Safira mengabaikan Sania, dia menyeret kopernya keluar kamar. Dimas yang melihat istrinya keberatan membawa koper langsung membantunya."Mas, sekali lagi terima kasih kamu sudah menampung Safira selama ini," kata Dimas."Sudah, udah tanggang jawab aku sebagai saudara," kata Sudiro."Kamu pamit, Mas," kata Dimas.Dimas dan Safira pergi menggunakan taxi online. Sebenarnya Sudiro ingin mengantar tetapi Dimas menolak. Dimas dan Safira dua orang yang sangat berbeda."Suami Tante Safira baik ya, ramah dan gak terlalu neko-neko," kata Alma."Ya begitulah, makanya dia sering kena marah sama Tante Safira," kata Satria. "Ayo masuk!" ajak Satria.Mereka masuk ke dalam rumah setelah melihat mobil yang ditumpangi Safira dan Dimas pergi."Mas, aku pengen minum es dawet. Beliin ya!" pinta Alma."Hah es dawet?" tanya Satria. "Ini udah malam sayang," kata Satria."Tapi aku pengen," kata Alma."Udah turutin saja," ucap Sudiro.Mau tak mau Satria pergi mencari es dawet agar nyidam istrinya keturutan. Sa
"Oh dia udah biasa tinggal sama ibu, Mas. Lagian apa kata orang kalau kamu menikah dengan aku yang sudah punya anak," kata Sania."Loh kok gitu, apa salahnya? Harusnya kamu yang malu punya suami tua kaya aku," kata Sudiro.Ponsel Sania berdering, dia meminta izin mengangkat panggilan tersebut. Sania menjauh dari Sudiro sehingga membuat Sudiro semakin penasaran. Tampaknya panggilan itu sangat penting sekali.Sementara Sudiro dan Sania tengah menikmati bulan madunya, Alma dan Satria tengah menyiapkan acara tujuh bulanan. Rencananya setelah Sudiro kembali akan di gelar acara tujuh bulanan."Mas, Bara sama Karin jangan lupa diundang loh," kata Alma mengingatkan."Tenang sayang," ucap Satria sambil mencium pipi Alma.Alma tersipu malu, sejak hamil Satria semakin mesra pada Alma. Dia selalu memanjakan Alma, bahkan Naomi terkadang sampai cemburu."Mama terus yang di sayang, buat Naomi mana, Pa?" tanya Naomi mulai cemburu."Sayang, lihat tuh ada yang cemburu," kata Satria. "Gak mau ah, Naomi
Esoknya setelah Naomi pergi sekolah diantar Firman. Firman segera pulang karena Alma ingin berbicara. Mereka berbicara di ruang tamu."Apa yang kamu inginkan, Mas? Merebut Naomi dariku?" tanya Alma tanpa basa-basi."Maksudnya apa, Alma?" tanya Firman."Jangan berlaga bodoh, Mas. Aku tahu kamu mendekati Naomi, lalu kamu hasut dia, kan. Makanya sekarang dia berani membantah sama aku dan Mas Satria. Kamu tuh ngelunjak, Mas," kata Alma dengan sedikit meninggikan suaranya."Dia itu anakku, Alma. Aku berhak untuk dekat sama dia," bantah Firman."Benar kamu bapaknya, dan berhak dekat dengan dia. Tetapi tidak berhak menjauhkan dia dari aku dan Mas Firman," kata Alma. "Apa saja yang kamu katakan pada Naomi? Ucapannya sekarang sudah berubah. Dia mulai berani," kata Alma."Aku tidak mengatakan apapun, dia sendiri yang ingin dekat dengan aku. Dia hanya cemburu karena Satria lebih perhatian sama kamu dari pada dia," kata Firman."Dan kamu memanfaatkan situasi itu, kan? Biar Naomi semakin dekat den
Sudiro segera mengajak Sania kembali ke hotel. Dia merasa malu dengan ucapan Sania tadi. Apalagi dia mengucapkan hal itu di tempat umum."Maaf ya, Mas. Kalau aku sudah bikin kamu malu," kata Sania tampak sedih."Sudahlah, jangan dipikirkan," ucap Sudiro.Mereka telah sampai di kamar hotel, dengan agresifnya Sania langsung mencium Sudiro. Sudiro tak menyangka kalau Sania seagresif itu. Tetapi justru itu yang Sudiro mau.Tanpa malu, Sania mulai membuka bajunya satu persatu hingga tidak ada satu kain pun yang menempel ditubuhnya. Ini bukan pertama kalinya Sudiro melihat Sania tanpa busana. Tetapi kali ini memang berbeda. Dia menjadi tergoda."Sayang, sini!" ajak Sania sambil menuntun Sudiro mendekati ranjang.Permainan kali ini di dominasi oleh Sania. Sudiro hanya pasrah dengan permainan Sania. Sebagai pria normal dia menikmati semua yang Sania berikan. Sudiro merasa seperti muda lagi, hasratnya semakin menggebu-gebu.Sania memang pandai menyenangkan pria di atas ranjang. Tak salah dulu
