Sejak pertemuan pertama antara Luna dan Andrew sebulan lalu, hubungan keduanya semakin dekat. Luna yang selama ini mengambil jarak pada beberapa lelaki yang mendekatinya, mempunyai penilaian baik pada diri Andrew. Terlebih, selama satu bulan ini tak pernah sekali pun, Andrew lupa mengirimkan hadiah berupa bunga segar atau mengirimkan makanan kecil ke kantor Luna. Seperti hari ini, Andrew mengirimkan buket bunga segar dengan menyelipkan kata-kata cinta untuk Luna, hingga wanita cantik itu kian merasa yakin, kalau Andrew adalah lelaki yang selama ini dicarinya. Seorang lelaki yang nyaris sempurna dimatanya.
[Luna sayang, bunga yang aku kirim tidaklah secantik hatimu, namun aku yakin keindahan dirimu secantik bunga yang aku kirimkan padamu]Luna telah ratusan kali membaca tulisan puitis Andrew yang memabukkan jiwanya."Baiklah, aku akan tetapkan hatiku untuk Andrew. Aku sudah merasa nyaman sama dia. Kalau satu atau dua bulan lagi dia melamarku, pasti akan aku terima," ucapnya bermonolog.Saat dirinya tengah tersenyum sendiri dan membayangkan wajah tampan Andrew, terdengar ponselnya berdering. Dengan wajah sumeringah, Luna menjawab panggilan Andrew."Ya Andrew, makasih untuk bunganya. Aku suka sekali," ucap Luna sebelum Andrew bertanya atas bunga yang dikirimkannya."Benarkah? Aku bahagia sekali dengar kamu suka dengan bunga yang aku kirim. Uhm, Luna ... nanti malam aku akan mengajak kamu makan malam untuk merayakan satu bulan perkenalan kita. Apa kamu bisa? Soalnya kan, besok kamu harus kerja," ajak Andrew dalam sambungan telepon."Ya, ya ... bisa. Jam berapa?" tanya Luna antusias dengan intonasi bahagia."Aku akan jemput kamu sekitar pukul tujuh malam. Gimana ... bisa?" tanya Andrew kembali."Bisa!" seru Luna tak mampu menutupi kebahagiaan hatinya."Terima kasih Luna, baiklah nanti aku jemput. Sampaikan salam untuk papa ya. Byee..., sampai nanti," ujar Andrew menutup pembicaraan mereka.Luna menutup pembicaraan itu dengan hati berbunga-bunga. Dilihatnya jam pada dinding ruang kerjanya. Kemudian, wanita cantik yang tengah jatuh cinta itu kembali bermonolog."Sekarang baru jam dua sore. Apa sebaiknya aku ke salon yaa? Setidaknya kalau Andrew sampai mencium rambutku, dia akan merasakan keharuman rambutku."Usai memikirkan penampilannya kala merayakan satu bulan perkenalan dengan Andrew, wanita cantik yang tengah hatinya berbunga-bunga memutuskan pergi ke salon untuk mempercantik diri.Sampai akhirnya saat jam menunjukkan pukul tujuh malam, Andrew yang sejak dua hari telah memesan tempat di restoran mewah, menjemput Luna tepat waktu dan sesuai dengan janjinya.Luna yang hari ini akan memberikan jawaban atas keseriusan Andrew, berdandan sangat cantik. Namun, wanita cantik yang nyaris sempurna itu selalu merasa ada yang kurang pada dirinya, hingga membuatnya berdiri cukup lama di depan cermin meja hias.Tok ... Tok ... Tok ...“Nona Luna, Tuan muda Andrew sudah menunggu di ruang tamu,” ucap salah seorang pelayan di luar kamar Luna.“Ya, tunggu sebentar! Aku akan segera menemuinya,” jawab Luna dari dalam kamar.Dengan perasaan gugup ala remaja putri, Luna memandang tubuhnya yang dibalut oleh gaun malam berwarna pink pucat dengan sebuah tas tangan berwarna hitam dalam genggamannya.“Luna ... bersiaplah. Sebentar lagi kamu akan segera melepas masa lajang. Kamu akan bahagia jika lelaki lelaki tampan nan cerdas itu meminangmu," ucapnya di depan cermin dengan tersenyum lebar dan tampak sangat bahagia.Luna pun, keluar menemui Andrew yang tampak lebih tampan dengan setelan jas berwarna biru muda dipadu celana jeans biru tua. Kemudian mereka berpamitan dengan Subroto. Dan kedua pasangan muda mudi yang tidak muda lagi itu, masuk ke dalam mobil menuju tempat makan malam yang telah disiapkan oleh Andrew.Di dalam mobil, beberapa kali Andrew melirik ke arah Luna