Pernikahan akbar antara Bianca Putri Renaldy dengan Langit Aditya Prayoga hampir saja gagal karena sang mempelai pria tidak kunjung datang. Pernikahan dari wasiat Renaldy dan Prayoga sudah disetujui oleh Bianca dan juga Langit. Langit sendiri menyetujui karena iming-iming warisan yang sudah dijanjikan oleh Kakeknya. Sedangkan Bianca setuju karena tidak ingin membuat kecewa keluarga besarnya. Meski begitu mereka sepakat untuk membuat perjanjian pra nikah yang salah satunya berisi jika pernikahan ini hanya satu tahun saja. Dua puluh menit menunggu membuat keluarga Bianca mau tidak mau meminta pertanggungjawaban kepada keluarga besar Prayoga. Aditama, ayah dari Bianca meminta Dewangga Arka Prayoga sebagai cucu tertua dari keluarga Prayoga untuk menggantikan posisi sepupunya. Permintaan Aditama mendapatkan penolakan dari keluarga inti dari Langit. Indra dan Tari orang tua Langit menolak karena merasa tidak adil jika calon menantunya harus menikah dengan keponakannya. Dewangga sendiri tidak menolak permintaan tersebut, yang justru menyebabkan kemarahan dari orang tua Langit. Pernikahan tersebut tetap berlangsung meski dengan mempelai pria yang berbeda. Bianca selaku mempelai wanita, baru mengetahui jika calon suaminya tidak hadir setelah acara akad nikah selesai. Bukannya sedih, Bianca justru bahagia mendapati jika Dewa yang menjadi suaminya. Dewa adalah cinta pertama Bianca, sejak jaman sekolah dulu, Dewa mampu menarik perhatian Bianca. Sampai saat ini perasaan Bianca terhadap Dewa masih sama. Meski Dewa memiliki kekasih, Bianca akan berusaha mempertahankan rumah tangganya. Bagi Bianca ini adalah hal terindah di sepanjang hidupnya. Sanggupkah Bianca mempertahankan rumah tangganya atau justru akan berakhir sama seperti isi perjanjian pra nikahnya dengan Langit yang hanya berusia satu tahun?
Lihat lebih banyak'SAHHHH!!!'
Samar-samar suara dari ruangan akad memasuki kamar ganti pengantin. Bianca menghembuskan nafas lemas, status jomblo akutnya kini sudah berubah menjadi seorang istri.Masih tak menyangka hanya dalam waktu dua bulan status yang dimilikinya selama 23 tahun bisa berubah begitu saja."Selamat ya, Bian!" Cantika tersenyum mengejek.Sedangkan Bianca tersenyum kecut, "Awas ya, gue sumpahin lo nikah sama musuh lo, biar ngerasain gimana rasanya jadi gue!""Amit-amit jangan sampai." Cantika mengepalkan tangan, lalu memukul ringan dahi juga tembok yang kebetulan ada disebelahnya.Bianca terkekeh sebentar, sebelum kembali memajukan bibirnya.Sebenarnya pernikahan ini tidak diinginkannya. Bianca mencintai pria lain, pria yang selama ini mengisi hati dan pikirannya.Kalau tidak karena terpaksa, pernikahan ini tidak akan terjadi. Seandainya Bianca mempunyai saudara perempuan, ia akan menolak mentah-mentah ide perjodohan ini. Dia akan lebih memilih mengejar pria idamannya. Pria dingin berwajah datar yang susah tersentuh. Pria berusia empat tahun di atasnya ini seolah mempunyai daya tarik yang besar. Tak sedikit wanita cantik menggodanya. "Bian… Bian.. Bi!" Panggil Cantika, membuyarkan pikiran Bianca.Bianca terkesiap, ternyata tak hanya Cantika saja yang memanggilnya. Disini juga sudah ada Maminya."Bian.. ayo sayang, jangan melamun terus! Suamimu sudah menunggumu." Ajak Rianti, ia membantu putrinya berdiri. Rianti juga membenahi pakaian yang dikenakan Bianca."Mih! Bisa nggak, kalau Bianca batalin aja pernikahannya?" Bianca menahan tangan Rianti.Rianti bukan marah, wanita paruh baya itu justru menertawakan putrinya. "Terlambat! Kamu