Kekisruhan rumah tangga antara Susetyo dan Jessica membawa serta keluarga Subroto bersama putri semata wayangnya. Dimana, hasil akhir perseteruan antara Susetyo dan Jessica berakhir damai sebelum masuk ke dalam persidangan cerai. Berita tentang berdamainya Susetyo dengan Jessica membuat Luna murka atas langkah pamannya sendiri. Hingga wanita cantik yang sedang berada di kantor pun, berkeluh kesah pada Subroto saat berita tersebut di dengarnya.
“Susah Pa... Kalau om Setyo udah tergila-gila sama nenek lampir itu. Nyesel banget bela-belain ke sekolah Dinda, ngomong ini dan itu sama kepala sekolahnya, hasil akhir damai. Ih! Kesel banget kalau ingat. Lagian kenapa juga Om Setyo percaya sama istrinya? Paling lelaki itu masih tetap jalan sama istrinya,” kesal Luna melampiaskan unek-uneknya dalam sambungan telepon.“Mungkin mereka masih berjodoh. Kasihan juga sama Dinda dan Dini kalau nggak punya mami yang urus mereka,” bela Subroto yang masih berpikiran positif.“Aduh..., Papa ini ... Masih aja percaya sama wanita berhati iblis itu. Pokoknya, Luna nggak mau lagi berurusan dengan mereka. Titik!” bantah Luna atas pernyataan Subroto.Tok ... Tok ... Tok ...Terdengar ketukan pintu dari luar ruang kerja Luna, hingga membuat wanita cantik itu menutup pembicaraan dengan Subroto seraya berkata, “Pa..., udah dulu yaa. Luna mau lanjut kerja. Ingat Papa harus makan dan minum obat.”“Bu Luna...,” panggil Cintya, sekretaris pribadi Luna dari luar ruang kerjanya.“Ya masuk,” perintah Luna pada seseorang yang mengetuk pintu ruang kerjanya.“Maaf Ibu..., ada seorang lelaki bernama Pak Andrew ingin menghadap....”Belum sempat Luna menolak kedatangan lelaki tersebut, lelaki bernama Andrew telah menyerobot masuk, hingga membuat Siska yang berada di ruang kerja Luna marah dan menghardik lelaki tersebut.“Tolong keluar dulu Pak! Bapak ngerti tata krama!” teriak Cintya kala lelaki yang ingin bertamu untuk bertemu Luna menerobos masuk ke dalam ruang kerjanya.Luna yang terkejut oleh kehadiran Andrew ke ruang kerjanya langsung berteriak dan memerintahkan Citnya dengan berkata, “Tya, panggil satpam! Cepat! Tolooong!”Dengan gerak cepat, Cintya yang melihat ketakutan pada diri Luna, langsung mendorong kuat tubuh atletis lelaki tampan itu untuk keluar, seraya berkata, “Tolooong....! Siapa pun yang ada di luar...., Tolooong!”Luna yang awalnya berdiri dekat jendela kaca, secepat kilat menghubungi sekuriti di lantai itu lewat sambungan telepon direct. Dan respons atas sekuriti di gedung itu pun demikian cepat. Dalam hitungan menit, sekuriti di gedung tersebut telah datang ke ruang Luna di saat Andrew mendekati tubuh Luna yang terus menghindar dari lelaki tersebut hingga membuat beberapa buku yang tertata rapi di ruang tersebut berjatuhan.“Stop! Jangan bergerak!” perintah seorang sekuriti yang masuk ke dalam ruang kerja Luna dengan mengarahkan sebuah pemukul yang diarahkan ke Andrew.