Keesokan harinya sekitar pukul dua sore, Luna yang kondisi psikis dan fisiknya sudah membaik diperbolehkan pulang oleh dokter yang merawatnya di rumah sakit. Sesampai di rumah, Subroto yang senantiasa didampingi oleh Dicky meminta pada ajudan yang merangkap sebagai kepala pelayan untuk memberitahukan pada seorang sekuriti yang berjaga agar tidak membiarkan lelaki bernama Andrew untuk masuk ke dalam rumah mereka.
“Dicky! Beritahu sekuriti yang jaga sekarang untuk minta KTP siapa pun yang mau bertamu. Perlu diingat, jangan biarkan lelaki bernama Andrew masuk ke halaman rumahku,” perintah Subroto pada ajudannya.“Siap! Baik Tuan besar,” jawab Dicky berdiri tegap menghadap ke arah Subroto yang berada di ruang keluarga pada sofa panjang. Sementara, Luna duduk di sebelah Subroto terdiam dan mengamati setiap gerakan yang ada di ruang keluarga tersebut dengan menikmati potongan buah semangka berwarna merah.Ajudan bertubuh tinggi besar itu pun, berlalu dari hadapan Subroto dan Luna, berjalan ke pintu keluar menuju gerbang untuk menyampaikan hal yang diperintahkan oleh atasannya.Sekitar dua jam kemudian tepat pukul empat sore, di saat Luna dan Subroto tengah bersantai di taman samping rumah dengan memberikan makanan ikan koi, tampak Dicky menemui Subroto dan berbicara serius pada sang bos.“Selamat sore Tuan besar ... Lelaki yang dilarang masuk ke dalam rumah ini berada di depan pintu gerbang bersama Tuan Susetyo dan Nyonya. Mereka ingin bertemu,” lapor Dicky membuat wajah Luna seketika mengeras, menahan emosi dan langsung menyambar ucapan Dicky.“Suruh mereka masuk semua,” pinta Luna dengan suara dingin. Dicky pun berlalu dari hadapan mereka untuk mempersilakan ketiga tamu masuk ke dalam rumah mewah tersebut. Dan Subroto memandang ke arah putri tunggalnya untuk menanyakan perihal keputusannya bertemu dengan lelaki yang hampir melakukan perbuatan jahat padanya.“Sayang ... Untuk apa juga kamu bertemu dengan lelaki jahat itu? Kalau saja Papa tidak lumpuh, sudah Papa hajar dia habis-habisan.” Ungkap perasaan kesal Subroto saat mengingat kejadian yang hampir mencelakai kehidupan putri semata wayangnya.“Luna cuman mau mengingatkan si Jessica, kalau dia nggak akan mampu menjatuhkan mental saya, Pa..., Luna juga akan menjelaskan, kalau kita sudah tidak ingin menerima mereka bertamu ke rumah. Jadi, sekarang adalah hari terakhir mereka bertandang ke rumah kita,” tegas Luna.Namun, di dasar hatinya yang terdalam Luna ingin agar bisa melepaskan kemarahan di hatinya pada lelaki brengsek yang telah membiusnya. Karena itu, usai ia siuman dan pulang ke rumah, Luna sengaja meminta visum pada dokter yang merawatnya atas obat bius yang sengaja diletakkan pada hidungnya. Dimana, barang bukti sapu tangan yang digunakan Andrew tanpa sengaja terambil oleh putra Reza, seorang staf pada perusahaan yang dipimpin ketika membawanya ke mobil mereka.Derap langkah ketiga orang yang berjalan menuju halaman samping membuat pandangan Subroto yang masih terduduk di kursi roda menatap tajam ke arah lelaki yang masih berani ke rumahnya usai hampir menyelakai Luna. Sedangkan Luna membelakangi ketiga orang yang semakin mendekati kebun yang terletak di samping rumah mewahnya dengan memandangi ikan-ikan yang menari dalam gemercik air.