Beranda / Romansa / Criana / Bukan Kencan

Share

Bukan Kencan

‘Sudah pulang belum? Sebentar lagi aku jemput.’ tulis mas Faisal.

Mas Faisal mengirimku sebuah chat. Aku melirik jam, ternyata sudah hampir jam 7 malam.


Hari ini aku dan teman-teman memang sedang lembur. Aku segera mengemasi barang-barangku.


Aku ingin pulang lebih dulu, karena aku tidak mau Randi atau pun Nadia mengetahui jika aku dijemput oleh mas Faisal sebentar lagi.

“Aku duluan ya guys, ada kepentingan mendadak nih,” ucapku pada mereka yang masih berkutat dengan laptop masing-masing.


Mereka melongo mengiringi kepergianku. Aku berpura-pura santai agar mereka tidak menaruh curiga.

Setelah tiba di area parkir, aku memilih duduk di salah satu bangku yang ada di sana. Aku merogoh tasku untuk mengambil ponsel.


Aku ingin membalas chat mas Faisal tadi. Aku ingin mengabarkan padanya bahwa aku sudah pulang dan sedang menunggunya.

‘Aku sudah pulang mas, aku tunggu di parkiran. Segera ya, mumpung teman-temanku belum pulang,' tulisku.


Aku langsung mengirim chat itu tanpa membacanya ulang. Baru saja aku kirim, aku lihat chat itu sudah centang dua dan berwarna biru pula.


Ternyata mas Faisal memang sedang menunggu chat balasan dariku.


Setelah itu mas Faisal terlihat mengetik.  Tanpa menunggu lama dia pun mengirim chat balasan kembali padaku, ‘Ok tunggu ya, aku langsung kesana.’

Tidak butuh waktu lama, tidak lebih dari 15 menit dia sudah tiba dan memarkirkan mobinya di hadapanku. Dia turun, lalu menghampiriku.

“Maaf sudah membuatmu menunggu lama ….” mas Faisal mulai berbasa-basi.

“Ah tidak kok mas, aku baru saja turun.” Aku menaggapinya dengan senyuman manis.

“Jadi enaknya kita dinner dimana ini?” tanya mas Faisal.

“Aku sih terserah mas,” jawabku polos.

“Benar?” tanya mas Faisal.

“Benar dong," jawabku.

“Ok, aku ada tempat yang lumayan enak dan privet. Semoga saja kamu suka,” ucapnya sambil membukakan pintu mobil untukku.

Aku tidak tahu dia akan membawaku kemana malam ini. Dia yang kemaren sempat bersikap kaku dan dingin, saat aku berada di kantornya kemaren, namun kini mulai mencair kembali.


Aku begitu bahagia malam ini, walaupun aku tahu ini bukan kencan, tetapi sebuah makan malam karena pekerjaan.  

Mobil menembus gelapnya malam, lampu-lampu rumah penduduk dan perkantoran berkelap-kelip seperti grembolan bintang-bintang.


Dia di sampingku, mengendalikan kemudi dengan tenang. Lagu tak bisa bersama, milik Cakra Khan mengalun merdu mengiringi perjalanan kami.


Entah apa maksud dia menyetel lagi itu, atau dia barangkali memang pecinta Chakra dan tidak punya maksud apa-apa.

“Istri mas tidak sedang menunggu di rumah?” Aku memulai pembicaraan.

“Oh, tidak. Tadi aku sudah memberitahunya, bahwa malam ini aku akan pulang terlambat,” jawabnya santai.

“Kalau boleh tahu mas sudah berapa tahun menikah?” Aku mengulik kehidupannya lebih dalam.

“Sudah hampir sepuluh tahun,” jawab mas Faisal.

Hampir sepuluh tahun, tetapi dia masih mesra dan selalu bersikap manis pada istrinya, it’s amazing.


Dia benar-benar masuk ke dalam kategori laki-laki langka di zaman ini.

Selanjutnya aku lebih memilih diam, sebenarnya masih banyak yang ingin aku tanyakan tentang kehidupan rumah tangganya.


Misalnya, seberapa cinta dia kepada istrinya, atau berpacaran berapa lama mereka dulu sebelum menikah. Namun aku takut jika jawabannya nanti akan membuatku tambah kagum padanya, atau bahkan mebuatku hancur pada akhirnya.

Setelah 30 menit perjalanan kami tempuh, akhirnya kami pun tiba di tempat yang dituju.


Aku tidak tahu ini tempat apa, cuma dari luar terlihat gelap dan sakral. Dia turun lebih dulu, lalu mebukakan pintu mobil untuku. Aku pun turun dan mengikuti langkahnya.

Aku membaca nama tempat itu, namanya lebih mirip dengan kedai jamu. Dia melangkah dengan santai.


