Beranda / Romansa / Cinta Tersembunyi Paman Jorge / Paman Yang Sangat Overprotektif

Share

Paman Yang Sangat Overprotektif

Bunyi lonceng sekolah bergema, menandakan jam pulang sekolah. Calista merapikan buku-buku di meja dan mengembalikan ke tas. Rambut panjang diikat tinggi ke atas, menampakkan leher jenjangnya. Netra matanya cokelat muda, duplikat sang Ayah, Alexius. Calista Ardhias sekarang sudah dewasa, bahkan usianya hampir tujuh belas tahun.

          “Hai Calista! Pulang bareng yuk!” 

          Arabel melongok dari pintu lalu berjalan menghampiri meja sahabatnya. Ia menunggu Calista yang sedang merapikan rambut, sembari berdiri melihat dari jendela kelas Calista yang memang bisa melihat ke lapangan basket di halaman bawah. Netranya segera menangkap sosok lelaki tampan, duduk bersama para siswa lain.

          “Ssstt, Calista. Lihat cowok itu. Anak baru dari luar kota. Lumayan cakep ya,” Arabel memanggil Calista dengan bersemangat.

           Calista berangsur mendekat karena penasaran. Baru beberapa detik ia mengintip, siswa tampan yang diributkan Arabel mengangkat kepala ke atas dan … matanya beradu pandang dengan Calista!! 

          Astaga, malunya! batin Calista dalam hati, mengabaikan kalau anak baru itu melambaikan tangan padanya. Ia ketahuan sedang mengintip dari balik tirai jendela!

          “Arabel!! Dia lihat aku ngintip!! Kamu sih!” ucap Calista sewot. Sudut matanya masih melihat lelaki itu yang masih duduk di bawah, mengamati mereka berdua.

          “Nggak apa Calista! Ayo keluar dari kelas ini, kita pura-pura nggak lihat saja!” Arabel tertawa geli, menarik tangan Calista yang pasrah mengikutinya.

          Turun dari lantai dua, Calista langsung dihampiri seorang siswa berkacamata yang ternyata menunggu di bawah tangga. Sebuah amplop putih diberikannya pada Calista.

          “Calista Ardhias, ini surat untukmu. Ini surat ungkapan perasaanku dan mohon balasannya.”

          Pria berkacamata itu tampak sangat gugup hingga ia berjalan menjauhi Calista. Calista menghampiri sahabatnya yang berdiri menunggu di kejauhan.

         “Cowok tadi si Rudi kan? Yang kutu buku itu,” Arabel tersenyum geli. “Ya ampun, itu surat putih apa? Jangan bilang salam tempel! Aku bagiiiii ….”

          “Hush! Ini surat cinta,” Calista membuka amplop itu dan menghirup kertas berwarna pink di dalamnya. “Wangi parfum.”

          “Astaga. Masih jaman ya nembak pakai surat,” Arabel tertawa geli sambil ikut melihat isi surat untuk Calista dengan kepo.

          “Dear Calista, aku selalu memperhatikan dirimu.Senyummu menceriakan hariku, tatapan matamu membuat jantungku berdetak cepat. Aku menyukaimu sejak kita pertama kali bertemu. Maukah kamu menjadi kekasihku? Rudi.”

          “Waw, puitis juga dia!”

          “Lebay!” Calista langsung meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. 

          Keduanya menyusuri halaman sekolah, hingga lapangan basket, tempat siswa tampan yang mereka perbincangkan duduk. Dan ternyata dia masih berada di sana! Calista mengalihkan matanya ke arah lain. 

          Entah kenapa, gaya cool pria itu dengan kemeja yang dikeluarkan dan wrist band di tangan membuat ia agak salah tingkah, deg deg serr. Belum lagi kalau ingat bagaimana ia mengintip-intip dari atas.

          “Hallo, boleh kenalan?” 

          Tanpa diduga, siswa baru itu berdiri dan berjalan mendekati Arabel dan Calista dengan penuh percaya diri. Calista terdiam sesaat sementaar Arabel langsung mengangguk dengan cepat.

          “Boleh dong.”

          “Namaku Eden Hariyanto, murid pindahan dari Surabaya,” katanya lagi sambil tersenyum. Senyum melelehkan hati tiap siswi yang melihatnya, termasuk Calista dan Arabel saat ini.

          “Aku Arabel, ini Calista,” Arabel memperkenalkan mereka dengan wajah sumringah, karena Calista yang nampak masih diam saja. Hanya senyuman tipis terukir di wajahnya.

          “Sepertinya kita pernah bertemu,” Eden tiba-tiba memperhatikan Calista dengan alis berkerut. “Wajahmu seperti familiar.”

          “Nggak kok, belum pernah. Perasaan kamu aja,”

           Calista menggelengkan kepala dengan heran. Ya masa' dirinya lupa kalau pernah bertemu Eden? Cowok cool begini, nggak mungkin Calista lupa!

          “Oh iya ya. Perasaan aku aja kali' ya,” Eden tersenyum dan sungguh, senyuman itu betul-betul memabukkan kaum Hawa! Arabel saja sampai ketar-ketir dibuatnya!

