Pagi yang begitu sempurna. Aku memantaskan diri sebagai perwakilan dari perusahaanku untuk menghadiri meeting di kantor pusat PT. Fun Birght.
Aku benar-benar ingin tampil sempurna. Kukenakan rok mini hitam selutut, dipadukan dengan jas hitam dan kemeja putih. Tak lupa pula aku memakai high heel hitam yang sedikit lebih runcing dari biasanya. Rambut ikalku yang sebahu, kutata rapi.
Bagiku ini bukan tugas biasa, akan tetapi tugas yang sangat istimewa. Pasalnya, Fun Bright adalah perusahaan dimana mas Faisal Bekerja.
Dia adalah CEO di perusahaan itu, dan tentunya dia yang akan memimpin meeting yang akan aku hadiri nanti.
Tidak seperti biasanya, kali ini aku dijemput oleh sopir kantor. Tepat jam tujuh pagi, pak Kardi, sopir kantor itu telah tiba di depan rumahku.
Aku langsung menaiki mobil dinas yang mewah dan elegant itu.
Entah mengapa di tengah perjalanan, tiba-tiba aku merasa berdebar-debar. Aku khawatir mas Faisal masih marah terhadapku. Aku takut dia akan mengabaikanku disana nanti.
Mobil melaju dengan cepat, aku melirik jam tangan, angkanya menunjukkan tepat jam tujuh tiga puluh. Setengah jam lagi meeting akan dimulai. Aku harap tidak datang terlambat.
Beberapa saat kemudian, mobil berhenti tepat di depan lobi kantor. Aku melirik sebuah tulisan besar yang terukir megah di bagian atas teras lobi, ‘PT. Fun Bright’ begitu tulisan itu berbunyi.
Membaca tulisan tersebut debarku semakin menjadi. Pak Kardi membukakan pintu mobil dan mempersilahkanku untuk turun.
Aku turun dengan perlahan, dan masih dengan debar yang sama.
Pak Rudi telah mengirimku sebuah chat tentang di ruangan dan lantai berapa meeting akan digelar.
Maka dari itu aku tidak perlu bingung lagi, aku langsung menuju keruangan tersebut. Sekali lagi aku melirik jam tanganku, saat ini angka-angka itu menunjukan tepat pukul 8.
Aku mempercepat langkahku. Jangan-jangan meeting sudah dimulai.
Sepuluh menit kemudian akhirnya aku tiba tepat di depan pintu ruangan yang pak Rudi maksud. Pintu ruangan tertutup rapat, namun sayup-sayup aku mendengar ada suara seperti orang sedang memaparkan sebuah materi. Mungkinkah meetingnya sudah benar dimulai?
Aku membuka pintu dengan penuh rasa was-was. Ternyata benar adanya, meeting telah dimulai, mas Faisal sudah berdiri di depan sedang menjelaskan program.
Dia tercengan melihatku datang, dia menatapku agak lama, lalu melanjutkan menjelaskan program kerjasama pada perwakilan Perusahaan lain.
Aku langsung mengambil tempat di pojok kanan, berbaur dengan anggota meeting dari perusahaan lain.
Pak Rudi menjelaskan bahwaPT. Fun Bright sedang gencar menggandeng banyak mitra untuk program ekspor impornya tahun ini. Salah satunya perusahaan di mana aku bekerja yang mereka pilih.
Aku memperhatikan mas Faisal yang selaku CEO sedang memaparkan program-programnya. DIa begitu gagah mempesona. Dia mampu menyihir para hadirin dengan gaya bahasanya yang lugas dan tertata.
Tidak terkecuali diriku, dia begitu membiusku. Rinduku padanya seolah melebur di ruangan ini.
Mataku tak berkedip menatapnya. Hingga aku lupa mencatat hal penting yang dia sampaikannya mengenai program multilateral ini.
Di saat sesi tanya jawab di buka, dan peserta diizinkan usul atau complain mengenai rencana program tersebut, aku malah termangu. Aku tak mampu berkata-kata, lidahku kelu.
“PT. Sinar Harapan … ada yang ingin disampaikan?” Moderator sedang menyebut nama salah satu perusahaan.
“PT. Sinar Harapan?” Mederator itu mengulanginya sekali lagi, namun tak ada satu pun peserta yang menjawab.
