“Berani sekali kau, Maureen!” bentak Patrick emosi. Ia lalu memukul meja dengan keras, sehingga membuat Maureen terlonjak dari duduknya, saking kagetnya. Maureen menundukkan wajah tidak berani melihat netra Patrick yang menyorot galak. Ia jadi merasa takut untuk mengatakan apapun, karena selalu saja salah dipandangan Patrick. “Kenapa diam saja? Bukannya tadi kamu berani menentang saya!” Patrick menyunggingkan senyum sinis ke arah Maureen. ‘Tenang Maureen! Kamu harus sabar menghadapi pria seperti Patrick, yang selalu saja membuat hatimu sakit,’ batin Maureen. Melihat Maureen yang hanya diam saja membuat Patrick menjadi emosi. Ia mengatakan, kalau dirinya akan pergi ke kantor saja dan jangan tunggu dirinya pulang. Kembali Patrick tidak menghabiskan makannya. Ia pergi dalam keadaan marah dan membuat Maureen harus menebak apakah ia benaran melakukan apa yang dikatakannya. Nafsu makan Maureen juga hilang ia
“Maaf, aku telah lancang masuk perpustakaan ini tanpa seijinmu. Aku tidak bermaksud untuk mencari perhatian agar kau memberikan perhatian dan jatuh cinta kepadaku. Aku tidak akan melakukannya lagi!” Maureen, kemudian berbalik keluar dari perpustakaan dengan raut wajah sedih. Mengapa selalu saja ia membuat kesalahan? Apa yang dilakukannya selalu saja disalahartikan oleh Patrick. Perlahan Maureen menuruni tangga ia merasa tidak yakin tidur di kamar yang sama, dengan yang biasanya ia tempati bersama Jordan. Mengingat sikap suaminya itu yang tidak pasti kepadanya. Ia berjalan menuju ruang tengah, lalu duduk di sofa tunggal yang ada di ruangan itu. Dinyalakannya televisi, dengan siaran acak, karena ia sama sekali tidak tertarik dengan apa yang ditayangkan televisi. Dengan pikirannya yang sedang tidak tenang. ‘Seandainya saja malam itu aku bisa menolak sentuhan tuan Patrick. Tidak mungkin pernikahan ini terjadi,’ gumam Maureen pela
“What! Patrick menatap tidak percaya Mauren. Berani sekali istrinya itu menantangnya. Dengan dingin ia memperingatkan Maureen coba saja ia melakukan apa yang tadi dilakukannya. Sudah menanti hukuman yang akan dilakukannya. Usai mengatakan hal itu Patrick berjalan masuk rumah, tetapi sebelumnya ia memperingatkan kepada Maureen jangan lama-lama berada di luar, ia tidak mau direpotkan, dengan harus merawat Maureen yang sakit. Maureen menunggu selama beberapa saat, sampai Patrick menghilang dari balik pintu. Barulah ia masuk rumah langsung menaiki tangga menuju kamar tamu. Ia memutuskan untuk tidur di sana saja, daripada nanti, ketika ia masuk kamar yang ditempatinya bersama dengan Patrick, kemudian diusir keluar. Itu suatu hal yang memalukan dan menyakitkan bagi Maureen. Tangannya sudah terulur memegang kenop pintu, ketika Patrick menegurnya, dengan mengatakan kalau itu bukanlah kamarnya. Maureen membalikkan badan menuju kamar
“Kenapa kau terus saja meragukanku? Tidakkah kau merasakan, kalau bayi yang kukandung ini adalah anakmu? Seandainya yang sedang hamil adalah kekasihmu, Sandra. Apakah kau juga akan meragukannya?” Tanya Maureen lirih. Mendengar nama kekasih disebut Maureen, Patrick menjadi marah. Ia mendekati istrinya itu, lalu memegang kasar pipinya. “Aku tidak akan meragukan anak yang dikandung Sandra, kalau ia hamil!” Maureen mendongak, sehingga netra keduanya bertemu. Netra Patrick dipenuhi dengan amarah, sementara Maureen sarat dengan luka. “Mengapa?” Mendengar pertanyaan Maureen, Patrick tertawa dengan keras. Ia mengatakan, kalau Maureen begitu naif, dengan bertanya mengapa. Sudah tentu ia tidak akan meragukan Sandra, karena ia sudah sangat mengenal kekasihnya itu. Dan hal itu jelas berbeda dengan Maureen. Maureen mengangguk lemah, ia menyesal sudah mengajukan pertanyaan yang hanya akan menyakiti hatinya saja. “Aku yang aka
