Hari ini adalah hari yang begitu membahagiakan bagiku. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari pertama aku mulai bekerja di sebuah Perusahaan terbesar di kota ini. Perusahaan yang sudah dari dulu aku incar. Menjadi Karyawan disana adalah suatu kebanggaan tersendiri bagiku.
Saking semangatnya, aku bangun lebih pagi dari biasanya. Setelah Sholat subuh aku langsung sarapan dengan menu seadanya. Lalu aku langsung berangkat menuju halte Bus.
Udara masih begitu dingin, matahari belum sepenuhnya menampakkan diri. Aku berdiri di tepi jalan raya untuk menunggu Bus.
“Awas!” Tiba-tiba orang-orang berteriak histeris, aku menoleh sesaat karena kaget Lalu, ‘brug ….’ Tubuhku tersungkur, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabrakku.
Mataku berkunang-kunang, tubuhku bersimbah darah. Setelah itu aku tidak tahu lagi apa yang terjadi. Tahu-tahu aku sudah berada di sebuah kamar rumah sakit.
“Kamu sudah sadar?”tanya seseorang padaku.
Seorang laki-laki duduk di tepi ranjangku. Dia begitu tampan, matanya yang tajam begitu memikat. Apakah dia seorang dokter?
“Anda dokter?” tanyaku.
Aku berusaha untuk duduk, namun tidak bisa. Tubuhku terasa sakit semua dan kepalaku pusing.
“Bukan, aku bukan dokter. Jangan banyak bergerak dulu.” Dia membantu membetulkan posisi bantalku.
“Kalau bukan dokter, lalu anda siapa? Oh atau jangan-jangan anda yang menabrak saya tadi.” Aku mulai mencurigainya.
“Bukan, aku juga tidak tahu siapa yang menabrakmu. Tadi orang-orang menghentikan mobilku. Mereka memintaku untuk membawamu ke rumah sakit," ungkap lelaki itu.
Mendengar jawabannya aku menunduk. Aku malu sudah menuduhnya sembarangan.
“Terimakasih ya, sudah mau menolongku,” ucapku.
“Sama-sama,” jawabnya. Dia tersenyum kepadaku, aku pun membalas senyumya.
“Oia, ada keluarga yang bisa aku hubungi?” tanyanya.
“Aku tidak punya siapa-siapa di sini. Orang tuaku sudah lama meninggal. Karib kerabatku tinggal di Kalimantan, dan mereka tidak perduli padaku.” Tanpa terasa air mataku meleleh, mengingat kesendirianku di kota besar ini.
“Maafkan aku,” ucapnya penuh penyesalan.
“Tidak apa-apa,” jawabku sambil menyeka air mata.
“Oia, aku Faisal Pranata. Panggil saja aku Fai. Nama kamu siapa?”
“Namaku Criana,” jawabku.
“Nama yang unique,” puji lelaki yang ternyata bernama Faisal itu.
Aku tersenyum simpul mendengar pujiannya. Sekilas, aku perhatikan wajahnya. Dia sepertinya sangat cocok menjadi seorang Model atau bahkan seorang aktor. Tubuhnya tinggi tegap, kulitnya putih bersih. Hidung mancungnya berpadu serasi dengan bibirnya yang merah.
“Aku mau keluar sebentar, mau mengurus administrasi. Kamu mau makan apa? Nanti aku bawakan,” ucap Faisal begitu manis.
“Tidak usah mas, Aku makan ransuman saja nanti,” jawabku.
Aku memilih menyebutnya dengan sapaan Mas. Dia pastinya lebih tua beberapa tahun dariku, dan lagi pula aku ingin menghormatinya.
“Baiklah kalau begitu, aku keluar dulu,” pamit mas Faisal sekali lagi. Setelah itu dia keluar meninggalkanku sendiri.
Entah apa yang menjalari hatiku. Perasaanku berbunga-bunga. Ah apakah aku menyukainya? Apa ini tidak terlalu cepat?
Dia begitu tampan, sikapnya manis. Aku yakin wanita manapun pasti sangat mudah jatuh cinta kepadanya, tidak terkecuali diriku sendiri.
Aku tersenyum-senyum sendiri. Membayangkan setelah ini kami berpacaran, lalu menikah, punya anak dan bahagia selamanya. Ah khayalanku terlalu jauh. Aku tidak tahu dia menyukaiku juga atau tidak. Tetapi dari sikap manisnya tadi, seprtinya dia juga menyukaiku.
