Safira masih saja membenci Alma padahal Alma tak pernah melakukan kesalahan apapun terhadap Safira maupun Maisya.Esok merupakan hari pernikahan Maisya dan Satya, hari yang ditunggu oleh Safira. Dia tak pernah mencurigai Maisya yang menikah secara mendadak.Sementara itu, Maisya membeli gaun pengantin untuk pernikahannya. Pernikahan mereka hanya di selenggarakan secara sederhana. Bahkan semua yang menyiapkan Satya. Safira sama sekali tidak ikut campur, dia hanya menerima uang dari Satya sebagai ganti karena mereka tidak mengadakan pesta."Mai, kamu pilih sana gaunnya," kata Hanum.Tanpa menjawab, Maisya memilih untuk mencoba beberapa gaun. Maisya tak pernah cemburu melihat kedekatan Hanum dan Satya. Karena memang dia tak pernah mencintai Satya."Mbak, aku pilih ini," kata Maisya memberikan sebuah gaun pada pelayan.Setelah Satya membayar mereka pergi untuk makan bersama. Maisya akan tinggal di rumah yang berbeda dengan Hanum. Sementara Hanum akan bersandiwara tentang kehamilannya. Sem
"Tadi aku mau mengetuk kamar kamu, Mas. Tapi ternyata kamu kunci, pas aku ke dapur aku melihat Ibnu, jadi aku nyusul dia ke sini," jawab Sania.Sudiro tampak biasa saja, "oh begitu," hanya itu yang keluar dari mulut Sudiro lalu dia berbalik badan.Sania mengejar Sudiro tetapi dia malah terjatuh. "Awh sakit," pekik Sania. Sudiro membalikkan badan, dengan enggan dia membantu Sania berdiri. "Bisa jalan, kan?" tanya Sudiro."Sepertinya kakiku terkilir, Mas. Kalau boleh aku minta gendong," jawab Sania."Manja," ucap Sudiro. Namun, dia tetap menggendong Sania menuju kamar Sania. "Sudah, kan. Aku mau istirahat lagi," kata Sudiro.Belum sempat Sudiro keluar, tiba-tiba pintu kamar Sania tertutup. Sudiro mencoba untuk membukanya tetapi terkunci."Woy...buka pintunya. Aku mau keluar," teriak Sudiro."Mas, apa salahnya kamu tidur di sini? Kita kan suami istri, kalau kamu tak mau menyentuhku tak apa tapi temani aku di sini," kata Sania."Sial," umpat Sudiro. "Aku gak mau tidur seranjang dengan ka
Alma memanggil satpam agar membantu mengangkat Sania ke dalam mobil. Kaki Sania banyak mengeluarkan darah. Alma membawa Sania ke rumah sakit bersama satpam rumah.Sampai di rumah sakit, Dokter segera menangani Sania. Sementara Alma menghubungi Sudiro untuk memberitahu keadaan Sania."Pa, pulanglah! Sania sakit, kakinya terkena pecahan beling," kata Alma."Paling dia juga drama, aku gak akan tertipu lagi dengan wanita ular itu," sambung Sudiro."Pa, kali ini beneran. Aku sampai membawanya ke rumah sakit," kata Alma."Biarkan saja, toh sudah ada dokter yang menangani dia," kata Sudiro lalu memutus panggilan Alma secara sepihak.Sudiro tahu kalau semalam Sania hanya pura-pura kakinya sakit. Dia kecewa karena Sania membohongi dirinya.Sementara itu, Dokter memperbolehkan Sania untuk pulang. Sampai di rumah Sania merengek manja pada Sudiro. Dia bersikap layaknya anak kecil yang tidak pernah diperhatikan orang tuanya."Mas, kenapa kamu tidak menyusul ke rumah sakit? Aku ini sakit beneran, M
Alma sebenarnya tidak percaya jika Sania telah berubah. Mengingat semua yang telah dia lakukan pada keluarga Alma. Namun, sebagai manusia Alma tidak boleh menyimpan dendam. Biar bagaimanapun, Sania sekarang adalah mertuanya."Aku tidak akan mengulangi kesalahan seperti dulu lagi," kata Sania."Semoga saja," ucap Alma sembari melepaskan pelukan Sania.Alma lalu izin masuk ke kamar, menyusul Naomi yang sedang mengganti baju sekolahnya."Ma, kenapa Tante Sania mendadak baik?" tanya Naomi. "Mama yakin dia bisa berubah?" tanya Naomi."Sayang, tidak ada salahnya kita memberikan maaf pada Tante Naomi. Apalagi sekarang dia jadi neneknya kamu," jawab Alma.Naomi terlihat mengangguk faham, dia segera keluar kamar bersama Alma setelah ganti baju.Makan siang kali ini tidak ada Satria, dia ada rapat sehingga tidak bisa pulang untuk makan siang bersama. Seperti biasa, Alma melayani Sudiro. Kali ini Sudiro tidak lagi bersikap cuek pada Sania."Sania, setelah makan siang susul aku ke ruang kerjaku.
