Keadaan kacau yang terjadi di depan restoran itu, membuat beberapa orang yang keluar dan masuk ke restoran tersebut memandang ke arah Andrew, Reza dan seorang sekuriti yang mendengar penjelasan dari kedua belah pihak yang tengah berselisih paham atas seorang wanita yang berada dalam dekapan Andrew.
“Pak satpam, wanita ini anak dari bos saya. Tolong, tahan lelaki ini untuk nggak membawa wanita ini ke dalam mobilnya!” seru Reza menghalangi langkah Andrew yang akan membawa masuk Luna ke dalam mobilnya.“Maaf Pak, saya nggak bisa menahan Tuan ini untuk membawa wanita yang diakui sebagai istrinya. Karena mereka memang datang berdua ke restoran ini. Justru Bapak yang harusnya jangan menghalangi Tuan ini," jawab satpam kala melihat penampilan Reza yang sederhana dibandingkan Andrew yang terlihat necis.Melihat Luna yang dipaksa masuk ke mobil oleh Andrew, membuat Reza tak dapat berbuat apa-apa. Hingga ia berinisiatif menghubungi putranya untuk bisa menghalangi langkah Andrew membawa Luna yang dalam keadaan tidak sadarkan diri.“Devan! Cepat kamu ke lobby restoran. Bantu Papa!" pekiknya keras dan menutup panggilan telepon tersebut kala dilihat Andrew telah meletakkan tubuh Luna pada bagian belakang mobilnya. Lelaki tampan itu bergegas menuju pintu pada bagian setir mobil tersebut.“Tolong Pak! Jangan kasih mobil ini jalan. Tolong Pak!" teriak Reza menghalangi mobil Andrew usai melihat tubuh Luna dibaringkan di belakang mobil dengan menahan pintu bagian belakang mobil Andrew.Devan, putra Reza yang melihat papanya menghalangi sebuah mobil dengan menahan pintu bagian penumpang untuk tidak tertutup, tersadar atas situasi genting yang terjadi pada putri sang bos. Apalagi Devan juga mendengar apa yang menjadi perbincangan antara papanya dan Subroto. Maka dari itu, dengan sigap Devan meraih tubuh Luna yang ada di bagian bangku belakang mobil dengan membopongnya. Andrew yang tak menyangka lelaki yang menghalanginya membawa seorang pemuda untuk mengangkat tubuh Luna keluar dari mobilnya pun, mengejar Devan yang membopong tubuh Luna.“Hey! Brengsek...! Lepaskan istriku! Satpam! Tangkap lelaki itu!” teriak Andrew berlari mengejar Devan yang membopong tubuh Luna.Devan yang dikejar oleh Andrew pun, meletakkan tubuh Luna di sisi taman yang berisi rerumputan. Kemudian, tak dapat dielakkan kedua lelaki itu saling baku hantam. Devan yang lebih muda dan bertenaga dari Andrew mampu melakukan pukulan ke wajah Andrew hingga membuat lelaki tampan itu terjungkal.Bugh! Bugh!"Aduh! Satpam! Tahan lelaki ini!" teriak Andrew dalam posisi di tanah memegang wajahnya yang terkena bogem mentah.Melihat lelaki yang dipastikan melakukan kejahatan pada putri bos papanya, membuat Devan semakin garang dan menendang bagian perut Andrew hingga lelaki itu memegangi bagian perutnya."Aakh...! Tolong...!" jeritnya.Sampai akhirnya, dua orang satpam menghentikan perkelahian di antara mereka. Bersamaan dengan itu, Reza yang menghubungi Subroto saat Devan tengah terlibat baku hantam dengan Andrew menyalakan speaker pada ponselnya dan meminta kedua satpam yang memegang tubuh anaknya yang telah melakukan pemukulan pada Andrew untuk mendengarkan suara Subroto.“Malam Reza, apa terjadi sesuatu dengan putriku?” tanya Subroto cemas.