Sepulang dari dokter kandungan, Satria tak melihat Maisya sama sekali. Bahkan saat makan malam saja Maisya tak ikut."Kenapa Maisya tidak makan malam bersama?" tanya Sudiro. "apa dia gak lapar?" tanya Sudiro lagi."Dia lagi kesal sama kalian. Karena kalian menuduh dia yang tidak-tidak. Biarkan saja dia makan di kamar, biar gak dengar omongan pedas kalian," jawab Safira."Masih saja di bela, kalau udah kejadian baru tahu rasa," sungut Satria.Alma melirik Satria, memberi kode agar Satria tak membuat masalah dengan Safira. Apalagi posisi mereka sedang makan malam. Satria tahu dengan kode yang Alma berikan.Setelah selesai makan, Safira membawa makanan ke kamar Maisya. Dia tampak kesal dengan Satria dan enggan untuk meneruskan makan malamnya."Mas, sudahlah! Biarkan saja jangan bikin masalah sama dia," kata Alma. "jangan sampai karena kamu ikut campur urusan Maisya, mereka jadi semakin membenci kita," kata Alma."Gak bisa begitu, dia tinggal di rumah ini. Itu berarti masih ada ikut campu
Safira meminta bantuan satpam untuk mengangkat Maisya ke kamar. Sampai di kamar Maisya sadar."Mama ikut aja ke KUA, biarkan Maisya di rumah saja," kata Maisya."Kamu yakin?" tanya Safira.Maisya mengangguk, sebenarnya dia tak ingin ikut ke KUA karena ada acara sendiri. Tetapi dia tak punya alasan lain selain pura-pura sakit.Akhirnya Safira memutuskan ikut ke KUA. Dia meninggalkan Maisya bersama pembantu."Loh kamu kok malah ikut?" tanya Sudiro."Maisya sudah sadar, dia baik-baik saja," jawab Safira.Mereka pergi ke KUA karena waktunya sudah mepet. Sampai di sana keluarga Sania sudah datang."Gak nyangka kamu akan jadi menantuku," kata Juragan Marta saat melihat Sudiro.Sudiro tak menggubris ucapan Juragan Marta dan langsung masuk ke KUA. Sania tampak cantik sekali. Namun, hal itu tak membuat Sudiro bahagia.Acara akad nikah hanya berlangsung secara sederhana Saja. Setelah ijab qobul dilaksanakan, mereka menuju restauran di mana Sudiro telah memesan tempat untuk makan-makan.Semua pe
Sania hendak menyusul Sudiro ke kamar tetapi sampai di pintu dia sudah bertemu dengan Sudiro."Mau kemana?" tanya Sudiro."Ya ke kamar pengantin kita dong, Mas," jawab Sania."Kamar kamu bukan di sini," ucap Sudiro. Sania terkejut mendengar kamar dia tidak di kamar Sudiro. "Maksud kamu apa?" tanya Sania. "Kita itu suami istri, kenapa tidak satu kamar?" tanya Sania.Sudiro kembali masuk ke dalam kamarnya, diikuti oleh Sania di belakangnya. Sania merasa sikap Sudiro berubah."Tanda tangani surat ini," kata Sudiro. "Kalau kamu tak mau tanda tangan, aku akan segera menalak kamu saat ini juga," ucap Sudiro tegas sambil memberikan sebuah map.Sania mengambil map itu dan membaca isi dalam map tersebut. Ternyata itu perjanjian pernikahan yang di buat Sudiro. Sania membaca semua dengan seksama, semua pon yang di sebutkan dalam perjanjian sangat memberatkan dirinya."Ini gak sesuai dengan yang aku mau," kata Sania kesal."Tanda tangan atau kamu aku galak," ucap Sudiro.Sania tak punya pilihan
Satria langsung meminta penjelasan pada Sudiro, dia tak mau jika kehadiran Firman menjadi supir Sania akan mengganggu dirinya dan Alma."Kenapa harus Firman, Pa?" tanya Satria saat berada di dalam ruang kerja Sudiro. Mereka hanya berdua saja karena sarapan sudah selesai."Kamu gak usah khawatir, dia gak akan mengganggu Alma lagi," jawab Sudiro. "Justru aku meminta bantuan dia untuk memantau Sania, dia sudah menandatangani surat perjanjian denganku," ucap Sudiro santai."Baik, kalau dia sampai membuat masalah dengan Alma maka papa harus bertanggung jawab karena papa yang membawa dia kemari," kata Satria lalu keluar dari ruang kerja Sudiro.Sementara itu, Firman sedang membersihkan mobil. Ibnu yang tahu jika Firman adalah supir baru untuk Sania tampak kesal."Sejak kapan narapidana mudah banget cari kerjaan," kata Ibnu."Bukan masalah kan buat kamu, atau hadirnya aku di sini membuat posisi kamu terancam?" tanya Firman. "Apa kamu takut kalau Pak Sudiro lebih percaya padaku? Atau justru t
