Maisya yang melihat sang mama jatuh pingsan langsung panik. Dia memanggil Sudiro dan Satria."Ya ampun kenapa bisa begini sih?" tanya Sudiro mengangkat Safira di bantu dengan Satria.Safira dibawa ke rumah sakit, sebenarnya lukanya kecil hanya saja dia minta untuk dirawat."Ma, kalau mama di rawat siapa yang jaga mama di rumah sakit?" tanya Maisya."Kan ada Satria ada Alma, kamu bisa gantian sama dia," jawab Safira."Udah gak usah manja, dokter aja bilang gak usah di rawat," sahut Sudiro.Mau tak mau Safira, namun sampai di rumah dia makin drama. Dia meminta untuk di tunggui tak ada yang boleh pergi kalau dia sedang sakit."Kalian gak boleh kemana-mana kalau aku sakit, termasuk kamu Maisya," kata Safira."Alah gak usah drama, butuh apa-apa tinggal panggil pembantu aja banyak drama. Jangan sampai kamu menyuruh Alma ini itu," sahut Satria. "Lagian aku sama papa banyak urusan jadi gak ada waktu buat di rumah terus," sambung Satria."Apa yang dikatakan Satria benar, kamu jangan drama. Luk
"Alma, awas saja kamu ngadu," ancam Safira. "Jangan sampai Sudiro tahu hal ini," kata Safira."Oh jadi kalian mau Papa di bohongi?" tanya Alma.Maisya yang kesal menarik tangan Alma. Hingga Alma merintih kesakitan."Kalau kamu ngadu yang ada kamu dibilang fitnah sama Pak Sudiro. Dia kan cinta mati sama Sania. Mana dia percaya kalau kamu bilang kayak gitu," kata Maisya. "mendingan kamu diam saja," kata Maisya."Iya awas saja kamu bilang," kata Safira.Alma pergi dari kamar Safira, dia tak ada niatan untuk mengadu pada Sudiro. Lagi pula dia dan Satria sudah punya rencana lain.Malam itu, Sudiro mengajak Sania untuk makan malam di rumah. Dia tampak cantik sekali bahkan sangat mesra pada Sudiro."Alma, aku mau setelah aku menikah dengan Mas Sudiro kamu tetap tinggal di sini," kata Sania. "Aku janji gak akan ganggu kamu dan Satria, asal kamu juga tidak mengganggu aku dan Mas Sudiro," kata Sania."Tidak, lebih baik kamu pindah," sanggah Satria. "Lagian di sini masih ada Tante Safira dan Mai
Ternyata itu panggilan dari Sudiro, dia mengingatkan pada Firman akan perjanjian yang mereka sepakati."Aku memang mudah melupakan Sania, tapi untuk melupakan Alma kenapa begitu sulit? Tapi aku tak boleh mengganggu dirinya, dia telah bahagia," ucap Firman saat berada di dalam kamar sendirian.Firman mengingat kembali saat-saat dimana dulu dia dan Alma mulai merajut rumah tangga. Walaupun dia hanya pekerja kantor biasa, Alma selalu menghargai dia sebagai seorang suami. Tak pernah menuntut apapun dari Firman."Maafkan aku, Alma," lirih Firman. Kini sesal tiada guna, semua sudah berubah tak seperti dulu lagi. Andai dulu dia tak memilih berselingkuh, maka semua akan baik-baik saja.Dewita mengetuk pintu kamar Firman, dia mengajak Firman untuk makan siang bersama. Hal yang sudah lama tidak dirasakan Firman. Dulu sewaktu bersama Alma, dia sering menyempatkan pulang untuk makan siang bahkan terkadang Alma rela mengantar makan siang ke kantor Firman.Sedih memang jika mengingat kenangan bersa
"Jaga bicaramu, Maisya itu wanita terhormat. Dia tak akan mudah terrayu oleh pria yang tidak dia kenal seluk beluknya," bentak Safira."Ya sudah lihat saja nanti," ucap Satria.Sebenarnya Satria pernah melihat Maisya masuk ke sebuah hotel bersama seorang pria. Entah itu kekasihnya atau bukan Satria tak tahu. Dan itu terjadi tidak hanya satu kali. Satria diam-diam meminta orang untuk mengawasi Maisya."Bela terus putrimu itu, salah tapi dibela," kata Satria."Mas, sudah," kata Alma mencoba menenangkan Satria."Kalau sampai terjadi sesuatu pada anakmu, aku gak akan mau bantu apapun itu," sentak Satria lalu pergi bersama Alma ke kamar."Maisya tidak seperti itu, kamu saja yang bodoh menolah Maisya dan menikahi janda seperti Alma," bantah Safira.Maisya yang baru datang kaget melihat mamanya marah-marah. Namun, Maisya tak mau ambil pusing, dia masuk ke dalam kamar begitu saja."Aku gak akan biarkan siapapun menginjak harga diri anakku, enak aja dia mendoakan Maisya hamil di luar nikah," S
