"Nona! Kau sangat cantik!" Seseorang menarik tangan Mary Aram, hingga membuat gadis itu hilang keseimbangan. Gadis itu pun terhuyung jatuh dalam pelukan pria yang menarik tangannya.
Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, pria itu langsung memagut bibir Mary Aram. Gadis itu tersentak kebingungan berusaha melepaskan diri. Sayangnya pria itu dengan penuh percaya diri terus bergerak maju mengunci diri Mary Aram di antara pohon dan tubuhnya."Tuan lepaskan aku!" Mary Aram berontak memukul-mukul tubuh pria di hadapannya. Semakin gadis itu memberontak, semakin pula pria itu mendesak melekat pada tubuhnya."Tidak! Kau sangatlah cantik, napasmu sangat harum membuat diriku mabuk," bisik pria itu semakin penuh perasaan dengan pagutannya.Mary Aram mencakar wajah pria itu, cakaran ampuhnya cukup membuat pria itu tersentak dan melepaskan pagutannya."Keterlaluan kau!" Mary Aram sangat marah mencuci mulutnya dengan air mineral. Mukanya merah padam menahan amarah.Pria itu tersenyum nakal menghapus darah akibat cakaran Mary Aram, "Nona, kau tampak seperti kucing liar yang menggemaskan ketika sedang marah. Sangat menggoda!""Apakah orang tuamu tidak pernah mendidikmu untuk bersopan santun Tuan? Tidak berpendidikan!" Mary Aram mengguyur pria itu dengan air, kemudian gerak cepat tangannya memukulkan botol bekas air mineral pada wajah pria itu."Keterlaluan kau Mary Aram! Berani sekali kau menggoda teman priaku!" Seorang wanita berlari mendekat dan langsung menjambak rambut Mary Aram."Meina Aram! Hentikan!" Pria itu menghalangi teman wanitanya agar tidak melukai Mary Aram."Kakak, jika ia adalah teman priamu, ikat lehernya dengan rantai! Agar Pitbull satu ini tidak sembarangan menjilat wajah orang lain," Mary Aram menendang tungkai pria itu. Sambil menghentakkan kaki, Mary Aram segera berlalu.Masih sempat Mary Aram mendengar perdebatan pria tidak sopan itu dengan kakak sepupunya. Ingin rasanya Mary Aram menghajar pria itu, namun apa daya dirinya kalah kuat.["Adam Mizeaz! Kau tidak bisa seenaknya menggoda perempuan lain, terlebih lagi ia adalah adik sepupuku. Itu suatu penghinaan bagiku!" rupanya wanita itu sangat marah dan menegur pria tidak beretika itu.]["Aku bukan kekasihmu Meina Aram! Aku bebas bergaul dengan gadis manapun," pria itu terdengar sangat gusar.]Mendapati pria yang bernama Adam Mizeaz itu terus menatap dirinya, Mary Aram segera berlari melintasi taman kampus menuju ruang kuliahnya."Keterlaluan! Pria itu mengejar!" Mary Aram mempercepat larinya, ada sebersit rasa takut melintas di hati. "Apa maunya pria itu?"Mary Aram semakin panik, kain tenun yang dikenakannya menghambat laju lari. Saat menaiki anak tangga taman, gadis itu pun tersandung kakinya sendiri dan terjungkal menggelinding nyaris masuk ke kolam ikan. Dalam sekejap dunia menjadi sunyi dan gelap…Ketika terbangun, Mary Aram berada dalam pelukan seorang pria di ruangan yang asing. "Keterlaluan Kau Adam Mizeaz! Bagaimana jika tidak ada aku? Tentunya gadis ini sudah tenggelam ke dalam kolam ikan koi," suara itu dekat pada telinga Mary Aram, bahkan detak jantungnya pun terdengar jelas."Amar Mea, Aku hanya ingin berjalan bersamanya saja! Hari ini jadwalku mengajar di kelasnya. Gadis ini sangat cantik dan badung, aku