Share

DIKEJAR CINTA CEO AROGAN
DIKEJAR CINTA CEO AROGAN
Author: Sigma Rain

BAB 1 PERDEBATAN

‘Apakah semalam aku dan Tuan Patric—?’ Maureen terbangun dari tidurnya dalam keadaan selimut yang membelit tubuhnya dan di sebelahnya ada seorang pria yang malam tadi mabuk.

"Patrick! Apa yang kau lakukan, dengan tidur bersama seorang wanita di rumah ini? Sementara kamu sendiri seharusnya menghadiri rapat penting bersama dengan ayahmu dan calon potensial investor di perkebunan kita!" teriak ibu Patrick emosi.

Tadinya ia berpikir, kalau Patrick sedang sakit, sampai ia melupakan rapat penting. Ternyata putranya itu masih berada di tempat tidur bersama, dengan wanita yang dari warna rambutnya, seperti pelayan yang bekerja di rumah Patrick, tetapi ia tidak yakin, karena wajah wanita itu tertutup rambutnya.

Mendengar suara teriakan yang begitu nyaring sontak saja membuat Patrick langsung bangun  dari tidurnya. sambil memegang kepalanya yang berdenyut nyeri efek dari mabuknya tadi malam.  Ia bahkan melupakan kenyataan, kalau ada seorang wanita yang tidur bersama dengannya.

Ibu Patrick menggelengkan kepala ia merasa kecewa, melihat Patrick yang bersikap seenaknya saja. "Siapa wanita yang tidur bersama denganmu, Patrick? Yang sudah membuat ayahmu dan juga calon potensial investor perkebunan kita menunggu lama, sebelum akhirnya mereka pergi dan membatalkan rencana  kerjasama yang akan terjalin!"

Patrick langsung menoleh ke sampingnya dan ketika itulah ia melihat kepala dengan rambut pirang yang tidur di atas bantal, yang ada di samping bantal yang tadi ditidurinya. Wanita itu begitu pulas tertidur, sampai-sampai tidak menyadari apa yang terjadi ddi sekitarnya.

'Siapa wanita ini? Bagaimana ia bisa berada di atas tempat tidurku?' batin Patrick. Tangannya terulur menyibak rambut wanita itu untuk melihat wajahnya.

Kemarahan ibu Patrick menjadi tersulut, karena dirinya merasa tidak dihiraukan oleh Patrick. "Kau mengabaikan ibu Patrick! Bagaimana Ayahmu tidak kecewa dan lebih memilih saudara tirimu Lukas, kalau kelakuanmu seperti ini!"

Dalam hati Patrick merasa sedikit kesal kepada ibunya. "Tolong jangan berteriak, Bu! Pendengaranku masih normal dan aku tidak ingin mendengar Ibu terus membandingkan diriku dengan seseorang yang kubenci!"

 Mendengar yang dikatakan oleh Patrick, Ibunya mendengus tidak suka. Dan ketika itulah wanita yang tidur di samping Ryan bangun, sehingga wajahnya dapat dikenali oleh Ibu Patrik.

“Astaga Patrick! Kau tidak pergi rapat, karena tidur, dengan pelayan di rumah ini! Dan kau Maureen! Bukankah kau seharusnya tidak menginap di rumah Patrick? Setelah membersihkan rumah ini, kau seharusnya pulang?” bentak ibu Patrik.

Patrick dengan cepat pulih dari rasa terkejutnya, begitu melihat siapa wanita yang tidur di sampingnya. Ia mengabaikan kemarahan ibunya, sebagai lelaki normal mata nakalnya justru lebih tertarik melihat Maureen yang tidak menyadari, kalau dirinya tidak memakai pakaian selembar pun. Meskipun dalam hati Patrick merasa heran, bagaimana bisa Maureen berada di atas tempat tidur yang sama dengannya. Tidak mungkin ia secara sadar mengajak wanita yang menjadi pelayan di rumahnya ini untuk tidur bersama, sementara ia sendiri sudah memiliki kekasih.

Menyadari arah tatapan mata Patrick, Maureen menundukkan pandangannya dan ketika itulah ia baru tersadar keadaan dirinya. Dengan cepat ia menarik selimut yang tadi merosot ke atas pahanya. Dapat didengarnya suara kekehan dari Patrick yang terdengar megejek di telinga Maureen.

Setelah tubuhnya terlindungi dari tatapan mata Patrick, Maureen memberanikan diri untuk melihat ke arah Patrick. "Apa yang sudah Tuan lakukan kepada saya? Kenapa saya bisa berada di atas tempat tidur Tuan?"

