Share

Bab Lima

Author: Fahmi Nur
last update Last Updated: 2021-08-25 18:04:12

Mendengar Lisa sakit berat. Tak sampai hati aku untuk tak mengacuhkannya. Apalagi untuk tidak memikirkannya. Aku mulai dibayang-bayangi kembali oleh kehadiran Lisa. Wajah manisnya dulu kembali merusak bayangan Nala di dalam pikiranku. 

“Abang beneran mau pulang sekarang?”

“Iya Nala. Ada yang harus abang urus di rumah. Tak bisa ditunda lagi.”

“Ya sudah kalau begitu. Hati-hati ya, bang.” Meski Nala menghadiahkan senyumnya padaku. Aku dapat melihat dari matanya jika ia kecewa padaku. Bagaimanapun aku sudah berjanji padanya untuk pulang bersama saat dia liburan semester lima ini. Tapi aku juga tak bisa mengacuhkan Lisa begitu saja. Aku merasa kurang ajar pada kedua wanita ini. Terlebih kepada Nala.

“Nara, ada sesuatu yang mau aku pinta kepadamu?” Tiba-tiba saja Tono menelponku pagi itu.

“Ada apa Tono?”

“Apa kau bisa pulang ke kampung dalam minggu ini? Lisa sakit keras. Dia selalu menyebut nama kau dalam igauannya. Aku tak bisa lagi mengontrolnya. Kata dokter aku harus mengikuti maunya Lisa. Jika tidak, dia bisa saja kehilangan nyawanya. Dia tak mau makan. Kerjaannya hanya melamun dan menangis. Sekali-sekali dia berteriak. Aku mohon padamu Nara. Sudikah kau memberi bantuan untukku?”

Aku sedikit ragu untuk memberi jawaban pada Tono. Bagaimanapun luka masa lalu akibat pengkhianatan mereka berdua masih membayangiku. Lagi pula Lisa masih istri Tono. Aku tak mau dianggap sebagai perusak rumah tangga orang. Di sisi lain, aku tak bisa memungkiri isi hatiku. Bahwasanya aku masih memikirkan Lisa. Tiba-tiba keegoisan merasuk pikiranku. Aku tertawa dalam hati mendengar Lisa sakit. Tertawa mengejek pada Tono, karena nyatanya hati Lisa masih tak bisa dimilikinya.

“Baiklah, kari.”

Aku langsung menuju rumah Lisa begitu sampai di Bukittinggi. Aku mendapati perempuan itu tengah duduk di bawah pohon Jambu di pekarangan rumahnya. Matanya tampak kosong memandang jauh ke arah Gunung Marapi.

“Apa kabarmu, Lisa?” Dia tampak tak bernafsu menanggapi pertanyaanku. Dia terlihat enggan melihat ke arahku, namun begitu mengetahui siapa yang menegurnya. Matanya langsung terlihat berbinar. Senyuman tiba-tiba menghiasi wajahnya  yang tampak pucat dan semakin tua. Namun, bagiku Lisa tetaplah gadisku yang cantik seperti dulu. Tapi senyuman itu hanya bertahan beberapa detik. Wajahnya tiba-tiba berubah suram dan dia mulai mangis.

“Maafkan aku, bang Nara. Maafkan aku yang telah mengkhianati cinta kita.” Perlahan Lisa mengangkat tanganya. Dia meraih pipiku dan mengusap dengan lembut. Aku lupa diri. Lupa jika Lisa masih istri orang,. Aku membiarkan dia meraba wajahku. Aku membiarkan kerinduan yang telah lama aku pendam meluap untuk sesaat. Aku tak berkata sepatah katapun. Begitu juga dengan Lisa. Kami membiarkan rindu itu meluap begitu saja.

***

“Perasaanku kok tidak enak ya?”

“Ada apa, La?”

“Nggak tau, Rum. Aku merasa ada sesuatu yang terjadi dengan bang Nara.”

“Telepon saja dia kalau begitu.”

“Iya, ya. Pintar kamu.” Aku cengengesan kepada Arum yang hanya membalas ucapanku dengan helaan nafas.

“Iya, Waalaikumsalam. Ada apa, La?”

“Abang lagi dimana?”