“Dia calon istri saya, Pak!” jawab Andrew memandang ke arah sekuriti.Kesempatan itu diambil oleh Luna yang berada di sudut dinding untuk berlari ke arah Cyntia dengan memberi aba-aba pada Luna. Dan Andrew yang melihat Luna berlari ke arah Cintya pun mengejar wanita cantik tersebut. Namun, Cintya yang melihat Andrew turut bergerak ke arahnya mengambil vas bunga yang terbuat dari kaca dan melempar ke lelaki tampan itu, saat semakin mendekati Andrew. Sesaat kemudian.BRUG...! PRANK...!Sebuah vas bunga terbuat dari kaca pecah jatuh setelah dilempar ke tubuh Andrew di saat Luna telah berhasil keluar dari ruang kerjanya. Sedangkan, sekuriti yang melihat pergerakan Andrew berlari keluar untuk mengejar Luna, langsung menarik tangan lelaki tersebut dan secepat kilat memborgol tangannya.Lalu, dengan dengkulnya sekuriti itu pun melumpuhkan Andrew. Lelaki tampan itu jatuh terduduk saat dengkul sekuriti tersebut mengenai bagian perutnya. Sesaat kemudian, keadaan di lantai tersebut seketika ramai oleh beberapa staf yang bekerja di perusahaan Luna dan pada perusahaan lain yang ingin melihat kejadiannya. Sekitar sejam kemudian, seorang polisi mendatangi terjadinya perkara dan membuat garis polisi pada ruangan Luna, tempat terjadi perkara.Kemudian, atas permintaan polisi yang hadir ke lokasi baik Luna, Cyntia, Sekuriti dan beberapa orang yang mendengar dan melihat peristiwa tersebut ikut ke kantor polisi, termasuk Andrew.Sesampai di kantor polisi, Luna dan Andrew ditanyakan duduk perkara yang terjadi di antara mereka, maka tak mau Luna pun membuka perkara awal antara ia dan Andrew, hingga menyeret nama Jessica sang tante yang punya hubungan khusus dengan Andrew.Penyidik yang menginterogasi Andrew pun, menghubungi Jessica sebagai pemicu terjadinya peristiwa. Sementara Luna sendiri, diminta untuk memberikan barang bukti berupa saputangan yang digunakan oleh Andrew untuk membiusnya.“Selamat pagi, kami dari kepolisian ingin berbicara dengan Ibu Jessica. Apa benar ini dengan Ibu Jessica?” tanya seorang polisi.“Ya benar, saya Jessica. Dari kepolisian? Ada apa ya Pak?” tanya Jessica yang kala itu tengah berada di dalam mobil bersama Susetyo.“Silakan Ibu ke kantor polisi Jakarta pusat, ada yang ingin kami konfirmasikan. Saya tunggu itikad baik Ibu sebagai saksi. Tapi, jika Ibu tidak mengindahkan telepon ini, kami akan melayangkan panggilan lewat surat resmi,” tegas seorang polisi dalam sambungan telepon.“Baik Pak, sekarang saya akan ke sana,” jawab Jessica yang tak menduga kalau dirinya akan jadi saksi kasus Andrew dan Luna.Sekitar empat puluh menit kemudian, mobil yang membawa Jessica dan Susetyo pun sampai di kantor polisi yang dituju. Lalu, Jessica pun melaporkan kedatangannya pada polisi yang berjaga di bagian depan. Sesaat kemudian, Jessica dan Susetyo pun diantar oleh seorang polisi menuju ruang interogasi. Mereka sangat terkejut, saat dilihat Luna dan Andrew ada di ruangan tersebut bersama sekitar 4 orang lainnya. Jantung Jessica berdetak keras, saat melihat Andrew melirik ke arahnya. Lalu, dengan kepiawaiannya, Jessica langsung berujar sembari menunjuk ke arah Andrew.“Luna ... Apa lelaki jahat ini melakukan kejahatannya lagi? Pak polisi, ini memang lelaki jahat yang hampir memperdayai keponakan saya!” ujar Jessica menunjuk ke arah Andrew sebelum pihak kepolisian menanyakan apa pun yang terjadi pada dirinya.Luna sangat terkejut dengan apa yang dikatakan, Jessica. Begitu juga dengan Andrew, bahkan bola mata lelaki itu hampir saja lompat dari tempatnya saat Jessica dengan tenang menyerang dirinya, usai diterima oleh Susetyo ke rumah mewahnya.Mendengar kesaksian Jessica yang dengan mudah memutarbalikkan fakta, membuat Luna yang awalnya ingin menangkis kesaksian Jessica diminta oleh Susetyo untuk mengikuti langkah istrinya dalam memenjarakan Andrew dengan berbisik tepat di telinga Luna.