Share

Bab 8

Tapi hari demi hari, masih tidak ada solusi.

Hatiku berdarah-darah menyaksikan kondisi Marissa semakin memburuk.

Marissa sedang diinfus, tapi masih tidak henti-henti menghiburku.

"Bu, aku sudah mendingan. Nafsu makanku juga membaik."

"Ayo, tolong belikan pangsit favorit kita dulu, aku lapar."

...

Saat aku kembali, Bayu sudah duduk di samping tempat tidur Marissa.

"Marissa, dia ...."

Aku menggelengkan kepala. "Ulah Wisnu."

Pak Bayu mendesah dan meletakkan tangannya di pundakku. "Saya masih berharap Ibu mau mempertimbangkan permintaan saya waktu itu. Ada satu orang hilang lagi."

Marissa tersenyum lebar kepada kami dan memakan pangsitnya.

Tapi, gigi di mulutnya rontok tak terkendali.

Aku mendengar suara lirih, "Ibu, kalau aku mati, jangan bersedih."

Aku menyerbu memasuki ke rumah Rangga dan menamparnya.

"Marissa sekarat. Puas kamu sekarang?!"

"Dua puluh tahun kamu berteman dengannya, Rangga, apa hatimu sudah mati?"

Dia menatapku tidak percaya. "Nggak mungkin. Wisnu janji nggak akan membun
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status