“Ini lagi di rumah. Kenapa memangnya, Nala?”

“Nggak ada, bang. Aku hanya penasaran dengan kabar abang. Abang belum pernah memberi kabar semenjak pulang ke rumah. Sudah hampir dua bulan.”

“Maaf ya, La. Abang terlampau sibuk. Sampai tak sempat untuk memberi kabar.” Aku hanya menghela napas panjang. Aku tahu persis, bahwa bang Nara menyembunyikan sesuatu. Tapi aku lebih memilih untuk berpura-pura tidak tahu. Aku memutuskan sambungan telepon setelah sedikit berbasa-basi.

“Gimana, La?”

“Katanya dia tidak apa-apa, Rum. Tapi aku nggak yakin. Rasanya bang Nara seperti menyembunyikan sesuatu.”

“Mungkin itu hanya perasaanmu saja. Berdoa saja pada Allah untuk hubungan kalian.”

“Iya, Rum. Makasih ya.” 

Aku tak sabar menunggu mobil travel yang akan membawaku dari bandara menuju rumahku untuk berangkat. Sudah dua jam aku duduk di atas mobil menunggu penumpang lain. Hanya ada satu orang perempuan lain selain diriku. Aku mendumel dalam hati. Aku ingin segera bertemu dengan mak. Sebenarnya, aku ingin segera bertemu dengan bang Nara. Aku penasaran, apa yang tengah dikerjakannya.

“Kamu sudah di mana, La?”

“Masih di bandara, mak. Dari tadi nungguin penumpang nggak dapat-dapat.”

“Suruh sopirnya cepat.”

“Gimana caranya, mak. Masak aku harus sewa satu mobil.”

“Bila perlu, kayak gitu aja.”

“Ish, si mami ngebet banget liat anaknya cepat pulang.”

“Aku tak menunggu kau pulang. Aku suruh kau pulang cepat, karena ada perlu. Ini masalah si Nara, yang akan dijodohkan sama kau.”

“Kenapa dengan bang Nara emangnya, mak?”

“Pokoknya kau pulang saja. Nanti kita bicarakan di rumah. Niniak mamak sudah berkumpul di rumah.” Mak mematikan telpon. Aku cemberut. “Dasar si mami, kebiasaan.”

Aku jadi kepikiran perkataan mak. Ada apa dengan bang Nara? Kenapa tiba-tiba seperti ini. Aku tak bisa mengalahkan penasaranku.

“Uda, ayo kita berangkat.”

“Sebentar dek. Nunggu penumpang dulu. Nanti juga datang.”

“Nggak usah ditungguin, da. Aku sewa penuh aja.”’

“Beneran?”

“Iya, uda. Tapi Cuma buat tiga kursi sama aku, ya?” Laki-laki yang masih berumur sekitar 30 tahunan itu mengangguk setuju padaku dan segera melajukan mobilnya menuju Bukittinggi.

***

Related chapters

  • Daun Yang Sumbang   Bab Enam

    Aku kaget melihat keramaian di rumah. Ternyata mak tidak berbohong padaku. Aku langsung ditarik oleh mak ke ruang tamu, menghadap tetua kaumku. Aku menyalami setiap orang. “Kapan kau sampai, La?” “Baru saja, ntan. “Antan berkumpul bersama dengan niniak mamak kau yang lain di rumah ini, buat membicarakan masalah pernikahan kau. Kami sepakat untuk membatalkannya.” Hatiku mencolos mendengar ucapan kakek. Cobaan apalagi ini Tuhan. Jadi ini yang terjadi. Pantas saja hatiku resah akir-akir ini. “Permasalahannya, Nara itu tak sebaik yang kami pikirkan. Dia ketahuan berbuat tidak baik kepada Lisa, mantannya dulu.” Apa? Aku berteriak dalam hati. Jadi bang Nara memilih untuk pulang cepat demi Lisa. Aku bertambah patah hati. Aku ingin menangis untuk pertama kalinya dikarenakan laki-laki. Tapi aku malu. Aku hanya diam sepanjang