“Luna, tolong ikuti saja jalan cerita tantemu. Tolong jaga kehormatan Om. Tolong Om, Luna,” bisik Susetyo saat Jessica sedang memberikan keterangan pada polisi.Sekitar 30 menit kemudian, polisi pun menetapkan Andrew sebagai orang yang melakukan penyerangan pada Luna karena ditolak cintanya, berdasarkan keterangan Jessica dan ditahan di kantor polisi sampai kasusnya dilimpahkan ke pengadilan.Luna yang sebenarnya ingin menyeret Jessica dalam kasusnya, mengurungkan niatnya usai Susetyo sang paman memohon padanya. Sampai akhirnya, Jessica mengucapkan terima kasih pada beberapa staf Luna yang jadi saksi atas penyerangan Andrew.“Saya sebagai Tante dari Luna, mengucapkan terima kasih pada semuanya yang udah menjaga keponakan saya di kantornya,” ucap Jessica sembari menyalami beberapa staf dan saksi dari perusahaan lain yang mendengar suara Luna meminta tolong.Namun, saat Jessica memeluk Luna sebagai rasa syukurnya, wanita cantik berusia 48 tahun itu justru berkata kasar.“Dasar perawan tua! Beraninya kamu menjebloskan Andrew ke penjara. Aku bersumpah akan membuat hidupmu sengsara...,” bisik Jessica sembari memeluk Luna dengan suara yang ditekannya sedemikian rendah.Detak jantung Luna seketika berdetak kencang. Wanita cantik itu pun menelan salivanya dan membalas perkataan Jessica dengan tersenyum sinis. “Dasar wanita jalang! Aku malu menyebutmu keluarku. Pelacur!”Setelah itu, Luna keluar bersama Siska bersama sekuriti dan beberapa staf dengan menggunakan tiga mobil kala jam menunjukkan pukul dua siang. Saat Luna berada di luar, wanita cantik itu pun berkata pada sopirnya dan staf yang ikut bersamanya.“Sebagai ucapan terima kasih, saya ingin mengajak semua teman-teman untuk makan siang bersama, gimana, setuju...?” tanya Luna memandang ke orang-orang yang saat ini ada di sekitarnya.“Setujuuuu...!” jawab mereka serempak.Lalu, ketiga mobil yang di pakai oleh mereka pun meluncur ke restoran yang di rekomendasikan oleh Luna sebagai ungkapan rasa syukur atas pertolongan dari orang-orang di sekitarnya.Luna beserta beberapa orang yang ikut ke kantor polisi tiba di gedung tinggi pencakar langit, sekitar pukul tiga sore. Reza yang mendengar cerita dari beberapa orang tentang sang Bos yang diserang oleh Andrew membuat Reza cemas dan menunggu di depan ruang kerja Luna. Sampai akhirnya, Luna bersama sekretarisnya tiba di lantai 7 tempatnya berkantor, sedangkan Reza sendiri bersama beberapa staf bagian marketing berada di lantai 8.“Sore Bu Luna, bagaimana kondisi Ibu?” tanya Reza berdiri dari kursi yang berada di depan ruang kerja Luna.“Baik,” ucap Luna singkat.“Syukurlah..., untung saja saya nggak jadi menghubungi Pak Subroto. Karena beberapa kali saya hubungi Ibu nggak di angkat,” ujar Reza selaku HRD pada perusahaan tersebut.“Pak Reza, lain kali jangan punya pikiran untuk hubungi Pak Subroto..., Bapak tau sendiri kan, kondisi Pak Subroto lemah,” pinta Luna tanpa memandang ke arah Reza masuk ke dalam ruang kerjanya.Tak lama kemudian, sekretaris Luna yang ikut masuk ke ruang kerja L