yang terlihat sangat cantik, hingga lelaki tampan itu memuji kecantikan Luna."Luna, kamu cantik sekali dan aku lihat kamu lebih muda dari usiamu," puji Andrew di belakang setir."Kamu juga terlihat tampan sekali," balas Luna tersenyum memandang ke arah Andrew.Tangan Andrew memegang lembut pipi Luna dan mencium jemari tangan Luna saat lampu lalu lintas berwarna merah dengan sesekali mengelus rambut panjang Luna. Hingga akhirnya, mobil kembali meluncur ke restoran yang dituju.Sementara itu, Subroto yang berada di rumah menghubungi seorang staf kepercayaannya untuk mengikuti mobil yang membawa putri semata wayangnya.“Reza, apa kamu sudah ikuti mobil yang membawa putriku?” tanya Subroto dalam sambungan telepon.“Sudah Pak. Tapi, maaf Pak ... saat ini saya mengajak putra saya. Soalnya tadi pagi motor yang biasa dibawa putra saya rusak. Jadi, saya menjemputnya di kampus," jawab Reza dalam sambungan telepon."Ya, nggak apa-apa. Tolong titip Luna. Aku nggak mau terjadi sesuatu hal dengan putriku. Karena, aku dapat kabar dari orang yang bisa aku percaya, kalau lelaki yang bersama putriku, bukanlah lelaki baik," titah Subroto pada Reza yang telah mengikuti mobil Andrew.Mobil yang mereka tumpangi pun, sampai pada sebuah restoran mewah yang berada di sisi kanan jalan raya. Andrew dan Luna keluar bersama dari mobil. Setelah itu, Andrew memberikan kunci mobilnya pada seorang lelaki yang khusus untuk memarkirkan beberapa mobil mewah pada restoran tersebut. Dengan mesra, Andrew meraih pinggang ramping Luna saat mereka masuk ke dalam restoran mewah."Selamat malam, Tuan ... Nyonya ... Atas nama siapa?" tanya seorang wanita membungkukkan tubuhnya.“Atas nama Andrew Pratama untuk dua orang,” jawabnya."Silakan Tuan, Nyonya...."Andrew dan Luna mengikuti langkah pramusaji yang mengantarnya menuju meja yang telah di pesan. Kemudian, mereka dipersilakan duduk. Selama menunggu makanan, jemari Andrew menggengam erat jemari Luna dengan sesekali memainkan setiap jemarinya.Sekitar dua puluh menit kemudian, makanan yang telah dipesan oleh Andrew dan Luna, dihidangkan berikut sebotol Wine.Pramusaji menuangkan Wine ke dalam dua gelas berkaki tinggi. Usai menuangkan minuman, pramusaji pun berlalu dari hadapan mereka dan mereka pun bersulang.“Luna mari kita bersulang untuk kedekatan kita selama satu bulan ini,” ucap Andrew dengan menyentuh bagian gelas berkaki tinggi yang dipegang oleh Luna.Usai menikmati santap malam, Andrew kembali meraih jemari Luna dan memasangkan satu cincin berlian di jari manis Luna seraya berkata, "Luna, Izinkan aku menikahi kamu.""Andrew...!" pekik bahagia Luna yang tak menyangka Andrew akan melamarnya secepat ini.Luna hanya mampu menganggukkan kepala dan memandang wajah Andrew, dengan raut wajah penuh bahagia.Usai mereka saling memandang, dengan lembut Andrew mengecup kening Luna. Dan saat mereka saling berpegangan tangan, ponsel Andrew yang diletakkan diatas meja pun, bergetar.Terlihat oleh Luna, seseorang mengirimkan pesan singkat pada ponsel lelaki yang melamarnya. Kemudian, Andrew membaca pesan singkat itu dan minta izin pada Luna untuk menghubungi seseorang."Sayang ... aku akan hubungi kolegaku. Ada hal penting yang harus kami bicarakan. Aku permisi keluar sebentar," izin Andrew pada Luna.“Bicara aja disini, untuk apa juga keluar restoran?" ungkap Luna tanpa ada rasa curiga."Biar aku bicara diluar saja, nggak enak sama pengunjung lainnya. Aku permisi dulu yaa," izin Andrew yang langsung melangkah panjang saat mendengar nada getar pada ponselnya dengan raut wajah yang terlihat gugup.Luna hanya mampu memandang punggung lelaki yang baru saja menyatakan ingin menikahinya. Terlihat Andrew melangkah panjang meninggalkan meja tempat mereka makan menuju ke pintu keluar restoran. Luna yang sebenarnya punya karakter tidak mudah percaya pada orang lain, mulai merasakan kecurigaan atas sikap Andrew yang tiba-tiba meninggalkannya usai membaca pesan dan menerima panggilan telepon dengan wajah gugup.Kemudian, Luna memutuskan untuk mengintai Andrew yang keluar restoran dengan melambaikan tangan pada seorang pramusaji.