“Sampai kapanpun juga aku tidak akan pernah merasa cemburu kepadamu! Kamu itu bukan siapa-siapa di mataku!” Patrick kembali menghentikan mobil di pinggir jalan. Dicekaunya dengan kasar dagu Maureen. Maureen menelan ludahnya dengan sukar, karena ia merasa takut telah memancing kemarahan Patrick. Dengan suara yang tercekat, ia meminta kepada Patrick, untuk berhenti mencurigainya. Dan mengenai bayi yang sedang dikandungnya ia bersedia melakukan tes DNA, setelah anak mereka lahir nanti. Dengan geram Patrick melepaskan cekauannya di dagu Maureen. Ia mengatakan, kalau dirinya tidak akan pernah berhenti untuk mengawasi Maureen, karena ia sendiri yang sudah secara sukarela menyerahkan diri kepadanya. Dan ia juga sudah mengeluarkan banyak uang, hanya untuk Maureen dan Ibunya. Hati Maureen merasa sakit, begitu rendahnya dirinya di mata Patrick. Tidak bisakah suaminya itu menghargai dirinya sedikit saja. Mengapa ia selalu memandang rendah dirinya.
“Astaga Maureen, kau percaya dengan apa yang kukatakan barusan! Kau fikir aku akan berani melakukannya? Mengingat sikap galak kakakku, tentu saja aku tidak berani.” Lukas tertawa keras. Maureen memanyunkan bibirnya, ia sudah merasa tidak nyaman mendengar pernyataan Lukas sebelumnya, tetapi ternyata ia hanya becanda saja. “Kau berhasil membuatku tertipu dan hampir saja aku memaksa untuk turun dari mobil ini,” sahut Maureen. Lukas kembali menjalankan mobil, dengan sisa-sisa tawa yang keluar dari bibirnya. Membuat Maureen ikut tertawa juga mendengarnya. Tak berselang lama mobil yang dikemudikan Lukas berhenti di depan rumah Patrick. Setelah mengucapkan terima kasih, Maureen pun turun dari mobil itu, Memasuki rumah Maureen dapat mendengar suara percakapan antara Ibunya dan perawat. Maureen pun merasa lega, karena sudah meninggalkan Ibunya bersama dengan orang yang tepat. “Bagaimana keadaan Ibuku? Tidak ada
“Apa maksudmu berkata, seperti itu? Kewajiban apa yang sudah kulanggar? Apakah sebagai Istrimu aku tidak berhak untuk membawa Ibuku tinggal di tempat ini tanpa ada syarat-syarat” Maureen memberanikan dirinya untuk bertanya. Patrick melipat tangannya di depan dada, ia memberikan tatapan sinis kepada Maureen. Ia mengatakan, kalau Mauureen harus mau menuruti apa yang sudah menjadi ketentuannya sebagai pemilik rumah. Maureen menatap Patrick dengan tidak percaya. Keberadaannya di rumah ini benar-benar tidak dianggap oleh suaminya itu. Ia sama sekali tidak memiliki hak sebagai seorang Istri di rumah ini. ‘Apakah Patrick hanya menganggapku sebagai pelayan saja, sama seperti posisiku sebelum menikah dengannya,’ batin Maureen sedih. Maureen meminta maaf kepada Patrick, karena dianggap sudah melalaikan kewajibannya. Ia juga bertanya kewajiban apakah yang dimaksud oleh Patrick. Dengan dingin Patrick mengatakan kewajibannya,
“Kenapa kau berkata, seperti itu, Sandra? Kau tahu dengan pasti aku sudah lama tidak menyentuhmu semenjak aku menikah. Dan sekarang kau mengaku sedang hamil dua minggu dan itu adalah anakku!” Patrick menertawakan Sandra. Terdengar suara Sandra marah, karena Patrick yang tidak mempercayai dirinya. Ia sudah memberikan bukti tes kehamilan dari dokter. Suara tawa sinis terlontar dari bibir Patrick. Ia mengatakan kepada Sandra untuk lebih pintar lagi, kalau ingin membohongi orang yang cerdas, seperti dirinya. Maureen yang berdiri di balik pintu merasa lega mendengar penyangkalan dari Patrick, sekaligus merasa kasihan kepada Sandra, karena kata-kata kasar Patrick. Seharusnya wanita itu sudah mengenal sifat kasar dan arogan dari Ryan, karena sudah lama bersama dengannya. Tiba-tiba saja pintu ruang kerja Patrick dibuka lebar dengan kasar, kemudian tampaklah Sandra yang terkejut melihat kehadiran Maureen di depan pintu.