Ketika semua pandangan tertuju padaku, barulah aku sadar jika yang di panggil barusan adalah aku, PT. Sinar harapan adalah nama perusahaanku.
“Ee … iya pak,” jawabku kikuk salah tingkah. Aku benar-benar telah mempermalukan diriku sendiri.
“Bagaimana, ada yang ingin disampaikan?” ucap moderator itu lagi.
“ Oh tidak ada pak, terimakasih,” jawabku sedikit tegas, menutupi rasa Maluku.
Kemudian mas Faisal menambahi sedikit penjelasan, lalu dia mengakhiri meeting.
Tepuk tangan riuh memenuhi ruangan, bertanda semua peserta yang hadir puas dengan apa yang dia sampaikan tadi.
Acara terakhir adalah makan siang bersama. Aku membaur dengan mereka, menikmati jamuan yang ada. Mas Faisal terlihat akrab dengan para coleganaya, namun dia tidak mendekatiku sama sekali.
Dia menjaga jarak, kami seolah tak saling mengenal. Walau aku tahu kadang dia juga mencuri pandang ke arahku.
Setelah makan siang usai dan serangkaian acara meeting sudah benar-benar selesai, aku memberanikan diri mengikuti langkahnya.
Ternyata dia menuju ke toilet, aku mencegatnya.
“Mas ....” Aku menghentikan langkahnya dengan paksa.
“Ada apa lagi Cri?” Dia menghentikan langkah dan membalikkan tubuhnya ke arahku.
“Mas masih marah kepadaku?” tanyaku.
“Tidak.” jawab mas Faisal dengan santai.
“Lalu kenapa mas tidak pernah menghubungiku lagi? Mas seolah menghindar dariku.” Aku minta penjelasan darinya.
Dia terdiam, dan menarik nafas panjang, “Cri … dengar! Aku tidak mau hubungan kita terlanjur jauh. Aku sudah beristri, aku harap kamu mengerti itu.”
Aku menunduk, kata-katanya seolah membunuhku. Aku tahu dia sudah beristri, tetapi tidak bisakah dia berkata lebih halus dari itu.
“Iya mas aku paham,” ungkapku dengan lemas.
Kemudian dia meninggalkanku begitu saja, tanpa berkata apa-apa lagi.
Aku masih mematung dan belum beranjak dari tempatku berdiri. Hatiku hancur, dan benar-benar hancur.
Aku tahu dia lelaki setia, namun tunggu saja, aku masih punya seribu satu cara untuk memikatnya.
Hubungan kerja sama antara PT. Fun Bright dan PT. Sinar Harapan pastinya mau tidak mau akan terus memaksa kami untuk saling berinteraksi.
Aku melangkah keluar dari kantor megah ini dengan lunglai, sungguh aku tidak tahu jika jadinya akan seperti ini.
Aku pikir disini, di tempat ini, aku akan menumpahkan luapan rinduku padanya. Nyatanya dia menghancurkan hatiku berkeping-keping.
Aku mengirim sebuah pesan singkat pada pak Kardi, aku memintanya untuk segera menjemputku.
Aku ingin segera meninggalkan tempat ini. Pak Kardi membalas pesanku dengan sticker ok. Aku memilih menunggunya di area parkir, di bawah pohon trambesi yang sedikit rindang.
Hampir setengah jam aku menunggu, namun pak Kardi tidak kunjung datang juga. Jika saja aku belum memintanya untuk menjemputku, mungkin aku akan memilih untuk pulang dengan taxi online.
Aku merasa bosan, terik mata hari yang semakin menyengat membuatku sangat gerah.
Tiba-tiba sebuah mobil hitam datang memasuki area parkir. Aku pikir itu pak Kardi, ternyata bukan.
Seorang perempuan dengan gamis panjang dan jilbab lebar turun dari mobil itu, dia menggandeng gadis kecil. Aku sepertinya mengenal mereka, tetapi dimana?
Setelah aku perhatikan secara seksama. Aku baru ingat, gadis kecil itu Friska, puteri mas Faisal.
Mas Faisal pernah memperlihatkan foto Friska padaku. Sedangkan perempuan itu, tentu mamanya, dia istri mas Faisal.