“Untuk apa kalian ke sini lagi?!” bentak Subroto menatap Andrew yang langsung mendekat dan bersimpuh di depan kursi rodanya.“Maafkan saya, Om... Saya salah dan khilaf. Maafkan saya. Tapi, demi tuhan ... Saya akan bertanggung jawab atas diri Luna dengan menikahi secepatnya,” ucap Andrew bersimpuh dan memegang kedua kaki Subroto yang lumpuh. Sementara Subroto memandang pada kepala lelaki di hadapannya tanpa berkata-kata.Sebelum Subroto berkata-kata, Jessica adik iparnya ikut mendekat dan ikut membungkuk di sisi kanan kursi roda Subroto sembari berbicara panjang lebar padanya.“Mas ... Maafkan Andrew. Maklum..., jiwa mudanya begitu bergejolak. Ia hanya takut Luna menolak dirinya. Karena itu, ia berpikiran untuk menikmati malam bersama Luna. Dengan demikian, Luna pasti tak dapat menolaknya lagi. Maafkan kebodohan pikirannya. Maklum, Andrew lama di London dan tidak pernah dekat dengan wanita lain, jadi dia bingung untuk menaklukkan hati Luna. Maafkan Andrew, Mas. Dan aku mewakili maminya Andrew meminta maaf,” urai Jessica panjang lebar menutupi segala yang sebenarnya terjadi di antara mereka.Hal itu dilakukan Jessica usai menerima tantangan Susetyo, sang suami yang sedikit curiga atas yang terjadi dan yang dikatakan keponakannya. Terlebih, Jessica begitu berapi-api memojokkan Luna, saat malam kejadian. Sehingga Susetyo pun ingin konfirmasi atas apa yang di katakan Luna.Luna yang mendengar pembelaan Jessica atas lelaki piaraannya selama ini, membuat hatinya kian terbakar amarah. Hingga tanpa diduga, dengan emosi yang kian memuncak, wanita cantik langsing itu, membalikkan tubuhnya dan mendekati tubuh Andrew yang masih menunduk dan memegang kedua kaki Subroto.Sesaat kemudian, Luna yang menggunakan celana leging hitam dengan kaos putih serta menggunakan sepatu kets menendang tubuh Andrew dari samping kanan sekuat-kuatnya hingga mengenai tulang rusuknya dan terguling persis di depan kaki Jessica.BRUG...! BRUG...!“Rasakan itu, pecundang Brengsek!” teriak Luna menginjak-injak tubuh Andrew dengan kaki yang berbalut sepatu kets. Sehingga Andrew pun menjerit kesakitan. Jessica sendiri menjerit ketakutan kala melihat lelaki yang jadi selingkuhannya ditendang dan terguling ke arahnya, sembari memuntahkan kata-kata kasar nya pada Luna.“Aduh! Sakittt...!” keluh Andrew memegang bagian kanan pinggangnya yang ditendang keras Luna.Sementara Jessica menjerit dan tampak menutupi tubuh lelaki tampan yang diinjak-injak oleh Luna dengan memeluk tubuh lelaki tampan itu secara refleks, hingga membuat sang suami, Susetyo adik kandung Subroto semakin mencurigai kelakuan istrinya.“Stop! Lunaaa! Sudah gila kamuuu! Stop Lunaaa! Dasar perawan tua..., nggak tau diuntung!” umpat Jessica dengan melindungi tubuh lelaki selingkuhannya tepat di hadapan suaminya.“Lihat Om Setyo! Lihat...! Wanita apa yang Om nikahi ini? Sudah jelas dia melindungi lelaki selingkuhannya! Dasar wanita picik!” serang Luna dengan emosi mendekati Jessica dan menarik tangan wanita berusia sekitar 48 tahun tersebut dengan gemas.“Lepaskan tanganmu! Kalau sampai kamu melukai Andrew lagi aku laporkan kamu ke polisi!” ancam Jessica yang ikut menarik lengan lelaki selingkuhannya untuk berdiri sebelum Luna yang telah kalap menendang dan menginjak-injaknya kembali.Setelah keduanya berdiri tepat di hadapan Luna, sebuah tinju dilayangkan ke pipi lelaki tampan itu.Bugh! Bugh!