisa meninggalkanku seperti ini? Padahal kau yang menangis-nangis kepadaku dahulu supaya aku tak melupakanmu di sini, di perantauanku. Aku sudah melakukannya. Aku tak pernah bermain mata dengan perempuan manapun. Aku bertahan sejauh ini hanya karena kamu, Sa.Kau ingat janji kita dulu di te

  • Daun Yang Sumbang   Bab Satu

    Kau tak perlu takut dengan dunia ini, sayang. Aku takkan meninggalkan dirimu barang sedetik pun bersama dengan kekejaman di dalamnya. Kau cukup menatap ke depan, sayang. Maka biarkan aku mengurus segala yang sumbang.Jangan pergi, Lis. Aku tak bisa membayangkan hidupku ini tanpa dirimu. Kau sendiri juga tahu, Lis. Selama ini aku terlalu terbiasa dengan kehadiranmu. Aku tak bisa membayangkan bagaimana nanti hari-hariku. Tentunya sepi tanpa kehadiran mu. Lisa, kau ingat bahwa setiap hari aku senantiasa menyantap senyuman manja dari bibirmu. Lantas bagaimana hariku sekarang? Tentu aku akan sengsara menahan rasa lapar akan dirimu.Bang Nara. Apalagi yang bisa aku katakan kepada abang. Hatiku juga sudah terlanjur sakit. Sakit bukan karena abang. Tapi sakit karena perpisahan ini. Abang sendiri juga tahu bagaimana aku sangat mencintaimu. Bahkan aku tidak yakin. Bagaimana caranya aku bisa hidup tanpa kehadiran mu.Hidupku juga terasa hamp

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status