Alma sebenarnya tidak percaya jika Sania telah berubah. Mengingat semua yang telah dia lakukan pada keluarga Alma. Namun, sebagai manusia Alma tidak boleh menyimpan dendam. Biar bagaimanapun, Sania sekarang adalah mertuanya."Aku tidak akan mengulangi kesalahan seperti dulu lagi," kata Sania."Semoga saja," ucap Alma sembari melepaskan pelukan Sania.Alma lalu izin masuk ke kamar, menyusul Naomi yang sedang mengganti baju sekolahnya."Ma, kenapa Tante Sania mendadak baik?" tanya Naomi. "Mama yakin dia bisa berubah?" tanya Naomi."Sayang, tidak ada salahnya kita memberikan maaf pada Tante Naomi. Apalagi sekarang dia jadi neneknya kamu," jawab Alma.Naomi terlihat mengangguk faham, dia segera keluar kamar bersama Alma setelah ganti baju.Makan siang kali ini tidak ada Satria, dia ada rapat sehingga tidak bisa pulang untuk makan siang bersama. Seperti biasa, Alma melayani Sudiro. Kali ini Sudiro tidak lagi bersikap cuek pada Sania."Sania, setelah makan siang susul aku ke ruang kerjaku.
Sepulangnya Sudiro dari kantor, Safira langsung meminta tolong pada Sudiro untuk mencari tahu alamat Maisya. Sudiro punya banyak teman, dia pasti tidak akan kesulitan untuk mendapatkan alamat Maisya."Kamu tenang saja, aku akan bantu," kata Sudiro. "Coba kamu hubungi suami kamu, siapa tahu Maisya pernah memberikan alamatnya," kata Sudiro."Sudah, Mas. Tapi dia bilang Maisya tidak pernah menghubunginya lagi," kata Safira.Sudiro meminta bantuan temannya untuk mencari alamat Maisya. Hanya dengan memberikan foto Satya dan Maisya saja pasti akan ketemu.**Maisya tengah duduk seorang diri, dia tinggal di rumah pemberian Satya. Dia ditemani salah seorang pembantu."Kok tiba-tiba kangen mama ya," kata Maisya.Maisya membuka ponselnya yang sudah beberapa Minggu tidak dia gunakan. Dia melihat status Safira yang sakit. Maisya segera menghubungi Safira."Ini beneran kamu, Mai?" tanya Safira terkejut sekaligus senang karena Maisya menelfon."Iya, Ma. Mama jaga kesehatan dong. Jangan sampai sakit
Sudiro segera memberitahukan orang suruhannya untuk mencari alamat Maisya. Safira sudah tidak sabar ingin bertemu Maisya. Namun, tiba-tiba Maisya menelfon Safira."Mama apa kabar?" tanya Maisya."Baik, Sa. Kamu sendiri bagaimana? Apa benar kamu sedang hamil?" tanya Safira tanpa basa-basi."Ah tidak, Ma. Siapa yang bilang?" tanya Maisya."Sania katanya habis lihat kamu. Kalau memang kamu hamil, mama mau ikut kamu saja. Kamu pasti butuh mama," jawab Safira.Maisya tentu tak ingin Safira tinggal di rumahnya, jadi setelah menelfon Safira dia memberitahu Satya. Maisya tidak mau apa yang sudah mereka rencanakan gagal total."Kamu tenang saja, soal mama kamu entar jadi urusanku. Kamu jangan pergi-pergi lagi," kata Satya. "Ingat jangan sampai ada yang tahu kalau kamu hamil," kata Satya.Setelah itu Satya yang sedang bersama istrinya segera pulang. Mereka memang berada di luar kota bersama.Maisya sebenarnya bosan di rumah terus, dia tidak suka di kekang. Namun, dia juga tak bisa melawan Satya
Safira tidak lagi meminta Sudiro untuk menyelidiki alamat rumah Maisya. Setiap hari Maisya menelfon Safira. Bahkan Maisya terlihat bahagia saat menelfon sang mama.Masalah Safira dan Maisya sudah membaik, kini Firman yang merasakan kekhawatiran. Pasalnya sejak dia tinggal di rumah Sudiro, dia sama sekali tidak pernah bisa bermain dengan Naomi. Anak itu seperti menghindari sang papa."Naomi, kamu sedang apa?" tanya Firman sore itu saat melihat Naomi sedang di dekat kolam ikan milik Sudiro.Bukannya mendekati Firman, Naomi justru lari ke dalam rumah. Hal itu yang selalu Naomi lakukan setiap melihat Firman mendekatinya."Kenapa dia begitu? Apa dia terlalu membenciku? Aku harus meminta tolong Alma," ucap Firman.Hingga suatu hari, Firman melihat Alma tengah duduk sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Dia dengan berani mendekati Alma."Alma, boleh aku bicara?" tanya Firman."Mau bicara apa? Bicara saja," jawab Alma santai.Firman duduk, dia menatap Alma yang tampak biasa saja