Sopir pribadi Patrick menatapnya dengan bingung. “Apa maksud Bos? Bagaimana dengan Bos sendiri? Di tempat ini Bos hanya seorang diri saja!” “Pergilah! Nyawa Istri dan Putraku jauh lebih berharga. Aku bisa menjaga diriku sendiri!” tegas Patrick. Sopir pribadinya pun membalikkan badan, lalu berjalan menuju mobil kembali. Dan mengingat kata-kata Patrick yang menekankan kata ‘Nyawa’ Ia menggemudi dengan kecepatan tinggi, agar sampai tepat waktu. Selama dalam perjalanan ia memikirkan apa yang membuat bosnya itu tidak percaya kepada pengawal yang bertugas di rumahnya. ‘Apakah ada yang luput dari pengamatanku selama berada di lingkungan rumah bos Patrick?’ batin sopir itu. Jalanan yang sepi membuatnya melaju tanpa ada hambatan, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama ia pun sampai di depan rumah bosnya. Dimatikannya mesin mobil, lalu ia keluar dari mobil. Dengan setengah berlari ia menaiki undakan tangga menuju pintu rumah. Ia mengerutkan kening, ketika pintu dengan mudahnya ia bu
Maureen mencibirkan bibir ke arah Patrick, dengan bibir mengulas senyum tipis. “Kau terlalu percaya diri bisa saja kau salah!”Patrick mengambil gelas berisi anggur, lalu menyesapnya sampai isinya tersisa separuh.Ia melihat Maureen dengan tatapan yang begitu dalam, sehingga membuat Maureen menjadi gugup. “Aku memang percaya diri Maureen! Karena kau mencintaiku dan tidak untuk Lukas. Aku hanya akan mengatakan satu hal kepadamu, kalau sebentar lagi semua akan menjadi jelas!”Ia dapat melihat dengan jelas kesungguhan dari apa yang dikatakan oleh Patrick. Suaminya itu begitu yakin dengan apa yang dikatakannya, tentang Maureen yang mencintainya.“Kau memang benar! Aku mencintaimu dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Lukas kepadaku. Aku hanya merasa takut, dengan persaingan di antara kalian berdua,” ucap Maureen.Patrick meraih jemari Maureen, lalu menautkan dengan jemarinya. “Kau percaya denganku, bukan? Kau tidak boleh keluar rumah tanpa sepengetahuan pengawal. Lukas tadi sec
Patrick mengetatkan rahang, kedua tangannya terkepal di samping badan. Ia berjalan mendekati Lukas, lalu memegang dagu pria itu. “Apakah kau mengancamku, Lukas?”Lukas tersenyum dengan bibir mencemooh ke arah Patrick, sambil mengangkat kedua tangannya. “Mana berani aku mengancammu, Kak! Kau pasti becanda, kalau membayangkan diriku sampai berani melakukannya.”Patrick melepaskan cekauannya di dagu Lukas. Ia berjalan menjauh dari adik tirinya itu. Ia berdiri menatap lurus ke depan menunggu pintu lift terbuka.Ketika pada akhirnya pintu lift terbuka, Patrick membiarkan Lukas yang duluan keluar dari dalam lift tersebut. Barulah dirinya yang menyusul.Begitu sudah berada di luar Patrick sudah di tunggu oleh sopir pribadinya, yang langsung membukakan pintu mobil, begitu melihat Patrick keluar dari pintu perusahaan.“Kita ke perkebunan, Pak!” Perintah Patrick kepada sopirnya, begitu dirinya sudah duduk di dalam mobil.“Baik, Bos!” sahut sopir Patrick.Mobil pun meluncur menuju perkebunan den