“Maaf Pak, saat ini Nona Luna nggak sadarkan diri dan lelaki yang bersamanya akan membawanya pergi. Silakan Bapak bicara dengan satpam dan lelaki yang bersama Nona Luna,” ucap Reza dengan menyalakan speaker pada ponselnya dalam posisi satpam telah melerai perkelahian Andrew dan Devan.“Apa! Mana lelaki yang membawa putriku!” teriak Subroto panik atas kondisi putri semata wayangnya.Devan yang telah dilepas oleh kedua satpam pun, menghindari kerumunan pengunjung yang ingin tahu duduk masalahnya dengan kembali membopong tubuh Luna yang masih tak sadarkan diri ke dalam mobil, ketika Reza tengah berbicara dengan Subroto dalam sambungan telepon.Sementara Andrew yang tak menduga kalau aksinya ketahuan sebelum menjalankan rencananya, mau tak mau menerima telepon yang disodorkan oleh Reza."Ini bicara!" ucap Reza penuh emosi.“Malam Om, maaf sebelumnya. Sepertinya ada salah paham antara saya dan orang kepercayaan Om. Begini Om..., Luna saat ini lagi mabuk berat. Maka dari itu, rencananya saya akan antar ke rumah," dalih Andrew.“Kamu nggak perlu antar putriku! Putriku nggak pernah sekalipun minum alkohol! Jadi nggak mungkin dia akan mabuk! Perlu kamu ingat! Kalau sampai terjadi sesuatu dengan putriku..., aku pastikan seluruh keluargamu akan menderita! Camkan itu!” ancam Subroto dengan suara menggelegar dan bergetar saat dirinya meyakini terjadi sesuatu dengan putri semata wayangnya.Beberapa orang yang mendengar suara pada ponsel yang dinyalakan speaker nya memandang curiga pada Andrew, begitu juga dengan satpam yang hampir saja membiarkan lelaki tampan itu membawa wanita yang bukan istrinya.“Baik Om," ucap Andrew lemas, seraya memberikan ponsel tersebut pada Reza dan bergegas masuk ke dalam mobilnya sebelum satpam dan beberapa orang mencurigainya sebagai penculik.Akhirnya, Luna yang sengaja diberikan obat bius oleh Andrew terselamatkan oleh aksi Reza dan putranya yang juga mendapatkan informasi dari orang kepercayaan Subroto lainnya yang menyelidiki latar belakang Andrew.Setelah itu, Reza bersama putranya membawa Luna ke rumah sakit swasta sesuai dengan perintah Subroto. Kemudian, mereka bertemu di rumah sakit tersebut saat jam menunjukkan pukul sembilan malam.Sekitar pukul sebelas malam, Luna yang telah terbebas dari obat bius membuka matanya perlahan dan memandang ke arah dinding pada bilik tindakan di ruang UGD pada rumah sakit tersebut.Subroto yang merasakan genggaman tangan putrinya pun, berkata lirih dengan rasa cemas yang masih tergambar pada raut wajahnya.“Luna sayang...,” ucap lirih Subroto memegang jemari putrinya.“Papa..., hikss...,” tangis Luna pecah saat dirinya mendengar suara Subroto yang berada di kursi roda pada sisi kanan dari tempat tidur di ruangan itu.“Sayang maafkan Papa..., hampir saja lelaki jahanam itu memperdayai kamu,” parau suara Subroto masih memegang jemari lentik putrinya dengan berurai air mata.“Papa jangan menangis..., Luna yang dibutakan oleh kelicikan lelaki jahat kiriman tante Jessica. Untung saja Allah melindungi Luna. Paa ... apa bisa Luna bicara dengan om Susetyo?”“Dicky!” panggil Subroto pada seorang ajudannya yang selalu menemaninya kemana pun dirinya pergi.Dicky masuk ke dalam bilik tindakan di UGD dan memberikan ponsel sang bos. Setelah itu, lelaki yang bernama Dicky kembali keluar.Dengan tangan gemetar Luna menghubungi adik bungsu papanya. Beberapa saat kemudian, terdengar sahutan dari panggilan teleponnya. “Malam Mas,” sapa Susetyo dalam sambungan telepon milik Subroto.