Selang beberapa hari kemudian, Alma dan Satria menghadiri undangan Bara dan Karin. Sebagai teman lama mereka tak mungkin mengabaikan undangan tersebut.Sampai di halaman rumah Bara, Satria memarkir mobilnya. Mereka di sambut bahagia oleh keluarga Bara."Nah gitu dong datang, ada teman kita yang lain di dalam loh," kata Karin.Karin menggandeng Alma ke dalam rumah diikuti Bara dan Satria. Ternyata Bara dan Karin hamil anak kedua mereka. Anak pertama mereka laki-laki usianya seumuran dengan Naomi."Kia, sini sayang. Kenalin ini Tante Alma dan Om Satria. Mereka teman mama dan papa waktu SMA," kata Karin. "Oh ya kenalin ini Naomi anak mereka," kata Karin. Kia menyalami teman-teman Karin termasuk Naomi.Kia mengajak Naomi menyusul teman yang lain. Mereka tampak akrab sekali meskipun baru pertama kali bertemu."Karin, tadi suami aku parkir di depan rumah tetangga sebelah kamu. Apa gak masalah ya?" tanya Alma."Oh gak apa-apa, lagian orangnya jarang bepergian," jawab Karin. "Setahu aku orang
Saat Alma dan Satria berada di depan rumah muncul seorang pria dan wanita. Usianya sedikit lebih tua dari Alma."Ada apa ya, Mbak? Kok Mbak dan Mas berdiri di depan rumah kami?" tanya Sang pria."Maaf, Mas. Kami kira ini rumah saudara kami yang baru pindah. Ternyata ini rumah Mas ya," jawab Satria. "Sayang, ayo balik!" ajak Satria."Tapi...," Alma masih belum percaya."Kalau Mbak tidak percaya mari ikut masuk!" ajaknya.Satria menolak karena dia merasa tidak enak dengan pemilik rumah. Lagi pula hari sudah siang saatnya Alma istirahat."Sayang kita pulang saja ya, Mas ini kan baru dari luar pasti perlu istirahat," bujuk Satria.Tiba-tiba Bibi Roh keluar dari dalam rumah. Dia menyambut majikannya itu."Nyonya sama tuan sudah pulang," ucapnya. "Eh ada Mas dan Mbaknya, ada apa ini?" tanya Bibi Roh."Biasa Bi, istri saya masih mengira ini rumah saudara kami," jawab Satria. "Sayang, kita pulang ya!" ajak Satria.Dengan enggan Alma mengikuti Satria. Sebagai suami Satria meminta maaf pada ma
"Yakin sekali kamu ingin cerai denganku, tidak semudah itu Sania," jawab Sudiro."Kenapa, Mas? Bukannya dulu kamu tidak menyukaiku? Bahkan mungkin sampai saat ini," kata Sania."Kamu tidak perlu tahu," kata Sudiro lalu meninggalkan Sania.Sania merasa senang karena Sudiro tidak mau menceraikannya. Berarti Sudiro mulai ada rasa dengan dirinya itu yang Sania pikirkan."Bodoh...kenapa tidak aku talak saja dia tadi?" tanya Sudiro pada dirinya sendiri. "Kenapa saat dia minta cerai justru aku gak berani?" tanyanya lagi.Sudiro berbicara sendiri layaknya orang gila. Satria yang melihat hal itu mendekati Sudiro."Siapa yang minta cerai, Pa? Sania? Kenapa papa tidak mau?" tanya Satria."Entahlah, Papa sendiri tidak tahu," jawab Sudiro."Apa Papa mulai mencintai dia?" tanya Satria."Ah tidak mungkin," jawab Sudiro. Tetapi Sudiro sendiri tidak tahu mengapa dia enggan bercerai dari Sania. "Sudahlah, lupakan saja," kata Sudiro.Safira yang diam-diam mendengarkan pembicaraan mereka merasa kesal. Pa
Safira mengabaikan Sania, dia menyeret kopernya keluar kamar. Dimas yang melihat istrinya keberatan membawa koper langsung membantunya."Mas, sekali lagi terima kasih kamu sudah menampung Safira selama ini," kata Dimas."Sudah, udah tanggang jawab aku sebagai saudara," kata Sudiro."Kamu pamit, Mas," kata Dimas.Dimas dan Safira pergi menggunakan taxi online. Sebenarnya Sudiro ingin mengantar tetapi Dimas menolak. Dimas dan Safira dua orang yang sangat berbeda."Suami Tante Safira baik ya, ramah dan gak terlalu neko-neko," kata Alma."Ya begitulah, makanya dia sering kena marah sama Tante Safira," kata Satria. "Ayo masuk!" ajak Satria.Mereka masuk ke dalam rumah setelah melihat mobil yang ditumpangi Safira dan Dimas pergi."Mas, aku pengen minum es dawet. Beliin ya!" pinta Alma."Hah es dawet?" tanya Satria. "Ini udah malam sayang," kata Satria."Tapi aku pengen," kata Alma."Udah turutin saja," ucap Sudiro.Mau tak mau Satria pergi mencari es dawet agar nyidam istrinya keturutan. Sa