Sesaat kemudian, dia datang dengan membawa sebuah keresek. Dia tersenyum dan mengeluarkan dua bungkus nasi dari kresek itu.
“Aku membelikanmu nasi rames, dari tadi pagi kamu belum makan.” Dia menyerahkan satu bungkus nasi kepadaku. Aku terpana, kami baru bertemu tetapi perhatiannya sudah sangat luar biasa.
Kami makan bersama, aku meliriknya. Dia makan sangat lahap, seperti sedang kelaparan saja.
“Cri … setelah ini aku mau ke kantor. Maaf aku tidak bisa menemanimu. Kalau butuh apa-apa hubungi aku. Nomer Wa-ku sudah aku simpan di Ponselmu tadi. Maaf aku lancang membuka Ponselmu, aku bingung tadi. Jadi aku mencari kontak keluargamu yang bisa aku hubungi, tapi tidak aku temukan," jelas mas Faisal padaku.
“Terimakasih Mas,” ucapku lirih.
Dia mendekat membetulkan selimutku. Lalu berkata, “Dokter bilang kamu baru boleh pulang besok lusa. Luka di kepalamu masih butuh perawatan. Semua administrasi sudah aku bereskan.”
Dia datang seperti malaikat. Aku terharu dengan kebaikannya. Andai dia menjadi jodohku kelak, pasti aku akan sangat bahagia.
“Aku pamit dulu ya.” Dia menjulurkan tangannya untuk bersalaman. Aku tertegun, mataku fokus pada cincin yang melingkar di jari manisnya. Apakah dia sudah beristri?
Aku seolah terbang terlalu tinggi lalu jatuh terhempas, sakit sekali rasanya. Oh Tuhan, seketika harapanku tentangnya hancur. Aku menerima jabatan tangannya dengan gemetar. Aku ucapkan terimakasih sekali lagi, dia membalasnya dengan senyuman manis.
Setelah dia pergi aku mengutuk diriku sendiri. Bodohnya aku, kenapa aku tidak memperhatikan cincin itu dari tadi. Dia sudah beristri, aku tidak punya harapan lagi.
***
Sepulang dari rumah sakit, aku masih menjalani recovery di rumah. Aku belum bisa masuk kerja. Aku sudah menghubungi pihak kantor prihal kecelakaan yang menimpaku ini. Mereka memberiku cuti selama satu minggu.
Faisal Pranata, kini lelaki itu selalu membayangi hari-hariku. Aku ingin sekali menghubunginya, sekedar menanyakan kabar. Akan tetapi aku takut chatku diketahui oleh istrinya. Jadi yang bisa aku lakukan hanya melihat foto profilenya, mengecek dia sedang online atau tidak. Aku juga sering mengintip status Wa-nya. Itu semua sudah cukup bagiku untuk mengobati rasa rindu.
Hingga di suatu sore, dia yamg menghubungiku lebih dulu lewat chat Wa. Hatiku begitu berbunga-bunga. Aku tidak perduli lagi dia suami orang atau bukan.
‘Sore Cri, bagaimna kabarnya? Sudah pulang dari rumah sakit kan? Maaf ya aku tidak bisa jenguk lagi, aku sibuk banget ini.’ tulis mas Faisal.
Aku membacanya sambil tersenyum-senyum sendiri. Aku mengetik jawaban untuknya, namun aku hapus. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Setiap kali jawaban aku tulis, aku selalu menghapusnya lagi. hingga dia mengirimku sebuah Chat lagi.
‘Kenapa tidak dibalas?’ Mas Faisal mengirimku sebuah chat lagi.
Duh hatiku berdebar, dia sedang menunggu jawaban dariku. Tentunya dia tahu aku sedang onlien dan sudah membaca chatnya. Aku pun memutuskan untuk membalas chatnya dengan kalimat yang sederhana.
'Aku baik mas. Aku sudah pulang dari rumah sakit dari dua hari yang lalu,' jawabku.
Dia sedang mengetik balasan lagi, hatiku berdebar.
‘Syukurlah kalau begitu, lain kali lebih hati-hati ya,' tulisnya lagi.
‘Iya mas, terimakasih,' balasku.
Aku menyertakan emoticon ucapan terimakasih. Aku menunggu jawaban darinya, aku pikir dia akan membalas lagi. Aku pikir chat kami akan panjang, nyatanya aku salah. Setelah aku menunggu lama balasan darinya, ternyata dia sudah offline.