“Om, ini Luna...,” ucapnya lirih menahan sakit hati dan kepiluan saat akan memberitahukan pamannya sendiri atas perselingkuhan yang terjadi pada istri dan lelaki yang dijodohkannya.“Luna, ada apa? Papa kamu baik-baik saja, kan?!” tanya Susetyo kuatir saat mendengar suara Luna lirih dan melihat panggilan dari ponsel Subroto.“Papa baik-baik saja Om. Maaf, bila berita ini mengejutkan Om. Luna hanya ingin memberitahukan, kalau lelaki yang dijodohkan tante Jessica hampir berbuat jahat sama Luna. Dia juga ternyata, Selingkuhan tante Jessica, Om!" tegas ucap Luna tanpa bisa menahan berita itu.“Apa! Nggak mungkin! Kamu jangan mengada-ngada Luna!” bentak Susetyo saat mendengar perselingkuhan istrinya secara langsung dari keponakannya.Setelah itu, terdengar suara seorang wanita disisi Susetyo. Sesaat kemudian, Jessica yang terbangun dari tidurnya pun, meraih ponsel suaminya dan menyerang Luna dengan kata-kata kasarnya.“Dasar perawan tua! Dijodohkan dengan lelaki baik-baik malah menuduh aku berselingkuh dengan keponakanku sendiri. Aku rasa kamu itu sudah sakit jiwa. Ingat! Jangan fitnah keluargaku kalau kamu nggak suka dengan lelaki pilihanku! Aku memang dekat dengan Andrew.Tapi..., itu sebatas Tante dan keponakannya! Paham kamu!”“Tante! Aku jelas mendengar apa yang dikatakan lelaki bajingan itu! Dia sengaja membiusku untuk menghancurkan hidupku. Untung saja, banyak orang baik di sekeliling kami. Jadi, mulai saat ini aku dan papa nggak akan menganggap kalian keluarga kami!” balas Luna dengan tegas seraya menutup sambungan telepon tersebut.Sesudah memberitahukan perselingkuhan yang tak diakui oleh Jessica dan tak dipercaya oleh Susetyo, Luna pun, menangis sesenggukan kala teringat kembali kejadian yang menimpanya.Dengan hati hancur, mereka berdua menangis bersama tanpa ada kata-kata yang mampu menjabarkan perasaan sedih bercampur sakit atas kejadian yang menimpanya. Sampai akhirnya, Reza yang melihat putranya sangat lelah tertidur di kursi panjang rumah sakit, meminta izin pada Subroto untuk pulang ke rumahnya.“Permisi Pak, saya izin untuk pulang,” izin Reza dari luar bilik tindakan pertama di UGD tersebut..“Reza ... Masuklah!” perintah Subroto padanya.Reza masuk dan menganggukkan kepalanya pada Luna yang masih terbaring lemah sebelum dipindahkan ke ruang perawatan.“Pak Reza, terima kasih sudah menyelamatkan saya,” ucap Luna lirih memandang Reza yang beberapa kali menganggukkan kepalanya.“Sama-sama Buu..., semoga Bu Luna cepat pulih. Semua yang saya lakukan atas perintah pak Subroto. Bukan karena saya, Buu. Saya hanya sebatas menjalankan perintah bapak,” ucap Reza menoleh ke arah Subroto.“Reza pulanglah ... Kasihan juga putramu belum pulang selepas kuliah. Sampaikan juga ucapan terima kasih kami pada putramu,” ujar Subroto.Setelah itu, Reza pulang ke rumahnya saat jam menunjukkan hampir pukul dua belas malam dengan rasa lelah yang teramat sangat bersama sang putra kesayangannya. Namun, hatinya begitu bahagia karena bisa membantu orang yang sudah berjasa kehidupan keluarganya dengan bekerja di perusahaan milik keluarga Subroto sebagai HRD.Keesokan harinya sekitar pukul dua sore, Luna yang kondisi psikis dan fisiknya sudah membaik diperbolehkan pulang oleh dokter yang merawatnya di rumah sakit. Sesampai di rumah, Subroto yang senantiasa didampingi oleh Dicky meminta pada ajudan yang merangkap sebagai kepala pelayan untuk memberitahukan pada seorang sekuriti yang berjaga agar tidak membiarkan lelaki bernama Andrew untuk masuk ke dalam rumah mereka.