“Mbak, saya akan ke toilet. Apakah makanan ini sudah dibayar?" tanya Luna saat instingnya menyatakan ada kebohongan yang disembunyikan Andrew."Sudah Nyonya," jawab pramusaji tersebut.Setelah itu dengan langkah panjang, Luna keluar restoran dan mencari Andrew yang tak terlihat di depan lobby restoran. Ia memandang ke bagian halaman restoran yang berisi beberapa pohon besar. Terlihat Andrew tengah berbicara di dekat sebuah pohon Kamboja yang cukup besar."Kenapa Andrew nggak berbicara disini?" tanyanya pada diri sendiri.Dengan mengendap-endap di antara pepohonan yang ada disana, akhirnya Luna bisa mendekati pohon Kamboja yang menjadi tempat Andrew berbicara dengan seseorang.Luna yang kini berada persis di belakang pohon Kamboja tempat Andrew berbicara dapat dengan jelas mendengar pembicaraan di antara mereka.“Tante sayang, maaf ... aku nggak bisa menaruh obat tidur di minuman Luna. Tapi ... Aku yakin, selepas kami makan malam, dia bakal mau aku ajak ke hotel. Pokoknya, Tante tenang saja. Semua foto seksi Luna akan aku kirimkan ke Tante. Tapi, Tante janji yaa, kasih tambahan uang bulanan plus jatah begituan juga. Aku ingin sekali kita bisa menginap dua malam di Vila seperti waktu itu," pinta Andrew dengan wajah tersenyum saat berbicara lewat ponselnya.Deg!Jantung Luna seakan loncat dari tempatnya, kala mendengar kata-kata Andrew yang ingin mencelakai dirinya dengan obat tidur. Apalagi, Andrew dengan nakal meminta hal yang menjijikkan pada seorang wanita yang disebut dengan panggilan "Tante".Sejenak tak ada suara dari balik pohon Kamboja yang jadi tempat bersembunyi Luna. Namun, tak lama kemudian, terdengar kembali suara Andrew yang menimpali ucapan seseorang yang tak dapat di dengar Luna. Kembali ia bisa mendengar kata-kata yang diucapkan Andrew sebagai jawaban atas lawan bicaranya.Dengan tertawa kecil penuh bahagia, Andrew kembali berbicara dengan seseorang diujung ponselnya.“Serius Tante sayang.. Walau kelak aku sudah menikahi Luna. Aku tetap minta jatah juga ke Tante. Pokoknya goyangan Tante Jessica buat aku nggak bisa beralih ke wanita lain. Aku sungguh tergila-gila sama Tante."Luna yang mendengar nama Jessica disebut oleh Andrew, membuat kedua kakinya seketika lemas. Kemudian, Luna yang sudah tidak sanggup mendengar perbincangan yang membuat di telinganya, berpikir untuk keluar dari persembunyiannya. Tanpa menunggu waktu lama, Luna pun, keluar dari pohon Kamboja dan marah besar atas persekongkolan antara Andrew dan Jessica yang sengaja menjodohkannya. Andrew terkejut bukan kepalang kala melihat Luna keluar dari balik pohon Kamboja. Wajah lelaki tampan itu seketika pucat seperti kapas. Sementara Wajah cantik Luna merah padam penuh amarah yang membara.“Cuih! Makan ini cincin yang kamu berikan padaku! Dasar lelaki brengsek!” teriak Luna sembari meludah dan melempar cincin berlian ke wajah Andrew dengan emosi tingkat dewa.“Luna..., ada apa ini?” tanyanya seolah ingin menutupi hal yang ia pikir tidak diketahui oleh Luna dan mengambil cincin berlian yang dilempar Luna."Ada apa? Dasar brengsek! Untung saja ... aku tahu kebusukan kamu dengan istri om Susetyo. Akan aku laporkan perselingkuhan kalian! Dasar manusia laknat!" ancam Luna dengan mata memerah penuh amarah.“Luna, kamu jangan salah paham. Memang apa yang kamu dengar sayang?" tanya Andrew seraya melangkah mendekati Luna yang berdiri dua langkah dari posisinya berdiri.