"Ayah maafkanlah pria ini, bukankah ia tidak lari dari tanggung jawab. Kedepannya Mary Aram akan menjadi istri yang baik dan menjadi dokter kebanggaan Ayah," Mary Aram berusaha mendamaikan tuan besar Felix Aram dengan Amar Mea Malawi."Panggil Ayahmu sekarang! Ia harus tahu jika ada seorang menantu di rumahnya!" Perintah tuan besar Felix Aram."Baik Ayah!" Amar Mea Malawi bangkit untuk menghubungi ayahnya sendiri.Mendapati kemarahan tuan besar Felix Aram mereda, Mary Aram membawa ayahnya menjauh dari Amar Mea Malawi."Pukul berapa Ayah datang? Mengapa tidak membangunkan Mary Aram?" Mary Aram membuatkan teh bunga Rosella untuk ayahnya. Kemudian dengan penuh rasa sayang memijat bahu ayahnya seperti yang selalu ia lakukan ketika di Muara Mua."Ayah tiba satu jam yang lalu," tuan besar Felix Aram menepuk punggung tangan anaknya. "Mendengar kau akan menikah sore ini, Ayah merasakan ada sesuatu yang tidak beres denganmu.""Ayah tidak perlu cemas. Bukankah masalah sudah terselesaikan?" Mary
"Dokter Felix Aram jangan cemas, aku akan memperlakukan anak perempuanmu dengan sangat baik," tuan besar Sahu Mea Malawi sangat lega mendapati menantunya adalah marga Aram berlatar belakang sangat baik, bukan wanita marga Aram yang digosipkan teman-temannya."Kita segera mengikat hubungan keluarga, tinggal lah di paviliun ini jika Dokter Felix Aram berkunjung mengurus Balai Pengobatan di St Martin," Sahu Mea Malawi menuangkan teh pada cangkir tuan besar Felix Aram sebagai tanda hormat.Hari menjelang petang, para pelayan keluarga Mea Malawi sangat sibuk mempersiapkan ruangan ritual pernikahan adat.Mary Aram memeluk tuan besar Felix Aram, hatinya merasa bersalah telah membuat ayahnya bersedih. "Ayah, maafkan Mary Aram tidak menjaga diri sendiri," Mary Aram menangis."Nak, bukan salahmu. Amar Mea Malawi lah yang keterlaluan," tuan besar Felix Aram mendekap anak perempuannya. "Jika kelak Amar Mea Malawi tidak memperlakukanmu dengan baik, pulanglah ke Muara Mua. Ayah akan tenang melihat k
Dengan perasaan penuh rasa penyesalan, Mary Aram memutuskan kembali ke kediaman Mea Malawi. Tampak di kejauhan Amar Mea Malawi keluar dari rumah induk, berjalan menuju ke arah jembatan. Mary Aram mempercepat larinya kembali ke paviliun. "Nyonya Muda, ke mana saja?" Nona Patrice menarik napas lega mendapati Mary Aram muncul dari arah sungai."Nona Patrice, aku ingin mandi!" Mary Aram segera melempar alas kaki dan kerudung begitu saja ke lantai. Dengan seenaknya juga ia melepas jubah pengantinnya sambil berlari menuju kamar mandi."Nyonya Muda! Tuan Muda Amar Mea sudah datang!" Nona Patrice panik memungut jubah pengantin, yang berserakan di lantai. Wajah nona Patrice pucat pasi mendapati majikannya sudah berada di dalam paviliun."Mengapa jubah pengantin berserakan di lantai?" Amar Mea Malawi tertegun mengerutkan kening."Nyonya Muda sangat nakal! Ia mencari bunga hingga lupa waktu," dengan cepat nona Patrice memutar otak mencari alasan, sambil menunjuk sekeranjang bunga tulip di atas m
Pengantin pria membawa pengantin wanita berlutut di depan altar. Menyimak wejangan pendeta adat, mereka memulai menjalankan ritual pernikahan adat.Sang pendeta Adat mengucapkan doa-doa berkat, dan memercikkan air suci pada kedua pengantin. Kemudian memotong sedikit rambut Amar Mea Malawi dan Mary Aram lalu memasukkan ke dalam toples kaca yang telah berisi sapu tangan putih bernoda merah bukti kegadisan Mary Aram. Hal itu sebagai tanda sahnya pernikahan mereka.Amar Mea Malawi menyematkan cincin pernikahan pada jari manis Mary Aram, serta seuntai kalung pada leher istrinya itu. Demikian pula sebaliknya, Mary Aram juga menyematkan cincin pernikahan pada jari manis Amar Mea Malawi, serta gelang dari tali berhias batu giok pada pergelangan tangan suaminya.Pendeta adat memercik air suci dan mengasapi pengantin dengan dupa wangi, pada akhir ritual pernikahan.Pada pengesahan pernikahan secara hukum negara, kedua mempelai menandatangani surat pernikahan. Petugas negara mencatat semua bekal
