Home / Rumah Tangga / Bukan Mempelai yang Kau Inginkan / BAB 1. "Saya akan menceraikanmu."

Share

Bukan Mempelai yang Kau Inginkan
Bukan Mempelai yang Kau Inginkan
Author: Karma Police

BAB 1. "Saya akan menceraikanmu."

Author: Karma Police
last update Last Updated: 2025-01-18 10:19:47

"Saya terima nikah dan kawinnya Gantari Bhanurasmi Rahardjo binti Sugeng Rahardjo dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai."

Gantari melepaskan napasnya yang tertahan. Menekan debaran jantungnya yang begitu keras setelah ijab kabul terlaksana dengan khidmat.

Dirja Pramana, suaminya, mengucapkan kabul dengan suara beratnya yang tegas. Tanpa kesalahan. Tanpa keraguan.

"Bapak dan Ibu bisa lihat dari surga, kan? Tari sudah resmi menjadi istri Mas Dirja, Pak, Bu. Tari nggak sendiri lagi," batin Gantari.

Kedua matanya berkaca-kaca saat Dirja mencium keningnya dengan sangat berhati-hati. Dan tangan besar pria itu menyentuh ubun-ubunnya diikuti bisikan doa yang membuat dada Gantari berdesir.

Setelahnya, semua terlewat dengan begitu cepat. Penghulu membacakan doa nikah. Kemudian Dirja dan Gantari menandatangani surat-surat nikah. Dilanjutkan penyerahan mahar oleh mempelai pria kepada mempelai wanita secara simbolis, lalu ditutup dengan tukar cincin dan foto-foto.

Begitu akad selesai, dua keluarga dari pihak pengantin diboyong ke restoran yang sudah disewa untuk makan-makan. Sebagai perayaan kecil karena kedua mempelai bersepakat untuk tak menggelar resepsi.

"Yang rukun ya kalian berdua. Bulik doakan kalian menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah."

"Semoga segera diberi momongan."

"Kalian tinggal jauh dari keluarga, jadi kalau ada apa-apa kalian hanya punya satu sama lain untuk bergantung."

"Terus berkabar dengan keluarga di kampung sini ya, Nduk Tari."

"Dirja, kamu yang lebih dewasa. Bimbing istrimu. Muliakan dirinya seperti orang tuanya dulu membahagiakannya."

Gantari tidak berhenti tersenyum dan menggumamkan terima kasih, mengamini atas doa-doa baik yang diucapkan kerabat-kerabat keluarganya dan keluarga Dirja dengan tulus.

Dan banyak lagi pesan-pesan yang disampaikan keluarga mereka sebelum Dirja memboyong Gantari ke ibukota di hari yang sama. Meninggalkan kampung halaman yang selama 24 tahun telah ditinggali Gantari.

Perjalanan tujuh jam menggunakan kereta harus dilalui Gantari dalam suasana canggung meski sebagian besar waktunya dipakai untuk tidur.

Dirja Pramana adalah sosok yang pendiam dan sulit didekati. Mengenal Dirja sejak kecil pun tak membuat Gantari leluasa bicara dan berdekatan dengan pria itu meski kini status mereka telah berganti menjadi suami-istri.

"Mas Dirja," panggil Gantari lembut.

Suaminya yang baru saja menurunkan koper-koper dari gerbong kereta itu hanya melirik sekilas.

"Aku lapar, Mas. Kita makan dulu yuk di--"

"Beli saja, makannya di rumah."

Gantari mengatupkan bibir.

Sejenak terkejut karena Dirja membalas dengan nada yang sangat dingin. Kalimat pertamanya setelah berjam-jam mereka tidak saling bicara.

Tak ingin larut dalam kecanggungan, Gantari menyingkirkan perasaan tak nyaman yang menggelayuti dada.

"Ya sudah, aku beli dulu ya, Mas. Mas Dirja bisa menunggu sebentar di--"

"Kamu tunggu di sini," tukas Dirja yang begitu saja meninggalkan Gantari bersama dua koper besar dan satu ransel yang semuanya milik wanita itu.

Tak sampai sepuluh menit, Dirja kembali dengan membawa makanan cepat saji. Menyerahkannya kepada Gantari tanpa mengatakan apa-apa.

Gantari menerimanya dengan senang. "Terima kasih, Mas. Eh, tapi kok cuma satu?" tanya Gantari kebingungan.

Di dalam plastik putih yang berlogo dua maskot karakter dengan background kuning itu hanya ada satu kotak makanan. Tak sekalian dibelikan minuman pula.

Dirja menghela napas panjang. "Nggak cukup makan satu porsi?"

Mata bening Gantari membeliak, lalu kepalanya menggeleng. "Bukan begitu, Mas. Kalau cuma beli satu, Mas Dirja gimana?"

Pertanyaannya tidak dijawab dan itu membuat Gantari nyaris mengentakkan kakinya kesal.

Dirja Pramana, pria yang bertubuh tinggi besar itu sudah melangkah pergi dengan kakinya yang panjang-panjang. Meninggalkan Gantari di belakang.

"Sabar, Tari. Sabar," lirih wanita itu seraya mengelus dada.