sudah jadi nyonya Prayoga sekarang!"Bianca mendengus. "Ayo.. Mamih yakin setelah ini kamu pasti menarik ucapanmu kembali.""Nggak akan!" Ucap Bianca lantang.Rianti memberi kode ke arah Cantika dengan sorot matanya. Untungnya Cantika peka, gadis tomboy itu segera mengangguk.Cantika dan Rianti mengeluarkan cukup banyak tenaga untuk membuat Bianca berdiri dari tempat duduknya. Bianca tidak gemuk, hanya saja ia menahan berat tubuhnya agar tetap duduk. Ia enggan keluar kamar, karena mimpi buruknya sudah terasa begitu dekat.Menikah dengan Langit adalah mimpi buruk bagi Bianca. Langit adalah pria yang susah diatur dan penuh dengan hal-hal negatif.Selain menjadi pemilik agensi model, ia merangkap sebagai fotografer yang selalu membuat dirinya dikelilingi oleh wanita cantik. Bukan Bianca cemburu, Bianca tidak menyukai pria yang gampang sekali dekat dengan wanita. Sangat berbeda dengan pria idamannya.Langit sendiri selalu menggodanya, siapa yang tidak tergoda dengan Bianca Putri Renaldy, pemilik restoran ternama yang sudah memiliki beberapa cabang di kota lain.Bianca mempunyai tinggi badan yang cukup tinggi dibanding dengan wanita pada umumnya. Tubuhnya juga tidak kurus dan tidak gemuk, sangat ideal. Meski menjadi seorang owner merangkap sebagai chef, Bianca selalu menjaga berat badan tubuhnya. Bianca juga suka sekali mencicipi makanan, bahkan porsinya juga cukup banyak. Jika soal makanan Bianca bisa lupa kalau dia seorang perempuan. Tapi, itu semua diimbanginya dengan olahraga yang teratur. Bianca tak hanya diam saja begitu mengetahui jika dirinya dijodohkan. Ia berusaha membujuk Langit agar mau membatalkan pernikahan kerjasama ini.Sayangnya Langit langsung menolak permintaannya. Langit dengan senang hati menerima perjodohan ini, apalagi dirinya diuntungkan dengan mendapatkan sebagian besar warisan dari sang Kakek.Selama dua bulan ini mereka sering berinteraksi untuk menyiapkan pernikahan mereka. Bianca yang sudah tidak punya pilihan lain akhirnya memaksa Langit untuk membuat perjanjian pra nikah. Bianca sangat yakin jika Langit hanya memanfaatkan dirinya untuk mendapatkan harta dan juga kepuasaan batin yang akan didapat dari pernikahan ini.Isi perjanjian itu menyebutkan jika pernikahan ini akan berakhir setelah satu tahun. Selain itu mereka juga tidak akan tidur di kamar yang sama. Bianca sebisa mungkin menghindari bersentuhan fisik dengan Langit. Ia harus tetap menjaga kesucian dirinya untuk pria yang nantinya akan ia perjuangkan. Langit tak langsung menerima, karena bagaimanapun Langit tetap tertarik dengan wajah ayu Bianca. Langit juga intens menawari Bianca untuk menjadi model saja di agensinya. Tak masalah jika Bianca sesekali menggunakan kostum chef untuk pemotretannya.Bianca sendiri tidak bodoh, jika Langit tidak mau menandatangani surat itu, Bianca mengancam jika dirinya akan menolak dan pernikahan ini tidak akan terjadi.Mau tidak mau Langit harus menerima, karena tujuan utamanya adalah mengambil alih harta warisan sang Kakek. Dengan uang itu Langit bisa hidup bebas dengan banyak wanita yang akan mengelilinginya. Saat ini Bianca sudah berjalan menuju meja akad nikah. Sisi kanannya ada Rianti, dan sisi kirinya ada Cantika. Bianca kesulitan berjalan, ia tak terbiasa menggunakan bawah rok span, sehingga saat menggunakan kain sewek membuat jalannya melambat.Bianca merasakan debaran jantungnya meningkat, ini yang selalu ia rasakan jika berada satu ruangan dengan pria yang dicintainya.Pandangan matanya mengedar