"Kau pria dewasa yang sangat mengerikan!" Wanita cantik itu menoleh menatap tajam langsung ke mata Amar Mea. Tangannya menunjuk wallpaper pada salah satu dinding yang berhadapan dengan tempat tidur suaminya."Apa maksudnya ini? Bagaimana bisa gambar diriku yang sedang mandi menjadi wallpaper di kamar ini?" Mary Aram membatalkan niatnya masuk ke dalam kamar."Ini kamar pengantin kita," Amar Mea Malawi menarik masuk Mary Aram ke dalam kamar."Tidak! Tidak! Kau membuatku takut," Mary Aram menjauh dari Amar Mea Malawi. Tanpa sengaja tangannya menyenggol setumpuk gambar di atas meja kerja hingga jatuh berhamburan ke lantai.Betapa gusarnya Mary Aram ketika mendapati begitu banyak gambar dirinya berserakan di lantai dan meja kerja Amar Mea.Jantungnya seakan melompat keluar dari tubuhnya, "Keterlaluan! Rupanya kau telah mengincar diriku sejak lama!" Mary Aram gemetar menahan amarah, ia jatuh terduduk lemas di atas tempat tidur Amar Mea."Tamat sudah! Diriku jatuh ke tangan orang sakit jiwa
Tuan besar Sahu Mea Malawi sedang duduk di teras kamar sambil membaca koran, betapa senangnya ia mendapat kunjungan menantunya di pagi hari."Nak, kau seorang anak perempuan yang mengesankan," tuan besar Sahu Mea Malawi terkekeh mendapat sepoci teh buah Lou Han hangat.Ia meletakkan surat kabar di meja teras, lalu masuk ke dalam kamar, tidak lama kemudian ia keluar membawa sebuah amplop lebar."Nak, ini untuk kebutuhanmu selama satu bulan. Beli apa saja yang kau ingin beli," tuan besar Sahu Mea Malawi tersenyum mengulurkan amplop di tangannya."Apakah semua ini untuk Mary Aram?" Mary Aram tersentak melihat isinya, "Ayah Besar, ini sangat banyak.""Itu memang hakmu Nak, kau telah menjadi anak perempuan kami," tuan besar Sahu Mea Malawi meminum teh buah Lou Han dengan nikmatnya."Terima kasih Ayah Besar, Mary Aram akan menabungnya untuk keperluan bayi kami kelak," Mary Aram mengupaskan cangkang telur untuk ayah mertuanya. Mendengar kata 'bayi', tuan besar semakin tertawa senang."Ya,
"Suamiku, ini terlalu banyak. Aku sudah mendapat uang dari Ayah Besar," Mary Aram menggeser amplop besar pemberian mertuanya ke tengah tempat tidur."Ya simpan saja, pakai ketika kau membutuhkan," Amar Mea Malawi melangkah ke kamar mandi.Mary Aram mempelajari buku keuangan rumah tangga, ia mengambil kebijakan menaikkan gaji seluruh karyawan rumah tangga. Baik rumah tangga kediaman suaminya, maupun kediaman ayah mertuanya di puncak bukit."Istriku kau sangat cantik, ketika sedang berpikir," Amar Mea Malawi tiba-tiba mengecup bibir indah Mary Aram, "Bisakah kau menggosok punggungku?"Mary Aram tersentak! Sejenak ia terpaku menatap tubuh polos suaminya dengan ling-lung."Ah tidak! Tidak!" Mary Aram kembali dilanda kecemasan. Ia segera beranjak dari tempat tidur menyiapkan pakaian kerja suaminya."Bantu suamimu menggosok punggung," Amar Mea Malawi terus menempel pada punggung Mary Aram, dengan manja ia terus mengecup leher istrinya."Suamiku hentikan!" Mary Aram berusaha menghindar. Wani
Wanita itu melenggang masuk rumah induk dengan santai, sepertinya sudah terbiasa dengan kediaman Amar Mea Malawi. Mary Aram juga melangkah masuk ke rumah induk melalui pintu dapur, langsung menuju ruang makan.Di ruang keluarga, suaminya sedang membaca surat kabar sambil menikmati teh buah Lou Han seduhan Mary Aram."Amar Mea Malawi, bagaimana kabarmu?" Wanita itu langsung memeluk leher Amar Mea Malawi , dengan manja ia mengecup bibir pria itu."Baik," Amar Mea Malawi melipat surat kabar pagi, lalu bangkit hendak beranjak menuju ruang makan. "Apakah kau, sudah sarapan?""Belum! Aku dari bandara langsung menuju kemari, hendak mengajak dirimu sarapan di sungai induk," suara manja wanita itu terdengar hingga ke ruang makan."Sebaiknya bergabunglah sarapan," Amar Mea bangkit langsung menuju ruang makan."Amar Mea, kita sarapan di sungai induk saja. Aku ingin makan sup ketam," wanita itu bergelayut manja pada lengan Amar Mea Malawi."Tidak, juru masak telah memasak sarapan, aku harus mengha