“Stop! Jangan coba mendekati aku bajingan!” umpat Luna dengan hati yang terluka karena kebohongan lelaki yang selama satu bulan telah melambungkan angannya atas keromantisan yang dibuat oleh Andrew.Setelah itu, Luna membalikkan tubuhnya dan melangkah panjang untuk meninggalkan Andrew. Namun, tanpa disadari Luna, lelaki tampan nan picik itu melangkah cepat dari belakang tubuh Luna dengan sebuah rencana keji diotaknya. Tepat saat berada di belakang tubuh Luna, Lelaki picik itu membekap mulut Luna serta menutupi hidung mancung wanita cantik itu dengan sapu tangan yang telah berisi obat bius. Seketika tubuh Luna limbung dan terkulai lemas dalam pelukan lelaki tampan nan licik.Andrew pun, memapah tubuh Luna yang tak sadarkan diri menuju lobby depan restoran untuk mengambil mobil yang diparkir oleh salah seorang staf bagian parkir.“Kenapa ceweknya Pak?” tanya seorang wanita yang melihat Luna dipapah tak sadarkan diri ketika wanita itu dan Andrew sedang menunggu mobilnya di lobby restoran.“Oh ... Tadi dia kebanyakan minum,” dalih Andrew.Namun, Reza yang diminta memantau keadaan Luna oleh Subroto dari jarak lima meter dari lobby, melihat ada kejanggalan yang terjadi pada putri bosnya. Kemudian Reza bergerak cepat menuju lobby dan mendekati Andrew.“Apa yang terjadi dengan Bu Luna?!” tanya Reza tegas, saat melihat Luna terkulai tak berdaya disisi lelaki yang dicurigai Subroto.“Anda siapa? Ini istri saya!” tolak Andrew saat Reza mendekat dan memperhatikan wajah Luna.“Pak Satpam! Tolong Pak!" panggil Reza melambaikan tangan pada seorang satpam."Hey! Siapa kamu? Pakai panggil satpam segala. Kamu tahu siapa saya?!" sungut Andrew."Saya nggak peduli siapa kamu! Ibu Luna adalah atasanku di kantor. Kamu pasti lakukan kejahatan padanya hingga buat dia nggak sadarkan diri. Ya, kan?!" cerca Reza.“Anda jangan mengaku-ngaku kenal dengan istri saya. Minggir!” dorong Andrew pada Reza yang berniat merebut tubuh Luna.“Pak satpam! Tahan orang ini..., wanita yang bersamanya jelas bos saya dan dia juga belum menikah! Apa yang sebenarnya kamu lakukan pada Bu Luna? Jawab!" bentak Reza panik saat melihat Luna hampir terjatuh dari tangan lelaki yang memapahnya.Keadaan kacau yang terjadi di depan restoran itu, membuat beberapa orang yang keluar dan masuk ke restoran tersebut memandang ke arah Andrew, Reza dan seorang sekuriti yang mendengar penjelasan dari kedua belah pihak yang tengah berselisih paham atas seorang wanita yang berada dalam dekapan Andrew.“Pak satpam, wanita ini anak dari bos saya. Tolong, tahan lelaki ini untuk nggak membawa wanita ini ke dalam mobilnya!” seru Reza menghalangi langkah Andrew yang akan membawa masuk Luna ke dalam mobilnya.“Maaf Pak, saya nggak bisa menahan Tuan ini untuk membawa wanita yang diakui sebagai istrinya. Karena mereka memang datang berdua ke restoran ini. Justru Bapak yang harusnya jangan menghalangi Tuan ini," jawab satpam kala melihat penampilan Reza yang sederhana dibandingkan Andrew yang terlihat necis.Melihat Luna yang dipaksa masuk ke mobil oleh Andrew, membuat Reza tak dapat berbuat apa-apa. Hingga ia berinisiatif menghubungi putranya untuk bisa menghalangi langkah Andrew membawa Luna yan
Keesokan harinya sekitar pukul dua sore, Luna yang kondisi psikis dan fisiknya sudah membaik diperbolehkan pulang oleh dokter yang merawatnya di rumah sakit. Sesampai di rumah, Subroto yang senantiasa didampingi oleh Dicky meminta pada ajudan yang merangkap sebagai kepala pelayan untuk memberitahukan pada seorang sekuriti yang berjaga agar tidak membiarkan lelaki bernama Andrew untuk masuk ke dalam rumah mereka.“Dicky! Beritahu sekuriti yang jaga sekarang untuk minta KTP siapa pun yang mau bertamu. Perlu diingat, jangan biarkan lelaki bernama Andrew masuk ke halaman rumahku,” perintah Subroto pada ajudannya.“Siap! Baik Tuan besar,” jawab Dicky berdiri tegap menghadap ke arah Subroto yang berada di ruang keluarga pada sofa panjang. Sementara, Luna duduk di sebelah Subroto terdiam dan mengamati setiap gerakan yang ada di ruang keluarga tersebut dengan menikmati potongan buah semangka berwarna merah.Ajudan bertubuh tinggi besar itu pun, berlalu dari hadapan Subroto dan Luna, berjalan k