mengelilingi ruangan. Dari banyaknya orang yang dilihatnya, Bianca tidak menemukan pria pujaannya. Hal ini sangat aneh bagi Bianca. Tidak mungkin jika jantungnya berdebar lebih kuat karena seorang Langit. Bianca sangat yakin jika debaran ini hanya untuk orang tercintanya."Bian, lo cari apaan?" Bisik Cantika, ia melihat Bianca berjalan dengan pandangan yang mengedar ke sekeliling.Bianca menatap sahabatnya, "Kok gue nggak lihat Mas Dewa, ya?"Cantika mendengus, ia mengingatkan kembali jika dirinya sudah menjadi istri orang lain saat ini. "Bian, sekarang lo udah jadi istrinya Langit, masih aja cari-cari Mas Dewa lo itu!"Bianca melengos, ia kembali mencari keberadaan sang pujaan hati. Semakin dirinya dekat dengan meja akad, semakin kuat juga debaran jantungnya. Sampai di meja akad, Cantika mundur menuju kursi yang sudah disediakan untuk kedua keluarga.Bianca yang sudah berdiri di samping suaminya meremas kuat kain sewek yang membungkus kaki jenjangnya. Pandangannya masih mengitari para tamu undangan. Disana ia hanya bisa melihat keluarga besar dari dirinya dan juga Langit. Bianca kecewa, mungkin saat ini dirinya sudah sakit jantung beneran, bukan karena adanya Dewa di sekitarnya."Bian, cium tangan suamimu!" Bisik Rianti karena anaknya hanya menunduk dan meremas kain jarik yang dipakainya.Bianca tak lantas mengangkat dagunya, pikiran melalang buana, sedang raganya berdiri kaku disamping suaminya."Bian…" tegur Rianti, ia menyadarkan putrinya untuk kembali ke dunia nyata. Bianca menatap Rianti penuh harap, ia masih berharap ini semua hanya mimpi. Ia berjanji jika ini mimpi, setelah bangun nanti Bianca akan lebih serius mengejar cintanya."Mamih pastiin kamu akan bahagia, pegang ucapan Mamih!" Rianti menyakinkan anaknya. Rianti kembali menyuruh Bianca segera mencium punggung tangan suaminya.Dengan perasaan campur aduk Bianca menoleh ke samping bersiap menuruti ucapan Rianti.Tapi, Gerakannya terhenti, ketika tau jika yang berdiri di sampingnya bukanlah Langit Aditya Prayoga melainkan Dewangga Arka Prayoga, Pria yang ia cari, pria yang mampu membuat debaran jantungnya bekerja tiga kali lipat lebih cepat."Mas Dewa?" Tanya Bianca."Mas, ada telepon." Kata Bianca dengan nafas terengah-engah."Biarkan saja!" Dewa kesal. Kegiatannya harus terhenti oleh panggilan telepon entah dari siapa."Tapi—"Itu tidak lebih penting dari ini, Bi!" Ucap Dewa, dia kembali melanjutkan kegiatan mereka yang terhenti dengan tiba-tiba.Namun, layaknya pengganggu yang tidak mau kalah. Ponsel Bianca terus berdering membuat Dewa tanpa sadar mengumpat.Dewa terpaksa melepas tubuh Bianca dari cumbuannya. Dia melangkah mundur, membiarkan Bianca mengambil ponselnya.Dengan nafas yang kembali terengah, Bianca menggeser tombol hijau untuk menjawab."Assalamualaikum Ma." Sapa Bianca begitu panggilan tersambung."Waalaikumsalam Bian, kamu sedang apa? Kenapa nafas kamu seperti itu?" Jawab Mama Maria. Iya. Orang yang mengganggu kegiatan sore mereka adalah Mama Maria. Mama Maria mendapatkan kabar jika anak dan menantunya sudah tidak berada di paris. Karena tidak ada