Mataku tak berkedip memandang perempuan itu, dia begitu anggun, cantik dan tatapannya teduh. Dia pasti ingin menemui suaminya, melihat pemandangan itu membuat hatiku semakin hancur.
***
“Cri, tolong jelaskan tentang agenda kerja kita dengan PT. Fun Bright?” Pak Rudi menanyaiku tentang hasil meeting kemaren. Aku tergagap-gagap menjawabnya. Pasalnya kemaren aku lebih fokus memperhatikan mas Faisal dari pada mendengarkan penjelasannya.Untungnya aku mempunyai soft file tentang agenda kerja tersebut. Aku menyerahkan flasdiscku pada pak Rudi, “semua agenda kerja kita sudah ada dalam soft file di flasdisc ini pak. Biar lebih jelas bapak bisa membacanya sendiri.”Mendengar ucapanku Nadia tersenyum, atau lebih tepatnya menahan tawa. Mungkin yang aku katakan pada pak Rudi memang kurang sopan.“Baiklah kalau begitu, aku bawa dulu flashdiscnya,” ucap pak Rudi tanpa complain sedikit pun. Beliau memang bos yang terkenal super sabar. Tidak pernah marah atau uring-uringa pada bawahannya.Selepas pak Rudi meninggalkan ruangan kami. Tawa Nadi
‘Sudah pulang belum? Sebentar lagi aku jemput.’ tulis mas Faisal.Mas Faisal mengirimku sebuah chat. Aku melirik jam, ternyata sudah hampir jam 7 malam.Hari ini aku dan teman-teman memang sedang lembur. Aku segera mengemasi barang-barangku. Aku ingin pulang lebih dulu, karena aku tidak mau Randi atau pun Nadia mengetahui jika aku dijemput oleh mas Faisal sebentar lagi.“Aku duluan ya guys, ada kepentingan mendadak nih,” ucapku pada mereka yang masih berkutat dengan laptop masing-masing. Mereka melongo mengiringi kepergianku. Aku berpura-pura santai agar mereka tidak menaruh curiga.Setelah tiba di area parkir, aku memilih duduk di salah satu bangku yang ada di sana. Aku merogoh tasku untuk mengambil ponsel. Aku ingin membalas chat mas Faisal tadi. Aku ingin mengabarkan padanya bahwa aku
Setelah makan malam itu, mas Faisal menghantarku pulang. Kami pulang larut malam, karena banyak hal yang harus kami diskusikan, mengenai kerjasama antara Fun Bright dan Sinar Harapan. Aku sangat suka berdiskusi dengan mas Faisal, dia begitu cerdas dan berwawasan luas. Aku banyak mengeruk ilmu darinya, dan dia sangat membimbingku dalam hal pekerjaan.Setibanya di rumah aku merasa sangat lelah dan mataku dikuasai oleh kantuk. Anehnya aku sangat sulit terpejam. Aku merasa gusar, tetapi hatiku berbunga-bunga. Sedangkan senyuman manis mas Faisal menari-nari di pelupuk mata.Aku menyibak selimut dan memutuskan untuk bangun. Segelas air putih yang berada di meja nakas kuteguk habis. Perasaanku sedikit lega, namu rasa gusarku itu belum sirna semua.Aku memilih untuk menghidupkan data pada ponselku. Beberapa chat masuk, tetapi aku malas membukanya.