Patrick mengernyitkan keningnya, yang mabuk tadi malam adalah dirinya lantas kenapa Maureen bertanya seperti itu kepadanya. "Mengapa kamu bertanya seperti itu kepadaku? Bukannya kamu yang berada di atas tempat tidurku? Apakah kamu bermaksud untuk menjebakku Maureen?"

Dengan sorot mata curiga Patrick melihat ke arah Maureen. Ia menanti penjelasan dari Maureen, yang sehari-hari bekerja sebagai pelayan di rumahnya ini. 

Maureen sama sekali tidak menyukai tatapan dan tuduhan yang terlontar dari bibir Patrick. "Saya sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menjebak Tuan. Tuanlah yang mabuk tadi malam dan meminta bantuan kepada saya untuk ke kamar Tuan!"  

"Jadi, kau memanfaatkan diiku yang sedang mabuk, untuk menidurumu?" Tanya Patrick., sambil mengernyitkan keningnya. Ia tidak habis pikir mengapa Maureen tidak menolak, ketika dirinya yang sedang dalam keadaan mabuk membawa wanita itu ke atas tempat tidurnya, karena ingatannya hanya samar-samar saja tentang apa yang terjadi tadi malam.

Dada Maureen merasa sakit mendengar pria yang selama ini hanna bisa ia sukai diam-diam. Ia memang tidak perah bermimpi perasaannya akan dibalas oleh Patrick, tetapi ia juga tidak bisa menerima, kalau dirinya direndahkan. 

"Saya akui saya memang salah, karena sudah membiarkan Tuan menyentuh tubuh saya dan saya sama sekali tidak sanggup untuk menolaknya," Karin menundukkan kepalanya merasa malu.

Mata Paitrick melotot mendengar penuturan Maureen. Apa wanita itu sudah menuduhnya melakukan paksaan utuk menidurinya. karena ia tidak mungkin melakukan hal itu.

"Makudmu, aku memperkosa dirimu?" Patrick menatap dingiin Maureen. 

Ibu Patrick yang sedari tadi diam saja mendengarkan percakapan antara Maureen dan Patriick melotot ke arah Patrick. "Maureen, tolong kamu katakan! Apakah Patrick sudah memaksamu?"

Maureen mengangkat wajahnya yang besemu merah. Ia hanya sanggup menggelengkan kepala. Bagaimana mungkin ia mengakui, kalau dirinya terhanyut dengan apa yang dilakukan Patrick kepadanya. Ia sama sekali tidak mampu menolak pesona dan kharisma Patrick.

Melihat sikap diam Maureen, Ibu Patick menjadi kesal. "Tolong, kamu katakan apakah Patrick sudah menyakitimu? Kamu tidak perlu merasa takut untnuk mengatakan kebenarannnya!"

Maureen tidak mau Ibu Patrick menjadi alah faham dengan diamnya ia. "Tidak Nyonya, Tuan Patrick sama sekali tidak meyakiti ataupun memaksa saya. Saya memang secara sadar menyerahkan diri saya kepadanya." Maureen kembali menundukkan kepala, dengan wajah merah, seperti kepiting rebus.

Mendengar penuturan Maureen, Patrick merasa lega, kalau dirinya tidak melakukan paksaan. "Ibu sudah mendengar apa yang dikatakan oleh Maureen, jadi berhentilah ibu melihatku dengan curiga." 

"Mengapa aku tidak ingat sama sekali tidak mengingat, kalau sudah tidur denganmu? Kita hanya tidur bersama saja, bukan? Dan aku sama sekali tidak menyentuhmu!"

Maureen tanpa sadar melotot ke arah Patrick. Dalam hatinya Maureen berkata, 'Apa tuan Patrick dia meniduri angin sehingga dirinya sama sekali tidak merasa sudah bercinta denganku?'

Patrick melihat Maureen dengan tatapan mata yang tajam dan menyelidik, sehingga membuat Maureen menjadi gelisah mendapati tatapan itu.

“Patrick! Apakah kau lupa, kalau ibumu masih berada di kamarmu? Tidakkah kau sadar, kalau kau sudah bersikap tidak sopan dengan melihat Maureen tanpa berkedip!" Mata Ibu Patrick melotot melihat apa yang dilakukan oleh Patrick.

Patrick melihat ibunya, dengan tatapan mata yang dingin ia tidak senang sudah diingatkan. ”Mengapa Ibu tidak juga keluar dari kamarku? Bukankah seharusnya Ibu langsung keluar begitu melihatku sudah bangun!"

Mata ibu Patrick melotot, ia tidak percaya, kalau Patrick akan berkata seperti itu. “Baiklah, ibu tunggu kalian di bawah dalam waku 30 menit kalian berdua sudah harus berada di sana. Ibu dan ayahmu menunggu penjelasan darimu!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status