Sejak kejadian keributan di rumah Subroto dan diikuti dengan pertengkaran antara Luna dan Andrew serta Jessica, membuat hubungan suami istri dari adik bungsu Subroto menuju kehancuran. Setelah satu minggu kemudian, Susetyo kembali ke rumah Subroto seorang diri. Lelaki berusia sekitar 48 tahun itu menangis di hadapan kakak pertama dan keponakan cantiknya.“Mas, kedua anakku dibawa pergi Jessica. Wanita itu meracuni pikiran kedua putriku dengan mengajaknya pergi bersama lelaki selingkuhannya itu. Sekarang aku harus bagaimana, Mas?” tanya Susetyo dengan suara parau menahan tangis dan kesedihannya melaporkan kondisi rumah tangganya.Dengan menarik napas panjang, Subroto yang duduk di kursi roda menatap iba pada adik bungsunya. Kemudian, lelaki berusia 60 tahun itu pun berucap, “Setyo..., apa kamu sudah bicara sama istrimu masalah gugatan cerai?”“Iya Mas, kami sudah bicara masalah gugatan cerai dan Jessica mau rumah kontrakan dan apartemen yang sudah aku balik nama atas nama kedua putriku
Kekisruhan rumah tangga antara Susetyo dan Jessica membawa serta keluarga Subroto bersama putri semata wayangnya. Dimana, hasil akhir perseteruan antara Susetyo dan Jessica berakhir damai sebelum masuk ke dalam persidangan cerai. Berita tentang berdamainya Susetyo dengan Jessica membuat Luna murka atas langkah pamannya sendiri. Hingga wanita cantik yang sedang berada di kantor pun, berkeluh kesah pada Subroto saat berita tersebut di dengarnya.“Susah Pa... Kalau om Setyo udah tergila-gila sama nenek lampir itu. Nyesel banget bela-belain ke sekolah Dinda, ngomong ini dan itu sama kepala sekolahnya, hasil akhir damai. Ih! Kesel banget kalau ingat. Lagian kenapa juga Om Setyo percaya sama istrinya? Paling lelaki itu masih tetap jalan sama istrinya,” kesal Luna melampiaskan unek-uneknya dalam sambungan telepon. “Mungkin mereka masih berjodoh. Kasihan juga sama Dinda dan Dini kalau nggak punya mami yang urus mereka,” bela Subroto yang masih berpikiran positif.“Aduh..., Papa ini ... Masih
Luna beserta beberapa orang yang ikut ke kantor polisi tiba di gedung tinggi pencakar langit, sekitar pukul tiga sore. Reza yang mendengar cerita dari beberapa orang tentang sang Bos yang diserang oleh Andrew membuat Reza cemas dan menunggu di depan ruang kerja Luna. Sampai akhirnya, Luna bersama sekretarisnya tiba di lantai 7 tempatnya berkantor, sedangkan Reza sendiri bersama beberapa staf bagian marketing berada di lantai 8.“Sore Bu Luna, bagaimana kondisi Ibu?” tanya Reza berdiri dari kursi yang berada di depan ruang kerja Luna.“Baik,” ucap Luna singkat.“Syukurlah..., untung saja saya nggak jadi menghubungi Pak Subroto. Karena beberapa kali saya hubungi Ibu nggak di angkat,” ujar Reza selaku HRD pada perusahaan tersebut.“Pak Reza, lain kali jangan punya pikiran untuk hubungi Pak Subroto..., Bapak tau sendiri kan, kondisi Pak Subroto lemah,” pinta Luna tanpa memandang ke arah Reza masuk ke dalam ruang kerjanya.Tak lama kemudian, sekretaris Luna yang ikut masuk ke ruang kerja L
Hari ini Reza pulang lebih awal usai menjenguk Subroto yang kini berada di rumahnya untuk menjalani cuci darah atas penyakitnya. Terlihat, wajah Reza tampak bermuram durja, sehingga membuat Amrita, istri Reza bertanya-tanya tentang kondisi Subroto.“Gimana kondisi Pak Subroto, Mas?” tanya Amrita kala Reza telah kembali dari Rumah Subroto.Amrita mengikuti langkah suaminya, Reza hingga masuk ke dalam meja makan. Terlihat Reza duduk dan menuangkan segelas air putih dan meneguknya hingga tandas.“Rita, kondisi pak Subroto sudah sangat parah. Menurut dokter nggak ada kemungkinan bertahan. Untungnya masih bisa dilakukan cuci darah,” jawab Reza menatap wajah istrinya.“Ya Allah, kasihan sekali ... mana anak gadisnya belum menikah,” cicit Amrita.Terlihat Reza menarik napas dalam dan memandang lurus ke wajah Amrita. Ada kegelisahan menyelinap dari gerakan tubuhnya dan beberapa kali netranya menerawang jauh.“Mas, ada apa lagi? Sepertinya ada yang mau Mas katakan, katakanlah,” pinta Amrita me