“Aku bunuh kamuuu! Brengsek! Bajingan!” teriak Luna sembari melayangkan tinjunya ke arah lelaki tampan itu.Tampak darah segar dari hidung lelaki tampan itu kala jab kanan dan jab kiri tinju Luna mengenai hidungnya yang mancung hingga membuat Jessica semakin panik dibuatnya“Luna cukup! Lunaaaa! Aku nggak main-main! Aku laporkan polisi kamu!” teriak Jessica melihat amukan Luna yang sangat brutal.“Silakan! Laporkan aku pada polisi. Aku juga punya bukti waktu lelaki peliharaan kamu membius aku! Walau aku tidak merekam pembicaraan di antara kalian. Namun, sepandai-pandai tupai melompat akhirnya akan jatuh juga!” sengit Luna pada Jessica, sang tante. Istri dari adik papanya.Sampai akhirnya, Subroto yang telah puas melihat pembalasan yang dilakukan Luna pada Andrew pun, meminta Dicky untuk melerai Luna dengan berucap, “Sayang..., jangan kotori tanganmu yang bersih itu untuk lelaki yang tak berharga itu. Cukup..., sayang.”“Dicky..., lempar lelaki itu keluar rumahku!” perintah tegas Subroto.Dicky yang mendengar perintah dari sang bos langsung menyeret lelaki bernama Andrew keluar halaman rumah mewah tersebut. Ketika, Jessica akan mengikuti langkah Andrew, tangan Susetyo menarik lengan Jessica dengan kasar dan berseru pada wanita yang telah nikahinya selama lebih dari 20 tahun.“Diam disini kamu!” perintah Susetyo pada istrinya.“Lepaskan aku, Mas! Lepaskan aku!” teriak Jessica meronta kala ingin mengikuti langkah kaki Dicky yang menyeret Andrew keluar halaman rumah mewah tersebut.“Jawab aku! Apa benar lelaki itu selingkuhan kamu?!” bentak Susetyo dengan genggaman kasar pada pergelangan tangan Jessica.Dengan mata menyala dan tampak meremehkan suaminya sendiri, Jessica menatap tajam ke arah wajah suaminya dan menjawab dengan sombong.“Iya! Benar! Sekarang ... Ceraikan aku!” tantang Jessica.Mendengar hal itu, membuat Susetyo naik pitam dan menampar wajah Jessica.PLAK! PLAK!“Mas!” pekik Jessica menahan rasa sakit pada kedua wajahnya dengan memegangi wajahnya.Susetyo juga terkejut dengan apa yang telah dilakukannya dan ia pun menatap kepergian Jessica yang berlari dari rumah mewah Subroto mencari lelaki selingkuhannya, tanpa memedulikan panggilan Subroto.Sejak kejadian keributan di rumah Subroto dan diikuti dengan pertengkaran antara Luna dan Andrew serta Jessica, membuat hubungan suami istri dari adik bungsu Subroto menuju kehancuran. Setelah satu minggu kemudian, Susetyo kembali ke rumah Subroto seorang diri. Lelaki berusia sekitar 48 tahun itu menangis di hadapan kakak pertama dan keponakan cantiknya.“Mas, kedua anakku dibawa pergi Jessica. Wanita itu meracuni pikiran kedua putriku dengan mengajaknya pergi bersama lelaki selingkuhannya itu. Sekarang aku harus bagaimana, Mas?” tanya Susetyo dengan suara parau menahan tangis dan kesedihannya melaporkan kondisi rumah tangganya.Dengan menarik napas panjang, Subroto yang duduk di kursi roda menatap iba pada adik bungsunya. Kemudian, lelaki berusia 60 tahun itu pun berucap, “Setyo..., apa kamu sudah bicara sama istrimu masalah gugatan cerai?”“Iya Mas, kami sudah bicara masalah gugatan cerai dan Jessica mau rumah kontrakan dan apartemen yang sudah aku balik nama atas nama kedua putriku