tertarik padanya ketika menjadi pembimbing kelompok di kegiatan pekan penerimaan mahasiswa baru."Mary Aram menggeliat, sejenak terasa sakit pada sekujur tubuhnya. "Lepaskan aku, Aku harus mengikuti kuliah!""Kau tidak bisa mengikuti kuliah Nona! Ada cedera pada kepalamu, luka lecet serta lebam di kaki dan tanganmu juga cukup serius. Kau harus mendapat perawatan intensif," Adam Mizeaz mengobati luka-luka pada tangan dan kaki Mary Aram."Perawatan intensif?" Mary Aram berusaha bangkit, dirinya sangat tidak nyaman berada dalam pelukan pria asing "Bukankah aku baik-baik saja, tidak sekarat? Jangan coba-coba membodohiku!""Baiklah, aku Amar Mea Malawi. Jika kau tidak mengalami vertigo, aku akan mengantarmu pulang," dengan hati-hati Amar Mea Malawi memindahkan tubuh Mary Aram ke samping, lalu beringsut bangkit dari tempat tidur.Namun dalam sekejap dunia seakan berputar hebat, Mary Aram menekan kepalanya dengan kedua telapak tangan."Sebaiknya kau rawat inap, sebutkan nomor orang tuamu," Amar Mea Malawi mengeluarkan ponsel."Jangan! Jangan! Aku tidak ingin membuat ayahku cemas. Perjalanan dari Muara Mua kemari membutuhkan waktu empat jam," Mary Aram bersandar pada dinding, kepalanya sangat tidak nyaman. "Antarkan saja aku ke asrama mahasiswa.""Dalam kondisi seperti ini kau akan tinggal di asrama?" Amar Mea Malawi mengerutkan kening, "Kau tidak akan nyaman tinggal di kamar yang ramai dalam kondisi sakit.""Adam Mizeaz, aku akan membawa gadis ini tinggal di kediamanku. Di sana banyak pelayan yang bisa merawatnya," Amar Mea Malawi meninggalkan ruang perawatan. Amar Mea Malawi adalah pribadi yang tegas, keputusannya tidak dapat diganggu gugat.Namun Adam Mizeaz ragu-ragu, haruskah gadis di hadapannya ini tinggal di kediaman Mea Malawi?Menjelang sore, atas perintah Amar Mea Malawi, dokter Adam Mizeaz memindahkan Mary Aram ke kediaman Amar Mea Malawi.Dalam pengaruh obat tidur, Mary Aram tidak menyadari jika dirinya telah berpindah tempat. Ketika terbangun, ia sudah berada di sebuah ruangan kamar yang sangat luas dan harum. Ada seorang pelayan yang sedang sibuk memindahkan pakaian dan menatanya ke dalam lemari."Di mana aku?" Suara halus Mary Aram memecah kesunyian. Gadis itu bingung dengan suasana barunya, kepalanya masih pusing dan sekujur tubuhnya pun terasa kaku dan sakit."Anda sudah bangun Nona?" Sang pelayan tersenyum ramah meninggalkan pekerjaannya."Di mana aku?" Mary Aram berusaha untuk bangun."Anda berada di kediaman Mea Malawi. Mulai hari ini, Nona tinggal di rumah ini," pelayan itu mengambil segelas air, dengan penuh perhatian pelayan itu membantu Mary Aram minum."Tinggal di sini?" Mary Aram bingung mendengarnya, ia berusaha fokus di tengah rasa pusing yang melanda."Ya, kepala rumah tangga telah mengam
"Aku mohon! Ini tidak benar!" Gadis itu mulai menangis ketika Amar Mea Malawi melakukan penjelajahannya."Kau sangat cantik, aku menginginkan dirimu! Aku tidak rela bila Adam Mizeaz atau tunanganmu memiliki dirimu," bisikan-bisikan Amar Mea Malawi membuat Mary Aram sangat ketakutan."Aku mohon, pulangkan aku! Ini tidak benar," penjelajahan itu semakin merambah ke area terlarang, Mary Aram diliputi rasa malu dan geram merasa terhina.Terlebih ketika Amar Mea melepas mantel dan piyamanya, rasa