Dengan perasaan penuh rasa penyesalan, Mary Aram memutuskan kembali ke kediaman Mea Malawi. Tampak di kejauhan Amar Mea Malawi keluar dari rumah induk, berjalan menuju ke arah jembatan. Mary Aram mempercepat larinya kembali ke paviliun. "Nyonya Muda, ke mana saja?" Nona Patrice menarik napas lega mendapati Mary Aram muncul dari arah sungai."Nona Patrice, aku ingin mandi!" Mary Aram segera melempar alas kaki dan kerudung begitu saja ke lantai. Dengan seenaknya juga ia melepas jubah pengantinnya sambil berlari menuju kamar mandi."Nyonya Muda! Tuan Muda Amar Mea sudah datang!" Nona Patrice panik memungut jubah pengantin, yang berserakan di lantai. Wajah nona Patrice pucat pasi mendapati majikannya sudah berada di dalam paviliun."Mengapa jubah pengantin berserakan di lantai?" Amar Mea Malawi tertegun mengerutkan kening."Nyonya Muda sangat nakal! Ia mencari bunga hingga lupa waktu," dengan cepat nona Patrice memutar otak mencari alasan, sambil menunjuk sekeranjang bunga tulip di atas m
Pengantin pria membawa pengantin wanita berlutut di depan altar. Menyimak wejangan pendeta adat, mereka memulai menjalankan ritual pernikahan adat.Sang pendeta Adat mengucapkan doa-doa berkat, dan memercikkan air suci pada kedua pengantin. Kemudian memotong sedikit rambut Amar Mea Malawi dan Mary Aram lalu memasukkan ke dalam toples kaca yang telah berisi sapu tangan putih bernoda merah bukti kegadisan Mary Aram. Hal itu sebagai tanda sahnya pernikahan mereka.Amar Mea Malawi menyematkan cincin pernikahan pada jari manis Mary Aram, serta seuntai kalung pada leher istrinya itu. Demikian pula sebaliknya, Mary Aram juga menyematkan cincin pernikahan pada jari manis Amar Mea Malawi, serta gelang dari tali berhias batu giok pada pergelangan tangan suaminya.Pendeta adat memercik air suci dan mengasapi pengantin dengan dupa wangi, pada akhir ritual pernikahan.Pada pengesahan pernikahan secara hukum negara, kedua mempelai menandatangani surat pernikahan. Petugas negara mencatat semua bekal
"Kau pria dewasa yang sangat mengerikan!" Wanita cantik itu menoleh menatap tajam langsung ke mata Amar Mea. Tangannya menunjuk wallpaper pada salah satu dinding yang berhadapan dengan tempat tidur suaminya."Apa maksudnya ini? Bagaimana bisa gambar diriku yang sedang mandi menjadi wallpaper di kamar ini?" Mary Aram membatalkan niatnya masuk ke dalam kamar."Ini kamar pengantin kita," Amar Mea Malawi menarik masuk Mary Aram ke dalam kamar."Tidak! Tidak! Kau membuatku takut," Mary Aram menjauh dari Amar Mea Malawi. Tanpa sengaja tangannya menyenggol setumpuk gambar di atas meja kerja hingga jatuh berhamburan ke lantai.Betapa gusarnya Mary Aram ketika mendapati begitu banyak gambar dirinya berserakan di lantai dan meja kerja Amar Mea.Jantungnya seakan melompat keluar dari tubuhnya, "Keterlaluan! Rupanya kau telah mengincar diriku sejak lama!" Mary Aram gemetar menahan amarah, ia jatuh terduduk lemas di atas tempat tidur Amar Mea."Tamat sudah! Diriku jatuh ke tangan orang sakit jiwa