Sepulangnya Sudiro dari kantor, Safira langsung meminta tolong pada Sudiro untuk mencari tahu alamat Maisya. Sudiro punya banyak teman, dia pasti tidak akan kesulitan untuk mendapatkan alamat Maisya."Kamu tenang saja, aku akan bantu," kata Sudiro. "Coba kamu hubungi suami kamu, siapa tahu Maisya pernah memberikan alamatnya," kata Sudiro."Sudah, Mas. Tapi dia bilang Maisya tidak pernah menghubunginya lagi," kata Safira.Sudiro meminta bantuan temannya untuk mencari alamat Maisya. Hanya dengan memberikan foto Satya dan Maisya saja pasti akan ketemu.**Maisya tengah duduk seorang diri, dia tinggal di rumah pemberian Satya. Dia ditemani salah seorang pembantu."Kok tiba-tiba kangen mama ya," kata Maisya.Maisya membuka ponselnya yang sudah beberapa Minggu tidak dia gunakan. Dia melihat status Safira yang sakit. Maisya segera menghubungi Safira."Ini beneran kamu, Mai?" tanya Safira terkejut sekaligus senang karena Maisya menelfon."Iya, Ma. Mama jaga kesehatan dong. Jangan sampai sakit
Sudiro segera memberitahukan orang suruhannya untuk mencari alamat Maisya. Safira sudah tidak sabar ingin bertemu Maisya. Namun, tiba-tiba Maisya menelfon Safira."Mama apa kabar?" tanya Maisya."Baik, Sa. Kamu sendiri bagaimana? Apa benar kamu sedang hamil?" tanya Safira tanpa basa-basi."Ah tidak, Ma. Siapa yang bilang?" tanya Maisya."Sania katanya habis lihat kamu. Kalau memang kamu hamil, mama mau ikut kamu saja. Kamu pasti butuh mama," jawab Safira.Maisya tentu tak ingin Safira tinggal di rumahnya, jadi setelah menelfon Safira dia memberitahu Satya. Maisya tidak mau apa yang sudah mereka rencanakan gagal total."Kamu tenang saja, soal mama kamu entar jadi urusanku. Kamu jangan pergi-pergi lagi," kata Satya. "Ingat jangan sampai ada yang tahu kalau kamu hamil," kata Satya.Setelah itu Satya yang sedang bersama istrinya segera pulang. Mereka memang berada di luar kota bersama.Maisya sebenarnya bosan di rumah terus, dia tidak suka di kekang. Namun, dia juga tak bisa melawan Satya
Safira tidak lagi meminta Sudiro untuk menyelidiki alamat rumah Maisya. Setiap hari Maisya menelfon Safira. Bahkan Maisya terlihat bahagia saat menelfon sang mama.Masalah Safira dan Maisya sudah membaik, kini Firman yang merasakan kekhawatiran. Pasalnya sejak dia tinggal di rumah Sudiro, dia sama sekali tidak pernah bisa bermain dengan Naomi. Anak itu seperti menghindari sang papa."Naomi, kamu sedang apa?" tanya Firman sore itu saat melihat Naomi sedang di dekat kolam ikan milik Sudiro.Bukannya mendekati Firman, Naomi justru lari ke dalam rumah. Hal itu yang selalu Naomi lakukan setiap melihat Firman mendekatinya."Kenapa dia begitu? Apa dia terlalu membenciku? Aku harus meminta tolong Alma," ucap Firman.Hingga suatu hari, Firman melihat Alma tengah duduk sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Dia dengan berani mendekati Alma."Alma, boleh aku bicara?" tanya Firman."Mau bicara apa? Bicara saja," jawab Alma santai.Firman duduk, dia menatap Alma yang tampak biasa saja
