“Saya nyatakan kalian berdua sah, sebagai pasangan suami istri dan kau boleh menncium istrimu, Patrick" ucap Pendeta yang memberkati pernikahan Patrick dan Maureen.
Suara tepuk tangan dari beberapa orang yang turut hadir pernikahan sedderhana Patrick dan Maureen di kantor catatan sipil terdengar nyaring.
Patrick menatap Maureen dengan intens dapat dilihatnya sinar bahagia di mata itu. "Kau dengar apa yang dikatakan oleh pendeta bukan? Kalau aku dipersilakan untuk menciummu!"
Patrick mencium Maureen seakan hanya berdasarkan perintah dari pendeta saja. Akan tetapi, begitu bibirnya bertemu dengan bibir Maureen, yang terasa lembut dan nikmat membuat Patrick tidak berhenti mencium Maureen.
Terlalu larut mencium Maureen, Patrick melupakan kenyataan kalau mereka berada di tempat umum. Dengan penonton yang menjadi malu, karena kemesraan keduanya.
Patrick baru melepaskan ciumannya di bibir Maureen, setelah terdengar suara ibunya yang mendesis menahan kesal mengingatkan dirinya, kalau ia berada di tempat umum.
Diusapnya bibir merah alami Maureen yang terlihat bengkak, karena ulahnya, sementara mata Maureen sendiri terlihat berkabut. Tampak jelas, kalau ia menjadi bergairah hanya karena cumbuan bibirnya di bibir Maureen dan hal itu membuat Patrick ingin kembali menarik Maureen ke pelukannya dan mencumbunya, hingga mereka berdua kembali merasakan nikmatnya bercinta, Hal yang dilupakan Patrick bagaimana rasanya mencumbu Maureen, karena pada saat itu ia dalam keadaan mabuk.
Wajah Maureen merona merah, karena malu. Beruntung ia diselamatkan oleh ibu Patrick yang meminta kepada fotografer yang disewanya untuk mengabadikan mereka semua dalam potret.
Kedua orang tua Patrick hanya bisa pasrah saja melihat rona tidak bahagia di wajah Patrick, karena mereka mengetahui alasan di baalik pernikahan itu terjadi.
Dengan gaun putih sederhana yang dikenakannya. Maureen terlihat anggun dan cantik di samping Patrick, yang mengenakan jas berwarna hitam. Keduanya tampak serasi hanya saja di raut wajah Patrick tidak terlihat rona bahagia, seperti yang seharusnya diperlihakan seseorang yang baru saja menikah.
Selesai sesi pemotretan mereka semua keluar dari gedung catatan sipil tersebut. Maureen dan Patrick masuk mobil yang dikemudikan oleh Patrick pulang ke rumahnya sendiri di mana Ibunya bersikeras menyelenggarakan pesta pernikahan yang sederhana untuk mereka berdua..
“Aku tidak dapat mencegah Ibuku mengadakan pesta sederhana untuk kita. Kuharapa kau tidak membayangkan hal yang romantis!”
Maureen menoleh ke arah Patrick yang tatapannya lurus ke jalanan. Dengan kedua tangan di atas paha saling bertautan untuk mengusir rasa gugupnya. Ia hanya bisa menganggukkan kepala kepada Patrick yang mengendarai mobilnya sendiri menolak tawaran Ayahnya yang hendak meminjamkan sopir pribadinya kepada Patriick.
"Um, setelah kita menikah aku harus memanggilmu dengan sebutan apa?"
Terdengar suara tarikan napas Patrick yang nyaring menahan rasa kesalnya. “Terserah kau saja, aku tidak peduli sama sekali!"
Selama beberapa saat suasana di dalam mobil tersebut terasa hening.. Tidak ada yang membuka percakapan lagi. Hingga Maureenlah yang memecah keheningan tersebut, karena ia tidak tahan lagi dengan suasana tegang yang begitu terasa di antara mereka berdua. "Mengapa kau tidak bersungguh-sungguh menolak pernikahan di antara kita?"