    Last Updated : 2021-08-25
  • Daun Yang Sumbang   Bab Satu

    Kau tak perlu takut dengan dunia ini, sayang. Aku takkan meninggalkan dirimu barang sedetik pun bersama dengan kekejaman di dalamnya. Kau cukup menatap ke depan, sayang. Maka biarkan aku mengurus segala yang sumbang.Jangan pergi, Lis. Aku tak bisa membayangkan hidupku ini tanpa dirimu. Kau sendiri juga tahu, Lis. Selama ini aku terlalu terbiasa dengan kehadiranmu. Aku tak bisa membayangkan bagaimana nanti hari-hariku. Tentunya sepi tanpa kehadiran mu. Lisa, kau ingat bahwa setiap hari aku senantiasa menyantap senyuman manja dari bibirmu. Lantas bagaimana hariku sekarang? Tentu aku akan sengsara menahan rasa lapar akan dirimu.Bang Nara. Apalagi yang bisa aku katakan kepada abang. Hatiku juga sudah terlanjur sakit. Sakit bukan karena abang. Tapi sakit karena perpisahan ini. Abang sendiri juga tahu bagaimana aku sangat mencintaimu. Bahkan aku tidak yakin. Bagaimana caranya aku bisa hidup tanpa kehadiran mu.Hidupku juga terasa hamp

    Last Updated : 2021-08-25
  • Daun Yang Sumbang   Bab Dua

    Ah, andai saja aku bisa memutar waktu, maka tak akanku ajak Tono menemui Lisa. Jika saja hal itu tak terjadi, tentunya Tono tak akan merebut Lisa. Ah Tono..Tono. Kenapa kau tega mengkhianatiku. Padahal kau tahu bagaimana kami saling mencintai. Tapi kau sengaja menusukkan pisau belati ke punggungku. Meminta ayahmu membisikkan ke mamak Lisa supaya melamarmu manakala aku tengah merantau di negeri seberang.Aku juga tak bisa menyalahkan mu, No. Mungkin ini juga kesalahanku. Aku yang tak berpunya. Tentunya keluarga Lisa lebih memilih kau yang mapan dan kaya raya. Sementara aku hanya seorang mahasiswa kere yang tengah mengadu nasib di perantauan.Ah, Lisa. Bagaimana kau bisa meninggalkanku seperti ini? Padahal kau yang menangis-nangis kepadaku dahulu supaya aku tak melupakanmu di sini, di perantauanku. Aku sudah melakukannya. Aku tak pernah bermain mata dengan perempuan manapun. Aku bertahan sejauh ini hanya karena kamu, Sa.Kau ingat janji kita dulu di te

    Last Updated : 2021-08-25
  • Daun Yang Sumbang   Bab Tiga

    "Aku tidak mau menikah, mak. Aku itu masih kecil. Masih 20 tahun. Aku juga mau kuliah dulu. Aku masih semester lima, mak.” Aku bersungut-sungut menerima telepon amak. Masih saja telepon mengenai pernikahanku. Apalagi ini soal masa depan. Aku tak mau menikah cepat. Aku tak mau berhenti kuliah. Masih banyak mimpi-mimpiku yang belum aku capai. Aku juga tak mau kehilangan beasiswaku hanya karena menikah. Apalagi aku dengar calonku sudah tua. Sudah berumur 27 tahun.“Pokoknya Nala tak mau.” Aku mematikan teleponku.“Kamu kenapa, La? Kok marah-marah gitu.” Ria temanku memandangku dengan rasa ingin tahu yang besar. Aku menghela nafas. Memandang sekeliling. Tampak beberapa orang menatapku dengan ingin tahu. Aku sama sekali tak sadar jika tengah berada di tempat ngopi yang biasa aku datangi bersama anak-anak kontrakan daerah atau bersama teman-temanku. “Oi, kalau di tanya itu ya di jawab dong. Bukannya malah bengong.”&ldqu

