Share

Bunga yang Terinjak
Bunga yang Terinjak
Penulis: Zanna Kirania

Bab 1

Pada hari putriku keluar dari rumah sakit, pria yang memperkosanya dibebaskan karena kurangnya barang bukti.

Siaran media memperlihatkan wajah Wisnu Permana, pria yang menghancurkan hidup putriku, serta senyuman di wajahnya yang sok suci dan munafik.

"Publik tentu saja bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Aku yakin kita semua tahu seperti apa kelakuan perempuan gila uang. Marissa adalah contohnya. Tapi kalau memang dia kekurangan uang, aku tetap bersedia membantu, haha ...."

Tidak, kami tidak ingin uang sepeser pun darinya.

...

Pertunangan Marissa dibatalkan sehari setelah kejadian itu.

Tunangannya yang mengatakan sendiri.

"Kamu sudah nggak suci lagi. Kamu pikir aku mau terima begitu saja?"

Orang tuanya juga berkata, "Mahasiswa baik-baik nggak akan terlibat hal-hal kotor semacam itu. Dasar nggak punya malu. Aku nggak mau anakku ketiban sial menikah denganmu."

"Aku sudah tahu sejak dulu kamu bukan anak baik-baik. Penampilanmu seperti perempuan yang suka main di luar."

Beginilah, gosip sering kali menjadi pisau tajam yang menusuk paling dalam.

Marissa tidak ingin memperpanjang masalah ini, jadi dia memelukku malam itu. Air matanya berderai dan dia bertanya padaku, dosa apa yang telah dia perbuat.

Kenapa semua ini terjadi padanya.

Aku menatap mata Marissa yang kosong dan hampa. Hatiku pedih tak terkira.

Ya, kenapa semua ini terjadi pada kami.

Aku menghiburnya sangat lama sampai akhirnya dia mau terlelap.

Namun, sebuah notifikasi postingan populer membuat darahku mendidih. Aku sungguh ingin membunuh binatang keji itu.

Wisnu tidak berniat melepaskan Marissa begitu saja.

Dia menempatkan dirinya sebagai korban dan membayar seseorang untuk menuliskan sebuah cerita.

Sebuah cerita pendek. Setiap satu baris yang kubaca membuat tanganku mengepal semakin erat.

Dalam cerita ini, Marissa menjadi wanita murahan yang bersedia melakukan apa saja demi uang. Sementara Wisnu digambarkan sebagai pria suci yang tidak tergoda di hadapan segala macam bujuk rayu wanita.

Tiga hari setelah tindakannya menggiring opini publik itu, Wisnu hilang.

Kejadiannya sangat aneh.

Dia terakhir terekam kamera CCTV di sebuah tempat dekat rumahku.

Di sebuah gang tempat Marissa berjuang untuk merangkak keluar.

Beberapa minggu yang lalu pada malam hari, aku menerima panggilan telepon dari rumah sakit.

Orang di telepon mengatakan bahwa putriku ditemukan pingsan tanpa busana di sebuah gang. Terdapat luka-luka seksual yang parah di tubuh bagian bawahnya, menyebabkan pendarahan hebat. Dan ginjalnya juga hilang ....

Marissa masih berusia 20 tahun.

Masa mudanya baru saja dimulai.

Ketika aku tiba di rumah sakit, dia terbaring dengan tenang sendirian. Berbagai macam selang terpasang di sekujur tubuhnya.

Tidak berjiwa, seperti mainan yang sudah rusak dan nyaris hancur.

Aku bersimpuh di sudut ruangan, meratap tanpa suara.

Maaf, Ibu gagal melindungimu.

...

Marissa tetap tak sadarkan diri selama empat hari sebelum akhirnya membuka mata.

Tatapannya hampa dan mati.

Pada hari ketujuh, dia mengucapkan kata-kata pertamanya.

"Wisnu."

"Wisnu pelakunya."

...

Wisnu adalah bos dari tunangan Marissa.

Pria itu 20 tahun lebih tua darinya. Seorang keturunan keluarga kaya yang terkenal di Kota Jemara.

Mereka dikenalkan oleh Rangga, tunangan Marissa. Dan sejak saat itu, mata Wisnu selalu tertuju pada Marissa.

Ke mana pun Marissa pergi, Wisnu selalu muncul, pura-pura bertemu secara kebetulan.

Anehnya, Rangga sebagai pacar justru seolah mendorong mereka semakin mendekat.

Untuk pertama kalinya dalam 20 tahun, aku menampar putriku.

Kuperingatkan dia agar segera putus dengan Rangga dan menjauh dari kedua pria itu.

Tapi Marissa mengatakan bahwa mereka cinta sejati dan cinta mereka lebih berharga dari emas.

Dia meminta aku selalu berharap yang terbaik untuk mereka.

Dan bahkan menyuruhku berhenti curiga tanpa alasan.

Aku tersenyum pahit dan menatap putriku yang tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit.

Cinta sejati apa? Tidak lebih dari sekadar jebakan saja.

Pada minggu kedua di rumah sakit, Marissa akhirnya bisa merasakan jari-jarinya lagi.

Hal pertama yang dia lakukan adalah menelepon polisi.

Marissa menggenggam tanganku sambil menunggu polisi. Suaranya bergetar.

Dia berkata, "Bu, di gang itu ada CCTV ...."

Napasku tersendat. Aku tahu betapa besar keberanian yang dikumpulkan putriku untuk mengucapkan kalimat ini.

Tanpa menunda-nunda lagi, aku langsung naik taksi dan pergi ke tempat kejadian setelah menghiburnya sebentar.

Namun, sesampainya di tempat, petugas keamanan tidak mengizinkanku masuk ke ruang pengawasan. Alasannya karena tidak mau melanggar aturan.

Baru setelah aku mengeluarkan uang 4 juta yang kubawa dalam tasku, dia mengizinkanku masuk.

Petugas keamanan itu mengawasi gerak-gerikku dengan cermat, seolah takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status