Aku terlalu berharap banyak. Aku lupa diri, dia suami orang dan aku tidak pantas memimpikannya. Namun jiwaku meronta, ketulusan serta sikap manisnya kemaren telah menyihirku. Senyum dan tatapan tajamnya memabukkanku. Juju aku mencintainya, sejak kala itu. Dan aku tidak bisa membohongi diriku sendiri.
Mungkin ini adalah sebuah dosa, tetapi aku tidak mampu menghindar. Dia seperti candu, dan aku mabuk kepayang karenanya.
***
Sejak dia menghubungiku melalui chat Wa malam itu, aku mulai berani untuk menghubunginya lebih dulu. Kadang aku menelponnya,dan kadang aku hanya berkirim pesan melalui Wa. Akan tetapi aku harus pintar-pintar memilih waktu, aku takut istrinya tahu.Satu hal yang membuatku sangat bahagia, dia selalu menyambut baik apabila aku menghubunginya terlebih dulu. Dia tidak pernah menolak teleponku, dia selalu membalas pesanku.Faisal Pranata, sejak pertemuan itu aku gencar mencari tahu tentangnya. Kemampuan analisisku yang di atas rata-rata, membuatku tidak kesulitan untuk mencari rekam jejaknya.Dia lelaki berdarah biru, dengan karier yang sangat cemerlang. Saat ini dia menjabat sebagai seorang CEO di sebuah perusahahan besar, yang bergerak di bidang ekspor impor. Kantornya ternyata tidak begitu jauh dari kantor di mana aku sedang bekerja saat ini.Aku ingin sering mengajaknya keluar, walau hanya untuk sekedar minum ko
Aku sudah terlanjur janji kepada Randi untuk mengunjungi Bu Fatimah weeked ini. Aku berpikir keras, sambil merebahkan tubuh di atas ranjang. Ketika aku berkunjung ke sana nanti, aku tidak ingin Bu Fatimah berpikir untuk menjodohkanku dengan Randi lagi.Bagaimana caranya aku belum tahu. Lama aku berpikir, hingga terlintas nama mas Faisal di benakku. Aku punya ide berilian, aku akan mengajak mas Faisal ke panti. Kemudian aku akan memperkenalkan mas Faisal sebagai pacarku pada Bu Fatimah. Kira-kira Mas Faisal mau tidak ya? Aku meraih ponsel lalu mengirim sebuah Chat pada mas Faisal.‘Mas, bisa aku meneleponmu sekarang?’Dia sedang online, namun chatku belum dia baca. Sibukkah dia saat ini? Aku terus menunggu jawaban darinya. Melihat dia yang tiba-tiba sedang mengetik, hatiku berdebar.‘Nanti ya, aku lagi meeting ini. Nanti aku telepon balik,' balasnya.Heem benar dugaanku, dia sedang sibuk saat i
Randi menghantarkan kami menemui Ibu Fatimah, “silahkan masuk,” ucapnya sambil membukakan pintu ruang tamu untuk kami.“Tunggu sebentar, aku panggilkan Ibu dulu,” ucapnya sekali lagi. Dia masuk ke dalam dan meninggalkan kami berdua.Aku dan mas Faisal duduk di ruang tamu. Aku lihat mata mas Faisal memperhatikan satu persatu foto-foto yang berjejer rapi di dinding.“Itu fotoku waktu masih kecil Mas …,” ucapku sambil menunjuk pada salah satu foto yang ada di dinding itu.“Oh ya? Cantik dan imut sekali kamu waktu kecil. Beda sekali dengan yang sekarang, hehe …,” mas Faisal berkelekar.“Maksud mas aku sekarang jelek ya?” gerutuku dengan memasang wajah cemberut.“Tidak, kamu cantik juga kok sekarang, hehe ….” mas Faisal terkekeh sendiri.“Dasar!” hardikku.Kami terpingkal-pingkal berdua, hingga Bu Fatimah muncul di temani oleh Randi.“Criana …,” bu
Mungkin mencintai suami orang adalah sebuah dosa. Namun apalah dayaku, aku sudah telanjur menggilainya. Aku tidak mampu meredam obsesiku untuk memilikinya.Mas Faisal memang lak-laki sempurna di mataku. Dia hampir tanpa cela. Dia tampan, mapan, setia ,sekaligus mempunyai hati yang begitu mulia. Semua yang perempuan impikan pada sosok seorang lelaki ada padanya.Malam sudah larut, namun mataku tak mampu terpejam. Pikiranku masih berkutat pada satu nama, yaitu Faisal Pranata. Aku juga sedang mengkhawatirkan keadaan puteri kecilnya, Friska. Kenapa sampai saat ini mas Faisal belum mengabariku mengenai keadaan Friska. Aku semakin gusar, aku harus menelponnya.Aku meraih ponsel yang tergletak di atas meja nakas. Aku melakukan panggilan, lalu aku teringat jika dia sedang bersama istrinya sekarang. Sontak aku mematikan panggilan itu, sebelum dia mengangkatnya. Aku memilih mengirimnya sebuah pesan singkat