"Iya dia sangat spesial, jadi jangan menangis!"Bianca mundur dari tempatnya berdiri. "Lalu aku harus bagaimana, Mas?" Tanya Bianca pasrah. Dia tidak bisa berpikir dalam kondisi seperti ini. Bianca berharap siapapun dapat menolongnya saat ini. Hatinya sedang tidak baik-baik saja."Cukup seperti biasanya saja." Jawab Dewa."Sampai kapan? Apa selamanya akan seperti ini." Tatap Bianca sendu.Dewa mengangguk. "Kita akan selamanya bersama.""Apa tidak cukup hanya aku?" "Memang hanya kamu, Bi." Bianca semakin terisak. Jadi dia hanya akan berperan sebagai nyonya Dewangga, sedangkan nyonya yang sesungguhnya sengaja disembunyikan. Bianca menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.Dewa semakin mengernyit bingung, bukankah wanita akan senang menjadi satu-satunya, lalu, kenapa Bianca justru kembali terisak. Dia berjalan mendekati Bianca, mengambil kedua tangan Bianca. "Tolong jangan menangis, Bi. Saya harus b
"Mas.. aku baik-baik saja." Kadang Bianca bingung sendiri, sebenarnya Dewa ini khawatir dengannya atau hanya mencari cela agar mereka bisa segera pulang."Baik-baik saja apanya? Lihatlah wajahmu memerah." Dewa tidak mudah percaya. Dia bisa diamuk 4 orang sekaligus jika Bianca beberapa kali jatuh sakit saat sedang liburan.Bianca meraih tangan Dewa yang masih berdiri di samping tempatnya berbaring. Bianca membutuhkan tambahan tenaga untuk bisa membuat Dewa duduk di dekatnya.Saat sudah berhasil membuat Dewa duduk di dekatnya Bianca mengambil kedua tangan Dewa untuk diletakkan di kedua pipinya. "Tidak panas, kan?"Dewa menggeleng. "Ok." Dewa menarik kembali tangannya, dia sudah hendak berdiri lagi, akan tetapi, Bianca menarik kembali tangannya."Apalagi?" Bianca tampak malu-malu untuk mengucapkannya. "Boleh aku belajar saat ini?" Dewa mengernyit, "Kamu mau belajar apa?"Bi
Bianca tidak berhenti memegang bibirnya meski saat ini dia sedang berada di dalam pesawat. Matanya enggan terpejam, takut jika dia bangun semuanya hanya mimpi semata.Dewa disebelahnya duduk dengan tenang, membaca buku yang sengaja dibaca disaat seperti ini. Perjalanan panjang yang akan sangat membosankan jika hanya diisi dengan tidur saja."Masih kurang?" Tanya Dewa. Matanya sejak tadi melirik tingkah Bianca yang tidak berhenti tersenyum sambil menyentuh bibirnya."Eh." Bianca salah tingkah. "Lebih hebat siapa saya atau pria yang kamu cintai?" Tanya Dewa tanpa menoleh."Ini pertama kalinya buatku, Mas." Jawab Bianca malu. Dia tadi terlihat sekali jika belum memiliki pengalaman. Dia hanya mengikuti nalurinya saja. Apa yang dilakukan oleh Dewa, dia akan melakukan hal yang sama."Bagus." Ucap Dewa lirih."Apanya Mas?" Tanya Bianca tidak paham dengan jawaban Dewa."Buku yang
"Sudah siap semuanya?" Tanya Dewa setelah mengecek ulang barang-barang mereka yang mungkin saja masih tertinggal."Sudah semua Mas." Bianca menutup kopernya. "Ayo." Ajak Dewa sudah siap membawa dua koper."Mas." Panggil Bianca ragu-ragu."Ada apa? Apa masih ada yang terlewatkan." Tanya Dewa. "Banyak." Batin Bianca."Apa kita tidak membuat kenangan terlebih dahulu untuk kita kenang nantinya?" Liburan yang Bianca harapkan harus cepat berakhir karena dia terkena flu. Tentu saja Bianca sedih. Dia sudah berharap banyak dengan bulan madu ini. Nyatanya baru menginap dua malam, mereka sudah akan kembali ke negara mereka."Sudah ada lebih dari satu kenangan yang bisa kamu ingat." Sahut Dewa."Kenangan yang mana?" Bianca sampai harus mengernyitkan dahi untuk mengingat-ingat kejadian apa yang bisa dikenang."Oke, saya sebutkan satu per satu. Dengarkan baik-baik. Pertama, kamu melakukan pelecehan kepada saya." De