Hari ini Reza pulang lebih awal usai menjenguk Subroto yang kini berada di rumahnya untuk menjalani cuci darah atas penyakitnya. Terlihat, wajah Reza tampak bermuram durja, sehingga membuat Amrita, istri Reza bertanya-tanya tentang kondisi Subroto.“Gimana kondisi Pak Subroto, Mas?” tanya Amrita kala Reza telah kembali dari Rumah Subroto.Amrita mengikuti langkah suaminya, Reza hingga masuk ke dalam meja makan. Terlihat Reza duduk dan menuangkan segelas air putih dan meneguknya hingga tandas.“Rita, kondisi pak Subroto sudah sangat parah. Menurut dokter nggak ada kemungkinan bertahan. Untungnya masih bisa dilakukan cuci darah,” jawab Reza menatap wajah istrinya.“Ya Allah, kasihan sekali ... mana anak gadisnya belum menikah,” cicit Amrita.Terlihat Reza menarik napas dalam dan memandang lurus ke wajah Amrita. Ada kegelisahan menyelinap dari gerakan tubuhnya dan beberapa kali netranya menerawang jauh.“Mas, ada apa lagi? Sepertinya ada yang mau Mas katakan, katakanlah,” pinta Amrita me
Seminggu kemudian, usai Reza meyakinkan hatinya dan hati Amrita untuk menerima Luna menjadi madunya, mereka berdua pun mengunjungi Subroto di rumah sakit usai menjalani cuci darah yang dilakukan seminggu sekali.“Pagi Pak, gimana kondisi Bapak hari ini?” tanya Reza berdiri di hadapan Subroto, sementara Amrita berdiri di belakang Reza.“Sama saja seperti kemarin, Za ... siapa wanita yang ada di belakangmu? Istrimu?” tanya Subroto dengan pandangannya yang telah tidak jelas.Reza meraih pundak Amrita. Lelaki tampan itu pun mengenalkan Amrita yang selama ini tidak dikenal oleh Subroto, tetapi wanita cantik itu mengenal Subroto pada saat ikut dalam kegiatan ulang tahun perusahaannya. Hingga, Amrita juga tahu, seperti apa cantiknya Luna Subroto.“Ini istri saya, Amrita. Seperti yang Bapak minta, saya membawa istri saya menemui Bapak.”Amrita maju ke depan dan mencium punggung tangan lelaki tua yang telah tampak lemah, sebagai rasa hormat.“Saya Amrita ... Sehat ya, Pak,” sapa Amrita terseny
Seminggu kemudian, malam sebelum pernikahan yang akan dilakukan oleh Reza esok hari, lelaki itu masih tidur bersama Amrita. Seorang wanita yang telah selama 22 tahun menemaninya dan memberikan dua orang anak yang sangat mereka cintai.“Rita ... Besok ikutlah ke rumah pak Broto. Entah mengapa hatiku begitu gelisah. Aku berpikir, karena kamu belum mengikhlaskan aku,” bujuk lembut Reza seraya memeluk tubuh istrinya.“Aku sudah ikhlas, Mas. Mungkin ini adalah jalanku menuju surga, mengikuti keinginan suamiku,” ujar Rita masih membenamkan kepalanya dalam pelukan Reza.“Sayang..., tolong datanglah. Nggak ada seorang pun yang akan menghinamu saat merelakan aku bersama wanita lain. Semua orang akan berdecap kagum. Aku sangat bersyukur mempunyai wanita sehebat kamu, Rita,” ungkap hati Reza sembari membujuk Amrita untuk datang di pernikahannya.Dengan berlinang air mata, Amrita melepaskan seluruh kegundahan hatinya pada lelaki yang selama ini dicintanya.“Mas, aku takut ... suatu saat Mas akan