Kekisruhan rumah tangga antara Susetyo dan Jessica membawa serta keluarga Subroto bersama putri semata wayangnya. Dimana, hasil akhir perseteruan antara Susetyo dan Jessica berakhir damai sebelum masuk ke dalam persidangan cerai. Berita tentang berdamainya Susetyo dengan Jessica membuat Luna murka atas langkah pamannya sendiri. Hingga wanita cantik yang sedang berada di kantor pun, berkeluh kesah pada Subroto saat berita tersebut di dengarnya.“Susah Pa... Kalau om Setyo udah tergila-gila sama nenek lampir itu. Nyesel banget bela-belain ke sekolah Dinda, ngomong ini dan itu sama kepala sekolahnya, hasil akhir damai. Ih! Kesel banget kalau ingat. Lagian kenapa juga Om Setyo percaya sama istrinya? Paling lelaki itu masih tetap jalan sama istrinya,” kesal Luna melampiaskan unek-uneknya dalam sambungan telepon. “Mungkin mereka masih berjodoh. Kasihan juga sama Dinda dan Dini kalau nggak punya mami yang urus mereka,” bela Subroto yang masih berpikiran positif.“Aduh..., Papa ini ... Masih
Luna beserta beberapa orang yang ikut ke kantor polisi tiba di gedung tinggi pencakar langit, sekitar pukul tiga sore. Reza yang mendengar cerita dari beberapa orang tentang sang Bos yang diserang oleh Andrew membuat Reza cemas dan menunggu di depan ruang kerja Luna. Sampai akhirnya, Luna bersama sekretarisnya tiba di lantai 7 tempatnya berkantor, sedangkan Reza sendiri bersama beberapa staf bagian marketing berada di lantai 8.“Sore Bu Luna, bagaimana kondisi Ibu?” tanya Reza berdiri dari kursi yang berada di depan ruang kerja Luna.“Baik,” ucap Luna singkat.“Syukurlah..., untung saja saya nggak jadi menghubungi Pak Subroto. Karena beberapa kali saya hubungi Ibu nggak di angkat,” ujar Reza selaku HRD pada perusahaan tersebut.“Pak Reza, lain kali jangan punya pikiran untuk hubungi Pak Subroto..., Bapak tau sendiri kan, kondisi Pak Subroto lemah,” pinta Luna tanpa memandang ke arah Reza masuk ke dalam ruang kerjanya.Tak lama kemudian, sekretaris Luna yang ikut masuk ke ruang kerja L
Hari ini Reza pulang lebih awal usai menjenguk Subroto yang kini berada di rumahnya untuk menjalani cuci darah atas penyakitnya. Terlihat, wajah Reza tampak bermuram durja, sehingga membuat Amrita, istri Reza bertanya-tanya tentang kondisi Subroto.“Gimana kondisi Pak Subroto, Mas?” tanya Amrita kala Reza telah kembali dari Rumah Subroto.Amrita mengikuti langkah suaminya, Reza hingga masuk ke dalam meja makan. Terlihat Reza duduk dan menuangkan segelas air putih dan meneguknya hingga tandas.“Rita, kondisi pak Subroto sudah sangat parah. Menurut dokter nggak ada kemungkinan bertahan. Untungnya masih bisa dilakukan cuci darah,” jawab Reza menatap wajah istrinya.“Ya Allah, kasihan sekali ... mana anak gadisnya belum menikah,” cicit Amrita.Terlihat Reza menarik napas dalam dan memandang lurus ke wajah Amrita. Ada kegelisahan menyelinap dari gerakan tubuhnya dan beberapa kali netranya menerawang jauh.“Mas, ada apa lagi? Sepertinya ada yang mau Mas katakan, katakanlah,” pinta Amrita me
Seminggu kemudian, usai Reza meyakinkan hatinya dan hati Amrita untuk menerima Luna menjadi madunya, mereka berdua pun mengunjungi Subroto di rumah sakit usai menjalani cuci darah yang dilakukan seminggu sekali.“Pagi Pak, gimana kondisi Bapak hari ini?” tanya Reza berdiri di hadapan Subroto, sementara Amrita berdiri di belakang Reza.“Sama saja seperti kemarin, Za ... siapa wanita yang ada di belakangmu? Istrimu?” tanya Subroto dengan pandangannya yang telah tidak jelas.Reza meraih pundak Amrita. Lelaki tampan itu pun mengenalkan Amrita yang selama ini tidak dikenal oleh Subroto, tetapi wanita cantik itu mengenal Subroto pada saat ikut dalam kegiatan ulang tahun perusahaannya. Hingga, Amrita juga tahu, seperti apa cantiknya Luna Subroto.“Ini istri saya, Amrita. Seperti yang Bapak minta, saya membawa istri saya menemui Bapak.”Amrita maju ke depan dan mencium punggung tangan lelaki tua yang telah tampak lemah, sebagai rasa hormat.“Saya Amrita ... Sehat ya, Pak,” sapa Amrita terseny
Seminggu kemudian, malam sebelum pernikahan yang akan dilakukan oleh Reza esok hari, lelaki itu masih tidur bersama Amrita. Seorang wanita yang telah selama 22 tahun menemaninya dan memberikan dua orang anak yang sangat mereka cintai.“Rita ... Besok ikutlah ke rumah pak Broto. Entah mengapa hatiku begitu gelisah. Aku berpikir, karena kamu belum mengikhlaskan aku,” bujuk lembut Reza seraya memeluk tubuh istrinya.“Aku sudah ikhlas, Mas. Mungkin ini adalah jalanku menuju surga, mengikuti keinginan suamiku,” ujar Rita masih membenamkan kepalanya dalam pelukan Reza.“Sayang..., tolong datanglah. Nggak ada seorang pun yang akan menghinamu saat merelakan aku bersama wanita lain. Semua orang akan berdecap kagum. Aku sangat bersyukur mempunyai wanita sehebat kamu, Rita,” ungkap hati Reza sembari membujuk Amrita untuk datang di pernikahannya.Dengan berlinang air mata, Amrita melepaskan seluruh kegundahan hatinya pada lelaki yang selama ini dicintanya.“Mas, aku takut ... suatu saat Mas akan
Sesampai di ruang UGD, dokter bertindak cepat dengan memberikan pertolongan pertama usai mendengar sekilas perihal hilangnya kesadaran Reza.“Dokter tolong selamatkan suami saya ... tolong dokter ... hikss...,” pinta Amrita dalam tangisnya dengan wajah penuh air mata, hingga maskara dan make up yang digunakan berantakan.Sementara, Luna masih terlihat cantik. Terlihat wanita cantik itu mengamati cara dokter melakukan pemeriksaan pada Reza. Wanita cerdas itu pun, berkata pada dokter yang baru saja melakukan tindakan pertama atas diri Reza.“Dokter apakah suamiku kena serangan jantung?” tanya Luna menatap lekat pada dokter yang berada disisi Reza.“Benar Buu, bapak Reza terkena serangan jantung. Maaf, apa ini suami Ibu?” tanya dokter yang memandang ke arah Amrita yang juga masih menangis.“Iya ini suamiku..., sekarang apa tindakan dokter untuk membuat suamiku sadar” tanya Luna memandang serius pada dokter yang baru saja menempelkan alat pendeteksi jantung.“Baru saja saya memberikan sun
Sampai akhirnya, setelah dua belas jam kemudian kala waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, seorang perawat keluar dari ruang ICU memanggil keluarga Reza.“Keluarga pasien Reza, apa ada disini?” tanya seorang perawat lelaki menatap ke arah beberapa orang yang juga menunggu keluarga mereka di depan ruang ICU.“Ya, aku keluarga pak Reza,” sahut Luna berdiri dan berjalan menuju pintu ruang ICU.Luna masuk ke dalam ruang ICU seorang diri, ketika Amrita dan kedua anaknya pulang ke rumah untuk membersihkan diri dan mereka berencana akan menginap di rumah sakit bersama, sekalian membawa pakaian Reza yang diperkirakan akan menjalani operasi jantung esok hari, setelah di diagnosis mempunyai penyakit jantung koroner.Luna yang telah pulang lebih dahulu untuk membersihkan diri dan menemani Subroto pulang untuk beristirahat di rumah, kembali pukul sembilan malam. Setelah itu, Amrita izin pada Luna untuk pulang ke rumahnya dan meminta wanita cantik itu, menunggu di ruang tunggu ICU hingga ia dan k
Regina yang punya rencana untuk mempertemukan Devan dan Silvi, tampak telah berdandan rapi. Regina keluar dari kamarnya dan mengetuk pintu Devan.Tok ... Tok ... Tok ...“Kak Devan ... Kak, jadi kita keluar kan? Kak...,” panggil Regina diluar kamar Devan.Tidak mendapat tanggapan dari sang kakak, membuat Regina membuka pintu kamar Devan dan mendapati sang kakak tertidur pulas hingga Regina pun membangunkan Devan.“Kakak! Bangun...! Gimana sih..., ngomongnya mau jalan keluar,” rajuk Regina mengguncang-guncangkan tubuh Devan.Dengan memicingkan matanya dan menggeliat kan tubuhnya Devan memandang ke arah sang adik yang duduk disisi tempat tidurnya dan bertanya padanya. “Ada apa sih, Gina...”“Tadi Kakak ngomong mau jalan keluar. Ayolah Kak..., sekarang udah jam 6 sore. Cepatlah Kak...,” ujar Regina memandang wajah tampan sang kakak yang sesekali menguap.“Udahlah besok aja Gina..., Kakak lagi malas nih,” jawab Devan menolak ajakan adiknya.Mendengar jawaban Devan jelas membuat Regina pan
Devan yang pulang ke rumahnya, disambut oleh Amrita dan diberondong oleh banyak pertanyaan perihal hubungan putranya dengan Luna yang kini telah hamil.“Gimana kondisi Luna, Devan...? Apa dia baik-baik aja? Apa dia muntah-muntah?” Tanya Amrita ketika melihat Devan dan duduk di meja makan.“Luna baik Ma. Dia sudah pulang ke rumahnya. Hmmm..., sepertinya dia ingin tenang dan katanya Dev nggak usah ke rumahnya. Kalau ada apa-apa nanti dia yang akan hubungi Devan,” ucap Devan terdengar sedih.“Kok begitu? Apa dia marah sama kamu? Bukankah selama ini kamu terus yang menjaga dia?” tanya Amrita.“Dia nggak marah. Mungkin ingin lagi sendiri aja...,” jawab Devan kembali.Amrita menganggukkan kepalanya sementara adik Devan yang bernama Regina, menyambut kedatangan sang kakak ke rumah dengan bahagia karena, Regina yang sejak awal tidak setuju sang kakak menikahi Luna, diam-diam mencuri nomor telepon Silvi dan beberapa kali bertemu di luar dengan teman kampus kakaknya. Bagi Regina, Luna adalah p
Luna berjalan menuju kamar Subroto. Perlahan Luna membuka pintu kamar sang papa. Terlihat Dicky sang ajudan duduk pada sebuah kursi di sebelah tempat tidur Subroto. Dengan langkah pelan, Luna menghampiri Dicky yang terlihat tertidur dalam duduknya. Namun, saat Luna kian mendekati tempat tidur Subroto, secara refleks Dicky langsung berdiri dan sigap memandang ke arah langkah Luna yang perlahan.“Maaf Non Luna, saya pikir siapa,” tutur Dicky mengangguk kecil dan menarik kursi yang tadi didudukinya saat berada di sisi Subroto.“Gimana kondisi Papa, Pak?” tanya Luna menatap lurus pada Subroto yang menggunakan selang oksigen dan terlelap dalam tidurnya.“Dua hari ini Tuan agak sesak napas. Sepertinya Tuan terlalu berpikir keras atas diri Nona. Semalam sama sekali Tuan tidak bisa tidur. Karena itu, mengalami sesak napas.” Dicky melaporkan kondisi Subroto.Luna yang melihat kondisi Subroto kian melemah duduk di sisi tempat tidur sang papa dan memegang jemari tangan yang kian tak berisi denga
Hari ini adalah hari terakhir, Luna berada di rumah sakit. Wanita cantik yang tengah hamil muda itu telah pulih dan sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Devan dengan keluguannya bertanya pada Luna.“Luna, lebih baik kamu jangan turun dari tempat tidur. Aku takut terjadi sesuatu hal dengan dirimu,” pinta Devan.“Dev, santai aja. Kalau infus ditangan sudah dilepas berarti aku udah bisa jalan dan semua akan baik-baik saja,” ucap Luna yang bangun dari tempat tidur.Namun saat kaki jenjangnya akan menyentuh tanah, Devan lalu mencegahnya, “Stop. Kamu mau kemana? Luna ... Serius aku nggak akan membiarkan kamu jalan kemana pun.”“Ya ampun Dev. Aku mau ke kamar mandi. Aku udah diperbolehkan jalan. Udah, kamu tenang aja,” jawab Luna tetap menurunkan kakinya.Namun, tiba-tiba Devan meraih tubuh Luna dan membawanya ke kamar mandi di rumah sakit tersebut dan meletakkan wanita cantik tersebut tepat di depan kloset kamar mandi.“Dev! Kamu ini terlalu lebay!” sungut Luna saat Devan telah menurunkann
Setelah dua minggu berlalu, Luna yang tengah mengisi waktu dengan kedua sahabatnya, Arumi dan Cyntia di sebuah pusat perbelanjaan terbesar itu tiba-tiba terkulai lemah, hingga membuat dua orang sekuriti untuk membopong tubuh Luna, yang tampak antara sadar dan tidak serta nyaris ambruk jatuh ke lantai Mal tersebut. Untung saja seorang lelaki muda dan menyadari Luna yang terjatuh, secara refleks meraih tubuh Luna dan menahannya untuk tidak sampai terjerembap ke lantai Mal tersebut. Seketika suasana Mal yang ramai pengunjung tersebut ramai. Dan salah seorang pengunjung lainnya yang baik memberitahu sekuriti di Mal tersebut hingga mereka dengan cepat tanggap mengevakuasi tubuh Luna yang lemas.“Pak! Tolong bawa ke Lobby! Sekarang saya akan ambil mobil!” teriak Arumi meminta tolong dan berlari menuju lift untuk ke tempat parkir mobil.Sementara Cyntia memegang tas Luna dan mengikuti langkah kedua orang sekuriti dan seorang anak muda yang membantu Luna saat akan terjatuh menuju lift dengan
Satu bulan kemudian, Devan pun menepati janji dengan mengemasi pakaiannya ke dalam tas gendong. Kala itu jam baru menunjukkan pukul 6 pagi. Terlihat, Luna masih tertidur nyenyak usai pergumulan hari ketiga puluh antara ia dan Devan. Dan lelaki muda tampan itu memberikan kenikmatan berulang kali hingga jam menunjukkan pukul 2 dini hari.‘Sebaiknya, aku tinggalkan aja sepucuk surat untuk Luna sebagai salam perpisahan terakhirku. Semoga saja, bulan depan Luna hamil,’ bisik Devan dalam hati.[Teruntuk Luna : Terima kasih untuk 30 hari yang indah bersama kamu. Terima kasih untuk bantuannya pada keluargaku. Kelak, aku akan jadi lelaki yang membanggakan keluargaku dan dirimu. Luna, tolong kabari aku jika, akhirnya kamu hamil, harapku]Diletakkannya kertas yang telah ditulisnya di meja rias Luna. Kemudian, Devan keluar dari kamar Luna. Sesampai diluar kamar, dilihat Darsi pembantu di rumah mewah itu tengah membersihkan ruang keluarga. Kemudian Devan bertanya pada pembantu rumah tangga terseb
Sesampai di rumah, Luna yang kesal dengan sikap Devan yang tak jujur padanya langsung masuk ke dalam kamarnya, usai bertandang ke kamar Subroto sang papa yang dilihatnya tengah terlelap. Di dalam kamarnya, Luna sejenak termangu dan memikirkan hubungan yang telah hampir dua minggu berjalan bersama Devan.Dalam hati Luna berbisik lirih, ‘Apa sebaiknya aku lepas aja Devan ya? Uhm..., sepertinya aku harus ikuti cara Cintya untuk punya anak. Bukankah, untuk memiliki anak yang punya karakter baik dan cerdas, tergantung dari benih aku? Seperti yang aku baca, bibit kecerdasan dan kebaikan dari anak yang akan dilahirkan 80 persen, tergantung dari ibunya. Berarti, semua tergantung aku dong? Ya sudahlah ... Setelah, aku bantu lunasi hutang kak Rita. Aku putuskan untuk berpisah dengan Devan.’Tok ... Tok ... Tok ... “Luna ... Luna ...,” panggil Devan dari luar kamar Luna.“Ya, ada apa?” tanya Luna terkejut dengan ketukan pintu dari luar kamarnya.“Luna, tolong buka pintunya. Aku mau bicara,” pin
“Kak ... Tunggu! Kak!” Pekik kembali wanita muda dengan menghalangi langkah Luna bersama kedua sahabatnya menuju mobil mereka.Arumi dan Cintya yang melihat wanita muda yang sejak awal bersama Devan dan berbicara serius di parkir sepeda motor lelaki tampan itu pun langsung merespons ucapan wanita cantik jelita tersebut.“Awas! Cantik-cantik kok gatel sih? Asal lo tau ya, lelaki yang tadi sama elo, laki teman gue! Paham lo?!” hardik Cintya yang lebih judes dari Luna ataupun Arumi.“Kak, aku paham ... Karena itu, aku mau jelaskan salah paham ini,” ujar wanita cantik itu dengan mencakupkan kedua tangannya memohon waktu pada Luna.“Eh! Nggak usah ya lo menjelaskan apa yang udah gue liat pakai mata kepala kita. Napa sih, elo pakai susah-susah menjelaskan yang usah terlihat? Udah sana jangan halangi langkah teman gue!” sengit Arumi menarik tangan wanita muda yang menghalangi langkah Luna.“Aduh! Sakit kak tanganku...,” keluh wanita muda tersebut memegangi lengannya dan kembali bergeming di
Di sebuah Cafe tempat nongkrong dari beberapa orang yang seluruh bangkunya di isi oleh anak-anak muda dan kaum intelektual muda untuk bercengkerama dan mengobrol, terlihat Luna sedang berbincang bersama kedua sahabatnya dan asyik menyeruput kopi berisi cream. Sudah satu jam lebih mereka bercengkerama dengan tawa yang kadang terdengar dari meja tempatnya mengobrol.Kedua sahabat Luna telah menikah. Hanya saja, suami Arumi menunda untuk memiliki momongan. Sedangkan Cintya masih betah sendiri usai calon suaminya menikahi saudara sepupunya dan patah hati.“Menurut elo berdua gimana nih, gue harus ambil sikap sama si Devan?” tanya Luna memandang kedua sahabatnya.“Menurut gue ya, seperti yang tadi gue omong ke lo. Bisa jadi laki elo itu uda pernah begituan juga sama ceweknya. Kalau denger dari apa yang dia lakuin ke elo, itu mah lelaki yang udah mahir begituan. Kasihanlah cewek itu. Kalau besok cewek itu bunuh diri karena laki elo, bisa-bisa di penjara si Devan,” tutur Cintya serius sembar