Satria makin penasaran dengan ucapan Sudiro namun dia tak mau bertanya lebih banyak. Setelah adzan magrib, mereka berkumpul di ruang keluarga."Malam ini aku mau pergi," kata Sudiro."Kemana, Mas? Bagaimana kalau kita pergi berdua?" tanya Sania."Boleh saja," jawab Sudiro.Sania tampak senang sekali, dia tak tahu jika Sudiro sudah punya rencana lain. Sania senang diajak keluar oleh Sudiro.Sebelum berangkat, Sudiro sudah berpesan pada Satria untuk waspada. Satria berharap itu tidak terjadi.Sementara itu, Ibnu telah mengawasi semua sejak tadi. Dia merasa senang karena Sudiro pergi. Tetapi dia hanya berdua dengan Sania tidak memakai jasa supir sama sekali."Kesempatan bagus," ucap Ibnu.Ibnu menunggu hingga tengah malam, dia ingin memasuki ruangan kerja Sudiro secara diam-diam.Satria sengaja belum tidur, dia asyik mengerjakan pekerjaan kantor yang masih tertunda.Sementara itu, Sudiro mengajak Sania pergi ke sebuah club malam. Di sana Sudiro bertemu dengan teman-temannya yang hobi mi
Sania tidak terima dengan perlakuan Sudiro. Dia ingin membalas perbuatan Sudiro. Namun, dia harus tetap bersikap manis di depan semua orang."Ibnu, bagaimana bisa kamu ketahuan?" tanya Sania marah."Semua karena Firman, dia tahu rencana kita," jawab Ibnu. "Dia membahayakan kita, beruntung aku tidak jadi di pecat," kata Ibnu kesal."Alah, kamu saja yang gak bisa diandalkan," ucap Sania.Ibnu memutuskan tidak membantu Sania lagi, jadi dia ingin bekerja dengan baik. Tapi, Sania tak mau. Dia membujuk Ibnu agar tetap dipihaknya."Jangan seperti itu! Kamu ingat kita pernah menjalani hubungan terlarang, kalau sampai Sudiro tahu kita berdua bisa habis," ancam Sania."Tidak, aku ingin mengakhiri semua," kata Ibnu.Ibnu memutuskan hubungan mereka secara sepihak, Firman yang tengah menguping pembicaraan mereka segera memberikan laporan pada Sudiro.Sania tak mau tinggal diam, dia harus bisa disentuh oleh Sudiro. Dia membeli obat secara online. Dia akan membuat Sudiro berlutut di kakinya karena S
Safira masih saja membenci Alma padahal Alma tak pernah melakukan kesalahan apapun terhadap Safira maupun Maisya.Esok merupakan hari pernikahan Maisya dan Satya, hari yang ditunggu oleh Safira. Dia tak pernah mencurigai Maisya yang menikah secara mendadak.Sementara itu, Maisya membeli gaun pengantin untuk pernikahannya. Pernikahan mereka hanya di selenggarakan secara sederhana. Bahkan semua yang menyiapkan Satya. Safira sama sekali tidak ikut campur, dia hanya menerima uang dari Satya sebagai ganti karena mereka tidak mengadakan pesta."Mai, kamu pilih sana gaunnya," kata Hanum.Tanpa menjawab, Maisya memilih untuk mencoba beberapa gaun. Maisya tak pernah cemburu melihat kedekatan Hanum dan Satya. Karena memang dia tak pernah mencintai Satya."Mbak, aku pilih ini," kata Maisya memberikan sebuah gaun pada pelayan.Setelah Satya membayar mereka pergi untuk makan bersama. Maisya akan tinggal di rumah yang berbeda dengan Hanum. Sementara Hanum akan bersandiwara tentang kehamilannya. Sem
"Tadi aku mau mengetuk kamar kamu, Mas. Tapi ternyata kamu kunci, pas aku ke dapur aku melihat Ibnu, jadi aku nyusul dia ke sini," jawab Sania.Sudiro tampak biasa saja, "oh begitu," hanya itu yang keluar dari mulut Sudiro lalu dia berbalik badan.Sania mengejar Sudiro tetapi dia malah terjatuh. "Awh sakit," pekik Sania. Sudiro membalikkan badan, dengan enggan dia membantu Sania berdiri. "Bisa jalan, kan?" tanya Sudiro."Sepertinya kakiku terkilir, Mas. Kalau boleh aku minta gendong," jawab Sania."Manja," ucap Sudiro. Namun, dia tetap menggendong Sania menuju kamar Sania. "Sudah, kan. Aku mau istirahat lagi," kata Sudiro.Belum sempat Sudiro keluar, tiba-tiba pintu kamar Sania tertutup. Sudiro mencoba untuk membukanya tetapi terkunci."Woy...buka pintunya. Aku mau keluar," teriak Sudiro."Mas, apa salahnya kamu tidur di sini? Kita kan suami istri, kalau kamu tak mau menyentuhku tak apa tapi temani aku di sini," kata Sania."Sial," umpat Sudiro. "Aku gak mau tidur seranjang dengan ka