Sepulang dari dokter kandungan, Satria tak melihat Maisya sama sekali. Bahkan saat makan malam saja Maisya tak ikut."Kenapa Maisya tidak makan malam bersama?" tanya Sudiro. "apa dia gak lapar?" tanya Sudiro lagi."Dia lagi kesal sama kalian. Karena kalian menuduh dia yang tidak-tidak. Biarkan saja dia makan di kamar, biar gak dengar omongan pedas kalian," jawab Safira."Masih saja di bela, kalau udah kejadian baru tahu rasa," sungut Satria.Alma melirik Satria, memberi kode agar Satria tak membuat masalah dengan Safira. Apalagi posisi mereka sedang makan malam. Satria tahu dengan kode yang Alma berikan.Setelah selesai makan, Safira membawa makanan ke kamar Maisya. Dia tampak kesal dengan Satria dan enggan untuk meneruskan makan malamnya."Mas, sudahlah! Biarkan saja jangan bikin masalah sama dia," kata Alma. "jangan sampai karena kamu ikut campur urusan Maisya, mereka jadi semakin membenci kita," kata Alma."Gak bisa begitu, dia tinggal di rumah ini. Itu berarti masih ada ikut campu
Safira meminta bantuan satpam untuk mengangkat Maisya ke kamar. Sampai di kamar Maisya sadar."Mama ikut aja ke KUA, biarkan Maisya di rumah saja," kata Maisya."Kamu yakin?" tanya Safira.Maisya mengangguk, sebenarnya dia tak ingin ikut ke KUA karena ada acara sendiri. Tetapi dia tak punya alasan lain selain pura-pura sakit.Akhirnya Safira memutuskan ikut ke KUA. Dia meninggalkan Maisya bersama pembantu."Loh kamu kok malah ikut?" tanya Sudiro."Maisya sudah sadar, dia baik-baik saja," jawab Safira.Mereka pergi ke KUA karena waktunya sudah mepet. Sampai di sana keluarga Sania sudah datang."Gak nyangka kamu akan jadi menantuku," kata Juragan Marta saat melihat Sudiro.Sudiro tak menggubris ucapan Juragan Marta dan langsung masuk ke KUA. Sania tampak cantik sekali. Namun, hal itu tak membuat Sudiro bahagia.Acara akad nikah hanya berlangsung secara sederhana Saja. Setelah ijab qobul dilaksanakan, mereka menuju restauran di mana Sudiro telah memesan tempat untuk makan-makan.Semua pe
Sania hendak menyusul Sudiro ke kamar tetapi sampai di pintu dia sudah bertemu dengan Sudiro."Mau kemana?" tanya Sudiro."Ya ke kamar pengantin kita dong, Mas," jawab Sania."Kamar kamu bukan di sini," ucap Sudiro. Sania terkejut mendengar kamar dia tidak di kamar Sudiro. "Maksud kamu apa?" tanya Sania. "Kita itu suami istri, kenapa tidak satu kamar?" tanya Sania.Sudiro kembali masuk ke dalam kamarnya, diikuti oleh Sania di belakangnya. Sania merasa sikap Sudiro berubah."Tanda tangani surat ini," kata Sudiro. "Kalau kamu tak mau tanda tangan, aku akan segera menalak kamu saat ini juga," ucap Sudiro tegas sambil memberikan sebuah map.Sania mengambil map itu dan membaca isi dalam map tersebut. Ternyata itu perjanjian pernikahan yang di buat Sudiro. Sania membaca semua dengan seksama, semua pon yang di sebutkan dalam perjanjian sangat memberatkan dirinya."Ini gak sesuai dengan yang aku mau," kata Sania kesal."Tanda tangan atau kamu aku galak," ucap Sudiro.Sania tak punya pilihan
Satria langsung meminta penjelasan pada Sudiro, dia tak mau jika kehadiran Firman menjadi supir Sania akan mengganggu dirinya dan Alma."Kenapa harus Firman, Pa?" tanya Satria saat berada di dalam ruang kerja Sudiro. Mereka hanya berdua saja karena sarapan sudah selesai."Kamu gak usah khawatir, dia gak akan mengganggu Alma lagi," jawab Sudiro. "Justru aku meminta bantuan dia untuk memantau Sania, dia sudah menandatangani surat perjanjian denganku," ucap Sudiro santai."Baik, kalau dia sampai membuat masalah dengan Alma maka papa harus bertanggung jawab karena papa yang membawa dia kemari," kata Satria lalu keluar dari ruang kerja Sudiro.Sementara itu, Firman sedang membersihkan mobil. Ibnu yang tahu jika Firman adalah supir baru untuk Sania tampak kesal."Sejak kapan narapidana mudah banget cari kerjaan," kata Ibnu."Bukan masalah kan buat kamu, atau hadirnya aku di sini membuat posisi kamu terancam?" tanya Firman. "Apa kamu takut kalau Pak Sudiro lebih percaya padaku? Atau justru t