Sesampai di ruang UGD, dokter bertindak cepat dengan memberikan pertolongan pertama usai mendengar sekilas perihal hilangnya kesadaran Reza.“Dokter tolong selamatkan suami saya ... tolong dokter ... hikss...,” pinta Amrita dalam tangisnya dengan wajah penuh air mata, hingga maskara dan make up yang digunakan berantakan.Sementara, Luna masih terlihat cantik. Terlihat wanita cantik itu mengamati cara dokter melakukan pemeriksaan pada Reza. Wanita cerdas itu pun, berkata pada dokter yang baru saja melakukan tindakan pertama atas diri Reza.“Dokter apakah suamiku kena serangan jantung?” tanya Luna menatap lekat pada dokter yang berada disisi Reza.“Benar Buu, bapak Reza terkena serangan jantung. Maaf, apa ini suami Ibu?” tanya dokter yang memandang ke arah Amrita yang juga masih menangis.“Iya ini suamiku..., sekarang apa tindakan dokter untuk membuat suamiku sadar” tanya Luna memandang serius pada dokter yang baru saja menempelkan alat pendeteksi jantung.“Baru saja saya memberikan sun
Sampai akhirnya, setelah dua belas jam kemudian kala waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, seorang perawat keluar dari ruang ICU memanggil keluarga Reza.“Keluarga pasien Reza, apa ada disini?” tanya seorang perawat lelaki menatap ke arah beberapa orang yang juga menunggu keluarga mereka di depan ruang ICU.“Ya, aku keluarga pak Reza,” sahut Luna berdiri dan berjalan menuju pintu ruang ICU.Luna masuk ke dalam ruang ICU seorang diri, ketika Amrita dan kedua anaknya pulang ke rumah untuk membersihkan diri dan mereka berencana akan menginap di rumah sakit bersama, sekalian membawa pakaian Reza yang diperkirakan akan menjalani operasi jantung esok hari, setelah di diagnosis mempunyai penyakit jantung koroner.Luna yang telah pulang lebih dahulu untuk membersihkan diri dan menemani Subroto pulang untuk beristirahat di rumah, kembali pukul sembilan malam. Setelah itu, Amrita izin pada Luna untuk pulang ke rumahnya dan meminta wanita cantik itu, menunggu di ruang tunggu ICU hingga ia dan k
Luna yang ditolak mengikuti acara tahlilan di hari pertama hingga hari ke tiga oleh putri kesayangan Reza, memaksakan diri pergi ke rumah Reza untuk mengikuti acara tahlilan di hari ke tujuh. Tepat pukul enam sore Luna berkendara bersama Syamsul, sopir pribadinya menuju rumah duka untuk mengikuti acara tujuh hari almarhum suaminya. Di dalam perjalanan menuju rumah tersebut, Luna teringat atas cerita sahabatnya yang bernama Arumi, perihal sahabat karibnya yang bernama Cintya telah tiba di Indonesia dua hari lalu, usai melakukan liburan bersama pacarnya. Maka, kesempatan tersebut digunakan oleh Luna untuk menghubungi sahabat karibnya.“Halo! Apa kabar?” tanya Luna pada sambungan telepon.“Baik..., lagi dimana? Di kantor ya?” tanya Cintya menjawab panggilan telepon.“Kagak, gue lagi di jalan. Gue denger dari Arumi, elo udah balik ke Indo?” balik tanya Luna.“Iya, baru dua hari lalu gue balik. Capek jalan-jalan pake tour guide. Mending tour sendiri aja kali, kecuali kita kagak bisa bahasa