Alma memanggil satpam agar membantu mengangkat Sania ke dalam mobil. Kaki Sania banyak mengeluarkan darah. Alma membawa Sania ke rumah sakit bersama satpam rumah.Sampai di rumah sakit, Dokter segera menangani Sania. Sementara Alma menghubungi Sudiro untuk memberitahu keadaan Sania."Pa, pulanglah! Sania sakit, kakinya terkena pecahan beling," kata Alma."Paling dia juga drama, aku gak akan tertipu lagi dengan wanita ular itu," sambung Sudiro."Pa, kali ini beneran. Aku sampai membawanya ke rumah sakit," kata Alma."Biarkan saja, toh sudah ada dokter yang menangani dia," kata Sudiro lalu memutus panggilan Alma secara sepihak.Sudiro tahu kalau semalam Sania hanya pura-pura kakinya sakit. Dia kecewa karena Sania membohongi dirinya.Sementara itu, Dokter memperbolehkan Sania untuk pulang. Sampai di rumah Sania merengek manja pada Sudiro. Dia bersikap layaknya anak kecil yang tidak pernah diperhatikan orang tuanya."Mas, kenapa kamu tidak menyusul ke rumah sakit? Aku ini sakit beneran, M
Alma sebenarnya tidak percaya jika Sania telah berubah. Mengingat semua yang telah dia lakukan pada keluarga Alma. Namun, sebagai manusia Alma tidak boleh menyimpan dendam. Biar bagaimanapun, Sania sekarang adalah mertuanya."Aku tidak akan mengulangi kesalahan seperti dulu lagi," kata Sania."Semoga saja," ucap Alma sembari melepaskan pelukan Sania.Alma lalu izin masuk ke kamar, menyusul Naomi yang sedang mengganti baju sekolahnya."Ma, kenapa Tante Sania mendadak baik?" tanya Naomi. "Mama yakin dia bisa berubah?" tanya Naomi."Sayang, tidak ada salahnya kita memberikan maaf pada Tante Naomi. Apalagi sekarang dia jadi neneknya kamu," jawab Alma.Naomi terlihat mengangguk faham, dia segera keluar kamar bersama Alma setelah ganti baju.Makan siang kali ini tidak ada Satria, dia ada rapat sehingga tidak bisa pulang untuk makan siang bersama. Seperti biasa, Alma melayani Sudiro. Kali ini Sudiro tidak lagi bersikap cuek pada Sania."Sania, setelah makan siang susul aku ke ruang kerjaku.
Sepulangnya Sudiro dari kantor, Safira langsung meminta tolong pada Sudiro untuk mencari tahu alamat Maisya. Sudiro punya banyak teman, dia pasti tidak akan kesulitan untuk mendapatkan alamat Maisya."Kamu tenang saja, aku akan bantu," kata Sudiro. "Coba kamu hubungi suami kamu, siapa tahu Maisya pernah memberikan alamatnya," kata Sudiro."Sudah, Mas. Tapi dia bilang Maisya tidak pernah menghubunginya lagi," kata Safira.Sudiro meminta bantuan temannya untuk mencari alamat Maisya. Hanya dengan memberikan foto Satya dan Maisya saja pasti akan ketemu.**Maisya tengah duduk seorang diri, dia tinggal di rumah pemberian Satya. Dia ditemani salah seorang pembantu."Kok tiba-tiba kangen mama ya," kata Maisya.Maisya membuka ponselnya yang sudah beberapa Minggu tidak dia gunakan. Dia melihat status Safira yang sakit. Maisya segera menghubungi Safira."Ini beneran kamu, Mai?" tanya Safira terkejut sekaligus senang karena Maisya menelfon."Iya, Ma. Mama jaga kesehatan dong. Jangan sampai sakit
Sudiro segera memberitahukan orang suruhannya untuk mencari alamat Maisya. Safira sudah tidak sabar ingin bertemu Maisya. Namun, tiba-tiba Maisya menelfon Safira."Mama apa kabar?" tanya Maisya."Baik, Sa. Kamu sendiri bagaimana? Apa benar kamu sedang hamil?" tanya Safira tanpa basa-basi."Ah tidak, Ma. Siapa yang bilang?" tanya Maisya."Sania katanya habis lihat kamu. Kalau memang kamu hamil, mama mau ikut kamu saja. Kamu pasti butuh mama," jawab Safira.Maisya tentu tak ingin Safira tinggal di rumahnya, jadi setelah menelfon Safira dia memberitahu Satya. Maisya tidak mau apa yang sudah mereka rencanakan gagal total."Kamu tenang saja, soal mama kamu entar jadi urusanku. Kamu jangan pergi-pergi lagi," kata Satya. "Ingat jangan sampai ada yang tahu kalau kamu hamil," kata Satya.Setelah itu Satya yang sedang bersama istrinya segera pulang. Mereka memang berada di luar kota bersama.Maisya sebenarnya bosan di rumah terus, dia tidak suka di kekang. Namun, dia juga tak bisa melawan Satya