"Apa yang dilakukan Firman padamu?" tanya Satria."Kita bahas besok ya, Mas," jawab Alma. "Udah malam, kita istirahat saja," kata Alma.Malam itu mereka memilih tidur, dan paginya setelah sarapan Firman di panggil untuk mengklarifikasi semuanya."Alma, apa yang di lakukan Firman sama kamu?" tanya Satria."Dia membujukku agar aku membujuk Naomi," jawab Alma. "Sepertinya ada yang melihat kejadian itu dan merekamnya," kata Alma. "Apa kalian semua tidak ada yang mau mengaku?" tanya Alma."Alma, untuk apa aku mengaku sesuatu yang bukan kesalahan aku," jawab Safira."Benar, aku juga tidak melakukan hal itu," kata Sania. "Pasti ada orang lain yang memusuhi kamu Alma, dan menggunakan kesempatan itu untuk menghasut Satria. Memang seperti apa sih vidionya?" tanya Sania."Dari mana kamu tahu kalau ada yang mengirimkan vidionya ke aku?" tanya Satria. "Apa kamu pelakunya?" tanya Satria penuh penekanan dan tuduhan.Sania mendelik, dia tak merasa melakukan hal itu. Bahkan dia mengucap kata vidio saj
Sudiro dengan terpaksa menceraikan Sania, meskipun begitu Sudiro masih memberi Sania sebagian hartanya. Namun, Sania justru menolak pemberian Sudiro."Aku tak pantas mendapatkannya, berikan saja pada anakmu," kata Sania.Setelah surat gugatan sampai di tangan Sania, Sania memutuskan untuk pindah ke rumah Kurnia lagi bersama Ibra. Sania akan menjalani hidup berdua saja dengan Ibra. Dia ingin menjadi Ibu yang baik untuk Ibra mengingat dulu dia tak pernah mengurus Ibra.Sementara itu, kesehatan Firman memburuk. Dia menderita penyakit lambung. Pagi itu dia di temukan tak berdaya oleh anak buah bosnya. Bukan dibawa berobat, Firman justru di buang di pinggir jalan."Buang saja dia, gak ada gunanya lagi," kata Bosnya.Mereka membawa Firman dengan mobil saat malam hari. Dan meninggalkannya di jalanan yang sepi."Jangan buang aku!" lirih Firman.Mereka mengabaikan Firman dan meninggalkan Firman sendirian. Firman yang merasakan sakit di perutnya mencoba untuk berjalan mencari tempat istirahat.
Sampai di rumah sakit, Alma sudah masuk ruangan bersalin. Satria segera masuk untuk mendampingi Alma. Satria tak akan membiarkan Alma di dalam sendiri.Tidak berapa lama, Suara tangis bayi terdengar. Bayi laki-laki lahir dengan lancar dan sehat. Satria mengumandangkan adzan di telinga sang buah hati.Sebagai orang tua baru, Satria sangat antusias dalam menjaga buah hatinya. Bahkan dia tak mengizinkan Alma untuk melakukan aktivitas rumah tangga lagi."Sayang, apa kira perlu baby sitter?" tanya Satria setelah mereka pulang dari rumah sakit."Gak usah, aku sudah biasa melakukannya sendiri," jawab Alma.Dulu saat melahirkan Naomi, dia menjaga dan merawat Naomi sendiri. Firman gak mau jika mereka menggunakan jasa baby sister. Apalagi saat ini marak dengan kabar yang beredar balita di aniaya baby sisternya, hal itu membuat Alma takut."Aku ingin menikmati menjadi ibu, mengasuh dan merawat anakku," kata Alma."Iya benar, tapi aku tak mau kamu kecapean. Paska melahirkan itu sangat melelahkan,
Sania dilarikan ke rumah sakit, lukanya sangat parah. Sudiro menemani Sania dan menunggunya di depan ruang operasi. Satria dan Kurnia datang bersamaan."Dengan keluarga Ibu Sania?" tanya Dokter."Iya, Dok. Saya suaminya, Dok," jawab Sudiro."Keadaan Bu Sania sangat mengkhawatirkannya, Pak. Janin yang ada di dalam kandungannya tidak bisa tertolong. Dan karena lukanya sangat parah rahimnya harus di angkat segera," kata Dokter.Mendengar hal itu, Sudiro langsung lemas. Dia takut mengambil