Sesampai di dalam, semua karyawan membungkuk menaruh hormat padanya. Sepertinya dia sudah sering kesini, dan para karyawan sudah tahu siapa sebenarnya mas Faisal ini.

“Ini tempat apa mas?” tanyaku setelah kami duduk di salah satu meja pengunjung.

“Disini unique Cri …, cafe tapi juga menyediakan jamu tradisional. Nanti aku pesankan jamu ya, biar badanmu agak segar," ucap mas Faisal.

“Ah enggak ah mas, aku tidak biasa minum jamu,” jawabku risih.

“Eh kamu harus coba, jamu itu sangat baik lho untuk menambah stamina kamu dalam bekerja,” ungkap mas Faisal.

Tiba-tiba seorang pelayan menghampiri kami dengan membawakan buku menu, “mau pesan apa pak?” tanyanya dengan sangat sopan.

“Saya mau satu paket jamu khusus laki-laki komplit dengan telur, dan satu gelas STMJ  plus madu dan beras kencur,” ucap mas Faisal.

“Baik pak, untuk ibu tidak sekalian dipesankan ramuan rapet wangi? Kami ada paket komplit kewanitaan juga kok pak,” ujar si pelayan, mendengarnya aku mengernyitkan dahi.

“Oh tidak, dia belum bersuami jadi cukup STMJ mix madu dan beras kencur saja,” jawab mas Faisal sambil terkekeh sendiri.

“Baik pak …,” ucap pelayan itu sambil pamit undur diri.

“Mas kita ini mau makan atau mau minum jamu sih, aku sudah lapar,” gerutuku.

“Hehe … tenang, habis minum jamu kita makan malam nanti. Kamu jangan khawatir, malam masih panjang,” jawab mas Faisal santai.

Selang beberapa menit kemudian, jamu-jamu yang mas Faisal pesan sudah tersaji di hadapan kami. 


Satu gelas besar berisi jamu lelaki komplit, ia teguk sekali habis. Aku yang melihatnya merasa geli.

“Istriku pasti senang kalau aku minum jamu ini. Hehe ….” Dia terkekeh, mendengarnya aku hanya tersenyum kecut.

“Ayo Cri, segera diminum jamunya, mumpung masih hangat,” ucap mas Faisal sambil menyodorkan segelas besar STMJ kepadaku.

“Nanti saja mas, kalau aku minum jamu ini duluan, bisa-bisa aku tidak jadi makan malam nati,” tolakku.

“Haha ….” Dia tertawa renyah, baris-baris giginya yang tertata rapi terlihat sangat indah.

“Oh ya, keluarkan laptopnya. Aku mau menyalin data product PT. Sinar Harapan,” pinta mas Faisal.


Aku pun segera mengeluarkan laptop dari ransel. Menaruhnya di atas meja, lalu menyalakannya.

Mas Faisal merogoh saku kemejanya, ia mengeluarkan sebuah flash disc.


Lalu tanpa canggung dia mencolokkan flash disc itu ke laptopku. Kali ini kami begitu dekat, sampai aku bisa merasakan hembusan nafasnya.

“Datanya kamu simpan di sebelah mana?” Dia mengotak-atik laptopku.

“Di bagian document mas.” Aku juga ikut mengotak-atik latopku.


Data yang biasanya sangat mudah aku temukan, tiba-tiba saja sangat sulit dicari jejaknya.


Apa mungkin karena aku gugup, secara tubuh kami tidak pernah sedekat ini. Sekali saja dia menoleh, kupastikan hidungnya akan mendarat di pipiku.

Setelah data yang dia cari akhirnya ketemu, aku langsung menggesar tempat dudukku. Kubiarkan dia memindah sendiri data itu ke flash discnya.

“Oia, katanya kamu mau makan, ayo pesan dulu.” Dia menyodorkan daftar menu ke arahku.

“Mas juga mau makan kan?” tanyaku.

“Sepertinya tidak, jamu tadi membuatku kenyang. Aku makan di rumah saja nanti,” ujarnya.

“Aku bilang juga apa mas, makanya aku tidak mau minum jamu lebih dulu," gerutuku.

“Tidak apa-apa. Aku temani  kamu saja,” ucap mas Faisal sambil tersenyum manis.

Aku memesan salah satu menu andalan. Perutku yang sudah sejak tadi keroncongan, membuatku tidak canggung makan sambil diperhatikan oleh mas faisal.

Ini bukan kencan atau dinner romantic sepasang kekasih. Namun makan malam ini sudah cukup membuatku bahagia, pasalnya ini kali pertama dia mau bertemu denganku lagi.


Aku harap ini menjadi awal, awal tentang sebuah rasa yang akan terajut pelan.


***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status