Tuan besar Sahu Mea Malawi sedang duduk di teras kamar sambil membaca koran, betapa senangnya ia mendapat kunjungan menantunya di pagi hari."Nak, kau seorang anak perempuan yang mengesankan," tuan besar Sahu Mea Malawi terkekeh mendapat sepoci teh buah Lou Han hangat.Ia meletakkan surat kabar di meja teras, lalu masuk ke dalam kamar, tidak lama kemudian ia keluar membawa sebuah amplop lebar."Nak, ini untuk kebutuhanmu selama satu bulan. Beli apa saja yang kau ingin beli," tuan besar Sahu Mea Malawi tersenyum mengulurkan amplop di tangannya."Apakah semua ini untuk Mary Aram?" Mary Aram tersentak melihat isinya, "Ayah Besar, ini sangat banyak.""Itu memang hakmu Nak, kau telah menjadi anak perempuan kami," tuan besar Sahu Mea Malawi meminum teh buah Lou Han dengan nikmatnya."Terima kasih Ayah Besar, Mary Aram akan menabungnya untuk keperluan bayi kami kelak," Mary Aram mengupaskan cangkang telur untuk ayah mertuanya. Mendengar kata 'bayi', tuan besar semakin tertawa senang."Ya,
"Suamiku, ini terlalu banyak. Aku sudah mendapat uang dari Ayah Besar," Mary Aram menggeser amplop besar pemberian mertuanya ke tengah tempat tidur."Ya simpan saja, pakai ketika kau membutuhkan," Amar Mea Malawi melangkah ke kamar mandi.Mary Aram mempelajari buku keuangan rumah tangga, ia mengambil kebijakan menaikkan gaji seluruh karyawan rumah tangga. Baik rumah tangga kediaman suaminya, maupun kediaman ayah mertuanya di puncak bukit."Istriku kau sangat cantik, ketika sedang berpikir," Amar Mea Malawi tiba-tiba mengecup bibir indah Mary Aram, "Bisakah kau menggosok punggungku?"Mary Aram tersentak! Sejenak ia terpaku menatap tubuh polos suaminya dengan ling-lung."Ah tidak! Tidak!" Mary Aram kembali dilanda kecemasan. Ia segera beranjak dari tempat tidur menyiapkan pakaian kerja suaminya."Bantu suamimu menggosok punggung," Amar Mea Malawi terus menempel pada punggung Mary Aram, dengan manja ia terus mengecup leher istrinya."Suamiku hentikan!" Mary Aram berusaha menghindar. Wani
Wanita itu melenggang masuk rumah induk dengan santai, sepertinya sudah terbiasa dengan kediaman Amar Mea Malawi. Mary Aram juga melangkah masuk ke rumah induk melalui pintu dapur, langsung menuju ruang makan.Di ruang keluarga, suaminya sedang membaca surat kabar sambil menikmati teh buah Lou Han seduhan Mary Aram."Amar Mea Malawi, bagaimana kabarmu?" Wanita itu langsung memeluk leher Amar Mea Malawi , dengan manja ia mengecup bibir pria itu."Baik," Amar Mea Malawi melipat surat kabar pagi, lalu bangkit hendak beranjak menuju ruang makan. "Apakah kau, sudah sarapan?""Belum! Aku dari bandara langsung menuju kemari, hendak mengajak dirimu sarapan di sungai induk," suara manja wanita itu terdengar hingga ke ruang makan."Sebaiknya bergabunglah sarapan," Amar Mea bangkit langsung menuju ruang makan."Amar Mea, kita sarapan di sungai induk saja. Aku ingin makan sup ketam," wanita itu bergelayut manja pada lengan Amar Mea Malawi."Tidak, juru masak telah memasak sarapan, aku harus mengha
"Ah! Amar Mea, Aku sudah kenyang. Aku akan menemuimu di kantor saat istirahat siang nanti," Miriam Aram meninggalkan meja makan dengan kesal tanpa berpamitan pada Mary Aram. Hati Miriam Aram sangat panas! 'Bagaimana bisa Ama Mea Malawi mengenal Mary Aram? Dan sialnya, adik sepupunya itu tumbuh sangat cantik. Bahkan lebih cantik dari Meina Aram!'Dalam suasana sarapan yang mesra, meskipun di dalam hati bertanya-tanya penasaran, Mary Aram tidak membahas perihal hubungan Amar Mea dengan Miriam Aram di meja makan. Ia tidak ingin merusak suasana sarapan pagi."Kau tidak cemburu?" Amar Mea memindahkan sepotong daging asap ke mulut istrinya. Mary Aram menyungging senyum, mengunyah daging asap."Mendapati gambar diri Mary Aram tanpa busana di dinding kamar, sepertinya Mary Aram tidak perlu gundah dengan kehadiran wanita lain?" Senyuman di wajahnya menyiratkan bahwa ia pasrah dengan apa yang terjadi di dalam hidupnya."Kau tidak cemas apabila suamimu berselingkuh?" Amar Mea heran dengan sikap
