"Mary Aram?" Boa Moza terkejut menatap ambang pintu utama rumah persemayaman jenazah. "Bukan kah yang di sana tadi, Mary Aram?"Boa Moza menoleh menatap perawat Patsy, dengan tatapan tidak mengerti. Perawat Patsy juga masih tertegun bingung, dengan apa yang dilihatnya. "Ya, benar! Yang barusan kita lihat adalah Nona Besar!" Perawat Patsy segera berlari menuju pintu utama rumah persemayaman. "Cepat sekali menghilang? Tidak ada siapa-siapa di luar?"Sejenak ia menjelajahi taman kecil di depan rumah persemayaman jenazah. Tidak ada siapa pun di sekitar taman. Tanpa banyak bicara Boa Moza kembali ke ruangan Mary Aram di rawat. "Mary Aram, kau membuatku ikut terkena serangan jantung!"Langkah lebarnya, mempersingkat waktu. Sesampai di ruang perawatan Mary Aram, tirai merah telah disingkirkan. Sebab jenazah tuan besar Felix Aram telah dipindahkan ke gedung persemayaman jenazah."Mary Aram? Kau telah bangun?" Boa Moza menggeser pintu dan menyibak tirai pemisah ruangan.Seorang perawat me
"Nona! Kau sangat cantik!" Seseorang menarik tangan Mary Aram, hingga membuat gadis itu hilang keseimbangan. Gadis itu pun terhuyung jatuh dalam pelukan pria yang menarik tangannya.Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, pria itu langsung memagut bibir Mary Aram. Gadis itu tersentak kebingungan berusaha melepaskan diri. Sayangnya pria itu dengan penuh percaya diri terus bergerak maju mengunci diri Mary Aram di antara pohon dan tubuhnya."Tuan lepaskan aku!" Mary Aram berontak memukul-mukul tubuh pria di hadapannya. Semakin gadis itu memberontak, semakin pula pria itu mendesak melekat pada tubuhnya."Tidak! Kau sangatlah cantik, napasmu sangat harum membuat diriku mabuk," bisik pria itu semakin penuh perasaan dengan pagutannya.Mary Aram mencakar wajah pria itu, cakaran ampuhnya cukup membuat pria itu tersentak dan melepaskan pagutannya."Keterlaluan kau!" Mary Aram sangat marah mencuci mulutnya dengan air mineral. Mukanya merah padam menahan amarah.Pria itu tersenyum nakal menghapus darah a
Menjelang sore, atas perintah Amar Mea Malawi, dokter Adam Mizeaz memindahkan Mary Aram ke kediaman Amar Mea Malawi.Dalam pengaruh obat tidur, Mary Aram tidak menyadari jika dirinya telah berpindah tempat. Ketika terbangun, ia sudah berada di sebuah ruangan kamar yang sangat luas dan harum. Ada seorang pelayan yang sedang sibuk memindahkan pakaian dan menatanya ke dalam lemari."Di mana aku?" Suara halus Mary Aram memecah kesunyian. Gadis itu bingung dengan suasana barunya, kepalanya masih pusing dan sekujur tubuhnya pun terasa kaku dan sakit."Anda sudah bangun Nona?" Sang pelayan tersenyum ramah meninggalkan pekerjaannya."Di mana aku?" Mary Aram berusaha untuk bangun."Anda berada di kediaman Mea Malawi. Mulai hari ini, Nona tinggal di rumah ini," pelayan itu mengambil segelas air, dengan penuh perhatian pelayan itu membantu Mary Aram minum."Tinggal di sini?" Mary Aram bingung mendengarnya, ia berusaha fokus di tengah rasa pusing yang melanda."Ya, kepala rumah tangga telah mengam
"Aku mohon! Ini tidak benar!" Gadis itu mulai menangis ketika Amar Mea Malawi melakukan penjelajahannya."Kau sangat cantik, aku menginginkan dirimu! Aku tidak rela bila Adam Mizeaz atau tunanganmu memiliki dirimu," bisikan-bisikan Amar Mea Malawi membuat Mary Aram sangat ketakutan."Aku mohon, pulangkan aku! Ini tidak benar," penjelajahan itu semakin merambah ke area terlarang, Mary Aram diliputi rasa malu dan geram merasa terhina.Terlebih ketika Amar Mea melepas mantel dan piyamanya, rasa ketakutan itu semakin memacu jantung Mary Aram, menambah rasa pening kepala."Aku mohon jangan! Ini tidak benar!" Tubuh hangat Amar Mea melekat bagai selimut menguasai tubuh Mary Aram. Sesuatu menggeliat mengetuk pintu istana misteri."Aku sangat mencintaimu, aku tidak bisa melepaskan dirimu begitu saja. Duniaku akan menjadi milikmu sepenuhnya, dan duniamu akan menyatu dalam duniaku sepenuhnya," dalam geraman kegagahan Amar Mea mendesak masuk ke dalam diri Mary Aram.Gadis itu tersentak! Rasa sakit