Mendengar tuduhan Maureen Patrick menghentikan laju mobilnya secara mendadak. Beruntung Karin memakai sabuk pengamannya, sehingga ia baik-baik saja.
“Seandainya aku tidak akan kehilangan semua yang selama ini menjadi milikku sudah pasti pernikahan ini tidak akan terjadi.” Patrick menggertakkan giginya menahan kemarahan, karena mengingat paksaan dari ayahnya untuk segera menikahi Maureen dan memberikan seorang cucu kepadanya, sebagai bukti kesungguhan pernikahan mereka.
Dengan bibir yang terkatup rapat Patick dan tatapan yang melayang jauh Patrick teringat kekasihnya Sandra, yang sama sekali tidak mengetahui tentang pernikahannya, serta apa yang menjadi alasan di balik pernikahannya tersebutl.
Secara mendadak Patrick melepaskan tangannya yang memegang kemudi. Ia mendekatkan wajah ke arah Maureen, dengan tangannya yang besar dan kuat memegang tengkuk Maureen.
Diciumnya bibir Maureen, dengan lembut. Maureen yang awalnya mengira Patrick akan menciumnya dengan kasar membuka mulutnya sedikit, untuk mengeluarkan suara desahan, karena cumbuan seringan kupu-kupu di bibirnya.
Lidah Patrick bermain semakin dalam, tangannya dengan terampil membuka restleting gaun yang dikenakan Maureen. Disingkapnya gaun Maureen, hingga memperlihatkan leher jenjang Maureen yang putih mulus.
Maureen yang bergerak-gerak gelisah di bawahnya membuat ‘adik kecilnya’ membengkak minta dipuaskan.
Bibir dan lidah Patrick bergerak turun ke leher Maureen, sayangnya pada saat itulah bunyi suara klakson yang nyaring membuyarkan suasana intim antara Maureen dan Patrick.
Sebuah mobil berhenti tepat di samping jendela mobil Patrick, dengan kaca mobil yang diturunkan. “Ya, Tuhan Patrick! Tidak dapatkah kau menunggu hingga kalian sampai di rumah untuk mengajak istrimu bercinta! Kalian dapat melakukannya sepuas dan sesuka hati kalian, tetapi tidak di jalan umum seperti ini! Ayah tahu, kalau kalian baru saja menikah.”
Wajah Maureen menjadi merah, seperti kepiting rebus, karena malu. Dinaikkanya kembali gaunnya ke atas, hingga bagian dadanya yang tadi terbuka, kembali tertutup.
Sementara Patrick menggeram marah, hampir saja ia tadi bercinta dengan Maureen di dalam mobilnya. Ia tidak tahu mengapa dirinya bisa bertindak di luar kendali, seperti tadi. Pada awalnya, ia hanya ingin menguji bagaimana reaksi Maureen, kalau ia secara tiba-tiba dirinya mencumbu istrinya itu di depan orang banyak, selain itu juga untuk memberikan hukuman kepada Maureen yang sudah membuatnya terpaksa menikahi wanita itu dan mengkhianati kekasihnya.
Respon Maureen di luar dugaannya, karena dirinya sama seperti Maureen ikut terpengaruh, apa yang seharusnya hanya sekedar tes untuk Maureen.
Patrick melihat Maureen, yang sudah kembali menaikkan gaunnya ke posisi semula. Diturukannya kaca mobil untuk melihat ayahnya yang telah menurunkan kaca mobil.
“Ayah dan ibu hanya mengganggu saja! Aku tahu apa yang kulakukan kepada istriku!” Patrick menaikkan kembali kaca jendela mobilnya dan kembali menghidupkan mesin mobil.
Mobil yang ditumpangi ayahnya perlahan menjauh dari mobil mereka. Barulah Patrick menjalankan mobilnya di belakang mobil yang membawa kedua orang tuanya.
“Aku menciummu tadi, karena selama beberapa saat tadi aku membayangkan kau adalah kekasihku.”