Hari masih pagi, bahkan baru pukul lima lebih sedikit dan Gantari sudah harus berlarian menyusul langkah suaminya. Rambut panjangnya yang dikuncir kuda dan sudah agak kusut itu tampak bergoyang ke kanan kiri.

"Mas Dirja, tunggu!"

Untungnya, pria itu masih berbaik hati membawakan barang bawaan Gantari.

Sepasang suami istri itu naik taksi online. Kembali diperangkap dalam kebisuan panjang selama perjalanan.

Sekitar tiga puluh menit kemudian, mereka tiba di sebuah komplek perumahan yang sepi. Langit sudah tak begitu gelap sehingga Gantari bisa mengamati rumah demi rumah yang dilewati. Sebagian rumah memiliki gerbang besi, tetapi lebih banyak yang tidak.

Rumah Dirja termasuk yang memiliki gerbang. Gerbangnya sedikit lebih tinggi dari Gantari yang tingginya tak sampai 160 cm itu.

"Tidak mau masuk? Saya tutup--"

Gantari cepat-cepat melenggang ke dalam sebelum Dirja kembali menutup gerbang dan menggemboknya lagi.

Senyum lebar tersungging di wajah Gantari ketika mengedarkan mata pada halaman rumah Dirja yang terdapat kolam kecil. Telah melupakan sedikit kekesalannya saat di stasiun tadi.

"Mas, aku nanti boleh taruh bunga-bunga di dekat kolam ini?"

"Terserah. Kamu mau masuk ke rumah atau nongkrong di kolam?"

Gantari menyusul Dirja yang sudah membuka pintu rumah lebar-lebar.

Wanita berparas ayu itu sudah tak sabar ingin melihat-lihat setiap ruangan di rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya mulai hari ini, tetapi masih sungkan. Ia pun hanya mengekori langkah suaminya.

"Ayo, saya tunjukkan di mana kamarmu," ucap Dirja.

"Ya, Mas?"

"Kamarmu sudah dibersihkan sebelum saya tinggal pulang, jadi bisa langsung kamu tempati. Hanya perlu dipasangi sprei baru."

Butuh beberapa detik untuk memproses ucapan Dirja. Itu adalah kalimat terpanjang yang diucapkan Dirja kepada Gantari sejak mereka bertemu lagi seminggu yang lalu.

"Kita pisah kamar, Mas?!"

Suara Gantari naik satu oktaf.

Kedua mata wanita itu melotot sampai hampir keluar dari sarangnya. Terlalu terkejut dengan keputusan yang diambil suaminya secara sepihak.

"Kenapa?" tuntut Gantari.

Wanita itu menghadang langkah Dirja dengan rona pucat membayangi wajah. Telah sirna senyum bahagianya.

Dirja hanya menatap istrinya lurus. Mendorong kembali koper-koper milik Gantari sampai di depan pintu kayu yang tertutup rapat.

"Mas Dirja, tolong jangan main-main. Baru kemarin kita resmi menikah...."

"Lalu?"

Gantari seperti dipaksa berhenti bernapas saat itu juga.

Pernikahan macam apa yang akan mereka lalui jika suami istri pisah kamar sejak hari pertama menikah?

Dirja pasti sudah tidak waras!

"Nggak ada suami istri yang pisah kamar dari awal pernikahan!" tegas Gantari meski suaranya mulai bergetar.

"Sekarang ada."

Makin pias wajah Gantari mendengar nada tak acuh suaminya. Tak ada dalam bayangannya akan mendapatkan perlakuan seperti ini oleh pasangannya sendiri.

"Apa gunanya kita menikah kalau Mas Dirja nggak mau menjalani pernikahan ini?" tanya Gantari lirih. Telah sepenuhnya kehilangan ketegasan dalam suaranya.

"Kenapa masih bertanya? Saya hanya memenuhi wasiat yang ditinggalkan orang tua kita. Mereka mau saya menikahimu. Dan sekarang tugas saya sudah selesai."

Gantari merasakan hawa dingin yang menusuk sekujur tubuhnya. Tidak siap menghadapi mimpi buruk yang diciptakan Dirja untuknya hanya dalam kurun waktu tak sampai 24 jam setelah resmi diperistri.

Dalam ingatan Gantari yang terbatas, meski sosoknya sangat pendiam, Dirja Pramana bukanlah orang yang jahat.

Semua orang yang mengenal sosoknya akan selalu memberikan pujian dan mengelu-elukan nama Dirja Pramana. Tetangga-tetangganya. Para ibu rumah tangga yang suka bergosip di setiap ada kesempatan itu sangat mengharapkan Dirja menjadi menantu. Bersaing, berlomba-lomba 'menjual' anak gadisnya agar dipersunting Dirja. Yang saat itu usianya bahkan belum genap dua puluh.

Dan yang beruntung adalah mendiang orang tua Gantari. Anaknya, tanpa banyak usaha, mendapatkan sang pria yang kini sudah menginjak usia tiga puluh.

Namun, ke mana perginya sosok Dirja yang dulu?