“Dicky! Beritahu sekuriti yang jaga sekarang untuk minta KTP siapa pun yang mau bertamu. Perlu diingat, jangan biarkan lelaki bernama Andrew masuk ke halaman rumahku,” perintah Subroto pada ajudannya.“Siap! Baik Tuan besar,” jawab Dicky berdiri tegap menghadap ke arah Subroto yang berada di ruang keluarga pada sofa panjang. Sementara, Luna duduk di sebelah Subroto terdiam dan mengamati setiap gerakan yang ada di ruang keluarga tersebut dengan menikmati potongan buah semangka berwarna merah.Ajudan bertubuh tinggi besar itu pun, berlalu dari hadapan Subroto dan Luna, berjalan k
Sejak kejadian keributan di rumah Subroto dan diikuti dengan pertengkaran antara Luna dan Andrew serta Jessica, membuat hubungan suami istri dari adik bungsu Subroto menuju kehancuran. Setelah satu minggu kemudian, Susetyo kembali ke rumah Subroto seorang diri. Lelaki berusia sekitar 48 tahun itu menangis di hadapan kakak pertama dan keponakan cantiknya.“Mas, kedua anakku dibawa pergi Jessica. Wanita itu meracuni pikiran kedua putriku dengan mengajaknya pergi bersama lelaki selingkuhannya itu. Sekarang aku harus bagaimana, Mas?” tanya Susetyo dengan suara parau menahan tangis dan kesedihannya melaporkan kondisi rumah tangganya.Dengan menarik napas panjang, Subroto yang duduk di kursi roda menatap iba pada adik bungsunya. Kemudian, lelaki berusia 60 tahun itu pun berucap, “Setyo..., apa kamu sudah bicara sama istrimu masalah gugatan cerai?”“Iya Mas, kami sudah bicara masalah gugatan cerai dan Jessica mau rumah kontrakan dan apartemen yang sudah aku balik nama atas nama kedua putriku
Kekisruhan rumah tangga antara Susetyo dan Jessica membawa serta keluarga Subroto bersama putri semata wayangnya. Dimana, hasil akhir perseteruan antara Susetyo dan Jessica berakhir damai sebelum masuk ke dalam persidangan cerai. Berita tentang berdamainya Susetyo dengan Jessica membuat Luna murka atas langkah pamannya sendiri. Hingga wanita cantik yang sedang berada di kantor pun, berkeluh kesah pada Subroto saat berita tersebut di dengarnya.“Susah Pa... Kalau om Setyo udah tergila-gila sama nenek lampir itu. Nyesel banget bela-belain ke sekolah Dinda, ngomong ini dan itu sama kepala sekolahnya, hasil akhir damai. Ih! Kesel banget kalau ingat. Lagian kenapa juga Om Setyo percaya sama istrinya? Paling lelaki itu masih tetap jalan sama istrinya,” kesal Luna melampiaskan unek-uneknya dalam sambungan telepon. “Mungkin mereka masih berjodoh. Kasihan juga sama Dinda dan Dini kalau nggak punya mami yang urus mereka,” bela Subroto yang masih berpikiran positif.“Aduh..., Papa ini ... Masih
Luna beserta beberapa orang yang ikut ke kantor polisi tiba di gedung tinggi pencakar langit, sekitar pukul tiga sore. Reza yang mendengar cerita dari beberapa orang tentang sang Bos yang diserang oleh Andrew membuat Reza cemas dan menunggu di depan ruang kerja Luna. Sampai akhirnya, Luna bersama sekretarisnya tiba di lantai 7 tempatnya berkantor, sedangkan Reza sendiri bersama beberapa staf bagian marketing berada di lantai 8.“Sore Bu Luna, bagaimana kondisi Ibu?” tanya Reza berdiri dari kursi yang berada di depan ruang kerja Luna.“Baik,” ucap Luna singkat.“Syukurlah..., untung saja saya nggak jadi menghubungi Pak Subroto. Karena beberapa kali saya hubungi Ibu nggak di angkat,” ujar Reza selaku HRD pada perusahaan tersebut.“Pak Reza, lain kali jangan punya pikiran untuk hubungi Pak Subroto..., Bapak tau sendiri kan, kondisi Pak Subroto lemah,” pinta Luna tanpa memandang ke arah Reza masuk ke dalam ruang kerjanya.Tak lama kemudian, sekretaris Luna yang ikut masuk ke ruang kerja L