Seminggu kemudian, usai Reza meyakinkan hatinya dan hati Amrita untuk menerima Luna menjadi madunya, mereka berdua pun mengunjungi Subroto di rumah sakit usai menjalani cuci darah yang dilakukan seminggu sekali.“Pagi Pak, gimana kondisi Bapak hari ini?” tanya Reza berdiri di hadapan Subroto, sementara Amrita berdiri di belakang Reza.“Sama saja seperti kemarin, Za ... siapa wanita yang ada di belakangmu? Istrimu?” tanya Subroto dengan pandangannya yang telah tidak jelas.Reza meraih pundak Amrita. Lelaki tampan itu pun mengenalkan Amrita yang selama ini tidak dikenal oleh Subroto, tetapi wanita cantik itu mengenal Subroto pada saat ikut dalam kegiatan ulang tahun perusahaannya. Hingga, Amrita juga tahu, seperti apa cantiknya Luna Subroto.“Ini istri saya, Amrita. Seperti yang Bapak minta, saya membawa istri saya menemui Bapak.”Amrita maju ke depan dan mencium punggung tangan lelaki tua yang telah tampak lemah, sebagai rasa hormat.“Saya Amrita ... Sehat ya, Pak,” sapa Amrita terseny
Seminggu kemudian, malam sebelum pernikahan yang akan dilakukan oleh Reza esok hari, lelaki itu masih tidur bersama Amrita. Seorang wanita yang telah selama 22 tahun menemaninya dan memberikan dua orang anak yang sangat mereka cintai.“Rita ... Besok ikutlah ke rumah pak Broto. Entah mengapa hatiku begitu gelisah. Aku berpikir, karena kamu belum mengikhlaskan aku,” bujuk lembut Reza seraya memeluk tubuh istrinya.“Aku sudah ikhlas, Mas. Mungkin ini adalah jalanku menuju surga, mengikuti keinginan suamiku,” ujar Rita masih membenamkan kepalanya dalam pelukan Reza.“Sayang..., tolong datanglah. Nggak ada seorang pun yang akan menghinamu saat merelakan aku bersama wanita lain. Semua orang akan berdecap kagum. Aku sangat bersyukur mempunyai wanita sehebat kamu, Rita,” ungkap hati Reza sembari membujuk Amrita untuk datang di pernikahannya.Dengan berlinang air mata, Amrita melepaskan seluruh kegundahan hatinya pada lelaki yang selama ini dicintanya.“Mas, aku takut ... suatu saat Mas akan
Regina yang punya rencana untuk mempertemukan Devan dan Silvi, tampak telah berdandan rapi. Regina keluar dari kamarnya dan mengetuk pintu Devan.Tok ... Tok ... Tok ...“Kak Devan ... Kak, jadi kita keluar kan? Kak...,” panggil Regina diluar kamar Devan.Tidak mendapat tanggapan dari sang kakak, membuat Regina membuka pintu kamar Devan dan mendapati sang kakak tertidur pulas hingga Regina pun membangunkan Devan.“Kakak! Bangun...! Gimana sih..., ngomongnya mau jalan keluar,” rajuk Regina mengguncang-guncangkan tubuh Devan.Dengan memicingkan matanya dan menggeliat kan tubuhnya Devan memandang ke arah sang adik yang duduk disisi tempat tidurnya dan bertanya padanya. “Ada apa sih, Gina...”“Tadi Kakak ngomong mau jalan keluar. Ayolah Kak..., sekarang udah jam 6 sore. Cepatlah Kak...,” ujar Regina memandang wajah tampan sang kakak yang sesekali menguap.“Udahlah besok aja Gina..., Kakak lagi malas nih,” jawab Devan menolak ajakan adiknya.Mendengar jawaban Devan jelas membuat Regina pan