Tubuh Maureen menjadi kaku, tanpa menoleh pun ia tahu siapa yang berdiri di belakang punggungnya. Rasa takut menghinggapi hati Anna terlebih lagi dirinya pada saat ini sedang bersama dengan putranya. “Lukas, kau mengejutkanku!”Suara kekehan yang terdengar menyeramkan di telinga Maureen keluar dari bibir Lukas. Pria itu terdengar berjalan ke sampingnya, kemudian duduk di ayunan di samping Maureen.Ia memandangi wajah putra Maureen, yang terlihat sedang dalam keadaan tidur dengan damai dalam gendongan Maureen.“Putramu begitu tampan. Apakah ia baik-baik saja? Maksudku, apakah ia akan panjang umur,” tanya Lukas dengan nada suara dan tatapan yang membuat Maureen bergidik takut.‘Ya, Tuhan! Di mana pengawal yang diperintahkan untuk menjaga kami? Aku harus tetap tenang dan Lukas tidak boleh melihat, kalau ia sudah berhasil membuatku merasa takut,’ batin Maureen.“Terima kasih, atas doanya Lukas! Putraku akan baik-baik saja dan ia akan berumur panjang, sampai aku dan Patrick menjadi kakek d
Patrick berhenti berjalan ia membalikkan badan melihat ke arah Maureen. Dengan tatapan yang tajam dan senyum sinis di sudut bibirnya. “Kau bisa menggunakan hatimu!”Setelah mengatakan hal itu Patrick terus berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Ia tidak takut Maureen akan pergi darinya membawa serta putra mereka, karena wanita itu terlalu mencintainya untuk tetap bertahan bersama dengannya.Sesampainya di kamar Patrick berjalan menuju kamar mandi, lalu menyalakan air pancuran. Dibiarkannya air dengan suhu hangat membasahi seluruh badannya.Selesai mandi Patrick berjalan menuju wastafel untuk melihat pantulan wajahnya. Patrick teringat dengan kejadian ketika di dekat kelab malam. Bagaimana, seseorang yang ia duga merupakan orang suruhan Lukas.Berlari ke arahnya, dengan sesuatu yang berkilau ditimpa cahaya hendak menikamkan pisau tersebut kearahnya. Namun, ia dengan sigap berhasil mencegahnya, sehingga orang itu hanya berhasil melukainya sedikit.‘Sebentar lagi hari kehancuran Lukas
Maureen menjadi takut terjadi sesuatu yang buruk kepada Patrick. Walaupun ia marah kepada suaminya itu, tetap saja ia tidak mau terjadi sesuatu yang buruk dengan suaminya. Dicarinya nomor kontak sopir pribadi mereka.Setelah ketemu ditekannya tombol hijau untuk melakukan panggilan. ‘Halo! Anda ada di mana sekarang ini?’ Tanya Maureen dengan tidak sabaran.‘Halo, Nyonya Maureen! Saya berada di kamar saya sedang istirahat,’ sahut sopirnya dengan suara yang terdengar masih mengantuk.‘Apakah kamu tahu di mana suami saya berada? Ia tadi menghubungi saya, tetapi sebelum sempat mengatakan di mana dirinya berada. Ia terdengar mengaduh dan setelah itu ponselnya tidak aktif lagi.’ Terang Maureen panjang lebar.‘Saya tadi mengantarkan tuan ke kelab malam!’ sahut sopir pribadinya.Maureen meminta alamat kelab malam tersebut. Ia akan ke sana untuk menjemput Patrick sendiri.Permintaan Maureen langsung saja ditolak oleh sopir itu. Ia mengatakan, kalau dirinya yang akan mengantarkan Maureen ke sana