Hari ini Reza pulang lebih awal usai menjenguk Subroto yang kini berada di rumahnya untuk menjalani cuci darah atas penyakitnya. Terlihat, wajah Reza tampak bermuram durja, sehingga membuat Amrita, istri Reza bertanya-tanya tentang kondisi Subroto.“Gimana kondisi Pak Subroto, Mas?” tanya Amrita kala Reza telah kembali dari Rumah Subroto.Amrita mengikuti langkah suaminya, Reza hingga masuk ke dalam meja makan. Terlihat Reza duduk dan menuangkan segelas air putih dan meneguknya hingga tandas.“Rita, kondisi pak Subroto sudah sangat parah. Menurut dokter nggak ada kemungkinan bertahan. Untungnya masih bisa dilakukan cuci darah,” jawab Reza menatap wajah istrinya.“Ya Allah, kasihan sekali ... mana anak gadisnya belum menikah,” cicit Amrita.Terlihat Reza menarik napas dalam dan memandang lurus ke wajah Amrita. Ada kegelisahan menyelinap dari gerakan tubuhnya dan beberapa kali netranya menerawang jauh.“Mas, ada apa lagi? Sepertinya ada yang mau Mas katakan, katakanlah,” pinta Amrita me
Seminggu kemudian, usai Reza meyakinkan hatinya dan hati Amrita untuk menerima Luna menjadi madunya, mereka berdua pun mengunjungi Subroto di rumah sakit usai menjalani cuci darah yang dilakukan seminggu sekali.“Pagi Pak, gimana kondisi Bapak hari ini?” tanya Reza berdiri di hadapan Subroto, sementara Amrita berdiri di belakang Reza.“Sama saja seperti kemarin, Za ... siapa wanita yang ada di belakangmu? Istrimu?” tanya Subroto dengan pandangannya yang telah tidak jelas.Reza meraih pundak Amrita. Lelaki tampan itu pun mengenalkan Amrita yang selama ini tidak dikenal oleh Subroto, tetapi wanita cantik itu mengenal Subroto pada saat ikut dalam kegiatan ulang tahun perusahaannya. Hingga, Amrita juga tahu, seperti apa cantiknya Luna Subroto.“Ini istri saya, Amrita. Seperti yang Bapak minta, saya membawa istri saya menemui Bapak.”Amrita maju ke depan dan mencium punggung tangan lelaki tua yang telah tampak lemah, sebagai rasa hormat.“Saya Amrita ... Sehat ya, Pak,” sapa Amrita terseny
Seminggu kemudian, malam sebelum pernikahan yang akan dilakukan oleh Reza esok hari, lelaki itu masih tidur bersama Amrita. Seorang wanita yang telah selama 22 tahun menemaninya dan memberikan dua orang anak yang sangat mereka cintai.“Rita ... Besok ikutlah ke rumah pak Broto. Entah mengapa hatiku begitu gelisah. Aku berpikir, karena kamu belum mengikhlaskan aku,” bujuk lembut Reza seraya memeluk tubuh istrinya.“Aku sudah ikhlas, Mas. Mungkin ini adalah jalanku menuju surga, mengikuti keinginan suamiku,” ujar Rita masih membenamkan kepalanya dalam pelukan Reza.“Sayang..., tolong datanglah. Nggak ada seorang pun yang akan menghinamu saat merelakan aku bersama wanita lain. Semua orang akan berdecap kagum. Aku sangat bersyukur mempunyai wanita sehebat kamu, Rita,” ungkap hati Reza sembari membujuk Amrita untuk datang di pernikahannya.Dengan berlinang air mata, Amrita melepaskan seluruh kegundahan hatinya pada lelaki yang selama ini dicintanya.“Mas, aku takut ... suatu saat Mas akan