Setelah hari ketujuh sejak kematian almarhum Reza, wanita cantik nan cerdas itu memutuskan untuk bekerja seperti biasa. Luna ingin melupakan semua kesialan yang menimpanya. Bahkan, desas-desus kematian Reza usai menikahi Luna masih menjadi gosip yang belum sepenuhnya diyakini sebagai berita yang akurat. Beberapa karyawan menanggapi hal itu sebagai kabar burung saja. Sementara Siska sang sekretaris yang setiap hari selalu bersama Luna saja sama sekali tidak mengetahui kebenaran atas berita tentang sang CEO cantik tersebut, kala tujuh hari lalu membatalkan seluruh pertemuan dengan koleganya dan menjadwal ulang rapat intern yang biasa dilakukan Luna. Dan pembatalan itu bersamaan dengan kematian almarhum Reza yang telah berjalan selama tujuh hari.Seperti saat ini, saat Siska berada di Pantry yang berada di lantai 7, ada salah seorang staf langsung bertanya pada Siska, mengenai berita burung yang semakin santer terdengar.“Mbak Sis..., si bos udah mulai masuk kerja ya?” tanya Emil seoran
Regina yang punya rencana untuk mempertemukan Devan dan Silvi, tampak telah berdandan rapi. Regina keluar dari kamarnya dan mengetuk pintu Devan.Tok ... Tok ... Tok ...“Kak Devan ... Kak, jadi kita keluar kan? Kak...,” panggil Regina diluar kamar Devan.Tidak mendapat tanggapan dari sang kakak, membuat Regina membuka pintu kamar Devan dan mendapati sang kakak tertidur pulas hingga Regina pun membangunkan Devan.“Kakak! Bangun...! Gimana sih..., ngomongnya mau jalan keluar,” rajuk Regina mengguncang-guncangkan tubuh Devan.Dengan memicingkan matanya dan menggeliat kan tubuhnya Devan memandang ke arah sang adik yang duduk disisi tempat tidurnya dan bertanya padanya. “Ada apa sih, Gina...”“Tadi Kakak ngomong mau jalan keluar. Ayolah Kak..., sekarang udah jam 6 sore. Cepatlah Kak...,” ujar Regina memandang wajah tampan sang kakak yang sesekali menguap.“Udahlah besok aja Gina..., Kakak lagi malas nih,” jawab Devan menolak ajakan adiknya.Mendengar jawaban Devan jelas membuat Regina pan
Devan yang pulang ke rumahnya, disambut oleh Amrita dan diberondong oleh banyak pertanyaan perihal hubungan putranya dengan Luna yang kini telah hamil.“Gimana kondisi Luna, Devan...? Apa dia baik-baik aja? Apa dia muntah-muntah?” Tanya Amrita ketika melihat Devan dan duduk di meja makan.“Luna baik Ma. Dia sudah pulang ke rumahnya. Hmmm..., sepertinya dia ingin tenang dan katanya Dev nggak usah ke rumahnya. Kalau ada apa-apa nanti dia yang akan hubungi Devan,” ucap Devan terdengar sedih.“Kok begitu? Apa dia marah sama kamu? Bukankah selama ini kamu terus yang menjaga dia?” tanya Amrita.“Dia nggak marah. Mungkin ingin lagi sendiri aja...,” jawab Devan kembali.Amrita menganggukkan kepalanya sementara adik Devan yang bernama Regina, menyambut kedatangan sang kakak ke rumah dengan bahagia karena, Regina yang sejak awal tidak setuju sang kakak menikahi Luna, diam-diam mencuri nomor telepon Silvi dan beberapa kali bertemu di luar dengan teman kampus kakaknya. Bagi Regina, Luna adalah p
Luna berjalan menuju kamar Subroto. Perlahan Luna membuka pintu kamar sang papa. Terlihat Dicky sang ajudan duduk pada sebuah kursi di sebelah tempat tidur Subroto. Dengan langkah pelan, Luna menghampiri Dicky yang terlihat tertidur dalam duduknya. Namun, saat Luna kian mendekati tempat tidur Subroto, secara refleks Dicky langsung berdiri dan sigap memandang ke arah langkah Luna yang perlahan.“Maaf Non Luna, saya pikir siapa,” tutur Dicky mengangguk kecil dan menarik kursi yang tadi didudukinya saat berada di sisi Subroto.“Gimana kondisi Papa, Pak?” tanya Luna menatap lurus pada Subroto yang menggunakan selang oksigen dan terlelap dalam tidurnya.“Dua hari ini Tuan agak sesak napas. Sepertinya Tuan terlalu berpikir keras atas diri Nona. Semalam sama sekali Tuan tidak bisa tidur. Karena itu, mengalami sesak napas.” Dicky melaporkan kondisi Subroto.Luna yang melihat kondisi Subroto kian melemah duduk di sisi tempat tidur sang papa dan memegang jemari tangan yang kian tak berisi denga