"Aku tidak terima Amar Mea Malawi! Bertahun-tahun kita bersama, kau menikahi si dungu Mary Aram!" Suara Miriam Aram begitu gusar hingga terdengar dari luar kantor."Tidak terima? Apakah kita pernah bersetubuh? Apa hakmu marah dan tidak terima jika aku menikah?" Tawa santai Amar Mea Malawi menanggapi kemarahan Miriam Aram. "Bukankah kau mengejar Abee Bong Moja orang Muara Mua hingga ke Macao? Mengapa kau sekarang menuntut pernikahan padaku?"Mary Aram tersentak mendengar nama tunangannya di sebut, jantungnya gemuruh berpacu. Dengan hati-hati Mary Aram meletakkan anggur dan kismisnya, lalu duduk di kursi tamu."Kau tumpang tindih bersama Abee Bong Moja di atas tempat tidur, mengapa menuntut pernikahan padaku?" Amar Mea Malawi duduk dengan santai menikmati Wine di gelasnya. Nada suaranya sedikit melunak. "Apakah Abee Bong Moja membuangmu, karena tidak sanggup mengimbangi gaya hidupmu yang mahal itu?"Hati Mary Aram sangat sakit mendengarnya, "Benarkah Abee Bong Moja seperti itu? Tid
"Mary Aram?" Boa Moza terkejut menatap ambang pintu utama rumah persemayaman jenazah. "Bukan kah yang di sana tadi, Mary Aram?"Boa Moza menoleh menatap perawat Patsy, dengan tatapan tidak mengerti. Perawat Patsy juga masih tertegun bingung, dengan apa yang dilihatnya. "Ya, benar! Yang barusan kita lihat adalah Nona Besar!" Perawat Patsy segera berlari menuju pintu utama rumah persemayaman. "Cepat sekali menghilang? Tidak ada siapa-siapa di luar?"Sejenak ia menjelajahi taman kecil di depan rumah persemayaman jenazah. Tidak ada siapa pun di sekitar taman. Tanpa banyak bicara Boa Moza kembali ke ruangan Mary Aram di rawat. "Mary Aram, kau membuatku ikut terkena serangan jantung!"Langkah lebarnya, mempersingkat waktu. Sesampai di ruang perawatan Mary Aram, tirai merah telah disingkirkan. Sebab jenazah tuan besar Felix Aram telah dipindahkan ke gedung persemayaman jenazah."Mary Aram? Kau telah bangun?" Boa Moza menggeser pintu dan menyibak tirai pemisah ruangan.Seorang perawat me
"Tuan Besar Boa Moza! Dokter Felix Aram telah berpulang kepada SANG PENCIPTA, tiga puluh menit yang lalu," seorang dokter senior menandatangani selembar kertas. "Maafkan kami, Tuan Besar Boa Moza," dokter senior membungkuk memberi hormat, tanda berduka."Tidak mungkin!" Boa Moza sangat terkejut. Sebab tidak ada tanda-tanda atau firasat jika kakaknya itu akan berpulang kepada Yang Maha Agung SANG PENCIPTA."Kakakku tidak mungkin meninggal! Semalam kami berbincang santai, bahkan kakakku bercanda dengan cucu-cucunya," Boa Moza tidak percaya apa yang dilihat dan didengarnya. "Kakakku itu tertawa bahagia saat menidurkan anak dokter Miseaz di pangkuannya.""Kesedihan mendalam akan nona besar Aram dan tuan muda Mea Malawi putra adatnya, merupakan tekanan berat bagi dokter Felix Aram. Hal itu memicu terjadinya serangan jantung.""Sekali lagi! Ini tidak mungkin!" Boa Moza sangat terpukul, mendapati Dokter Felix Aram berbaring memeluk Mary Aram putri tunggalnya yang koma hampir empat bulan.P