"Apa yang dilakukan Firman padamu?" tanya Satria."Kita bahas besok ya, Mas," jawab Alma. "Udah malam, kita istirahat saja," kata Alma.Malam itu mereka memilih tidur, dan paginya setelah sarapan Firman di panggil untuk mengklarifikasi semuanya."Alma, apa yang di lakukan Firman sama kamu?" tanya Satria."Dia membujukku agar aku membujuk Naomi," jawab Alma. "Sepertinya ada yang melihat kejadian itu dan merekamnya," kata Alma. "Apa kalian semua tidak ada yang mau mengaku?" tanya Alma."Alma, untuk apa aku mengaku sesuatu yang bukan kesalahan aku," jawab Safira."Benar, aku juga tidak melakukan hal itu," kata Sania. "Pasti ada orang lain yang memusuhi kamu Alma, dan menggunakan kesempatan itu untuk menghasut Satria. Memang seperti apa sih vidionya?" tanya Sania."Dari mana kamu tahu kalau ada yang mengirimkan vidionya ke aku?" tanya Satria. "Apa kamu pelakunya?" tanya Satria penuh penekanan dan tuduhan.Sania mendelik, dia tak merasa melakukan hal itu. Bahkan dia mengucap kata vidio saj
"Pelakunya Bik Mur," jawab Satria.Semua orang terkejut mendengar hal itu, bagaimana tidak Bik Mur merupakan pembantu yang sudah lama bekerja di keluarga Sudiro."Loh kok bisa aku, Den," kata Bik Mur tampak terkejut. "Coba aku lihat nomornya," kata Bik Mur memberanikan diri mendekati Satria.Satria memperlihatkan nomor yang semalam mengirimnya pesan."Itu memang nomor saya, tapi sudah saya buang di tong sampah kemarin," kata Bik Mur. "Nomor itu sering di teror mantan suami saya, jadi saya buang," sambung Bik Mur. "Sumpah, Den. Bukan saya yang ngirim pesan itu," kata Bik Mur."Di mana Bibi membuangnya?" tanya Satria."Bentar, pagi ini aku belum buang sampah. Mungkin saja masih di tong sampah," jawab Bik Mur lalu pergi ke arah Ting sama di mana dia membuang kartu itu.Bik Mur mengobrak-abrik isi sampah, tetapi barang yang dia cari tidak ada di sana. Dia masih mencari tapi tetap tidak ada."Mas, pelakunya kan sudah ketemu dia juga mengaku kalau itu nomornya. Usir saja dia," kata Safira.
"Sebenarnya aku...," Maisya terdiam sejenak. Dia hendak melanjutkan ucapannya tetapi mendengar pintu kamar diketuk. "Siapa?" tanya Maisya."Hanum," jawab Hanum dari luar kamar.Maisya segera mengakhiri panggilannya dengan sang Papa dan berjanji akan menelfonnya lagi nanti."Sedang apa kamu di dalam?" tanya Hanum saat Maisya membuka pintu."Papa ku sedang menelfon tadi, dia menanyakan kabarku," jawab Maisya."Oh ya, awas ya jangan sampai nanti kamu bocorkan rencana kita. Aku tidak mau semuanya gagal total," kata Hanum.Maisya melihat ke arah perut Hanum yang tampak membuncit. Dia tak menyangka kalau Hanum rela pura-pura hamil saat keluar rumah demi rencananya.Hanum duduk di kursi, sebelumnya dia melepaskan perut palsunya. Dia bercerita pada Maisya bagaimana dia mengharapkan keturunan. Maisya merasa sedih, ternyata Hanum mendapatkan tekanan dari keluarga Satya.Setelah beberapa saat, Maisya meminta untuk istirahat. Dia merasa tidak enak badan jadi Hanum keluar dari kamar Maisya."Aku l
Alma mendapat antrian lebih dulu, jadi dua masuk ke ruangan dokter lebih dulu."Sore Bu Alma," sapa Dokter cantik yang tengah duduk."Sore, Dokter," balas Alma."Mari saya periksa!" ajak Dokter. Alma mengikuti Dokter ke ruangan periksa, di sana dokter memeriksa kandungan Alma.Tidak berapa lama, Alma dan Dokter keluar dari ruang periksa."Dok, usia kandungan istri saya sudah 6 bulan. Sudah kelihatan jenis kelaminnya kan, Dok? Bagaimana kalau USG sekalian Dok," kata Satria."Mas, gak usah ya. Kata Dokter bayinya sehat kok. Entar aja kalau udah mau lahiran," tolak Alma."Jangan gitu dong! Aku kan juga pengantin lihat. Apa kamu gak penasaran?" tanya Satria."Boleh kalau mau USG sekarang," kata Dokter.Satria membujuk Alma, begitu juga dengan Naomi. Mereka kompak memaksa Alma untuk USG. Akhirnya Alma mengalah dan setuju untuk USG.Alma masuk ke ruangan USG, setelah Alma berbaring perut Alma di olesi gel lalu di periksa dengan alat USG."Janinnya sehat, detak jantungnya normal, BB dan posi