Hari ini adalah hari terakhir, Luna berada di rumah sakit. Wanita cantik yang tengah hamil muda itu telah pulih dan sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Devan dengan keluguannya bertanya pada Luna.“Luna, lebih baik kamu jangan turun dari tempat tidur. Aku takut terjadi sesuatu hal dengan dirimu,” pinta Devan.“Dev, santai aja. Kalau infus ditangan sudah dilepas berarti aku udah bisa jalan dan semua akan baik-baik saja,” ucap Luna yang bangun dari tempat tidur.Namun saat kaki jenjangnya akan menyentuh tanah, Devan lalu mencegahnya, “Stop. Kamu mau kemana? Luna ... Serius aku nggak akan membiarkan kamu jalan kemana pun.”“Ya ampun Dev. Aku mau ke kamar mandi. Aku udah diperbolehkan jalan. Udah, kamu tenang aja,” jawab Luna tetap menurunkan kakinya.Namun, tiba-tiba Devan meraih tubuh Luna dan membawanya ke kamar mandi di rumah sakit tersebut dan meletakkan wanita cantik tersebut tepat di depan kloset kamar mandi.“Dev! Kamu ini terlalu lebay!” sungut Luna saat Devan telah menurunkann
Setelah dua minggu berlalu, Luna yang tengah mengisi waktu dengan kedua sahabatnya, Arumi dan Cyntia di sebuah pusat perbelanjaan terbesar itu tiba-tiba terkulai lemah, hingga membuat dua orang sekuriti untuk membopong tubuh Luna, yang tampak antara sadar dan tidak serta nyaris ambruk jatuh ke lantai Mal tersebut. Untung saja seorang lelaki muda dan menyadari Luna yang terjatuh, secara refleks meraih tubuh Luna dan menahannya untuk tidak sampai terjerembap ke lantai Mal tersebut. Seketika suasana Mal yang ramai pengunjung tersebut ramai. Dan salah seorang pengunjung lainnya yang baik memberitahu sekuriti di Mal tersebut hingga mereka dengan cepat tanggap mengevakuasi tubuh Luna yang lemas.“Pak! Tolong bawa ke Lobby! Sekarang saya akan ambil mobil!” teriak Arumi meminta tolong dan berlari menuju lift untuk ke tempat parkir mobil.Sementara Cyntia memegang tas Luna dan mengikuti langkah kedua orang sekuriti dan seorang anak muda yang membantu Luna saat akan terjatuh menuju lift dengan
Satu bulan kemudian, Devan pun menepati janji dengan mengemasi pakaiannya ke dalam tas gendong. Kala itu jam baru menunjukkan pukul 6 pagi. Terlihat, Luna masih tertidur nyenyak usai pergumulan hari ketiga puluh antara ia dan Devan. Dan lelaki muda tampan itu memberikan kenikmatan berulang kali hingga jam menunjukkan pukul 2 dini hari.‘Sebaiknya, aku tinggalkan aja sepucuk surat untuk Luna sebagai salam perpisahan terakhirku. Semoga saja, bulan depan Luna hamil,’ bisik Devan dalam hati.[Teruntuk Luna : Terima kasih untuk 30 hari yang indah bersama kamu. Terima kasih untuk bantuannya pada keluargaku. Kelak, aku akan jadi lelaki yang membanggakan keluargaku dan dirimu. Luna, tolong kabari aku jika, akhirnya kamu hamil, harapku]Diletakkannya kertas yang telah ditulisnya di meja rias Luna. Kemudian, Devan keluar dari kamar Luna. Sesampai diluar kamar, dilihat Darsi pembantu di rumah mewah itu tengah membersihkan ruang keluarga. Kemudian Devan bertanya pada pembantu rumah tangga terseb