Maureen memejamkan kedua matanya, sambil menarik napas dalam-dalam. Hatinya terluka mengetahui alasan di balik ciuman yang diberikan Patrick kepadanya. Sebegitu tidak berartinya ia di mata Patrik.
“Apakah kau juga akan memperlihatkan kemesraan kita di hadapan Sandra, kekasihmu?” Maureen sedikit ragu mengucapkan hal itu, karena takut memancing kemarahan Patrick.
Terlihat bagaimana Patrick menggenggam kemudi dengan erat, begitu mendengar pertanyaan darinya. Dengan suara yang mendesis menahan rasa geramnya Patrick berkata, “Aku tidak mungkin melakukannya dan melukai perasaan wanita yang kucintai!"
Maureen menoleh ke arah Patrick yang ia lihat dari samping raut wajahnya memperlihatkan kemarahan. dan juga rasa cemburu, karena Patrick lebih memikirkan perasaan wanita lain dibandingkan dengan dirinya yang sudah menjadi istri dari Patrick.
Perjalanan pulang pun dilanjutkan kembali dan kali ini tidak ada yang membuka percakapan lagi sampai, mobil yang dikemudikan oleh Patrick berhenti di halaman rumahnya di mana terlihat beberapa mobil tamu yang diundang ibunya sudah datang.
Keduanya turun dari mobil dan berjalan berdampingan, dengan raut wajah Patrick yang terlihat dingin dan tak tersentuh.
Begitu sudah berada di dalam rumah keduanya menyapa tamu mereka yang sudah datang, termasuk ibu Karin yang tidak bisa ikut serta menghadiri pernikahan Maureen dan Patrick di kantor catatan sipil, karena sakit yang dideritanya membuat ia tidak mungkin melakukan perjalanan yang jauh.
Tiba-tiba saja perhatian semua orang terarah ke pintu di mana seorang wanita yang berpeampilan anggun dan cantik masuk dan langsung mendekat ke arah pasangan pengantin. Ia lalu berhenti tepat di hadapan Patrick.
"Mengapa kau tega sekali melakukan hal ini kepadaku, Patrick! Kau tidak memberitahukan kepadaku, kalau kau menikah dengan orang lain dan bukannya denganku!" Wanita itu mendorong dada Patrick dengan air mata yang jatuh di wajah cantiknya. Ia melirik sekilas Maureen dengan tatapan yang dipernuhi kebencian.
Sama seperti kedatangannya yang mendadak wanita itu dengan cepat berbalik melangkah keluar dari rumah Patrick.
Dengan cepat Patrick mengejar Sandra yang hendak pergi dari rumahnya. "Sandra! Tunggu, aku bisa menjelaskan semuanya kepadamu."
“Kau mau pergi ke mana Patrick!" Bisik Ibunya, sambil menarik lengan Patrick. Tunggulah beberapa menit lagi, sampai pesta ini berakhir baru kau menemui wanita tadi dan memberikan penjelasan kepadanya, tetapi tidak sekarang! Karena Ibu tidak mau kau membuat nama baik keluarga kita menjadi tercoreng. Tadinya Ibu Patrick sedang berbicara dengan pelayan yang mengurus pesanan makanan pesta pernikahan Patrick dan Maureen, ketika dilihatnya Patrick berjalan keluar hendak menyusul seorang wanita, yang ia kenali beberapa kali pergi ke pesta relasi mereka dengan Patrick. Dan beruntung saja ia berada pada waktu dan tempat yang tepat, sehingga dirinya bisa mencegah Patrick melakukan tindakan yang dapat mempermalukan mereka semua. Dengan kedua tangan yang terkepal di sisi tubuhnya Patrick mengangguk. Ia melepaskan pegangan tangan Ibunya. Selama beberapa saat Patrick hanya diam saja di tempatnya berdiri mengawasi bagaimana Sandra masuk mobil dan kemud