Satria makin penasaran dengan ucapan Sudiro namun dia tak mau bertanya lebih banyak. Setelah adzan magrib, mereka berkumpul di ruang keluarga."Malam ini aku mau pergi," kata Sudiro."Kemana, Mas? Bagaimana kalau kita pergi berdua?" tanya Sania."Boleh saja," jawab Sudiro.Sania tampak senang sekali, dia tak tahu jika Sudiro sudah punya rencana lain. Sania senang diajak keluar oleh Sudiro.Sebelum berangkat, Sudiro sudah berpesan pada Satria untuk waspada. Satria berharap itu tidak terjadi.Sementara itu, Ibnu telah mengawasi semua sejak tadi. Dia merasa senang karena Sudiro pergi. Tetapi dia hanya berdua dengan Sania tidak memakai jasa supir sama sekali."Kesempatan bagus," ucap Ibnu.Ibnu menunggu hingga tengah malam, dia ingin memasuki ruangan kerja Sudiro secara diam-diam.Satria sengaja belum tidur, dia asyik mengerjakan pekerjaan kantor yang masih tertunda.Sementara itu, Sudiro mengajak Sania pergi ke sebuah club malam. Di sana Sudiro bertemu dengan teman-temannya yang hobi mi
Sania tidak terima dengan perlakuan Sudiro. Dia ingin membalas perbuatan Sudiro. Namun, dia harus tetap bersikap manis di depan semua orang."Ibnu, bagaimana bisa kamu ketahuan?" tanya Sania marah."Semua karena Firman, dia tahu rencana kita," jawab Ibnu. "Dia membahayakan kita, beruntung aku tidak jadi di pecat," kata Ibnu kesal."Alah, kamu saja yang gak bisa diandalkan," ucap Sania.Ibnu memutuskan tidak membantu Sania lagi, jadi dia ingin bekerja dengan baik. Tapi, Sania tak mau. Dia membujuk Ibnu agar tetap dipihaknya."Jangan seperti itu! Kamu ingat kita pernah menjalani hubungan terlarang, kalau sampai Sudiro tahu kita berdua bisa habis," ancam Sania."Tidak, aku ingin mengakhiri semua," kata Ibnu.Ibnu memutuskan hubungan mereka secara sepihak, Firman yang tengah menguping pembicaraan mereka segera memberikan laporan pada Sudiro.Sania tak mau tinggal diam, dia harus bisa disentuh oleh Sudiro. Dia membeli obat secara online. Dia akan membuat Sudiro berlutut di kakinya karena S
Safira masih saja membenci Alma padahal Alma tak pernah melakukan kesalahan apapun terhadap Safira maupun Maisya.Esok merupakan hari pernikahan Maisya dan Satya, hari yang ditunggu oleh Safira. Dia tak pernah mencurigai Maisya yang menikah secara mendadak.Sementara itu, Maisya membeli gaun pengantin untuk pernikahannya. Pernikahan mereka hanya di selenggarakan secara sederhana. Bahkan semua yang menyiapkan Satya. Safira sama sekali tidak ikut campur, dia hanya menerima uang dari Satya sebagai ganti karena mereka tidak mengadakan pesta."Mai, kamu pilih sana gaunnya," kata Hanum.Tanpa menjawab, Maisya memilih untuk mencoba beberapa gaun. Maisya tak pernah cemburu melihat kedekatan Hanum dan Satya. Karena memang dia tak pernah mencintai Satya."Mbak, aku pilih ini," kata Maisya memberikan sebuah gaun pada pelayan.Setelah Satya membayar mereka pergi untuk makan bersama. Maisya akan tinggal di rumah yang berbeda dengan Hanum. Sementara Hanum akan bersandiwara tentang kehamilannya. Sem
"Tadi aku mau mengetuk kamar kamu, Mas. Tapi ternyata kamu kunci, pas aku ke dapur aku melihat Ibnu, jadi aku nyusul dia ke sini," jawab Sania.Sudiro tampak biasa saja, "oh begitu," hanya itu yang keluar dari mulut Sudiro lalu dia berbalik badan.Sania mengejar Sudiro tetapi dia malah terjatuh. "Awh sakit," pekik Sania. Sudiro membalikkan badan, dengan enggan dia membantu Sania berdiri. "Bisa jalan, kan?" tanya Sudiro."Sepertinya kakiku terkilir, Mas. Kalau boleh aku minta gendong," jawab Sania."Manja," ucap Sudiro. Namun, dia tetap menggendong Sania menuju kamar Sania. "Sudah, kan. Aku mau istirahat lagi," kata Sudiro.Belum sempat Sudiro keluar, tiba-tiba pintu kamar Sania tertutup. Sudiro mencoba untuk membukanya tetapi terkunci."Woy...buka pintunya. Aku mau keluar," teriak Sudiro."Mas, apa salahnya kamu tidur di sini? Kita kan suami istri, kalau kamu tak mau menyentuhku tak apa tapi temani aku di sini," kata Sania."Sial," umpat Sudiro. "Aku gak mau tidur seranjang dengan ka