Sesampai di rumah, Luna yang kesal dengan sikap Devan yang tak jujur padanya langsung masuk ke dalam kamarnya, usai bertandang ke kamar Subroto sang papa yang dilihatnya tengah terlelap. Di dalam kamarnya, Luna sejenak termangu dan memikirkan hubungan yang telah hampir dua minggu berjalan bersama Devan.Dalam hati Luna berbisik lirih, ‘Apa sebaiknya aku lepas aja Devan ya? Uhm..., sepertinya aku harus ikuti cara Cintya untuk punya anak. Bukankah, untuk memiliki anak yang punya karakter baik dan cerdas, tergantung dari benih aku? Seperti yang aku baca, bibit kecerdasan dan kebaikan dari anak yang akan dilahirkan 80 persen, tergantung dari ibunya. Berarti, semua tergantung aku dong? Ya sudahlah ... Setelah, aku bantu lunasi hutang kak Rita. Aku putuskan untuk berpisah dengan Devan.’Tok ... Tok ... Tok ... “Luna ... Luna ...,” panggil Devan dari luar kamar Luna.“Ya, ada apa?” tanya Luna terkejut dengan ketukan pintu dari luar kamarnya.“Luna, tolong buka pintunya. Aku mau bicara,” pin
“Kak ... Tunggu! Kak!” Pekik kembali wanita muda dengan menghalangi langkah Luna bersama kedua sahabatnya menuju mobil mereka.Arumi dan Cintya yang melihat wanita muda yang sejak awal bersama Devan dan berbicara serius di parkir sepeda motor lelaki tampan itu pun langsung merespons ucapan wanita cantik jelita tersebut.“Awas! Cantik-cantik kok gatel sih? Asal lo tau ya, lelaki yang tadi sama elo, laki teman gue! Paham lo?!” hardik Cintya yang lebih judes dari Luna ataupun Arumi.“Kak, aku paham ... Karena itu, aku mau jelaskan salah paham ini,” ujar wanita cantik itu dengan mencakupkan kedua tangannya memohon waktu pada Luna.“Eh! Nggak usah ya lo menjelaskan apa yang udah gue liat pakai mata kepala kita. Napa sih, elo pakai susah-susah menjelaskan yang usah terlihat? Udah sana jangan halangi langkah teman gue!” sengit Arumi menarik tangan wanita muda yang menghalangi langkah Luna.“Aduh! Sakit kak tanganku...,” keluh wanita muda tersebut memegangi lengannya dan kembali bergeming di
Di sebuah Cafe tempat nongkrong dari beberapa orang yang seluruh bangkunya di isi oleh anak-anak muda dan kaum intelektual muda untuk bercengkerama dan mengobrol, terlihat Luna sedang berbincang bersama kedua sahabatnya dan asyik menyeruput kopi berisi cream. Sudah satu jam lebih mereka bercengkerama dengan tawa yang kadang terdengar dari meja tempatnya mengobrol.Kedua sahabat Luna telah menikah. Hanya saja, suami Arumi menunda untuk memiliki momongan. Sedangkan Cintya masih betah sendiri usai calon suaminya menikahi saudara sepupunya dan patah hati.“Menurut elo berdua gimana nih, gue harus ambil sikap sama si Devan?” tanya Luna memandang kedua sahabatnya.“Menurut gue ya, seperti yang tadi gue omong ke lo. Bisa jadi laki elo itu uda pernah begituan juga sama ceweknya. Kalau denger dari apa yang dia lakuin ke elo, itu mah lelaki yang udah mahir begituan. Kasihanlah cewek itu. Kalau besok cewek itu bunuh diri karena laki elo, bisa-bisa di penjara si Devan,” tutur Cintya serius sembar