Sesampai di ruang UGD, dokter bertindak cepat dengan memberikan pertolongan pertama usai mendengar sekilas perihal hilangnya kesadaran Reza.“Dokter tolong selamatkan suami saya ... tolong dokter ... hikss...,” pinta Amrita dalam tangisnya dengan wajah penuh air mata, hingga maskara dan make up yang digunakan berantakan.Sementara, Luna masih terlihat cantik. Terlihat wanita cantik itu mengamati cara dokter melakukan pemeriksaan pada Reza. Wanita cerdas itu pun, berkata pada dokter yang baru saja melakukan tindakan pertama atas diri Reza.“Dokter apakah suamiku kena serangan jantung?” tanya Luna menatap lekat pada dokter yang berada disisi Reza.“Benar Buu, bapak Reza terkena serangan jantung. Maaf, apa ini suami Ibu?” tanya dokter yang memandang ke arah Amrita yang juga masih menangis.“Iya ini suamiku..., sekarang apa tindakan dokter untuk membuat suamiku sadar” tanya Luna memandang serius pada dokter yang baru saja menempelkan alat pendeteksi jantung.“Baru saja saya memberikan sun
Regina yang punya rencana untuk mempertemukan Devan dan Silvi, tampak telah berdandan rapi. Regina keluar dari kamarnya dan mengetuk pintu Devan.Tok ... Tok ... Tok ...“Kak Devan ... Kak, jadi kita keluar kan? Kak...,” panggil Regina diluar kamar Devan.Tidak mendapat tanggapan dari sang kakak, membuat Regina membuka pintu kamar Devan dan mendapati sang kakak tertidur pulas hingga Regina pun membangunkan Devan.“Kakak! Bangun...! Gimana sih..., ngomongnya mau jalan keluar,” rajuk Regina mengguncang-guncangkan tubuh Devan.Dengan memicingkan matanya dan menggeliat kan tubuhnya Devan memandang ke arah sang adik yang duduk disisi tempat tidurnya dan bertanya padanya. “Ada apa sih, Gina...”“Tadi Kakak ngomong mau jalan keluar. Ayolah Kak..., sekarang udah jam 6 sore. Cepatlah Kak...,” ujar Regina memandang wajah tampan sang kakak yang sesekali menguap.“Udahlah besok aja Gina..., Kakak lagi malas nih,” jawab Devan menolak ajakan adiknya.Mendengar jawaban Devan jelas membuat Regina pan
Devan yang pulang ke rumahnya, disambut oleh Amrita dan diberondong oleh banyak pertanyaan perihal hubungan putranya dengan Luna yang kini telah hamil.“Gimana kondisi Luna, Devan...? Apa dia baik-baik aja? Apa dia muntah-muntah?” Tanya Amrita ketika melihat Devan dan duduk di meja makan.“Luna baik Ma. Dia sudah pulang ke rumahnya. Hmmm..., sepertinya dia ingin tenang dan katanya Dev nggak usah ke rumahnya. Kalau ada apa-apa nanti dia yang akan hubungi Devan,” ucap Devan terdengar sedih.“Kok begitu? Apa dia marah sama kamu? Bukankah selama ini kamu terus yang menjaga dia?” tanya Amrita.“Dia nggak marah. Mungkin ingin lagi sendiri aja...,” jawab Devan kembali.Amrita menganggukkan kepalanya sementara adik Devan yang bernama Regina, menyambut kedatangan sang kakak ke rumah dengan bahagia karena, Regina yang sejak awal tidak setuju sang kakak menikahi Luna, diam-diam mencuri nomor telepon Silvi dan beberapa kali bertemu di luar dengan teman kampus kakaknya. Bagi Regina, Luna adalah p