Patrick menghentikan langkahnya, tetapi ia sama sekali tidak membalikkan badannya. "Apakah kamu bermaksud mencegahku untuk bertemu dengan kekasihku, Maureen?" Maureen berjalan menghampiri Patrick. "Aku hanya meminta kepadamu untuk menghabiskan waktu bersama denganku di hari pertama pernikahan kita." Sontak saja Patrick membalikkan badannya ia tertawa sinis ke arah Maureen. "Sayangnya aku tidak ingin menghabiskan waktu berdua saja denganmu!" Ia lalu dengan kasar mendorong tubuh Maureen menjauh, sampai wanita yang baru saja dinikkahinya itu hampir terjatuh, kalau ia tidak dengan cepat berpegangan pada dinding. Tidak menunggu jawaban dari Maureen, Patrick kembali melanjutkan langkahnya dan menutup pintu dengan keras, sehingga menimbulkan bunyi yang nyaring. Seakan ia melampiaskan kemarahannya kepada pintu tersebut. Maureen memegang dadanya yang terkejut mendengar suara tersebut. Ia lalu berjalan ke arah pintu balkon kamar Patrick. Ia kemu
“Apa maksudnya ini Maureen? Aku tidak yakin, kalau kau sedang mengandung anakku!” Ucap Patric, ketika dilihatnya Maureen masuk kamar mereka. Maurenn menatap tidak percaya alat tes kehamilan yang seharusnya berada di tempat sampah. Sekarang justru berada di tangan Patrick. Ia menelan ludah dengan sukar mendadak tenggorokannya terasa kering. Ditundukkannya wajah, karena ia merasa takut dengan tatapan tajam Patrick. “Bagaimana kau bisa meragukan, kalau anak yang kukandung bukan anakmu?” Patrick menarik napas dalam-dalam ia mengetahui, kalau dirinya tidak mungkin mandul. Ia lelaki normal, yang tentu saja bisa membuat wanita yang tidur dengannya menjadi hamil. Dengan tangan yang terlipat di depan dada diamatinya Maureen. Ia tidak suka wanita itu bukannya menjawab pertanyaannya, tetapi balik bertanya. Patrick mengatakan alasan ia tidak percaya, kalau anaknya. Bisa saja Maureen sudah hamil duluan dengan pria di luar sana, karena ia
“Kau pasti becanda!” Maureen membalikkan badan dan hal itu merupakan kesalahan baginya, karena membuat dirinya berhadapan dengan wajah Patrick yang begitu dekat. Juga ia dapat melihat dada telanjang Patrick, yang ditumbuhi rambut. Bagaikan ada magnetik tangan Maureen terulur untuk mengelus dada tersebut. Yang dengan cepat ditangkap Patrick. “Kau pasti menginginkan diriku, bukan? Ketika itu aku sedang mabuk dan aku tidak dapat mengenali bagaimana rasanya bereinta denganmu!” Mata Maureen langsung melotot ia menarik tangannya dengan cepat dari dada Patrick. Ia lupa, kalau suaminya ini begitu arogan. Digesernya posisi berbaringnya menjauh dari Maureen, lalu diletakkannya guling di antara dirinya dan Patrick. Melihat hal itu Patrick tertawa ia mengatakan, kalau hanya sebuah guling tidak akan menghalanginya untuk menyentuh tubuh Maureen. Patrick mengatakan, kalau Maureen takut tidak kuat menghadapi pesona maskulinitas d