ketakutan itu semakin memacu jantung Mary Aram, menambah rasa pening kepala."Aku mohon jangan! Ini tidak benar!" Tubuh hangat Amar Mea melekat bagai selimut menguasai tubuh Mary Aram. Sesuatu menggeliat mengetuk pintu istana misteri."Aku sangat mencintaimu, aku tidak bisa melepaskan dirimu begitu saja. Duniaku akan menjadi milikmu sepenuhnya, dan duniamu akan menyatu dalam duniaku sepenuhnya," dalam geraman kegagahan Amar Mea mendesak masuk ke dalam diri Mary Aram.Gadis itu tersentak! Rasa sakit
"Nona Patrice memang bisa diandalkan," Amar Mea Malawi menajamkan telinga ingin tahu apa saja yang di perbincangkan.["Nyonya Muda sangat beruntung, tuan muda Mea Malawi menjatuhkan pilihannya kepada Nyonya Muda. Banyak sekali wanita cantik datang ke rumah ini mencari perhatian tuan muda, namun majikan Patrice itu tidak pernah menemui mereka."]["Beruntung apanya? Kau tidak tahu bagaimana rasanya ketika senjata tajam majikanmu yang besar, panjang, dan keras itu menusuk diriku? Sangat sakit! Membuat napasku nyaris putus."]["Nyonya Muda, yang terpenting cinta tuan muda sangat besar pada Nyonya Muda."]Mary Aram kembali menangis tersedu-sedu, hingga terbatuk.["Rasa sakit itu masih terasa ngilu dan kaku sampai saat ini."]"Oh kasihan sekali! Sebesar dan sepanjang apakah senjata tajam ku?" Amar Mea Malawi menutup matanya dengan telapak tangan.["Nyonya Muda, mungkin untuk pertama kali memang sakit, seiring berjalannya waktu tentu akan terbiasa. Bahkan Nyonya Muda akan merindukan tuan muda
"Bisakah kau mencintai diriku?" Amar Mea Malawi memeluk tubuh halus Mary Aram, sambil bermain kismis di puncak bukit bidadari dengan jari telunjuknya."Entahlah," Mary Aram memejamkan mata, mengusir gundah. Ia membiarkan Amar Mea Malawi bermain kismis.'Keterlaluan! Sangat keterlaluan! Apakah diriku akan terjebak dalam kehidupan yang tidak aku inginkan seumur hidup?' Mary Aram menyesali keputusannya bersekolah di St Martin.Andai dirinya menurut apa kata ayah untuk bersekolah di kota Fontana yang lebih dekat dari Muara Mua, tentunya hal buruk ini tidak ia alami.Malam itu adalah malam yang panjang bagi Mary Aram. Meski senjata tajam Amar Mea Malawi tidak melakukan kunjungan mesra, namun tuan muda itu mengagumi tubuh Mary Aram sepanjang waktu.Penjelajahan pagutan tidak kunjung berhenti, menjelajah di setiap jengkal diri Mary Aram. Gumam-gumam lembut terus berdengung sepanjang malam disertai aroma anggur hangat terhembus.Bagai sebuah boneka pajangan di etalase toko, pria itu bermain t
"Mary Aram, maafkan aku. Aku sangat mencintai dirimu," Amar Mea Malawi memeluk Mary Aram. "Apa yang harus kukatakan kepada Ayahku? Apa yang harus kukatakan pada tunanganku? Keterlaluan Kau!" Mary Aram memukuli Amar Mea Malawi melampiaskan kesal."Mary Aram! Kendalikan dirimu," Amar Mea Malawi menggenggam kedua tangan Mary Aram. Pria itu terus mengecup kening Mary Aram berusaha menenangkan. "Hari ini aku akan ke Muara Mua menjemput ayahmu.""Menjemput ayahku? Apa yang harus kukatakan kepada Ayahku? Tentunya ayahku akan sangat malu di hadapan calon besannya," Mary Aram kembali membenturkan kepalanya pada dinding.Amar Mea Malawi segera mendekap Mary Aram agar tidak menyakiti diri sendiri. "Kita telah menjadi satu tubuh, aku bertanggung sepenuhnya atas dirimu."Pria itu membalut tubuh Mary Aram dengan handuk, lalu mengangkatnya kembali ke pembaringan."Aku cinta padamu! Sangat cinta padamu, hingga kehilangan akal sehat," Amar Mea Malawi berbaring memeluk Mary Aram. "Bisakah kita berdama