"Oh dia udah biasa tinggal sama ibu, Mas. Lagian apa kata orang kalau kamu menikah dengan aku yang sudah punya anak," kata Sania."Loh kok gitu, apa salahnya? Harusnya kamu yang malu punya suami tua kaya aku," kata Sudiro.Ponsel Sania berdering, dia meminta izin mengangkat panggilan tersebut. Sania menjauh dari Sudiro sehingga membuat Sudiro semakin penasaran. Tampaknya panggilan itu sangat penting sekali.Sementara Sudiro dan Sania tengah menikmati bulan madunya, Alma dan Satria tengah menyiapkan acara tujuh bulanan. Rencananya setelah Sudiro kembali akan di gelar acara tujuh bulanan."Mas, Bara sama Karin jangan lupa diundang loh," kata Alma mengingatkan."Tenang sayang," ucap Satria sambil mencium pipi Alma.Alma tersipu malu, sejak hamil Satria semakin mesra pada Alma. Dia selalu memanjakan Alma, bahkan Naomi terkadang sampai cemburu."Mama terus yang di sayang, buat Naomi mana, Pa?" tanya Naomi mulai cemburu."Sayang, lihat tuh ada yang cemburu," kata Satria. "Gak mau ah, Naomi
Esoknya setelah Naomi pergi sekolah diantar Firman. Firman segera pulang karena Alma ingin berbicara. Mereka berbicara di ruang tamu."Apa yang kamu inginkan, Mas? Merebut Naomi dariku?" tanya Alma tanpa basa-basi."Maksudnya apa, Alma?" tanya Firman."Jangan berlaga bodoh, Mas. Aku tahu kamu mendekati Naomi, lalu kamu hasut dia, kan. Makanya sekarang dia berani membantah sama aku dan Mas Satria. Kamu tuh ngelunjak, Mas," kata Alma dengan sedikit meninggikan suaranya."Dia itu anakku, Alma. Aku berhak untuk dekat sama dia," bantah Firman."Benar kamu bapaknya, dan berhak dekat dengan dia. Tetapi tidak berhak menjauhkan dia dari aku dan Mas Firman," kata Alma. "Apa saja yang kamu katakan pada Naomi? Ucapannya sekarang sudah berubah. Dia mulai berani," kata Alma."Aku tidak mengatakan apapun, dia sendiri yang ingin dekat dengan aku. Dia hanya cemburu karena Satria lebih perhatian sama kamu dari pada dia," kata Firman."Dan kamu memanfaatkan situasi itu, kan? Biar Naomi semakin dekat den
Sudiro segera mengajak Sania kembali ke hotel. Dia merasa malu dengan ucapan Sania tadi. Apalagi dia mengucapkan hal itu di tempat umum."Maaf ya, Mas. Kalau aku sudah bikin kamu malu," kata Sania tampak sedih."Sudahlah, jangan dipikirkan," ucap Sudiro.Mereka telah sampai di kamar hotel, dengan agresifnya Sania langsung mencium Sudiro. Sudiro tak menyangka kalau Sania seagresif itu. Tetapi justru itu yang Sudiro mau.Tanpa malu, Sania mulai membuka bajunya satu persatu hingga tidak ada satu kain pun yang menempel ditubuhnya. Ini bukan pertama kalinya Sudiro melihat Sania tanpa busana. Tetapi kali ini memang berbeda. Dia menjadi tergoda."Sayang, sini!" ajak Sania sambil menuntun Sudiro mendekati ranjang.Permainan kali ini di dominasi oleh Sania. Sudiro hanya pasrah dengan permainan Sania. Sebagai pria normal dia menikmati semua yang Sania berikan. Sudiro merasa seperti muda lagi, hasratnya semakin menggebu-gebu.Sania memang pandai menyenangkan pria di atas ranjang. Tak salah dulu
"Ma-maafkan aku, Mas," ucap Sania. "Aku memang bukan ibu yang baik untuk Ibra tetapi aku akan berusaha memperbaiki diriku. Aku akan berusaha untuk menjadi ibu yang baik pada anak-anakku," kata Sania sedih."Aku tidak mau kalau sampai anakku nanti bernasib sama seperti Ibra. Kamu harus membawa Ibra ke rumah kita," kata Sudiro."Iya, Mas," ucap Sania.Sania senang Sudiro mau menerima kehadiran Ibra. Sania semakin mantap untuk merubah dirinya sendiri menjadi lebih baik.Makan malam usai, mereka kembali ke kamar hotel untuk istirahat. Besok pagi mereka akan kembali ke rumah."Sebelum pulang ke rumah, kita ke rumah ibumu. Kita bawa Ibra ke rumah kita," kata Sudiro. Sania hanya mengangguk, dia terharu sekali.Sementara itu, Alma mulai gelisah. Naomi tak mau tidur ditemani Alma. Dia memilih untuk tidur sendiri saja."Mama sama Om Satria aja, aku berani tidur sendiri. Selama ini Mama kan lupa sama Naomi," kata Naomi.Sedih hati Alma mendengar apa yang Naomi katakan. Padahal selama ini Alma ya