    Last Updated : 2021-08-25
  • Daun Yang Sumbang   Bab Empat

    Aku memandangi perempuan berjilbab abu-abu yang tengah mengomel-omel kepada orang yang di teleponnya. Hatiku sedikit bergetar tak menentu melihatnya marah-marah. Perasaan yang sama seperti yang pernah aku rasakan kepada Lisa. Ah, ngapain aku menatapinya seperti itu. Nanti dia malah risih. “Atul, bang.” Ujar gadis yang duduk di sampingku memperkenalkan diri. Semester lima jurusan Hukum Tatanegara.” “Syari’ah juga ya.” “Iya, bang. Ada satu lagi yang satu kosan. Namanya Nala, jurusan Sastra Inggris. Itu dia bang yang pake jilbab abu-abu.” Aku mengikuti telunjuk Atul yang mendarat pada gadis manis yang sedari tadi aku pandangi. Jadi namanya Nala. Aku kaget melihat gadis ini. Dia begitu blak-blakan sampai membuatku salah tingkah. Berbeda sekali dengan Lisa. “Abang kuliah dimana? Umurnya berapa? Udah nikah belum?” “Di McGill. Belum, rencananya mau nugguin kamu.” Entah karena kaget mendengar gombalanku atau karena apa. Gadis ini langsung ters

    Last Updated : 2021-08-25

Latest chapter

  • Daun Yang Sumbang   Bab Enam

    Aku kaget melihat keramaian di rumah. Ternyata mak tidak berbohong padaku. Aku langsung ditarik oleh mak ke ruang tamu, menghadap tetua kaumku. Aku menyalami setiap orang. “Kapan kau sampai, La?” “Baru saja, ntan. “Antan berkumpul bersama dengan niniak mamak kau yang lain di rumah ini, buat membicarakan masalah pernikahan kau. Kami sepakat untuk membatalkannya.” Hatiku mencolos mendengar ucapan kakek. Cobaan apalagi ini Tuhan. Jadi ini yang terjadi. Pantas saja hatiku resah akir-akir ini. “Permasalahannya, Nara itu tak sebaik yang kami pikirkan. Dia ketahuan berbuat tidak baik kepada Lisa, mantannya dulu.” Apa? Aku berteriak dalam hati. Jadi bang Nara memilih untuk pulang cepat demi Lisa. Aku bertambah patah hati. Aku ingin menangis untuk pertama kalinya dikarenakan laki-laki. Tapi aku malu. Aku hanya diam sepanjang

  • Daun Yang Sumbang   Bab Lima

    Mendengar Lisa sakit berat. Tak sampai hati aku untuk tak mengacuhkannya. Apalagi untuk tidak memikirkannya. Aku mulai dibayang-bayangi kembali oleh kehadiran Lisa. Wajah manisnya dulu kembali merusak bayangan Nala di dalam pikiranku. “Abang beneran mau pulang sekarang?” “Iya Nala. Ada yang harus abang urus di rumah. Tak bisa ditunda lagi.” “Ya sudah kalau begitu. Hati-hati ya, bang.” Meski Nala menghadiahkan senyumnya padaku. Aku dapat melihat dari matanya jika ia kecewa padaku. Bagaimanapun aku sudah berjanji padanya untuk pulang bersama saat dia liburan semester lima ini. Tapi aku juga tak bisa mengacuhkan Lisa begitu saja. Aku merasa kurang ajar pada kedua wanita ini. Terlebih kepada Nala. “Nara, ada sesuatu yang mau aku pinta kepadamu?” Tiba-tiba saja Tono menelponku pagi itu. “Ada apa Tono?” “Apa kau bisa pulang ke kampung dalam minggu ini? Lisa sakit keras. Dia selalu menyebut nama kau dalam igauannya. Aku tak bisa lagi me

  • Daun Yang Sumbang   Bab Empat

    Aku memandangi perempuan berjilbab abu-abu yang tengah mengomel-omel kepada orang yang di teleponnya. Hatiku sedikit bergetar tak menentu melihatnya marah-marah. Perasaan yang sama seperti yang pernah aku rasakan kepada Lisa. Ah, ngapain aku menatapinya seperti itu. Nanti dia malah risih. “Atul, bang.” Ujar gadis yang duduk di sampingku memperkenalkan diri. Semester lima jurusan Hukum Tatanegara.” “Syari’ah juga ya.” “Iya, bang. Ada satu lagi yang satu kosan. Namanya Nala, jurusan Sastra Inggris. Itu dia bang yang pake jilbab abu-abu.” Aku mengikuti telunjuk Atul yang mendarat pada gadis manis yang sedari tadi aku pandangi. Jadi namanya Nala. Aku kaget melihat gadis ini. Dia begitu blak-blakan sampai membuatku salah tingkah. Berbeda sekali dengan Lisa. “Abang kuliah dimana? Umurnya berapa? Udah nikah belum?” “Di McGill. Belum, rencananya mau nugguin kamu.” Entah karena kaget mendengar gombalanku atau karena apa. Gadis ini langsung ters