          “Woy, Eden! Katanya mau bareng? Gue tinggal nih!” seru seorang siswa dari kaca mobil yang sengaja dibuka. Kacamatanya ditaruh di atas dan ia tampak sangat tidak sabar.

          “Iyaaaa gue ke sana!!” Eden balas berteriak lalu menatap Calista lagi. “Aku pergi dulu ya. Senang berkenalan dengan kalian!” serunya sambil berlari ke mobil jip hitam.

          “Cakep ya. Aku suka gayanya yang cool, senyumannya juga menawan. Tapi kayaknya aku dicuekin tadi, dia sukanya sama kamu, Calista! Aku tadi agak dicuekin. Ih, sebel!" Arabel mencibirkan bibirnya. “Susah punya teman cantik!”

          “Nggak gitu kok Bel,” ucap Calista yang merasa tidak enak. “Dia biasa aja sama aku. Cuma sekedar ramah aja.”

          “Ah, masa?? Itu kan cuma basa-basi aja, Ta. Aku ini pandai melihat pandangan orang dan sekali lihat, aku tahu dia tertarik pada kamu. Ta, kamu jangan terlalu polos, dia begitu itu taktik aja biar bisa SKSD sama kamu,” timpa Arabel memperhatikan wajah temannya yang sukses merah merona.

          “Sok tau kamu, Bel.”

          “Ih dibilangin,” ucap Arabel sambil memutar bola matanya. Sambil mengobrol, mereka sudah sampai di depan pintu gerbang sekolah. “Aku tahu kamu juga suka kan? Nggak apa, wajar karena cowok baru itu ganteng juga.”

          “Iya, aku suka. Tapi kalau teman baikku suka, ya silakan ambil aja.” Calista tersenyum sambil mencubit pipi Arabel membuat sahabatnya mengaduh dan berangsur menjauh.

          “Kamu lupa, Beib? Aku itu udah punya gebetan,” Arabel membulatkan bola matanya lalu berucap kesal. “Ya wajar sih, kami aja udah lama jalan bersama tapi status nggak jelas. Aku tuh setia sama dia, Ta! Tapi kita tuh apa, dibilang teman tapi kok rasanya nggak. Dibilang pacaran juga belum sah, dia belum pernah nembak aku. Sorry Ta, jadi curhat nih.”

          “Kamu masih mengharapkan dia? Udah sih Bel, tinggalin aja kalau nggak jelas gitu,” Calista menghela nafas sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “Masih banyak cowok lain.”

          “Aku cinta sama dia, Ta. Ya beda,” Arabel tersenyum malu. “Kita udah kenal lama, kalau siswa baru tadi kan cuma kagum aja, jadi ya beda.”

          Keduanya mengobrol lagi sebelum Calista mengangkat handphone-nya yang berdering keras. 

          “Hallo, Paman?” Calista terdiam mendengar suara berat seorang lelaki dari seberang sana.

          “Iya, aku baru saja pulang. Ini sama Arabel, kami nggak ke mana-mana kok. Bye, Paman.”

          Calista mematikan ponselnya sambil menghela nafas. Sudah jadi kewajiban untuk melapor pada Paman Jorge, dia sedang di mana dan akan ke mana. Lihat saja, baru telat satu jam saja, Paman Jorge sudah meneleponnya!

          “Paman Jorge ya, Calista? Perhatian benget ya!” Arabel mesejajari langkah Calista, mereka berdua sudah menyusuri jalan setapak menuju jalur Bus ke rumah mereka yang berdekatan. 

         “Pamanmu itu makin usia malah makin ganteng, Ta. Kalau nggak ingat Pamanmu, udah aku dekati.” ucapnya lagi sambil tertawa-tawa. 

          Calista mendelik ke arah Arabel, “Paman Jorge itu dingin dan tegas. Kalau bilang A ya A, kalau B ya B.”

          “Kaku banget ya! Udah ada pendampingnya?" 

          “Belum Bel. Mungkin pada takut, orangnya kaku banget gitu,” Calista mengedikkan bahu, sebetulnya tak peduli dengan apa yang dilakukan Jorge. Sebabnya, tentu saja karena ia bosan punya Paman yang sangat ‘overprotektif’ !

          Bayangan Jorge yang usianya sepuluh tahun di atas, membayang di benak Calista. Tinggi, hidung mancung, kulit putih yang kadang terbakar matahari kalau baru pulang dari dinasnya di luar kota. Maskulin, tampan, dan sikap dinginnya pasti membuat banyak wanita terkagum-kagum. Sayang, kalau didekati kebanyakan wanita mulai mundur teratur karena judesnya bukan main.

          Paman, Paman, apa kamu normal? batin Mita dalam hati, lalu cepat mengenyahkan pikirannya. Takut sendiri dia kalau punya Paman yang agak-agak melenceng, keluar dari jalur!

          Calista sudah sejak beberapa tahun ini, kesal dengan Jorge karena pria itu sangat bawel padanya dan suka melarang ini dan itu! Paman Jorge terlalu protektif, bahkan melebihi Ibunya sendiri!!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status