keputusan yang salah."Ini surat yang perlu ditanda tangani, Pak. Supaya segera kami angkat rahimnya, semua demi kebaikan Bu Sania," kata Dokter."Sudiro, lakukan saja. Yang penting saat ini nyawa Sania tertolong," kata Kurnia."Bagaimana kalau nanti dia marah, Bu. Dia sangat menginginkan kehamilan ini," kata Sudiro."Dia sudah punya Ibra. Untuk apa punya anak lagi. Semua demi kebaikan dia, ayo tanda tangani," kata Kurnia.Berkat dorongan Kurnia, Sudiro menandatangani surat itu. Dan operasi segera dilak
"Selamat, Pak. Istri anda hamil," jawab Dokter.Sudiro terkejut sekaligus bahagia, akhirnya apa yang diinginkan Sania terkabul. "Di kehamilan trisemester pertama, Ibu hamil memang mudah sekali capek. Jadi saya sarankan untuk tidak melakukan aktivitas yang membuat lelah," lanjut Dokter.Dokter meminta Sudiro menemui Sania, di dalam Sania tampak senang sekali. Apa yang dia harapkan telah menjadi kenyataan."Aku hamil, Mas," kata Sania."Selamat ya, Sayang," ucap Sudiro."Mas, aku mau minta hadiah," kata Sania. Sikap manjanya seketika dia tunjukkan pada Sudiro. Sudiro hanya menganggukkan kepala."Aku mau sebagian harta kamu nantinya akan menjadi milik anak kita," kata Sania.Sudiro terkejut, pasalnya semua harta sudah 3/4 milik Satria. Namun, dia masih punya seperempatnya lagi."Ya," ucap Sudiro.Setelah itu mereka diperbolehkan pulang, Sania harus banyak istirahat agar kehamilannya tidak mengalami masalah.Seminggu setelah pulang dari rumah sakit, Sania meminta agar Sudiro memberikan s
Setelah mendapatkan uang dari Naomi, Firman segera pergi ke club'. Dia menghabiskan uang itu untuk bersenang-senang."Enak sekali ternyata hidupku ini," kata Firman.Firman mabuk berat, dia pulang dengan mengendarai sepeda motor. Firman tidak dapat menguasai diri, dia menabrak sebuah mobil yang melintas dari arah lain.BraaaakkkkFirman jatuh terguling di aspal, dia langsung tak sadarkan diri. Pemilik mobil langsung saja melarikan diri. Suasana jalan saat itu sangat sepi.Paginya saat tersadar, Firman berada di sebuah rumah sakit. Dia hanya bisa menggerakkan matanya namun susah untuk berbicara."A...A..ku d..i...ma...na...?" tanya Firman ."Pak Firman berada di rumah sakit, kami sudah memberi kabar pada keluarga Pak Firman," jawab perawat.Tidak berapa lama pintu terbuka, Firman kira itu adalah orang tuanya ternyata dokter datang memeriksa keadaannya.Keadaan Firman sangat memprihatinkan, dia susah berbicara dan kakinya satu terpaksa diamputasi karena lukanya sudah sangat parah. Denga
Satria merasa aneh dengan sikap Naomi, dia menjadi pendiam sejak Firman di pecat. Bahkan Naomi jarang berbicara dengan Satria."Naomi, bagaimana sekolah kamu?" tanya Satria."Alhamdulillah baik," jawab Naomi singkat."Kamu kenapa kok jadi pendiam seperti itu? Apa ada masalah? Kalau ada cerita sama Papa," kata Satria.Naomi menggeleng, setelah sampai di depan gerbang Naomi segera turun dari mobil dan berjalan ke sekolahannya. Satria segera pergi, namun ada panggilan sehingga dia berhenti di dekat sekolahan Naomi.Saat Satria menerima panggilan, dia melihat Firman ke arah sekolahan Naomi. Dia menelfon sembari melihat ke arah Firman berada. Tidak berapa lama Naomi datang dia mendekati Firman.Satria yang merasa penasaran langsung mengakhiri panggilannya dan mendekat. Namun, dia bersembunyi agar Naomi dan Firman tidak tahu."Sayang, Mana uang yang Papa minta?" tanya Firman. Satria yang mendengar pertanyaan Firman, terkejut sekali."Ini, Pa. Ini terakhir kalinya ya, Pa. Naomi tidak mau men
Safira melihat Maisya datang, dia tampak senang sekali."Safira...Safira...jangan melamun," panggil Dimas.Seketika Safira tersadar, ternyata dia hanya mengkhayal kalau Maisya datang. Dia tampak kecewa karena anak semata wayangnya tidak hadir."Aku kepikiran Maisya, Mas," ucap Safira."Kamu kan bisa hubungi dia, aku juga merasa khawatir. Sepertinya suaminya tidak ingin Maisya menemui kita," kata Dimas.Acara tujuh bulanan Alma segera di mulai, mereka maju ke depan mengikuti serangkaian acara. Banyak para tamu yang datang, mereka rata-rata kenalan dari Sudiro dan Satria.Sementara itu, Maisya di rumah hanya bisa mengkhayal. Mengkhayal bertemu kedua orang tuanya. Dia sudah merindukan kedua orang tuanya. Walaupun dia sering berkomunikasi tetapi beda jika bisa bertatap muka.Khayalan memang lebih indah dibandingkan kenyataan. Karena khayalan sesuai dengan apa yang kita inginkan."Maisya, jangan harap kamu bisa hadir di acara Alma," kata Satya. "Perutmu mulai membesar jadi kamu harus diam
"Aku gak mau ikut papa," ucap Naomi sambil menarik tangannya dan berlari ke arah Alma.Firman mengejar Naomi, namun ditahan oleh Satria."Kamu dengar sendiri, Naomi tidak mau ikut dengan kamu. Kamu tidak sadar kalau tadi kamu telah bersikap kasar padanya," kata Satria.Firman tetap tak terima dia mendekati Naomi yang berdiri di belakang Alma. Dia menarik tangan Naomi tetapi anak itu enggan ikut dengannya."Firman, hentikan," teriak Sudiro."Tidak ada yang bisa menghalangi aku, Naomi anakku. Aku berhak atas dia," ucap Firman marah. "Kalian semua tidak siapa-siapa bagi Naomi, aku adalah Papanya. Kalian hanya orang lain yang berada di hidup Naomi," kata Firman."Tapi aku Mamanya, aku yang melahirkan dia. Jadi aku yang lebih berhak atas Naomi. Pengadilan sudah mengesahkan hak asuh Naomi padaku, kalau kamu mau ambil Naomi kita tempuh jalur hukum," kata Alma."Tidak perlu, aku akan bawa dia," kata Firman.Firman dengan kasar mendorong Alma, Satria langsung saja membantu Alma gar tidak trler
"Ma-maafkan aku, Mas," ucap Sania. "Aku memang bukan ibu yang baik untuk Ibra tetapi aku akan berusaha memperbaiki diriku. Aku akan berusaha untuk menjadi ibu yang baik pada anak-anakku," kata Sania sedih."Aku tidak mau kalau sampai anakku nanti bernasib sama seperti Ibra. Kamu harus membawa Ibra ke rumah kita," kata Sudiro."Iya, Mas," ucap Sania.Sania senang Sudiro mau menerima kehadiran Ibra. Sania semakin mantap untuk merubah dirinya sendiri menjadi lebih baik.Makan malam usai, mereka kembali ke kamar hotel untuk istirahat. Besok pagi mereka akan kembali ke rumah."Sebelum pulang ke rumah, kita ke rumah ibumu. Kita bawa Ibra ke rumah kita," kata Sudiro. Sania hanya mengangguk, dia terharu sekali.Sementara itu, Alma mulai gelisah. Naomi tak mau tidur ditemani Alma. Dia memilih untuk tidur sendiri saja."Mama sama Om Satria aja, aku berani tidur sendiri. Selama ini Mama kan lupa sama Naomi," kata Naomi.Sedih hati Alma mendengar apa yang Naomi katakan. Padahal selama ini Alma ya