Beranda / Romansa / Criana / Pergi ke Panti

Share

Pergi ke Panti

Aku sudah terlanjur janji kepada Randi untuk mengunjungi Bu Fatimah weeked ini. Aku berpikir keras, sambil merebahkan tubuh di atas ranjang. Ketika aku berkunjung ke sana nanti, aku tidak ingin Bu Fatimah berpikir untuk menjodohkanku dengan Randi lagi.

Bagaimana caranya aku belum tahu. Lama aku berpikir, hingga terlintas nama mas Faisal di benakku. Aku punya ide berilian, aku akan mengajak mas Faisal ke panti. Kemudian aku akan memperkenalkan mas Faisal sebagai pacarku pada Bu Fatimah. Kira-kira Mas Faisal mau tidak ya? Aku meraih ponsel lalu mengirim sebuah Chat pada mas Faisal.

‘Mas, bisa aku meneleponmu sekarang?’

Dia sedang online, namun chatku belum dia baca. Sibukkah dia saat ini? Aku terus menunggu jawaban darinya. Melihat dia yang tiba-tiba  sedang mengetik, hatiku berdebar.

‘Nanti ya, aku lagi meeting ini. Nanti aku telepon balik,' balasnya.

Heem benar dugaanku, dia sedang sibuk saat ini. Sambil menunggu telepon darinya, aku memilih untuk menonton film Korea kesukaanku.

Hingga tiga puluh menit berlalu, mas Faisal belum juga kunjung menelponku. Aku sampai bosan menunggunya terlalu lama. Tiba-tiba ponselku berdering, kulihat foto mas Faisal menari-nari di layar ponselku. Aku begitu kegirangan, aku segera mengangkatnya.

“iya, mas …,” sapaku dengan spontan.

“Maaf ya, sudah membuatmu menunggu lama,” respon mas Faisal.

“Tidak kok Mas, aku yang seharusnya minta maaf karena sudah mengganggu waktu Mas.” Aku mulai berbasa-basi.

“Ada apa Cri …?” tanya mas Faisal.

“Em aku butuh bantuan mas," jawabku dengan sedikit kikuk.

“Iya, katakan saja," ucap mas Faisal.

Aku terdiam, aku ragu. Aku takut mas Faisal akan menolak ajakanku.

“Cri. Hallo … lho kok malah diam. Bicaralah!” Dia bingung karena aku terdiam.

“Eh iya mas. Ee … aku mau mengajak mas ke Panti besok," ucapku dengan terbata.

“Ke Panti? Untuk apa?” Mas Faisal heran dengan ajakanku.

“Aku mau menjenguk Ibu panti," jawabku.

“Iya tetapi kan tidak harus mengajak aku," ungkap mas Faisal.

“Mas please, mau ya. Kali ini saja, pantinya jauh kok, istri mas tidak akan tahu.” Aku merayunya.

“Kamu ada-ada saja, ok-lah. Kapan?” tanya mas Faisal.

Mendengar dia mensetujui ajakanku, aku berjingkrak-jingkrak kegirangan.

“Besok mas," jawabku.

“Ok, besok aku jemput ya?” tanya mas Faisal lagi.

“Benar mas?” tanyaku.

“Iyalah, masak aku bohon," jawab mas Faisal.

“Yei …!” Aku bersorak-sorak kegirangan.

“Sudah ya, ini aku masih ada urusan." Mas Faisal sepertinya ingin segera mengakhiri percakapan kami.

“Ok mas …," jawabku.

Mas Faisal menutup teleponnya. Sungguh aku begitu bahagia, aku hempaskan tubuhku ke atas ranjang. Aku menatap langit-langit kamar sambil tersenyum-senyum sendiri. Aku membayangkan hari esok, kami akan bersama lagi.

***

Pagi yang begitu membahagiakan, aku sudah mandi dengan menggunakan lulur mangir beraroma teraphy. Rasanya begitu segar, aroma lulur tersebut menenangkan pikiran sekaligus menambah rasa percaya diriku.

Aku membuka almari, kukeluarkan semua baju terbaik yang aku punya. Aku bingung memilihnya, satu per satu aku coba di depan cermin.

Hingga pilihanku jatuh pada dress selutut yang berwrna merah jambu. Aku pasti terlihat sangat manis dengan memakai dress simple ini.

‘Tin … tin …’

Di tengah aku sedang bersolek, ada suara klakson mobil terdengar dari halaman rumah. Mungkinkah mas Faisal yang datang. Aku melihat siapa yang datang dari balik jendela. Ternyata benar, yang datang adalah mas Faisal. Dia memarkirkan mobilnya tepat di depan pintu gerbang.

Aku langsung kembali ke depan cermin, memastikan kesempurnaan riasanku. Memastikan penampilanku, aku takut jika ada yang kurang.

‘Ning … nong …’

Mendengarnya memencet bel, aku langsung menuju ke ruang tamu. Aku membuka pintu dengan jantung yang berdegub kencang.