Devan yang pulang ke rumahnya, disambut oleh Amrita dan diberondong oleh banyak pertanyaan perihal hubungan putranya dengan Luna yang kini telah hamil.“Gimana kondisi Luna, Devan...? Apa dia baik-baik aja? Apa dia muntah-muntah?” Tanya Amrita ketika melihat Devan dan duduk di meja makan.“Luna baik Ma. Dia sudah pulang ke rumahnya. Hmmm..., sepertinya dia ingin tenang dan katanya Dev nggak usah ke rumahnya. Kalau ada apa-apa nanti dia yang akan hubungi Devan,” ucap Devan terdengar sedih.“Kok begitu? Apa dia marah sama kamu? Bukankah selama ini kamu terus yang menjaga dia?” tanya Amrita.“Dia nggak marah. Mungkin ingin lagi sendiri aja...,” jawab Devan kembali.Amrita menganggukkan kepalanya sementara adik Devan yang bernama Regina, menyambut kedatangan sang kakak ke rumah dengan bahagia karena, Regina yang sejak awal tidak setuju sang kakak menikahi Luna, diam-diam mencuri nomor telepon Silvi dan beberapa kali bertemu di luar dengan teman kampus kakaknya. Bagi Regina, Luna adalah p
Luna berjalan menuju kamar Subroto. Perlahan Luna membuka pintu kamar sang papa. Terlihat Dicky sang ajudan duduk pada sebuah kursi di sebelah tempat tidur Subroto. Dengan langkah pelan, Luna menghampiri Dicky yang terlihat tertidur dalam duduknya. Namun, saat Luna kian mendekati tempat tidur Subroto, secara refleks Dicky langsung berdiri dan sigap memandang ke arah langkah Luna yang perlahan.“Maaf Non Luna, saya pikir siapa,” tutur Dicky mengangguk kecil dan menarik kursi yang tadi didudukinya saat berada di sisi Subroto.“Gimana kondisi Papa, Pak?” tanya Luna menatap lurus pada Subroto yang menggunakan selang oksigen dan terlelap dalam tidurnya.“Dua hari ini Tuan agak sesak napas. Sepertinya Tuan terlalu berpikir keras atas diri Nona. Semalam sama sekali Tuan tidak bisa tidur. Karena itu, mengalami sesak napas.” Dicky melaporkan kondisi Subroto.Luna yang melihat kondisi Subroto kian melemah duduk di sisi tempat tidur sang papa dan memegang jemari tangan yang kian tak berisi denga
Hari ini adalah hari terakhir, Luna berada di rumah sakit. Wanita cantik yang tengah hamil muda itu telah pulih dan sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Devan dengan keluguannya bertanya pada Luna.“Luna, lebih baik kamu jangan turun dari tempat tidur. Aku takut terjadi sesuatu hal dengan dirimu,” pinta Devan.“Dev, santai aja. Kalau infus ditangan sudah dilepas berarti aku udah bisa jalan dan semua akan baik-baik saja,” ucap Luna yang bangun dari tempat tidur.Namun saat kaki jenjangnya akan menyentuh tanah, Devan lalu mencegahnya, “Stop. Kamu mau kemana? Luna ... Serius aku nggak akan membiarkan kamu jalan kemana pun.”“Ya ampun Dev. Aku mau ke kamar mandi. Aku udah diperbolehkan jalan. Udah, kamu tenang aja,” jawab Luna tetap menurunkan kakinya.Namun, tiba-tiba Devan meraih tubuh Luna dan membawanya ke kamar mandi di rumah sakit tersebut dan meletakkan wanita cantik tersebut tepat di depan kloset kamar mandi.“Dev! Kamu ini terlalu lebay!” sungut Luna saat Devan telah menurunkann
Setelah dua minggu berlalu, Luna yang tengah mengisi waktu dengan kedua sahabatnya, Arumi dan Cyntia di sebuah pusat perbelanjaan terbesar itu tiba-tiba terkulai lemah, hingga membuat dua orang sekuriti untuk membopong tubuh Luna, yang tampak antara sadar dan tidak serta nyaris ambruk jatuh ke lantai Mal tersebut. Untung saja seorang lelaki muda dan menyadari Luna yang terjatuh, secara refleks meraih tubuh Luna dan menahannya untuk tidak sampai terjerembap ke lantai Mal tersebut. Seketika suasana Mal yang ramai pengunjung tersebut ramai. Dan salah seorang pengunjung lainnya yang baik memberitahu sekuriti di Mal tersebut hingga mereka dengan cepat tanggap mengevakuasi tubuh Luna yang lemas.“Pak! Tolong bawa ke Lobby! Sekarang saya akan ambil mobil!” teriak Arumi meminta tolong dan berlari menuju lift untuk ke tempat parkir mobil.Sementara Cyntia memegang tas Luna dan mengikuti langkah kedua orang sekuriti dan seorang anak muda yang membantu Luna saat akan terjatuh menuju lift dengan