“Kenapa kau mau berhenti sekarang? Tidak bisakah kau menundanya sampai aku mendapatkan penggantimu?” Tanya Maureen penuh harap. Wanita itu menggelengkan kepala, sambil meminta maaf dirinya tidak bisa memenuhi permintaan Maureen. Dengan berat hari Maureen pun memenuhi permohonan berhenti wanita itu. Ia tidak menahannya dan sekarang ia harus segera mendapatkan pengganti orang yang bersedia merawat ibunya. Namun, ia akan mencoba untuk bertanya kepada Patrick terlebih dahulu. Diambilnya ponsel dari tas yang dibawanya, lalu dihubunginya nomor kontak Patric, tetapi suaminya itu tidak mau mengangkat panggilan telepon darinya. Bingung tindakan apa yang harus diambilnya ia tidak mungkin meninggalkan Ibunya seorang diri di tempat ini, sementara ia juga harus mendapatkan ijin dari Patrick terlebih dahulu kalau ingin membawa Ibunya tinggal bersama dengannya. Masalah juga tidak akan hilang begitu saja, kalau ia membawa Ibunya
“Wel, siapa yang keluar dari daerah kekuasaannya. Tenang big brother, aku tidak akan merayu istrimu, karena aku bukan perebut istri orang.” Lukas melayangkan senyum mencemooh ke arah Patrick. Patrick mengepalkan kedua tangannya, yang gatal hendak memukul Lukas, tetapi ia tidak mau berkelahi dengan Lukas di sini. Dengan langkah panjang ia berjalan menghampiri Maureen, kemudian menggamit tangannya dengan kasar. Dibawanya istrinya tersebut menuruni tangga. “Kita ke rumahmu!” ucap Patrick dengan gigi yang gemeretak, karena menahan emosi. Maureen hanya bisa menurut saja ia tidak mau menambah panas situasi dengan protesnya. Ia hanya mencoba melepaskan cekalan tangan Patrick di tangannya. Bukannya melepaskan tangan Maureen, Patrick justrtu mengeratkan pegangannya, seakan takut Maureen kabur. “Apakah kau tidak sadar, kalau menyakiti istrimu, Patrick? Wanita itu tidak melakukan kesalahan apapun, aku hanya meny
“Berani sekali kau, Maureen!” bentak Patrick emosi. Ia lalu memukul meja dengan keras, sehingga membuat Maureen terlonjak dari duduknya, saking kagetnya. Maureen menundukkan wajah tidak berani melihat netra Patrick yang menyorot galak. Ia jadi merasa takut untuk mengatakan apapun, karena selalu saja salah dipandangan Patrick. “Kenapa diam saja? Bukannya tadi kamu berani menentang saya!” Patrick menyunggingkan senyum sinis ke arah Maureen. ‘Tenang Maureen! Kamu harus sabar menghadapi pria seperti Patrick, yang selalu saja membuat hatimu sakit,’ batin Maureen. Melihat Maureen yang hanya diam saja membuat Patrick menjadi emosi. Ia mengatakan, kalau dirinya akan pergi ke kantor saja dan jangan tunggu dirinya pulang. Kembali Patrick tidak menghabiskan makannya. Ia pergi dalam keadaan marah dan membuat Maureen harus menebak apakah ia benaran melakukan apa yang dikatakannya. Nafsu makan Maureen juga hilang ia
“Maaf, aku telah lancang masuk perpustakaan ini tanpa seijinmu. Aku tidak bermaksud untuk mencari perhatian agar kau memberikan perhatian dan jatuh cinta kepadaku. Aku tidak akan melakukannya lagi!” Maureen, kemudian berbalik keluar dari perpustakaan dengan raut wajah sedih. Mengapa selalu saja ia membuat kesalahan? Apa yang dilakukannya selalu saja disalahartikan oleh Patrick. Perlahan Maureen menuruni tangga ia merasa tidak yakin tidur di kamar yang sama, dengan yang biasanya ia tempati bersama Jordan. Mengingat sikap suaminya itu yang tidak pasti kepadanya. Ia berjalan menuju ruang tengah, lalu duduk di sofa tunggal yang ada di ruangan itu. Dinyalakannya televisi, dengan siaran acak, karena ia sama sekali tidak tertarik dengan apa yang ditayangkan televisi. Dengan pikirannya yang sedang tidak tenang. ‘Seandainya saja malam itu aku bisa menolak sentuhan tuan Patrick. Tidak mungkin pernikahan ini terjadi,’ gumam Maureen pela