"Adam Miseaz? Bagaimana bisa, kau ada di sini?" Desis Boa Moza menahan sakit yang mulai menguasai tubuh. Samar-samar wajah Adam Mizeaz tersenyum ada di depan mata. Senyuman itu terasa aneh, mengandung banyak makna. 'Bagaimana bisa dokter itu berada di St. John? Bukankah seharusnya berada di St. Martin?'Bau anyir darah bercampur obat menguasai ruangan, denting peralatan medis saling beradu.Di tengah setengah kesadarannya, Boa Moza merasakan jika dokter Adam Mizeaz mulai melakukan operasi."Kau heran Boa Moza, mengapa aku bisa di sini?" Suara tenang Adam Mizeaz memecah keheningan, dengan santai ia menangani operasi pengambilan peluru di bahu Boa Moza. "Tentu saja aku harus berada di sini, sebab orang yang sangat aku cintai sedang melangsungkan pernikahan.""Apa maksudmu Adam Mizeaz?" Gumam Boa Moza, hatinya sangat tidak nyaman dengan sikap Adam Mizeaz. "Ya! Aku sangat mencintai Mary Aram! Ia adalah obsesiku! Karena Mary Aram lah, aku berniat menjadi dokter. Agar derajatku sepadan
Sangat sakit! Kaku! Sakit yang luar biasa pada punggung itu begitu dominan, membuat sekujur tubuh yang lain mati rasa. Perlahan tubuh menjadi basah oleh cairan hangat! Mary Aram pun tumbang ke lantai.'Keterlaluan! Sungguh keterlaluan! Apa salahku? Mengapa orang-orang begitu kejam padaku?''Tidak cukupkah ayahku, berbuat kebaikan kepada mereka? Mengapa mereka menginginkan nyawaku?'Di tengah perasaan sakit dan malu, Mary Aram berusaha untuk bangkit. Seulas senyum tersungging di sudut bibirnya. 'Ya SANG PENCIPTA Yang Maha Agung, ampunilah orang-orang ini! Aku serahkan perbuatan mereka ke dalam tanganMU SANG PENCIPTAku Yang Maha Agung. '"Istriku!" Boa Moza segera mengangkat Mary Aram, bersamaan dengan Abee Bong Moja."Mary Aram!" Abee Bong Moja berusaha mengambil alih tubuh Mary Aram."Menyingkir! Kau tidak ada hak atas istriku!" Boa Moza mendesak tubuh Abee Bong Moja agar menjauh dari istrinya."Boa Moza! Ia tunanganku!" Abee Bong Moja bersikeras merebut tubuh Mary Aram."Hah! Lihatl
Dari tangga ruang lonceng dapat terlihat jelas ritual pernikahan suaminya dengan Alda Bong Moja.Tangis pilu Mary Aram semakin tidak terbendung, melihat Alda Bong Moja menerima dupa wangi dari biksu kepala lalu berjalan mengitari Boa Moza. Dari balik cadar pengantin yang transparan, dapat terlihat jelas senyum manis mengembang di wajah wanita itu."Suamiku apapun yang terjadi, aku percaya kepadamu. Namun hatiku tidak bisa menerima wanita itu, dia akan menjadi duri dalam rumah tangga kita.""Ini rumah tangga kita, keluarga kita! Sangat keterlaluan berbagi tempat tidur bersama wanita lain."Dupa wangi telah mengitari pengantin pria, saatnya berganti dengan nyala api mengitari pengantin wanita.Hati Mary Aram semakin tersayat kepedihan, melihat suaminya membawa api dalam bokor tembaga berjalan mengitari pengantin wanita. "Mary Aram, kau harus percaya pada suamimu!" Wanita itu menangis seorang diri, sambil memukul-mukul bahunya. "Aku harus percaya! Aku harus percaya suamiku!"Doa-doa ri
"Kalian bawa anakku ke menara Timur.""Baik Nyonya besar."Perawat Ellen membawa Hegan Boa keluar, sesampai di ambang pintu ia menoleh. Perawat itu mencemaskan Mary Aram, hatinya tidak tega mendapati suami majikannya direbut paksa tepat pada hari pernikahan. "Namun, apakah Nyonya besar tidak masalah jika kami tinggal?""Kalian jangan cemas, aku baik-baik saja," Mary Aram tersenyum, wajahnya tampak tenang, namun tampak jika sedang mengendalikan perasaan luka. Berlalunya kedua perawat, Mary Aram membuka kotak kayu di hadapan di atas meja. Ia mengeluarkan seuntai kalung dan sebuah cincin perak. Pada liontin kalung serta cincin itu berlambang burung Cendrawasih.Selain itu masih ada sebuah cincin emas berlambang kepala singa. Kedua cincin itu adalah cincin pria, yang longgar di jari Mari Aram. Ia menyematkan kedua cincin itu pada kalung perak, lalu mengenakannya.Lonceng pernikahan kembali terdengar. Mary Aram menarik napas dalam, lalu beranjak meninggalkan kediamannya melalui balkon.