Satu bulan kemudian, Devan pun menepati janji dengan mengemasi pakaiannya ke dalam tas gendong. Kala itu jam baru menunjukkan pukul 6 pagi. Terlihat, Luna masih tertidur nyenyak usai pergumulan hari ketiga puluh antara ia dan Devan. Dan lelaki muda tampan itu memberikan kenikmatan berulang kali hingga jam menunjukkan pukul 2 dini hari.‘Sebaiknya, aku tinggalkan aja sepucuk surat untuk Luna sebagai salam perpisahan terakhirku. Semoga saja, bulan depan Luna hamil,’ bisik Devan dalam hati.[Teruntuk Luna : Terima kasih untuk 30 hari yang indah bersama kamu. Terima kasih untuk bantuannya pada keluargaku. Kelak, aku akan jadi lelaki yang membanggakan keluargaku dan dirimu. Luna, tolong kabari aku jika, akhirnya kamu hamil, harapku]Diletakkannya kertas yang telah ditulisnya di meja rias Luna. Kemudian, Devan keluar dari kamar Luna. Sesampai diluar kamar, dilihat Darsi pembantu di rumah mewah itu tengah membersihkan ruang keluarga. Kemudian Devan bertanya pada pembantu rumah tangga terseb
Sesampai di rumah, Luna yang kesal dengan sikap Devan yang tak jujur padanya langsung masuk ke dalam kamarnya, usai bertandang ke kamar Subroto sang papa yang dilihatnya tengah terlelap. Di dalam kamarnya, Luna sejenak termangu dan memikirkan hubungan yang telah hampir dua minggu berjalan bersama Devan.Dalam hati Luna berbisik lirih, ‘Apa sebaiknya aku lepas aja Devan ya? Uhm..., sepertinya aku harus ikuti cara Cintya untuk punya anak. Bukankah, untuk memiliki anak yang punya karakter baik dan cerdas, tergantung dari benih aku? Seperti yang aku baca, bibit kecerdasan dan kebaikan dari anak yang akan dilahirkan 80 persen, tergantung dari ibunya. Berarti, semua tergantung aku dong? Ya sudahlah ... Setelah, aku bantu lunasi hutang kak Rita. Aku putuskan untuk berpisah dengan Devan.’Tok ... Tok ... Tok ... “Luna ... Luna ...,” panggil Devan dari luar kamar Luna.“Ya, ada apa?” tanya Luna terkejut dengan ketukan pintu dari luar kamarnya.“Luna, tolong buka pintunya. Aku mau bicara,” pin
“Kak ... Tunggu! Kak!” Pekik kembali wanita muda dengan menghalangi langkah Luna bersama kedua sahabatnya menuju mobil mereka.Arumi dan Cintya yang melihat wanita muda yang sejak awal bersama Devan dan berbicara serius di parkir sepeda motor lelaki tampan itu pun langsung merespons ucapan wanita cantik jelita tersebut.“Awas! Cantik-cantik kok gatel sih? Asal lo tau ya, lelaki yang tadi sama elo, laki teman gue! Paham lo?!” hardik Cintya yang lebih judes dari Luna ataupun Arumi.“Kak, aku paham ... Karena itu, aku mau jelaskan salah paham ini,” ujar wanita cantik itu dengan mencakupkan kedua tangannya memohon waktu pada Luna.“Eh! Nggak usah ya lo menjelaskan apa yang udah gue liat pakai mata kepala kita. Napa sih, elo pakai susah-susah menjelaskan yang usah terlihat? Udah sana jangan halangi langkah teman gue!” sengit Arumi menarik tangan wanita muda yang menghalangi langkah Luna.“Aduh! Sakit kak tanganku...,” keluh wanita muda tersebut memegangi lengannya dan kembali bergeming di
Di sebuah Cafe tempat nongkrong dari beberapa orang yang seluruh bangkunya di isi oleh anak-anak muda dan kaum intelektual muda untuk bercengkerama dan mengobrol, terlihat Luna sedang berbincang bersama kedua sahabatnya dan asyik menyeruput kopi berisi cream. Sudah satu jam lebih mereka bercengkerama dengan tawa yang kadang terdengar dari meja tempatnya mengobrol.Kedua sahabat Luna telah menikah. Hanya saja, suami Arumi menunda untuk memiliki momongan. Sedangkan Cintya masih betah sendiri usai calon suaminya menikahi saudara sepupunya dan patah hati.“Menurut elo berdua gimana nih, gue harus ambil sikap sama si Devan?” tanya Luna memandang kedua sahabatnya.“Menurut gue ya, seperti yang tadi gue omong ke lo. Bisa jadi laki elo itu uda pernah begituan juga sama ceweknya. Kalau denger dari apa yang dia lakuin ke elo, itu mah lelaki yang udah mahir begituan. Kasihanlah cewek itu. Kalau besok cewek itu bunuh diri karena laki elo, bisa-bisa di penjara si Devan,” tutur Cintya serius sembar