“Sudah siap?” tanyanya dengan tersenyum melihat penampilanku. Senyumnya membuatku semakin salah tingkah.

“Sudah mas, mari masuk dulu,” jawabku sambil membuka pintu lebar-lebar.

“Ah tidak usah, aku tunggu di sini saja,” ucap mas Faisal dengan memilih duduk di kursi rotan yang ada di teras rumah.

“Baiklah mas, tunggu sebentar ya," pintaku

“Ok," respon mas Faisal.

Aku segera bergegas menuju  ke kamar untuk mengambil Cluth hitam kesayanganku. Aku juga memastikan semua jendela dan pintu sudah terkunci. Setelah aku rasa semuanya aman, aku langsung keluar menemui mas Faisal.

Melihatku sudah siap, mas Faisal berdiri dari duduknya. Lalu kami berdua berjalan beriringan menuju mobil. Dia membukakan pintu mobil untukku. Duh aku merasa di perlakukan seperti seorang tuan puteri saja.

“Kamu tinggal sendirian di rumah itu?” Mas Faisal memulai pembicaraan di antara kami.

“Iya mas,” jawabku.

“Tidak takut memangnya?” tanya mas Faisal.

“Sudah biasa Mas,” jawabku.

“Sudah lama tinggal disana?” tanya mas Faisal lagi.

“Baru dua bulan terakhir ini. Semenjak keluar dari panti, aku memutuskan untuk mengontrak rumah itu,” jelasku 

“Kenapa keluar dari panti?” tanya mas Faisal.

“Tidak apa-apa, aku hanya ingin hidup mandiri saja mas,” jawabku.

“Hem baguslah kalau begitu.” Dia tersenyum.

Mobil menyusuri jalanan yang sedikit padat. Maklum, hari ini adalah weeked, semua orang berbondong-bondong untuk pergi berlibur.

“Orang-orang pada pergi berlibur semua, makanya rame banget,” ungkap mas Faisal dari balik kemudi.

“Mas tidak pergi berlibur bersama keluarga,” tanyaku menggelitik.

“Tidak, aku kan lagi mau antar kamu ke Panti,” jawab mas Faisal sambil mengerlingkan mata ke arahku.

Aku membuang muka ke arah jendela sambil tersenyum. Ternyata dia memilih pergi bersamaku dari pada berlibur dengan keluarganya.

“Tadi puteri sulungku merengek minta liburan ke pucak, namun aku tolak. Aku bilang kalau aku ada urusan penting hari ini,” ungkap mas Faisal.

Mendengarnya aku menjadi merasa bersalah. Aku teringat masa kecilku, jika aku mengajak ke suatu tempat namun Ayah menolak, maka aku akan menangis semalaman karena rasa kecewa.

“Maafkan aku ya mas …,” ucapku lirih.

“Ah tidak apa-apa, aku bisa ajak mereka liburan besok pagi,” ucap mas Faisal dengan santai. Kami berdua saling beradu senyum.

Beberapa menit kemudian, kami telah sampai tepat di depan pintu gerbang Panti. Seperti halnya ketika hendak berngkat tadi, kali ini Mas Faisal membukakan pintu mobil kembali untuku. Aku turun dari mobil, melihat papan nama yang bertuliskan Panti Asuhan Kasih Bunda membuat mataku berkabut. Aku teringat masa laluku di tempat ini, aku teringat kasih sayang dan kehangatan Ibu Fatimah dan teman-teman panti.

“Ayo,” ajak mas Faisal kepadaku. Dia menatapku, mungkin heran melihatku yang sedang tertegun.

“Kamu kenapa?” tanya mas Faisal.

“tidak apa-apa mas, aku hanya teringat dengan masa laluku di tempat ini,” jawabku sambil menyeka air mata.

Kemudian mas Faisal memapahku berjalan menuju ke arah pintu gerbang. Di saat bersamaan  aku lihat  Randi sedang membuka pintu gerbang.

“Criana …,” sapa Randi. Dia terlihat kaget melihatku datang bersama dengan seorang laki-laki.

“Iya Ran, Ibu ada?” tanyaku.

“Oh, ada … ada. Mari masuk …” Randi terlihat salah tingkah.

Aku dan mas Faisal memasuki gerbang utama, sesampainya di dalam aku diserbu oleh  puluhan anak panti.

“Kak Criana …,” teriak mereka sambil memelukku secara bergantian. Aku sangat terharu melihat wajah bahagia mereka karena kedatanganku.

“Kami kangen kakak, sering-sering kesini dong kak,” rengek salah satu anak yang masih memelukku erat.

“Iya, kakak kangen kalian juga. Kakak janji deh bakalan sering main ke sini,” ucapku sambil mengelus kepalanya.

“Ini kakak ada oleh oleh sedikit, bagi sana dengan teman-temanmu.” Aku menyerahkan satu kresek besar yang berisi makanan ringan.

“Hore!” teriak anak-anak itu bersamaan. Mereka kegirangan sambil berlari membawa oleh-oleh dariku. Melihat kelakuan mereka aku dan mas Faisal tersenyum.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status