Dewa sudah mulai makan sejak lima menit yang lalu, akan tetapi, Bianca masih setia berdiam diri sambil melihat Dewa makan."Mas." Panggil Bianca.Dewa mengangkat kepala sebagai ganti sahutan."Mau." Rengek Bianca. Jika sedang tidak enak badan, Bianca akan menjadi wanita manja yang tidak ingat umur.Dewa menelan makanannya lalu meminum seteguk baru menjawab. "Kemari dan makan." Dewa menyuruh Bianca turun dari ranjang untuk ikut bergabung duduk di sofa bersama dirinya.Bianca bangkit lalu berjalan mendekat. Dia duduk di sebelah kiri Dewa.Dewa mengambil satu piring makanan pembuka untuk Bianca, tetapi, wanita itu menolak. "Tidak. Aku mau makan itu saja." Dia menunjuk piring yang ada di depan Dewa.Dewa mengangguk, lalu mengambil piring yang masih penuh dan menyerahkannya ke Bianca. "Cepat makan dan minum obatmu." Titah Dewa yang lagi-lagi ditolak Bianca."Aku tidak mau. Aku mau itu Mas." Bianca masih menunjuk tepa
"Aku mencintaimu, Mas." Batin Bianca. Saat ini Bianca hanya berani mengatakannya dalam hati. Dia belum mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaannya. Perasaan takut selalu datang saat Bianca ingin mengucapkan tiga kata itu. Dewa tidak sabar menunggu Bianca menjawab. "Kamu tidak mau menyebut siapa orangnya?"Bianca tampak ragu sebelum menjawab. "Kamu."Dewa mengernyit, alisnya dinaikkan satu, "Ada apa dengan saya? Kenapa bertanya balik." Kata Dewa salah paham. Padahal Bianca sudah menjawab pertanyaannya. Mungkin karena Bianca menjawab dengan ragu-ragu jadi Dewa mengartikan ucapannya sebagai pertanyaan. Bianca mengikuti saja apa yang dipahami Dewa. Dia juga penasaran dengan perasaan Dewa. Adakah wanita yang mengisi relung hatinya, ataukah tempat itu masih kosong. Jika benar kosong, Bianca akan maju nomor satu untuk mengisinya dengan senang hati. "Apa Mas Dewa juga sedang mencintai seseorang?" Tanya Bianca.Jantung Bianca berdegup k
Bianca berjalan menjauh dari Dewa setelah mencium pipi suaminya. Dia sangat malu saat ini, tadi dia melakukannya reflek saat melihat orang yang ada di depannya juga melakukan hal yang sama.Bianca sampai melupakan jika ponselnya masih berada di tangan Dewa. Dia terus berjalan tak tentu arah untuk menormalkan lagi debar jantungnya. Meski dia pernah datang kesini, nyatanya banyak perubahan yang terjadi di sekitarnya. Dia tak akan ingat jika hanya berkunjung sesekali. Saat debaran jantungnya sudah kembali normal dia menoleh ke belakang, dia mengira Dewa akan mengikutinya, ternyata tidak. Pria itu tidak ada di belakangnya. Bianca mulai panik, dia tidak memegang ponselnya, sedangkan itu alat komunikasi satu-satunya yang dia miliki."Aduh gimana ini? Mana aku tadi asal jalan aja." Bianca panik sendiri, pikirannya mulai kosong. Dia bahkan memikirkan beberapa kemungkinan yang baginya sangat cocok dengan kondisinya saat ini."Gimana ka
"Mohon maaf Pak menurut pantauan cctv, tidak ada kesalahan dalam pemasangan label check in.""Oke. Terimakasih atas waktunya." Dewa menutup panggilan teleponnya. Jika bukan kesalahan dari pihak maskapai tentu saja ini jelas ulah orang tuanya sendiri. Pantas saja dia merasa ada yang aneh saat menaruh koper di bagasi. Disana ada kotak yang ditutup dengan kain berwarna hitam."Gimana Mas?" Tanya Bianca yang berdiri di sampingnya. Wanita itu masih mengenakan bathrobe setelah selesai mandi.Dewa menggeleng, lalu menempelkan kembali ponselnya di telinga. Menunggu beberapa saat sebelum panggilannya mulai tersambung."Telepon siapa?" Tanya Bianca dengan suara pelan.Dewa memberi kode agar Bianca diam dengan jari telunjuknya ditaruh di mulutnya sendiri. Bianca mengangguk, lalu sedikit menjauh."Assalamualaikum Ma.""Waalaikumsalam." Jawab Mama Maria. Papa Hasan yang berada satu ruangan dengan Mama Maria berjalan mendekat, dia ing
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen