Sejak kejadian keributan di rumah Subroto dan diikuti dengan pertengkaran antara Luna dan Andrew serta Jessica, membuat hubungan suami istri dari adik bungsu Subroto menuju kehancuran. Setelah satu minggu kemudian, Susetyo kembali ke rumah Subroto seorang diri. Lelaki berusia sekitar 48 tahun itu menangis di hadapan kakak pertama dan keponakan cantiknya.
“Mas, kedua anakku dibawa pergi Jessica. Wanita itu meracuni pikiran kedua putriku dengan mengajaknya pergi bersama lelaki selingkuhannya itu. Sekarang aku harus bagaimana, Mas?” tanya Susetyo dengan suara parau menahan tangis dan kesedihannya melaporkan kondisi rumah tangganya.Dengan menarik napas panjang, Subroto yang duduk di kursi roda menatap iba pada adik bungsunya. Kemudian, lelaki berusia 60 tahun itu pun berucap, “Setyo..., apa kamu sudah bicara sama istrimu masalah gugatan cerai?”“Iya Mas, kami sudah bicara masalah gugatan cerai dan Jessica mau rumah kontrakan dan apartemen yang sudah aku balik nama atas nama kedua putriku itu dibagi rata juga. Padahal kami sudah bicara atas harta yang aku bagi ke dia. Kecuali milik kedua putriku, jelas aku tolak keinginannya. Malah dia memfitnah aku, katanya aku menampar dia karena dia tau aku selingkuh dan ingin mengambil apa yang sudah aku berikan ke putriku. Dia sengaja mengajak Andini dan Adinda ikut dia, karena dia mengincar kontrakan 20 kamar itu serta apartemen yang sebentar lagi berakhir masa kontraknya. Aku bingung, Mas...,” keluh Susetyo atas pertengkaran yang berlanjut menjadi gugatan cerai dan perebutan hak asuh anak.“Sudah, kamu nggak usah pusing. Nanti aku siapkan barang bukti perselingkuhan istrimu. Karena anakmu keduanya baru berusia 15 tahun dan 16 tahun, kita akan laporkan juga ke KPAI perihal perangai istrimu dan keinginannya untuk ambil alih harta kedua putrimu,” ujar Subroto menenangkan adik lelakinya.“Om, memang dimana sekolahnya Dinda dan Dini? Biar besok di hari Senen, Luna cari di sekolah,” ucap Luna yang duduk menemani Subroto di ruang keluarga.“Om rasa, mereka pasti sudah di pindahkan sekolahnya. Mereka kan, satu SMA...,” ujar Susetyo.“Emang kemarin itu, Om udah ke sekolahnya?” tanya Luna menatap tajam ke arah Susetyo.“Sudah, kata pihak sekolah mereka berdua nggak ke sekolah. Mereka di ajak pergi itu kan, hari kamis. Om cari mereka hari Jumat dan nggak bisa bertemu mereka. Om hanya takut, Dini dan Dinda dibawa keluar kota. Apa lagi kalau Jessica mengajak sekalian lelaki keparat itu,” ungkap rasa kuatir Susetyo.“Sekarang ini, untuk sementara Om tinggal aja disini temani Papa. Besok di hari Senen, Luna akan cari Dinda dan Dini ke sekolahnya. Kalau mereka ada di sana, Luna akan bawa ke rumah ini. Untuk masalah barang bukti perselingkuhan itu, pasti ada di ponsel mereka. Jadi, laporkan aja si Jessica dan selingkuhannya itu ke polisi, dengan tuduhan membawa kabur kedua anak yang masih di bawah umur. Efeknya juga nggak baik untuk kedua anak perempuan Om, kalau mereka tau hubungan maminya dengan lelaki brengsek itu. Dengan minta bantuan polisi, kita bakal lebih cepat mengetahui keberadaannya,” saran Luna.Setelah mendengar saran dari Luna, Subroto yang mendukung saran tersebut meminta Dicky untuk menghubungi salah seorang bodyguard bayaran yang bisa melindungi adiknya saat akan melaporkan ke kepolisian.“Dicky, coba kamu hubungi orang untuk antar adikku ke kantor polisi,” perintah Subroto.“Baik, siap Tuan,” jawab Dicky yang selalu berada di ruangan mana pun tempat Subroto berada.Sekitar satu jam kemudian, seorang lelaki bernama Simon ke rumah mewah Subroto dan menemani Susetyo untuk melaporkan perihal istrinya yang telah membawa kedua putrinya.Hari pun berganti, keesokan harinya Luna yang berjanji ingin mencari kedua saudara sepupunya pun, menyempatkan diri mampir ke sekolah kedua saudara sepupunya. Sekitar pukul setengah sembilan, wanita cantik itu memenuhi janjinya untuk bertemu kepala sekolah kedua saudara sepupunya. Di ruang Ibu Tiur, selaku kepala sekolah, Luna memberitahukan perkara yang terjadi di rumah tangga Susetyo atas perceraian kedua orang tua anak didiknya.“Maaf, kalau saya boleh tau. Ibu Luna ini selaku apanya? Apa Ibu Luna kemari selaku calon ibu tirinya?” tanya lembut kepala sekolah tersebut yang membuat Luna terkejut bukan kepalang.“Apa? Ibu tiri mereka?!” jawab Luna terkejut dan tampak risi di pandangi oleh ibu kepala sekolah tersebut.Luna yang saat itu menggunakan pakaian kantor berupa blazer berwarna coklat muda dipadu dengan kemeja berwarna krem serta celana panjang kain berwarna krem ditambah syal di bagian leher serta rambut panjangnya yang dibiarkan terurai, membuat Luna yang berdandan lengkap cocok menjadi mama muda bagi kedua saudara sepupunya karena jarak umur di antara mereka yang terpaut cukup jauh.“Iya, soalnya ... Ibu Jessica sempat cerita kalau suaminya selingkuh dengan wanita cantik dan meminta pada kami, pihak sekolah untuk bisa menjaga kedua putrinya,” jawab Ibu Tiur dengan santainya.“Bu Tiur..., apa yang dikatakan oleh Jessica itu bohong besar! Dan masalah usia saya yang terpaut sekitar 11 tahun dengan kedua saudara sepupu saya itu, dikarenakan jarak usia papa saya dan papanya Andini yang tak lain adalah adik kandung papa saya, berjarak sekitar 12 tahun. Karena Papa saya anak pertama sedangkan papanya Dinda anak bungsu,” urai Luna dengan wajah kesal.Dalam hati, Luna pun menggerutu, ‘Sialan..., dia pikir gue tante-tante. Masa iya sih, wajah gue keliatan kayak tante-tante sih.., bikin kesel aja nih, kepala sekolahnya. Pagi-pagi udah buat bete.’Sejenak kepala sekolah dari kedua saudara sepupu Luna pun berucap, “Maaf Bu Luna, karena kedua anak didik kami di sekolah ini telah di titipkan oleh Ibu kandung mereka, maka saya tidak bisa memberikan izin pada Bu Luna untuk membawa dari sekolah ini.”Mendengar penjelasan dari kepala sekolah yang terlihat berbelat-belit, Luna pun menghubungi Susetyo yang telah melaporkan Jessica atas tindakan perselingkuhan dan ingin mengambil alih harta yang telah di berikan pada kedua putrinya.“Pagi Om Setyo, Luna sekarang di sekolah Dinda. Bisa Om ke sini sekalian bawa surat dari kepolisian atas perselingkuhan maminya Dinda dan Dini?” tanya Luna dalam sambungan telepon dengan sesekali memandang ke arah Tiur, sang kepala sekolah.Setelah menghubungi Susetyo, Luna pun berkata dengan Tiur, “Ibu ... Barusan saya hubungi papinya Dinda dan Dini. Nanti Ibu akan lihat surat laporan kepolisian atas mami saudara sepupu saya. Ibu akan lihat kelicikan wanita itu yang selingkuh dan tinggal satu atap dengan kedua sepupu saya. Jelas ini bisa membuat mental kedua adik sepupu saya akan rusak jika tinggal bersama maminya.”Mendengar penjelasan dari Luna, Tiur yang awalnya memegang teguh pada permintaan Jessica yang ingin anak-anaknya untuk tidak bisa bertemu dengan Susetyo dan anggota keluarga Susetyo akhirnya beranjak dari tempat duduk dan keluar ruangan kerjanya dan meminta pada salah seorang guru memanggil kedua siswi kelas 1 dan 2 SMA tersebut.“Ibu Siska, tolong panggil Dinda dan Dini. Minta mereka ke ruang saya,” perintah Tiur pada seorang guru yang ada di ruang guru.Tiur kembali ke ruangannya dan duduk di kursinya. Luna yang telah mendengar kepala sekolah tersebut memanggil kedua saudara sepupunya pun, tersenyum manis dan berkata-kata pada Tiur.“Terima kasih, Bu..., telah memberikan kesempatan saya untuk bertemu dengan kedua adik saudara sepupu saya,” tutur Luna ramah.“Iya sama-sama. Saya seharusnya juga tidak hanya mendengar dari satu pihak. Di kemudian hari jika ada persoalan seperti ini, saya akan lebih netral,” jawab Tiur.Beberapa menit kemudian, kedua siswi cantik yang tak lain adalah Andini dan Dinda mengetuk pintu ruang kepala sekolah.Tok ... Tok ... Tok ...“Ya masuk,” jawab Tiur dari dalam ruangannya.Kedua remaja putri yang cantik jelita itu masuk ke ruangan kepala sekolah dan terkejut saat melihat kehadiran Luna yang dikenalnya sebagai kakak sepupu mereka.“Selamat pagi Buu..., Kak Luna?!” pekik kedua remaja putri yang telah berada di ruang kepala sekolah terkejut dengan kehadiran Luna.“Kalian duduk sini,” perintah Tiur pada dua anak didiknya.Kedua kakak beradik nan cantik jelita itu duduk pada sofa panjang menatap tak percaya atas kehadiran Luna di ruang kepala sekolah. Setelah Luna menjelaskan semuanya, salah seorang adik sepupunya pun berbicara tentang yang terjadi pada diri mereka.“Kak Luna..., tolong hubungi Papi. Mami mengancam kami akan membawa keluar kota kalau sampai menghubungi papi. Kami juga dengar, kalau besok kami akan di ajak ke notaris. Kata teman mami yang namanya Om Andrew, apartemennya udah ada yang mau beli,” ucap Dinda dengan kepolosannya.Mendengar semua yang dituturkan Dinda, ibu Tiur selaku kepala sekolah semakin percaya atas hal yang dikatakan Luna atas diri Jessica. Walaupun di depan mata anak didiknya yang tampak baik-baik saja di sekolah, ternyata batinnya mendapat ancaman dari orang terdekatnya akibat sebuah perceraian yang diakibatkan dari sebuah perselingkuhan. Setelah itu, Luna pun berbicara dengan kedua saudara sepupunya yang masih remaja.“Papi kalian lagi menuju sekolah ini, jadi kalian nggak perlu takut lagi. Karena, mami kalian juga sudah dilaporkan ke polisi atas perselingkuhannya dan hilangnya uang deposito atas nama papi kalian yang di ambil sama mami kalian dengan memalsukan tanda tangan dan surat pernyataannya. Jadi, kalian akan aman,” tegas Luna memperjelas kesalahan atas diri Jessica, mami kedua sepupunya.Tak lama berselang, Susetyo yang dihubungi oleh Luna telah sampai ke sekolah itu dan menemui kedua putri tercintanya. Dengan berurai air mata Susetyo meminta izin pada Tiur, untuk mengajak kedua putrinya pulang ke rumah mereka dan meminta izin beberapa hari tidak sekolah. Sementara Luna, tepat pukul 10 pagi meninggalkan sekolah kedua adik saudara sepupunya menuju kantornya diantar oleh sopir pribadinya dengan perasaan bahagia karena telah menyelesaikan permasalahan pamannya.Kekisruhan rumah tangga antara Susetyo dan Jessica membawa serta keluarga Subroto bersama putri semata wayangnya. Dimana, hasil akhir perseteruan antara Susetyo dan Jessica berakhir damai sebelum masuk ke dalam persidangan cerai. Berita tentang berdamainya Susetyo dengan Jessica membuat Luna murka atas langkah pamannya sendiri. Hingga wanita cantik yang sedang berada di kantor pun, berkeluh kesah pada Subroto saat berita tersebut di dengarnya.“Susah Pa... Kalau om Setyo udah tergila-gila sama nenek lampir itu. Nyesel banget bela-belain ke sekolah Dinda, ngomong ini dan itu sama kepala sekolahnya, hasil akhir damai. Ih! Kesel banget kalau ingat. Lagian kenapa juga Om Setyo percaya sama istrinya? Paling lelaki itu masih tetap jalan sama istrinya,” kesal Luna melampiaskan unek-uneknya dalam sambungan telepon. “Mungkin mereka masih berjodoh. Kasihan juga sama Dinda dan Dini kalau nggak punya mami yang urus mereka,” bela Subroto yang masih berpikiran positif.“Aduh..., Papa ini ... Masih
Luna beserta beberapa orang yang ikut ke kantor polisi tiba di gedung tinggi pencakar langit, sekitar pukul tiga sore. Reza yang mendengar cerita dari beberapa orang tentang sang Bos yang diserang oleh Andrew membuat Reza cemas dan menunggu di depan ruang kerja Luna. Sampai akhirnya, Luna bersama sekretarisnya tiba di lantai 7 tempatnya berkantor, sedangkan Reza sendiri bersama beberapa staf bagian marketing berada di lantai 8.“Sore Bu Luna, bagaimana kondisi Ibu?” tanya Reza berdiri dari kursi yang berada di depan ruang kerja Luna.“Baik,” ucap Luna singkat.“Syukurlah..., untung saja saya nggak jadi menghubungi Pak Subroto. Karena beberapa kali saya hubungi Ibu nggak di angkat,” ujar Reza selaku HRD pada perusahaan tersebut.“Pak Reza, lain kali jangan punya pikiran untuk hubungi Pak Subroto..., Bapak tau sendiri kan, kondisi Pak Subroto lemah,” pinta Luna tanpa memandang ke arah Reza masuk ke dalam ruang kerjanya.Tak lama kemudian, sekretaris Luna yang ikut masuk ke ruang kerja L
Hari ini Reza pulang lebih awal usai menjenguk Subroto yang kini berada di rumahnya untuk menjalani cuci darah atas penyakitnya. Terlihat, wajah Reza tampak bermuram durja, sehingga membuat Amrita, istri Reza bertanya-tanya tentang kondisi Subroto.“Gimana kondisi Pak Subroto, Mas?” tanya Amrita kala Reza telah kembali dari Rumah Subroto.Amrita mengikuti langkah suaminya, Reza hingga masuk ke dalam meja makan. Terlihat Reza duduk dan menuangkan segelas air putih dan meneguknya hingga tandas.“Rita, kondisi pak Subroto sudah sangat parah. Menurut dokter nggak ada kemungkinan bertahan. Untungnya masih bisa dilakukan cuci darah,” jawab Reza menatap wajah istrinya.“Ya Allah, kasihan sekali ... mana anak gadisnya belum menikah,” cicit Amrita.Terlihat Reza menarik napas dalam dan memandang lurus ke wajah Amrita. Ada kegelisahan menyelinap dari gerakan tubuhnya dan beberapa kali netranya menerawang jauh.“Mas, ada apa lagi? Sepertinya ada yang mau Mas katakan, katakanlah,” pinta Amrita me
Seminggu kemudian, usai Reza meyakinkan hatinya dan hati Amrita untuk menerima Luna menjadi madunya, mereka berdua pun mengunjungi Subroto di rumah sakit usai menjalani cuci darah yang dilakukan seminggu sekali.“Pagi Pak, gimana kondisi Bapak hari ini?” tanya Reza berdiri di hadapan Subroto, sementara Amrita berdiri di belakang Reza.“Sama saja seperti kemarin, Za ... siapa wanita yang ada di belakangmu? Istrimu?” tanya Subroto dengan pandangannya yang telah tidak jelas.Reza meraih pundak Amrita. Lelaki tampan itu pun mengenalkan Amrita yang selama ini tidak dikenal oleh Subroto, tetapi wanita cantik itu mengenal Subroto pada saat ikut dalam kegiatan ulang tahun perusahaannya. Hingga, Amrita juga tahu, seperti apa cantiknya Luna Subroto.“Ini istri saya, Amrita. Seperti yang Bapak minta, saya membawa istri saya menemui Bapak.”Amrita maju ke depan dan mencium punggung tangan lelaki tua yang telah tampak lemah, sebagai rasa hormat.“Saya Amrita ... Sehat ya, Pak,” sapa Amrita terseny
Seminggu kemudian, malam sebelum pernikahan yang akan dilakukan oleh Reza esok hari, lelaki itu masih tidur bersama Amrita. Seorang wanita yang telah selama 22 tahun menemaninya dan memberikan dua orang anak yang sangat mereka cintai.“Rita ... Besok ikutlah ke rumah pak Broto. Entah mengapa hatiku begitu gelisah. Aku berpikir, karena kamu belum mengikhlaskan aku,” bujuk lembut Reza seraya memeluk tubuh istrinya.“Aku sudah ikhlas, Mas. Mungkin ini adalah jalanku menuju surga, mengikuti keinginan suamiku,” ujar Rita masih membenamkan kepalanya dalam pelukan Reza.“Sayang..., tolong datanglah. Nggak ada seorang pun yang akan menghinamu saat merelakan aku bersama wanita lain. Semua orang akan berdecap kagum. Aku sangat bersyukur mempunyai wanita sehebat kamu, Rita,” ungkap hati Reza sembari membujuk Amrita untuk datang di pernikahannya.Dengan berlinang air mata, Amrita melepaskan seluruh kegundahan hatinya pada lelaki yang selama ini dicintanya.“Mas, aku takut ... suatu saat Mas akan
Sesampai di ruang UGD, dokter bertindak cepat dengan memberikan pertolongan pertama usai mendengar sekilas perihal hilangnya kesadaran Reza.“Dokter tolong selamatkan suami saya ... tolong dokter ... hikss...,” pinta Amrita dalam tangisnya dengan wajah penuh air mata, hingga maskara dan make up yang digunakan berantakan.Sementara, Luna masih terlihat cantik. Terlihat wanita cantik itu mengamati cara dokter melakukan pemeriksaan pada Reza. Wanita cerdas itu pun, berkata pada dokter yang baru saja melakukan tindakan pertama atas diri Reza.“Dokter apakah suamiku kena serangan jantung?” tanya Luna menatap lekat pada dokter yang berada disisi Reza.“Benar Buu, bapak Reza terkena serangan jantung. Maaf, apa ini suami Ibu?” tanya dokter yang memandang ke arah Amrita yang juga masih menangis.“Iya ini suamiku..., sekarang apa tindakan dokter untuk membuat suamiku sadar” tanya Luna memandang serius pada dokter yang baru saja menempelkan alat pendeteksi jantung.“Baru saja saya memberikan sun
Sampai akhirnya, setelah dua belas jam kemudian kala waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, seorang perawat keluar dari ruang ICU memanggil keluarga Reza.“Keluarga pasien Reza, apa ada disini?” tanya seorang perawat lelaki menatap ke arah beberapa orang yang juga menunggu keluarga mereka di depan ruang ICU.“Ya, aku keluarga pak Reza,” sahut Luna berdiri dan berjalan menuju pintu ruang ICU.Luna masuk ke dalam ruang ICU seorang diri, ketika Amrita dan kedua anaknya pulang ke rumah untuk membersihkan diri dan mereka berencana akan menginap di rumah sakit bersama, sekalian membawa pakaian Reza yang diperkirakan akan menjalani operasi jantung esok hari, setelah di diagnosis mempunyai penyakit jantung koroner.Luna yang telah pulang lebih dahulu untuk membersihkan diri dan menemani Subroto pulang untuk beristirahat di rumah, kembali pukul sembilan malam. Setelah itu, Amrita izin pada Luna untuk pulang ke rumahnya dan meminta wanita cantik itu, menunggu di ruang tunggu ICU hingga ia dan k
Luna yang ditolak mengikuti acara tahlilan di hari pertama hingga hari ke tiga oleh putri kesayangan Reza, memaksakan diri pergi ke rumah Reza untuk mengikuti acara tahlilan di hari ke tujuh. Tepat pukul enam sore Luna berkendara bersama Syamsul, sopir pribadinya menuju rumah duka untuk mengikuti acara tujuh hari almarhum suaminya. Di dalam perjalanan menuju rumah tersebut, Luna teringat atas cerita sahabatnya yang bernama Arumi, perihal sahabat karibnya yang bernama Cintya telah tiba di Indonesia dua hari lalu, usai melakukan liburan bersama pacarnya. Maka, kesempatan tersebut digunakan oleh Luna untuk menghubungi sahabat karibnya.“Halo! Apa kabar?” tanya Luna pada sambungan telepon.“Baik..., lagi dimana? Di kantor ya?” tanya Cintya menjawab panggilan telepon.“Kagak, gue lagi di jalan. Gue denger dari Arumi, elo udah balik ke Indo?” balik tanya Luna.“Iya, baru dua hari lalu gue balik. Capek jalan-jalan pake tour guide. Mending tour sendiri aja kali, kecuali kita kagak bisa bahasa
Regina yang punya rencana untuk mempertemukan Devan dan Silvi, tampak telah berdandan rapi. Regina keluar dari kamarnya dan mengetuk pintu Devan.Tok ... Tok ... Tok ...“Kak Devan ... Kak, jadi kita keluar kan? Kak...,” panggil Regina diluar kamar Devan.Tidak mendapat tanggapan dari sang kakak, membuat Regina membuka pintu kamar Devan dan mendapati sang kakak tertidur pulas hingga Regina pun membangunkan Devan.“Kakak! Bangun...! Gimana sih..., ngomongnya mau jalan keluar,” rajuk Regina mengguncang-guncangkan tubuh Devan.Dengan memicingkan matanya dan menggeliat kan tubuhnya Devan memandang ke arah sang adik yang duduk disisi tempat tidurnya dan bertanya padanya. “Ada apa sih, Gina...”“Tadi Kakak ngomong mau jalan keluar. Ayolah Kak..., sekarang udah jam 6 sore. Cepatlah Kak...,” ujar Regina memandang wajah tampan sang kakak yang sesekali menguap.“Udahlah besok aja Gina..., Kakak lagi malas nih,” jawab Devan menolak ajakan adiknya.Mendengar jawaban Devan jelas membuat Regina pan
Devan yang pulang ke rumahnya, disambut oleh Amrita dan diberondong oleh banyak pertanyaan perihal hubungan putranya dengan Luna yang kini telah hamil.“Gimana kondisi Luna, Devan...? Apa dia baik-baik aja? Apa dia muntah-muntah?” Tanya Amrita ketika melihat Devan dan duduk di meja makan.“Luna baik Ma. Dia sudah pulang ke rumahnya. Hmmm..., sepertinya dia ingin tenang dan katanya Dev nggak usah ke rumahnya. Kalau ada apa-apa nanti dia yang akan hubungi Devan,” ucap Devan terdengar sedih.“Kok begitu? Apa dia marah sama kamu? Bukankah selama ini kamu terus yang menjaga dia?” tanya Amrita.“Dia nggak marah. Mungkin ingin lagi sendiri aja...,” jawab Devan kembali.Amrita menganggukkan kepalanya sementara adik Devan yang bernama Regina, menyambut kedatangan sang kakak ke rumah dengan bahagia karena, Regina yang sejak awal tidak setuju sang kakak menikahi Luna, diam-diam mencuri nomor telepon Silvi dan beberapa kali bertemu di luar dengan teman kampus kakaknya. Bagi Regina, Luna adalah p
Luna berjalan menuju kamar Subroto. Perlahan Luna membuka pintu kamar sang papa. Terlihat Dicky sang ajudan duduk pada sebuah kursi di sebelah tempat tidur Subroto. Dengan langkah pelan, Luna menghampiri Dicky yang terlihat tertidur dalam duduknya. Namun, saat Luna kian mendekati tempat tidur Subroto, secara refleks Dicky langsung berdiri dan sigap memandang ke arah langkah Luna yang perlahan.“Maaf Non Luna, saya pikir siapa,” tutur Dicky mengangguk kecil dan menarik kursi yang tadi didudukinya saat berada di sisi Subroto.“Gimana kondisi Papa, Pak?” tanya Luna menatap lurus pada Subroto yang menggunakan selang oksigen dan terlelap dalam tidurnya.“Dua hari ini Tuan agak sesak napas. Sepertinya Tuan terlalu berpikir keras atas diri Nona. Semalam sama sekali Tuan tidak bisa tidur. Karena itu, mengalami sesak napas.” Dicky melaporkan kondisi Subroto.Luna yang melihat kondisi Subroto kian melemah duduk di sisi tempat tidur sang papa dan memegang jemari tangan yang kian tak berisi denga
Hari ini adalah hari terakhir, Luna berada di rumah sakit. Wanita cantik yang tengah hamil muda itu telah pulih dan sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Devan dengan keluguannya bertanya pada Luna.“Luna, lebih baik kamu jangan turun dari tempat tidur. Aku takut terjadi sesuatu hal dengan dirimu,” pinta Devan.“Dev, santai aja. Kalau infus ditangan sudah dilepas berarti aku udah bisa jalan dan semua akan baik-baik saja,” ucap Luna yang bangun dari tempat tidur.Namun saat kaki jenjangnya akan menyentuh tanah, Devan lalu mencegahnya, “Stop. Kamu mau kemana? Luna ... Serius aku nggak akan membiarkan kamu jalan kemana pun.”“Ya ampun Dev. Aku mau ke kamar mandi. Aku udah diperbolehkan jalan. Udah, kamu tenang aja,” jawab Luna tetap menurunkan kakinya.Namun, tiba-tiba Devan meraih tubuh Luna dan membawanya ke kamar mandi di rumah sakit tersebut dan meletakkan wanita cantik tersebut tepat di depan kloset kamar mandi.“Dev! Kamu ini terlalu lebay!” sungut Luna saat Devan telah menurunkann
Setelah dua minggu berlalu, Luna yang tengah mengisi waktu dengan kedua sahabatnya, Arumi dan Cyntia di sebuah pusat perbelanjaan terbesar itu tiba-tiba terkulai lemah, hingga membuat dua orang sekuriti untuk membopong tubuh Luna, yang tampak antara sadar dan tidak serta nyaris ambruk jatuh ke lantai Mal tersebut. Untung saja seorang lelaki muda dan menyadari Luna yang terjatuh, secara refleks meraih tubuh Luna dan menahannya untuk tidak sampai terjerembap ke lantai Mal tersebut. Seketika suasana Mal yang ramai pengunjung tersebut ramai. Dan salah seorang pengunjung lainnya yang baik memberitahu sekuriti di Mal tersebut hingga mereka dengan cepat tanggap mengevakuasi tubuh Luna yang lemas.“Pak! Tolong bawa ke Lobby! Sekarang saya akan ambil mobil!” teriak Arumi meminta tolong dan berlari menuju lift untuk ke tempat parkir mobil.Sementara Cyntia memegang tas Luna dan mengikuti langkah kedua orang sekuriti dan seorang anak muda yang membantu Luna saat akan terjatuh menuju lift dengan
Satu bulan kemudian, Devan pun menepati janji dengan mengemasi pakaiannya ke dalam tas gendong. Kala itu jam baru menunjukkan pukul 6 pagi. Terlihat, Luna masih tertidur nyenyak usai pergumulan hari ketiga puluh antara ia dan Devan. Dan lelaki muda tampan itu memberikan kenikmatan berulang kali hingga jam menunjukkan pukul 2 dini hari.‘Sebaiknya, aku tinggalkan aja sepucuk surat untuk Luna sebagai salam perpisahan terakhirku. Semoga saja, bulan depan Luna hamil,’ bisik Devan dalam hati.[Teruntuk Luna : Terima kasih untuk 30 hari yang indah bersama kamu. Terima kasih untuk bantuannya pada keluargaku. Kelak, aku akan jadi lelaki yang membanggakan keluargaku dan dirimu. Luna, tolong kabari aku jika, akhirnya kamu hamil, harapku]Diletakkannya kertas yang telah ditulisnya di meja rias Luna. Kemudian, Devan keluar dari kamar Luna. Sesampai diluar kamar, dilihat Darsi pembantu di rumah mewah itu tengah membersihkan ruang keluarga. Kemudian Devan bertanya pada pembantu rumah tangga terseb
Sesampai di rumah, Luna yang kesal dengan sikap Devan yang tak jujur padanya langsung masuk ke dalam kamarnya, usai bertandang ke kamar Subroto sang papa yang dilihatnya tengah terlelap. Di dalam kamarnya, Luna sejenak termangu dan memikirkan hubungan yang telah hampir dua minggu berjalan bersama Devan.Dalam hati Luna berbisik lirih, ‘Apa sebaiknya aku lepas aja Devan ya? Uhm..., sepertinya aku harus ikuti cara Cintya untuk punya anak. Bukankah, untuk memiliki anak yang punya karakter baik dan cerdas, tergantung dari benih aku? Seperti yang aku baca, bibit kecerdasan dan kebaikan dari anak yang akan dilahirkan 80 persen, tergantung dari ibunya. Berarti, semua tergantung aku dong? Ya sudahlah ... Setelah, aku bantu lunasi hutang kak Rita. Aku putuskan untuk berpisah dengan Devan.’Tok ... Tok ... Tok ... “Luna ... Luna ...,” panggil Devan dari luar kamar Luna.“Ya, ada apa?” tanya Luna terkejut dengan ketukan pintu dari luar kamarnya.“Luna, tolong buka pintunya. Aku mau bicara,” pin
“Kak ... Tunggu! Kak!” Pekik kembali wanita muda dengan menghalangi langkah Luna bersama kedua sahabatnya menuju mobil mereka.Arumi dan Cintya yang melihat wanita muda yang sejak awal bersama Devan dan berbicara serius di parkir sepeda motor lelaki tampan itu pun langsung merespons ucapan wanita cantik jelita tersebut.“Awas! Cantik-cantik kok gatel sih? Asal lo tau ya, lelaki yang tadi sama elo, laki teman gue! Paham lo?!” hardik Cintya yang lebih judes dari Luna ataupun Arumi.“Kak, aku paham ... Karena itu, aku mau jelaskan salah paham ini,” ujar wanita cantik itu dengan mencakupkan kedua tangannya memohon waktu pada Luna.“Eh! Nggak usah ya lo menjelaskan apa yang udah gue liat pakai mata kepala kita. Napa sih, elo pakai susah-susah menjelaskan yang usah terlihat? Udah sana jangan halangi langkah teman gue!” sengit Arumi menarik tangan wanita muda yang menghalangi langkah Luna.“Aduh! Sakit kak tanganku...,” keluh wanita muda tersebut memegangi lengannya dan kembali bergeming di
Di sebuah Cafe tempat nongkrong dari beberapa orang yang seluruh bangkunya di isi oleh anak-anak muda dan kaum intelektual muda untuk bercengkerama dan mengobrol, terlihat Luna sedang berbincang bersama kedua sahabatnya dan asyik menyeruput kopi berisi cream. Sudah satu jam lebih mereka bercengkerama dengan tawa yang kadang terdengar dari meja tempatnya mengobrol.Kedua sahabat Luna telah menikah. Hanya saja, suami Arumi menunda untuk memiliki momongan. Sedangkan Cintya masih betah sendiri usai calon suaminya menikahi saudara sepupunya dan patah hati.“Menurut elo berdua gimana nih, gue harus ambil sikap sama si Devan?” tanya Luna memandang kedua sahabatnya.“Menurut gue ya, seperti yang tadi gue omong ke lo. Bisa jadi laki elo itu uda pernah begituan juga sama ceweknya. Kalau denger dari apa yang dia lakuin ke elo, itu mah lelaki yang udah mahir begituan. Kasihanlah cewek itu. Kalau besok cewek itu bunuh diri karena laki elo, bisa-bisa di penjara si Devan,” tutur Cintya serius sembar