Perjalanan ke Muara Mua memakan waktu 4 jam, sebenarnya Mary Aram sangat takut akan ayahnya.Jika mengetahui dirinya sudah tidak gadis, bisa jadi ayah akan menghajar habis dirinya. Namun lebih baik dirinya habis dihajar ayah, dari pada ayah terkena serangan jantung.Menatap Amar Mea yang tenang dan elegan membaca surat kabar pagi, Mary Aram menjadi sangat kesal. 'Bagaimana bisa ia setenang itu tanpa merasa berdosa?' Sedangkan dirinya saat ini cemas dan sangat takut menghadapi pukulan rotan dari ayah."Hah!" Mary Aram menghela napas berusaha menahan tangis menyembunyikan ketakutan. Kekesalan itu semakin meluap, menyesakkan hati. "Kau keterlaluan! Kau tidak merasa bersalah atas perbuatanmu?" Mary Aram memukuli lengan Amar Mea Malawi dengan kesal. "Hatiku serasa handak meledak menahan rasa ketakutan akan rotan ayahku! Dan kau? Kau bersantai tanpa beban dan tanpa rasa bersalah!"Amar Mea Malawi meletakkan surat kabar, dipandangnya Mary Aram yang tampak kacau melampiaskan kekesalan tanpa
"Ayah maafkanlah pria ini, bukankah ia tidak lari dari tanggung jawab. Kedepannya Mary Aram akan menjadi istri yang baik dan menjadi dokter kebanggaan Ayah," Mary Aram berusaha mendamaikan tuan besar Felix Aram dengan Amar Mea Malawi."Panggil Ayahmu sekarang! Ia harus tahu jika ada seorang menantu di rumahnya!" Perintah tuan besar Felix Aram."Baik Ayah!" Amar Mea Malawi bangkit untuk menghubungi ayahnya sendiri.Mendapati kemarahan tuan besar Felix Aram mereda, Mary Aram membawa ayahnya menjauh dari Amar Mea Malawi."Pukul berapa Ayah datang? Mengapa tidak membangunkan Mary Aram?" Mary Aram membuatkan teh bunga Rosella untuk ayahnya. Kemudian dengan penuh rasa sayang memijat bahu ayahnya seperti yang selalu ia lakukan ketika di Muara Mua."Ayah tiba satu jam yang lalu," tuan besar Felix Aram menepuk punggung tangan anaknya. "Mendengar kau akan menikah sore ini, Ayah merasakan ada sesuatu yang tidak beres denganmu.""Ayah tidak perlu cemas. Bukankah masalah sudah terselesaikan?" Mary
"Dokter Felix Aram jangan cemas, aku akan memperlakukan anak perempuanmu dengan sangat baik," tuan besar Sahu Mea Malawi sangat lega mendapati menantunya adalah marga Aram berlatar belakang sangat baik, bukan wanita marga Aram yang digosipkan teman-temannya."Kita segera mengikat hubungan keluarga, tinggal lah di paviliun ini jika Dokter Felix Aram berkunjung mengurus Balai Pengobatan di St Martin," Sahu Mea Malawi menuangkan teh pada cangkir tuan besar Felix Aram sebagai tanda hormat.Hari menjelang petang, para pelayan keluarga Mea Malawi sangat sibuk mempersiapkan ruangan ritual pernikahan adat.Mary Aram memeluk tuan besar Felix Aram, hatinya merasa bersalah telah membuat ayahnya bersedih. "Ayah, maafkan Mary Aram tidak menjaga diri sendiri," Mary Aram menangis."Nak, bukan salahmu. Amar Mea Malawi lah yang keterlaluan," tuan besar Felix Aram mendekap anak perempuannya. "Jika kelak Amar Mea Malawi tidak memperlakukanmu dengan baik, pulanglah ke Muara Mua. Ayah akan tenang melihat k