Bandara Soekarno HattaRiuh lalu-lalang para penumpang cukup memadati ruang tunggu. Aku merasa gerah dan bosan, karena tak ada satu pun orang yang bisa aku ajak untuk ngobrol. Aku pun memilih untuk memainkan game kesukaanku di ponsel.Beberapa menit kemudia aku merasa ada bunyi langkah sepatu menghampiriku. Semakin dekat, dan dekat. Aku menoleh, aku lihat orang itu dari bawah, dari ujung sepatu sampai ke ujung rambutnya. Dia mengenakan sepatu cat, celana jeans dan jaket kulit berwarna cokelat tua. Aku seperti mengenalnya, tetapi aku tidak bisa menebak persisnya dia siapa. Hingga dia membuka kaca mata hitamnya, dan aku pun terngaga.“Mas Faisal …,” ucapku sambil menutupi mulutku dengan telapak tangan, saking terkejutnya. Dia tersenyum dan mengambil duduk tepat di sebelahku. Kini kami duduk berdampingan. Aroma parfume k
“Hai … aku Rayvan,” ucap seorang lelaki yang tiba-tiba datang menghampiriku di sela-sela coffe break. Dia mengulurkan tangannya untuk kujabat.“Criana …,” responku dengan menyambut uluran tangannya.“Boleh aku duduk?” tanya Rayvan.“Silahkan,” jawabku sambil menggeser tubuhku. Tanpa canggung dia langsung mengambil tempat tepat di sebelahku. Kini kami duduk bersebelahan. Aku yang merasa kurang nyaman, menggeser kembali tubuhku sedikit lagi.“Aku lihat kamu dekat sekali dengan Faisal?” ucap Rayvan dengan menatapku. Mendengarnya aku langsung mengernyitkan dahi. Bagaimana bisa, dia orang baru tetapi sudah berani-beraninya mengulik kehidupan pribadiku.“Iya, kami memang dekat. Kami partner kerja,” ucapku mantap dengan menatapnya balik.“Faisal adalah sahabat karibku waktu kuliah dulu. Bahkan istri dia itu mantan ke
Sesampainya di taman, aku celingukan mencari keberadaan Rayvan. Hingga dia berkode dengan melambaikan tangannya ke arahku. Aku langsung menghampirinya yang sedang duduk santai di sebuah pojok. Dia terlihat menikmati sekaleng soft drink.“Aku pikir kamu tidak akan datang,” ucap Rayvan dengan nada mengejek.“Aku tidak bisa tidur, jadi aku putuskan untuk turun,” jawabku sambil memeluk tubuhku sendiri dengan kedua lengan. Ternyata udara malam di kota ini begitu ekstrim, aku lupa tidak mengenakan sweater.Aku langsung duduk di hadapannya. Benar yang dia katakan, malam ini bulan purnama bulat sempurna, temaramnya begitu syahdu. Andai malam seindah ini bisa aku habiskan dengn seseorang yang aku cinta.“Ray, ini sudah malam. So, to the point saja apa maksud kamu sangat protektif terhadap mas Faisal?” ungkapku.“Haha … haha ….” Dia mal
Hari ini adalah hari terakhir tugas dinasku di kota Malang. Tiga hari, aku rasa sangat kurang. Aku ingin berlama-lama disini bersama mas Faisal.Kebersamaan kami di kota ini memang tidaklah intens, dan bahkan sangat jauh dari kata intim. Namun bagiku bisa bersama dengannya dalam satu tempat, itu saja sudah cukup.Pagi ini dia kembali menjadi pembicara. Dan aku hanya bisa mengagumi sosoknya dari kejauhan, dari sudut ruangan yang penuh sesak dengan ratusan manusia lain. Suaranya menggema, intonsi suaranya lantang memikat. Semua hadirin diam membisu serasa terhipnotis dengan apa yang ia sampaikan.Aku seperti para peserta yang lain, begitu khidmat mengikuti serangkaian acara di hari terakhir ini. Acara yang begitu melelahkan dan menguras banyak pikiran. Hingga waktu makan siang tiba, dan masing-masing dari kami segera menyerbu ruangan sebelah yang memang dikhusus
“Kamu kenapa sih?” Mas Faisal terheran-heran dengan sikapku.“Ah tidak apa-apa mas, aku tadi satu lift dengan Rayvan. Dia mengajakku pulang ke Jakarta bersama, aku menolak. Setelah keluar dari lift, aku mendahului langkahnya. Aku takut dia mengutitku, dan mengetahui jika kita jalan bersama,” ungkapku dengan nafas yang masih terengah-engah seperti diburu hantu.Mas Faisal hanya tersenyum mendengar penjelasanku. Dia terlihat santai sekali, aku malah yang over panik. Aku takut Rayvan akan melihat kami, lalu mengadukan hal ini kepada istri mas Faisal.“Mask kok santai banget sih?” gerutuku.“Terus aku harus panik juga kayak kamu?” Dia tersenyum manis, manis sekali.Aku menghela nafas panjang, “ya bukan begitu maksudku. Memangnya mas tidak khawatir kalau Rayvan memergoki kita, lalu mengadukannya ke istri mas?” Aku menat