  • Daun Yang Sumbang   Bab Tiga

    "Aku tidak mau menikah, mak. Aku itu masih kecil. Masih 20 tahun. Aku juga mau kuliah dulu. Aku masih semester lima, mak.” Aku bersungut-sungut menerima telepon amak. Masih saja telepon mengenai pernikahanku. Apalagi ini soal masa depan. Aku tak mau menikah cepat. Aku tak mau berhenti kuliah. Masih banyak mimpi-mimpiku yang belum aku capai. Aku juga tak mau kehilangan beasiswaku hanya karena menikah. Apalagi aku dengar calonku sudah tua. Sudah berumur 27 tahun.“Pokoknya Nala tak mau.” Aku mematikan teleponku.“Kamu kenapa, La? Kok marah-marah gitu.” Ria temanku memandangku dengan rasa ingin tahu yang besar. Aku menghela nafas. Memandang sekeliling. Tampak beberapa orang menatapku dengan ingin tahu. Aku sama sekali tak sadar jika tengah berada di tempat ngopi yang biasa aku datangi bersama anak-anak kontrakan daerah atau bersama teman-temanku. “Oi, kalau di tanya itu ya di jawab dong. Bukannya malah bengong.”&ldqu

  • Daun Yang Sumbang   Bab Dua

    Ah, andai saja aku bisa memutar waktu, maka tak akanku ajak Tono menemui Lisa. Jika saja hal itu tak terjadi, tentunya Tono tak akan merebut Lisa. Ah Tono..Tono. Kenapa kau tega mengkhianatiku. Padahal kau tahu bagaimana kami saling mencintai. Tapi kau sengaja menusukkan pisau belati ke punggungku. Meminta ayahmu membisikkan ke mamak Lisa supaya melamarmu manakala aku tengah merantau di negeri seberang.Aku juga tak bisa menyalahkan mu, No. Mungkin ini juga kesalahanku. Aku yang tak berpunya. Tentunya keluarga Lisa lebih memilih kau yang mapan dan kaya raya. Sementara aku hanya seorang mahasiswa kere yang tengah mengadu nasib di perantauan.Ah, Lisa. Bagaimana kau bisa meninggalkanku seperti ini? Padahal kau yang menangis-nangis kepadaku dahulu supaya aku tak melupakanmu di sini, di perantauanku. Aku sudah melakukannya. Aku tak pernah bermain mata dengan perempuan manapun. Aku bertahan sejauh ini hanya karena kamu, Sa.Kau ingat janji kita dulu di te

  • Daun Yang Sumbang   Bab Satu

    Kau tak perlu takut dengan dunia ini, sayang. Aku takkan meninggalkan dirimu barang sedetik pun bersama dengan kekejaman di dalamnya. Kau cukup menatap ke depan, sayang. Maka biarkan aku mengurus segala yang sumbang.Jangan pergi, Lis. Aku tak bisa membayangkan hidupku ini tanpa dirimu. Kau sendiri juga tahu, Lis. Selama ini aku terlalu terbiasa dengan kehadiranmu. Aku tak bisa membayangkan bagaimana nanti hari-hariku. Tentunya sepi tanpa kehadiran mu. Lisa, kau ingat bahwa setiap hari aku senantiasa menyantap senyuman manja dari bibirmu. Lantas bagaimana hariku sekarang? Tentu aku akan sengsara menahan rasa lapar akan dirimu.Bang Nara. Apalagi yang bisa aku katakan kepada abang. Hatiku juga sudah terlanjur sakit. Sakit bukan karena abang. Tapi sakit karena perpisahan ini. Abang sendiri juga tahu bagaimana aku sangat mencintaimu. Bahkan aku tidak yakin. Bagaimana caranya aku bisa hidup tanpa kehadiran mu.Hidupku juga terasa hamp

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status