"Ma-maafkan aku, Mas," ucap Sania. "Aku memang bukan ibu yang baik untuk Ibra tetapi aku akan berusaha memperbaiki diriku. Aku akan berusaha untuk menjadi ibu yang baik pada anak-anakku," kata Sania sedih."Aku tidak mau kalau sampai anakku nanti bernasib sama seperti Ibra. Kamu harus membawa Ibra ke rumah kita," kata Sudiro."Iya, Mas," ucap Sania.Sania senang Sudiro mau menerima kehadiran Ibra. Sania semakin mantap untuk merubah dirinya sendiri menjadi lebih baik.Makan malam usai, mereka kembali ke kamar hotel untuk istirahat. Besok pagi mereka akan kembali ke rumah."Sebelum pulang ke rumah, kita ke rumah ibumu. Kita bawa Ibra ke rumah kita," kata Sudiro. Sania hanya mengangguk, dia terharu sekali.Sementara itu, Alma mulai gelisah. Naomi tak mau tidur ditemani Alma. Dia memilih untuk tidur sendiri saja."Mama sama Om Satria aja, aku berani tidur sendiri. Selama ini Mama kan lupa sama Naomi," kata Naomi.Sedih hati Alma mendengar apa yang Naomi katakan. Padahal selama ini Alma ya
"Aku gak mau ikut papa," ucap Naomi sambil menarik tangannya dan berlari ke arah Alma.Firman mengejar Naomi, namun ditahan oleh Satria."Kamu dengar sendiri, Naomi tidak mau ikut dengan kamu. Kamu tidak sadar kalau tadi kamu telah bersikap kasar padanya," kata Satria.Firman tetap tak terima dia mendekati Naomi yang berdiri di belakang Alma. Dia menarik tangan Naomi tetapi anak itu enggan ikut dengannya."Firman, hentikan," teriak Sudiro."Tidak ada yang bisa menghalangi aku, Naomi anakku. Aku berhak atas dia," ucap Firman marah. "Kalian semua tidak siapa-siapa bagi Naomi, aku adalah Papanya. Kalian hanya orang lain yang berada di hidup Naomi," kata Firman."Tapi aku Mamanya, aku yang melahirkan dia. Jadi aku yang lebih berhak atas Naomi. Pengadilan sudah mengesahkan hak asuh Naomi padaku, kalau kamu mau ambil Naomi kita tempuh jalur hukum," kata Alma."Tidak perlu, aku akan bawa dia," kata Firman.Firman dengan kasar mendorong Alma, Satria langsung saja membantu Alma gar tidak trler
Safira melihat Maisya datang, dia tampak senang sekali."Safira...Safira...jangan melamun," panggil Dimas.Seketika Safira tersadar, ternyata dia hanya mengkhayal kalau Maisya datang. Dia tampak kecewa karena anak semata wayangnya tidak hadir."Aku kepikiran Maisya, Mas," ucap Safira."Kamu kan bisa hubungi dia, aku juga merasa khawatir. Sepertinya suaminya tidak ingin Maisya menemui kita," kata Dimas.Acara tujuh bulanan Alma segera di mulai, mereka maju ke depan mengikuti serangkaian acara. Banyak para tamu yang datang, mereka rata-rata kenalan dari Sudiro dan Satria.Sementara itu, Maisya di rumah hanya bisa mengkhayal. Mengkhayal bertemu kedua orang tuanya. Dia sudah merindukan kedua orang tuanya. Walaupun dia sering berkomunikasi tetapi beda jika bisa bertatap muka.Khayalan memang lebih indah dibandingkan kenyataan. Karena khayalan sesuai dengan apa yang kita inginkan."Maisya, jangan harap kamu bisa hadir di acara Alma," kata Satya. "Perutmu mulai membesar jadi kamu harus diam
Satria merasa aneh dengan sikap Naomi, dia menjadi pendiam sejak Firman di pecat. Bahkan Naomi jarang berbicara dengan Satria."Naomi, bagaimana sekolah kamu?" tanya Satria."Alhamdulillah baik," jawab Naomi singkat."Kamu kenapa kok jadi pendiam seperti itu? Apa ada masalah? Kalau ada cerita sama Papa," kata Satria.Naomi menggeleng, setelah sampai di depan gerbang Naomi segera turun dari mobil dan berjalan ke sekolahannya. Satria segera pergi, namun ada panggilan sehingga dia berhenti di dekat sekolahan Naomi.Saat Satria menerima panggilan, dia melihat Firman ke arah sekolahan Naomi. Dia menelfon sembari melihat ke arah Firman berada. Tidak berapa lama Naomi datang dia mendekati Firman.Satria yang merasa penasaran langsung mengakhiri panggilannya dan mendekat. Namun, dia bersembunyi agar Naomi dan Firman tidak tahu."Sayang, Mana uang yang Papa minta?" tanya Firman. Satria yang mendengar pertanyaan Firman, terkejut sekali."Ini, Pa. Ini terakhir kalinya ya, Pa. Naomi tidak mau men