["Ibunda Besar! Ibunda Besar! Tuan muda Hegan Boa tidak boleh sering menangis, matanya dapat kembali terinfeksi oleh air mata," perawat Ellen berusaha mengambil alih Hegan Boa.]["Diam! Aku seorang tabib, aku bisa mengobati cucuku sendiri."]["Tidak bisa Ibunda Besar! Pengobatan mata tuan muda tidak boleh berganti metode di tengah jalan! Sangat berbahaya bagi kornea mata tuan muda."]Kegaduhan di luar menjadi jelas terdengar ketika tiba-tiba pintu terbuka lebar."Kurang ajar kalian! Tidak tahu malu!"Seruan penuh kegusaran memutus suasana kasih sayang. Mary Aram tersentak, mendapati kehadiran neneknya menggendong Hegan Boa. Anak itu menangis ketakutan."Nenek! Hegan Boa trauma dengan suara keras. Jangan lah marah atau bersuara keras bila menggendong anakku Hegan Boa."Wanita tua itu datang menghampiri Mary Aram, tanpa diduga langsung menamparnya. Membuat Boa Moza terkejut, tangis Hegan Boa pun semakin keras. "Anak? Anak siapa? Kau ini bukan ibu kandungnya. Hah! Tidak tahu diri benar
Senyuman Boa Moza kembali mengembang, sekali lagi ia mengecup kening ibunya. "Tentu saja perawat itu benar! Hegan Boa akan menangis dengan orang asing. Jika anak itu menangis, matanya tidak akan kunjung sembuh tentunya.""Dan juga Ibu, bukankah ada kediaman khusus untuk tamu? Ibu tidak boleh membawa sembarang orang tinggal di kediamanku. Aku tidak nyaman orang lain melihat barang-barang pribadiku.""Joseph Boa, aku bukan orang asing! Akulah ibu Hegan Boa, tentu saja aku berhak menggendong anakku!" Protes keras wanita berjubah pengantin memecah suasana."Benar Nak, Esmeralda Bong bukan orang asing. Ia ibu Hegan Boa, kalian sekeluarga harus kembali bersatu."'Ibu, itu tidak bisa!' Boa Moza menghela napas, perintah ibunya itu sungguh tidak masuk akal. Ia menundukkan kepala mengacuhkan wanita bernama Esmeralda Bong. "Tidak Ibu! Mary Aram adalah ibu Hegan Boa. Mary Aram merawat Hegan Boa dengan welas asih, dokumen kelahiran Hegan Boa pun tertulis Mary Felix Aram sebagai ibu kandungnya."
Pagi itu, pukul 08.00 sekretaris pribadi Boa Moza datang bersama empat orang karyawan, untuk mempersiapkan keperluan pernikahan. Mereka menggunakan ruang keluarga sebagai tempat berlangsungnya pengesahan pernikahan.Selang tiga puluh menit, pengacara Boa Moza tiba bersama petugas pencatat pernikahan negara. Mereka akan segera mengesahkan pernikahan Mary Aram dengan Boa Moza secara hukum negara."Tuan Boa Moza, mari kita legalkan pernikahan anda. Sah, secara hukum negara," Petugas pencatat pernikahan menjabat tangan Boa Moza.Sekretaris pribadi mengajak mereka menuju ruang keluarga. Dengan ramah, kedua petugas pemerintahan itu menyiapkan dokumen pernikahan yang akan ditandatangani oleh Mary Aram dan Boa Moza."Apa saja yang menjadi jaminan masa depan istri anda?""Seluruh perusahaan, bisnis, serta seluruh aset dan properti milikku, aku berikan kepada Mary Aram dan Hegan Boa anakku sebagai jaminan masa depan mereka."Pengacara Boa Moza meletakkan daftar kekayaan Boa Moza di tengah mej