Patrick menatap lekat netra orang kepercayaannya itu mencari tahu, apakah ia berbohong. “Tunjukkan kepadaku semua bukti yang kau miliki!”Pria itu merogoh saku jaketnya, lalu mengeluarkan sebuah bungkusan diletakkannya di atas meja. “Sebaiknya Anda membukanya ketika berada di rumah saja!”Patrick mendongak dari bungkusan yang ada di atas dan sekarang sudah berada di tangannya. Ditimbang-timbangnya bungkusan tersebut.Ia tidak menuruti apa yang dikatakan oleh pria itu. Dibukanya sedikit bungkusan tersebut, sehingga terdapat celah di mana dirinya bisa melihat sedikit. Setelahnya, Patrick memasukkan bungkusan tersebut ke balik jas yang dipakainya.Seorang pelayan dengan buku catatan kecil berada di tangannya. Datang menghampiri meja mereka. Keduanya pun langsung memesan makanan, begitu selesai mencatat pesanan pelayan itu berlalu pergi dari meja mereka.“Kau tetap awasi Lukas dan katakan kepadaku, apa saja yang dilakukannya. Juga siapa yang ditemuinya,” tegas Patrick.Satu jam kemudian,
Maureen menatap Lukas dengan rasa takut, karena melihat ekspresi wajahnya yang tidak biasa. Seolah hal jahat yang selama ini disembunyikan oleh Lukas darinya terlihat juga. “Apa itu?” Tanya Maureen, dengan suara bergetar.“Bukalah, biar kau bisa mengetahuinya sendiri, tanpa harus aku yang menceritakannya kepadamu!” ucap Lukas.Maureen memandangi amplop yang berada di tangannya dengan rasa penasaran dan juga curiga, karena nada memaksa yang digunakan oleh Lukas.Maureen mengangkat wajah dari amplop yang ada di tangannya untuk melihat wajah Lukas dengan seksama. “Terima kasih, kau sudah mau repot-repot mengantarkan amplop ini kepadaku. Aku akan membacanya, ketika berada di rumah.”Lukas mengangkaat pundaknya, dengan santai ia mengatakan, kalau tidak masalah kapan Maureen akan membaca isi dari amplop tersebut.Dirinya juga menolak secara halus ajakan dari Maureen, agar singgah ke rumahnya. Dengan alasan, kalau ia tidak ingin bertengkar dengan Patrick, yang tidak suka melihat dirinya.Mau
Lukas memutar-mutar minuman beralkohol yang ada di tangannya. Ia menatap cairan berwarna keemasan tersebut. ‘Sial! Maureen masih hidup. Semua usahaku untuk mendekatinya, agar berpisah dengan Patrick gagal.”Ditenggaknya cairan berwarna keemasan tersebut dalam satu tenggakan besar, sampai tandas. Setelahnya, ia menjentikkan jari kepada bartender yang bertugas, untuk mengisi kembali gelasnya.Lukas memikirkan cara untuk melenyapkan Maureen dan putranya, agar Patrick tidak mendapatkan warisan dari Ayah mereka.‘Aku harus menggunakan rencana terakhir, untuk membuat Patrick kehilangan harta warisannya. Aku harus menemukan surat perjanjian yang dibuat Ayah kami dan Patrick, sehingga Maureen sakit hati dan kabur’ batin Lukas.Senyum menakutkan terbit di bibir Lukas. Ia baru teringat, kalau mantan pengacara Patrick, yang juga sahabatnya sekarang ini sudah bukan pengacara lagi. Hubungan mereka sudah putus. Dan tentu saja, sebagai mantan pengacara ia mempunyai salinannya.Sekarang, tinggal baga