Luna berjalan menuju kamar Subroto. Perlahan Luna membuka pintu kamar sang papa. Terlihat Dicky sang ajudan duduk pada sebuah kursi di sebelah tempat tidur Subroto. Dengan langkah pelan, Luna menghampiri Dicky yang terlihat tertidur dalam duduknya. Namun, saat Luna kian mendekati tempat tidur Subroto, secara refleks Dicky langsung berdiri dan sigap memandang ke arah langkah Luna yang perlahan.“Maaf Non Luna, saya pikir siapa,” tutur Dicky mengangguk kecil dan menarik kursi yang tadi didudukinya saat berada di sisi Subroto.“Gimana kondisi Papa, Pak?” tanya Luna menatap lurus pada Subroto yang menggunakan selang oksigen dan terlelap dalam tidurnya.“Dua hari ini Tuan agak sesak napas. Sepertinya Tuan terlalu berpikir keras atas diri Nona. Semalam sama sekali Tuan tidak bisa tidur. Karena itu, mengalami sesak napas.” Dicky melaporkan kondisi Subroto.Luna yang melihat kondisi Subroto kian melemah duduk di sisi tempat tidur sang papa dan memegang jemari tangan yang kian tak berisi denga
Hari ini adalah hari terakhir, Luna berada di rumah sakit. Wanita cantik yang tengah hamil muda itu telah pulih dan sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Devan dengan keluguannya bertanya pada Luna.“Luna, lebih baik kamu jangan turun dari tempat tidur. Aku takut terjadi sesuatu hal dengan dirimu,” pinta Devan.“Dev, santai aja. Kalau infus ditangan sudah dilepas berarti aku udah bisa jalan dan semua akan baik-baik saja,” ucap Luna yang bangun dari tempat tidur.Namun saat kaki jenjangnya akan menyentuh tanah, Devan lalu mencegahnya, “Stop. Kamu mau kemana? Luna ... Serius aku nggak akan membiarkan kamu jalan kemana pun.”“Ya ampun Dev. Aku mau ke kamar mandi. Aku udah diperbolehkan jalan. Udah, kamu tenang aja,” jawab Luna tetap menurunkan kakinya.Namun, tiba-tiba Devan meraih tubuh Luna dan membawanya ke kamar mandi di rumah sakit tersebut dan meletakkan wanita cantik tersebut tepat di depan kloset kamar mandi.“Dev! Kamu ini terlalu lebay!” sungut Luna saat Devan telah menurunkann
Setelah dua minggu berlalu, Luna yang tengah mengisi waktu dengan kedua sahabatnya, Arumi dan Cyntia di sebuah pusat perbelanjaan terbesar itu tiba-tiba terkulai lemah, hingga membuat dua orang sekuriti untuk membopong tubuh Luna, yang tampak antara sadar dan tidak serta nyaris ambruk jatuh ke lantai Mal tersebut. Untung saja seorang lelaki muda dan menyadari Luna yang terjatuh, secara refleks meraih tubuh Luna dan menahannya untuk tidak sampai terjerembap ke lantai Mal tersebut. Seketika suasana Mal yang ramai pengunjung tersebut ramai. Dan salah seorang pengunjung lainnya yang baik memberitahu sekuriti di Mal tersebut hingga mereka dengan cepat tanggap mengevakuasi tubuh Luna yang lemas.“Pak! Tolong bawa ke Lobby! Sekarang saya akan ambil mobil!” teriak Arumi meminta tolong dan berlari menuju lift untuk ke tempat parkir mobil.Sementara Cyntia memegang tas Luna dan mengikuti langkah kedua orang sekuriti dan seorang anak muda yang membantu Luna saat akan terjatuh menuju lift dengan
Satu bulan kemudian, Devan pun menepati janji dengan mengemasi pakaiannya ke dalam tas gendong. Kala itu jam baru menunjukkan pukul 6 pagi. Terlihat, Luna masih tertidur nyenyak usai pergumulan hari ketiga puluh antara ia dan Devan. Dan lelaki muda tampan itu memberikan kenikmatan berulang kali hingga jam menunjukkan pukul 2 dini hari.‘Sebaiknya, aku tinggalkan aja sepucuk surat untuk Luna sebagai salam perpisahan terakhirku. Semoga saja, bulan depan Luna hamil,’ bisik Devan dalam hati.[Teruntuk Luna : Terima kasih untuk 30 hari yang indah bersama kamu. Terima kasih untuk bantuannya pada keluargaku. Kelak, aku akan jadi lelaki yang membanggakan keluargaku dan dirimu. Luna, tolong kabari aku jika, akhirnya kamu hamil, harapku]Diletakkannya kertas yang telah ditulisnya di meja rias Luna. Kemudian, Devan keluar dari kamar Luna. Sesampai diluar kamar, dilihat Darsi pembantu di rumah mewah itu tengah membersihkan ruang keluarga. Kemudian Devan bertanya pada pembantu rumah tangga terseb