"Nona Patrice memang bisa diandalkan," Amar Mea Malawi menajamkan telinga ingin tahu apa saja yang di perbincangkan.["Nyonya Muda sangat beruntung, tuan muda Mea Malawi menjatuhkan pilihannya kepada Nyonya Muda. Banyak sekali wanita cantik datang ke rumah ini mencari perhatian tuan muda, namun majikan Patrice itu tidak pernah menemui mereka."]["Beruntung apanya? Kau tidak tahu bagaimana rasanya ketika senjata tajam majikanmu yang besar, panjang, dan keras itu menusuk diriku? Sangat sakit! Membuat napasku nyaris putus."]["Nyonya Muda, yang terpenting cinta tuan muda sangat besar pada Nyonya Muda."]Mary Aram kembali menangis tersedu-sedu, hingga terbatuk.["Rasa sakit itu masih terasa ngilu dan kaku sampai saat ini."]"Oh kasihan sekali! Sebesar dan sepanjang apakah senjata tajam ku?" Amar Mea Malawi menutup matanya dengan telapak tangan.["Nyonya Muda, mungkin untuk pertama kali memang sakit, seiring berjalannya waktu tentu akan terbiasa. Bahkan Nyonya Muda akan merindukan tuan muda
"Bisakah kau mencintai diriku?" Amar Mea Malawi memeluk tubuh halus Mary Aram, sambil bermain kismis di puncak bukit bidadari dengan jari telunjuknya."Entahlah," Mary Aram memejamkan mata, mengusir gundah. Ia membiarkan Amar Mea Malawi bermain kismis.'Keterlaluan! Sangat keterlaluan! Apakah diriku akan terjebak dalam kehidupan yang tidak aku inginkan seumur hidup?' Mary Aram menyesali keputusannya bersekolah di St Martin.Andai dirinya menurut apa kata ayah untuk bersekolah di kota Fontana yang lebih dekat dari Muara Mua, tentunya hal buruk ini tidak ia alami.Malam itu adalah malam yang panjang bagi Mary Aram. Meski senjata tajam Amar Mea Malawi tidak melakukan kunjungan mesra, namun tuan muda itu mengagumi tubuh Mary Aram sepanjang waktu.Penjelajahan pagutan tidak kunjung berhenti, menjelajah di setiap jengkal diri Mary Aram. Gumam-gumam lembut terus berdengung sepanjang malam disertai aroma anggur hangat terhembus.Bagai sebuah boneka pajangan di etalase toko, pria itu bermain t
"Mary Aram, maafkan aku. Aku sangat mencintai dirimu," Amar Mea Malawi memeluk Mary Aram. "Apa yang harus kukatakan kepada Ayahku? Apa yang harus kukatakan pada tunanganku? Keterlaluan Kau!" Mary Aram memukuli Amar Mea Malawi melampiaskan kesal."Mary Aram! Kendalikan dirimu," Amar Mea Malawi menggenggam kedua tangan Mary Aram. Pria itu terus mengecup kening Mary Aram berusaha menenangkan. "Hari ini aku akan ke Muara Mua menjemput ayahmu.""Menjemput ayahku? Apa yang harus kukatakan kepada Ayahku? Tentunya ayahku akan sangat malu di hadapan calon besannya," Mary Aram kembali membenturkan kepalanya pada dinding.Amar Mea Malawi segera mendekap Mary Aram agar tidak menyakiti diri sendiri. "Kita telah menjadi satu tubuh, aku bertanggung sepenuhnya atas dirimu."Pria itu membalut tubuh Mary Aram dengan handuk, lalu mengangkatnya kembali ke pembaringan."Aku cinta padamu! Sangat cinta padamu, hingga kehilangan akal sehat," Amar Mea Malawi berbaring memeluk Mary Aram. "Bisakah kita berdama
Perjalanan ke Muara Mua memakan waktu 4 jam, sebenarnya Mary Aram sangat takut akan ayahnya.Jika mengetahui dirinya sudah tidak gadis, bisa jadi ayah akan menghajar habis dirinya. Namun lebih baik dirinya habis dihajar ayah, dari pada ayah terkena serangan jantung.Menatap Amar Mea yang tenang dan elegan membaca surat kabar pagi, Mary Aram menjadi sangat kesal. 'Bagaimana bisa ia setenang itu tanpa merasa berdosa?' Sedangkan dirinya saat ini cemas dan sangat takut menghadapi pukulan rotan dari ayah."Hah!" Mary Aram menghela napas berusaha menahan tangis menyembunyikan ketakutan. Kekesalan itu semakin meluap, menyesakkan hati. "Kau keterlaluan! Kau tidak merasa bersalah atas perbuatanmu?" Mary Aram memukuli lengan Amar Mea Malawi dengan kesal. "Hatiku serasa handak meledak menahan rasa ketakutan akan rotan ayahku! Dan kau? Kau bersantai tanpa beban dan tanpa rasa bersalah!"Amar Mea Malawi meletakkan surat kabar, dipandangnya Mary Aram yang tampak kacau melampiaskan kekesalan tanpa