“Kamu ada masalah apa dengan Randi?” tanya Nadia yang tiba-tiba datang menghampiriku, di tengah taman yang berada tepat di belakang kantor. Kekesalanku kepada Randi membuatku memilih meninggalkna kantin, dan menyendiri di taman ini. Nadia menyodorkan sebuah sandwitch dan sebotol air mineral dingin. Dia paham sekali jika aku kesal, dan belum sempat makan siang.Aku langsung memakan sandwitch pemberian Nadia, dan aku meneguk habis air mineral dingin yang hanya sebotol kecil itu.“Dia mengusik ranah pribadiku, dia mencari tahu tentang mas Faisal,” jawabku dengan rasa kesal.“Terus salahnya di mana nona?” tanya Nadia lagi.“Ya itu salahnya. Aku tidak mau dia mencampuri urusan pribadiku, itu saja.” Aku sedikit menekankan intonasi suaraku.“Kenapa dia bisa tahu kamu punya hubungan dengan pak Faisal? Bukannya yang tahu itu cuma aku?”
Pagi yang begitu sempurna. Aku memantaskan diri sebagai perwakilan dari perusahaanku untuk menghadiri meeting di kantor pusat PT. Fun Birght. Aku benar-benar ingin tampil sempurna. Kukenakan rok mini hitam selutut, dipadukan dengan jas hitam dan kemeja putih. Tak lupa pula aku memakai high heel hitam yang sedikit lebih runcing dari biasanya. Rambut ikalku yang sebahu, kutata rapi.Bagiku ini bukan tugas biasa, akan tetapi tugas yang sangat istimewa. Pasalnya, Fun Bright adalah perusahaan dimana mas Faisal Bekerja. Dia adalah CEO di perusahaan itu, dan tentunya dia yang akan memimpin meeting yang akan aku hadiri nanti.Tidak seperti biasanya, kali ini aku dijemput oleh sopir kantor. Tepat jam tujuh pagi, pak Kardi, sopir kantor itu telah tiba di depan rumahku. Aku langsung menaiki mobil dinas yang mewah dan elegant itu.Enta
“Cri, tolong jelaskan tentang agenda kerja kita dengan PT. Fun Bright?” Pak Rudi menanyaiku tentang hasil meeting kemaren. Aku tergagap-gagap menjawabnya. Pasalnya kemaren aku lebih fokus memperhatikan mas Faisal dari pada mendengarkan penjelasannya.Untungnya aku mempunyai soft file tentang agenda kerja tersebut. Aku menyerahkan flasdiscku pada pak Rudi, “semua agenda kerja kita sudah ada dalam soft file di flasdisc ini pak. Biar lebih jelas bapak bisa membacanya sendiri.”Mendengar ucapanku Nadia tersenyum, atau lebih tepatnya menahan tawa. Mungkin yang aku katakan pada pak Rudi memang kurang sopan.“Baiklah kalau begitu, aku bawa dulu flashdiscnya,” ucap pak Rudi tanpa complain sedikit pun. Beliau memang bos yang terkenal super sabar. Tidak pernah marah atau uring-uringa pada bawahannya.Selepas pak Rudi meninggalkan ruangan kami. Tawa Nadi
‘Sudah pulang belum? Sebentar lagi aku jemput.’ tulis mas Faisal.Mas Faisal mengirimku sebuah chat. Aku melirik jam, ternyata sudah hampir jam 7 malam.Hari ini aku dan teman-teman memang sedang lembur. Aku segera mengemasi barang-barangku. Aku ingin pulang lebih dulu, karena aku tidak mau Randi atau pun Nadia mengetahui jika aku dijemput oleh mas Faisal sebentar lagi.“Aku duluan ya guys, ada kepentingan mendadak nih,” ucapku pada mereka yang masih berkutat dengan laptop masing-masing. Mereka melongo mengiringi kepergianku. Aku berpura-pura santai agar mereka tidak menaruh curiga.Setelah tiba di area parkir, aku memilih duduk di salah satu bangku yang ada di sana. Aku merogoh tasku untuk mengambil ponsel. Aku ingin membalas chat mas Faisal tadi. Aku ingin mengabarkan padanya bahwa aku