Sesampai di rumah, Luna yang kesal dengan sikap Devan yang tak jujur padanya langsung masuk ke dalam kamarnya, usai bertandang ke kamar Subroto sang papa yang dilihatnya tengah terlelap. Di dalam kamarnya, Luna sejenak termangu dan memikirkan hubungan yang telah hampir dua minggu berjalan bersama Devan.Dalam hati Luna berbisik lirih, ‘Apa sebaiknya aku lepas aja Devan ya? Uhm..., sepertinya aku harus ikuti cara Cintya untuk punya anak. Bukankah, untuk memiliki anak yang punya karakter baik dan cerdas, tergantung dari benih aku? Seperti yang aku baca, bibit kecerdasan dan kebaikan dari anak yang akan dilahirkan 80 persen, tergantung dari ibunya. Berarti, semua tergantung aku dong? Ya sudahlah ... Setelah, aku bantu lunasi hutang kak Rita. Aku putuskan untuk berpisah dengan Devan.’Tok ... Tok ... Tok ... “Luna ... Luna ...,” panggil Devan dari luar kamar Luna.“Ya, ada apa?” tanya Luna terkejut dengan ketukan pintu dari luar kamarnya.“Luna, tolong buka pintunya. Aku mau bicara,” pin
“Kak ... Tunggu! Kak!” Pekik kembali wanita muda dengan menghalangi langkah Luna bersama kedua sahabatnya menuju mobil mereka.Arumi dan Cintya yang melihat wanita muda yang sejak awal bersama Devan dan berbicara serius di parkir sepeda motor lelaki tampan itu pun langsung merespons ucapan wanita cantik jelita tersebut.“Awas! Cantik-cantik kok gatel sih? Asal lo tau ya, lelaki yang tadi sama elo, laki teman gue! Paham lo?!” hardik Cintya yang lebih judes dari Luna ataupun Arumi.“Kak, aku paham ... Karena itu, aku mau jelaskan salah paham ini,” ujar wanita cantik itu dengan mencakupkan kedua tangannya memohon waktu pada Luna.“Eh! Nggak usah ya lo menjelaskan apa yang udah gue liat pakai mata kepala kita. Napa sih, elo pakai susah-susah menjelaskan yang usah terlihat? Udah sana jangan halangi langkah teman gue!” sengit Arumi menarik tangan wanita muda yang menghalangi langkah Luna.“Aduh! Sakit kak tanganku...,” keluh wanita muda tersebut memegangi lengannya dan kembali bergeming di
Di sebuah Cafe tempat nongkrong dari beberapa orang yang seluruh bangkunya di isi oleh anak-anak muda dan kaum intelektual muda untuk bercengkerama dan mengobrol, terlihat Luna sedang berbincang bersama kedua sahabatnya dan asyik menyeruput kopi berisi cream. Sudah satu jam lebih mereka bercengkerama dengan tawa yang kadang terdengar dari meja tempatnya mengobrol.Kedua sahabat Luna telah menikah. Hanya saja, suami Arumi menunda untuk memiliki momongan. Sedangkan Cintya masih betah sendiri usai calon suaminya menikahi saudara sepupunya dan patah hati.“Menurut elo berdua gimana nih, gue harus ambil sikap sama si Devan?” tanya Luna memandang kedua sahabatnya.“Menurut gue ya, seperti yang tadi gue omong ke lo. Bisa jadi laki elo itu uda pernah begituan juga sama ceweknya. Kalau denger dari apa yang dia lakuin ke elo, itu mah lelaki yang udah mahir begituan. Kasihanlah cewek itu. Kalau besok cewek itu bunuh diri karena laki elo, bisa-bisa di penjara si Devan,” tutur Cintya serius sembar