Pria yang berdiri di depannya sekarang hanyalah sosok dingin tak berperasaan. Seolah jiwanya sudah mati.

"Kalau Mas Dirja keberatan dengan pernikahan ini, kita lakukan pembatalan pernikahan saja," tukas Gantari saat Dirja berbalik pergi. "Aku yang akan mengurusnya dan mempermudah perpisahan--"

"Tidak sekarang."

"A-apa?"

Dirja menatap Gantari lurus. Ekspresinya tak terbaca. "Saya akan menceraikanmu, tapi tidak sekarang."

Related chapters

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 2. "Aturan mainnya sederhana, Gantari."

    "Apa yang seharian ini kamu lakukan? Kenapa masih memakai baju yang kemarin?"Gantari tidak bisa tersenyum menyambut Dirja yang baru pulang kerja. Gantari tidak sanggup beramah tamah setelah masa depan pernikahannya dihancurkan hanya dalam sekejap mata oleh suaminya sendiri."Mau aku pakai baju yang kemarin atau bukan, itu urusanku."Dirja terhenyak. Tidak siap dengan balasan dingin yang dilontarkan istrinya. Namun, pria itu tidak mempermasalahkannya lebih lanjut."Saya mandi dulu, setelah itu kita bicara."Dan pria itu beranjak pergi.Sementara Gantari tak menyahuti.Tak ada yang Gantari lakukan selain duduk di ruang tamu dengan pikiran yang kosong. Tidak berdaya untuk melakukan apa pun selain bernapas dengan dada yang sesak. Posisinya nyaris tidak berubah sejak Dirja pamit untuk pergi bekerja pagi tadi.Makanan yang dibelikan Dirja pun tak tersentuh sama sekali, padahal Gantari sudah mengeluh lapar sejak turun dari kereta belasan jam yang lalu. Koper dan barang-barang milik Gantari

    Last Updated : 2025-01-18
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 3. "Rumahmu di sini."

    "Assalamualaikum, Mas Dirja," sapa Gantari dengan mata yang masih terpaku pada tabel panjang berisi angka-angka yang terpampang di layar komputer. "Ada apa menelepon?""Waalaikumsalam. Keluarga Bulik Ambar mau datang. Pulanglah ke rumah," jawab Dirja yang masih tak tahu cara basa-basi.Tangan Gantari yang menggerakkan tetikus terhenti.Terhitung enam bulan sejak Gantari menyandang status sebagai istri Dirja Pramana. Dan ini sudah empat bulan Gantari tinggal terpisah dari pria itu.Gantari mendapatkan pekerjaan sebagai staff keuangan di sebuah perusahaan kosmetik, masih di daerah Jakarta, tetapi wanita itu memanfaatkannya untuk mengambil jarak dari suaminya dengan pindah ke kos.Kala itu, Dirja marah besar karena keputusan Gantari, tetapi tetap tidak menyurutkan niat sang istri untuk angkat kaki dari rumah. Dirja tak bisa menghentikan Gantari yang sudah bersikukuh pergi. Sama seperti Gantari yang tak bisa membuat Dirja menarik kembali ucapannya tentang ujung pernikahan mereka."Ada kep

    Last Updated : 2025-01-18
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 4. Sandiwara

    "Ya Allah, Nduk! Ikannya hampir gosong ini lho!"Gantari berjengit kaget saat sutil di tangannya tiba-tiba berpindah tangan.Bulik Ambar membalik ikan yang sedang digoreng Gantari dengan cekatan. Membuat Gantari mau tidak mau bergeser dua langkah agar tidak tersenggol."Maaf, Bulik," ringis Gantari."Dari tadi Bulik perhatikan, kamu sudah beberapa kali melamun. Kenapa, Nduk? Ada masalah ya sama Masmu?"Gantari menggeleng. Jantungnya hampir berhenti berdetak karena pertanyaan itu. "Enggak, Bulik. Tari dan Mas baik-baik saja."Wanita itu mengerjakan hal lain untuk mengalihkan perhatian. Memotong-motong dua ikat kangkung untuk dicuci. Lalu menyiapkan bumbu untuk menumis sayur segar itu."Pernikahan memang sejatinya nggak mudah, Nduk Tari. Rumah tangga itu kan menyatukan dua kepala yang isinya berbeda. Menurutmu apa bisa langsung nyatu? Bisa langsung nyambung?"Gantari tercenung.Berpura-pura menjadi pasangan suami istri yang bahagia adalah ujian sulit yang harus dilalui Gantari sejak men

    Last Updated : 2025-01-18
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 5. "Aku juga merindukanmu."

    "Tidak bisakah kamu bekerjasama dengan benar? Belum ada satu hari keluarga Bulik Ambar di sini dan kamu sudah mengacau.""Bulik Ambar percaya dengan semua penjelasan Mas Dirja. Itu sudah cukup. Nggak usah dibahas lagi," balas Gantari dengan suara pelan tanpa menatap suaminya yang tiba-tiba menyusul ke dapur.Wanita itu sedang menata piring-piring yang baru saja ia keringkan dengan kain lap ke rak piring kecil yang ada di samping kitchen sink.Selesai dengan piring-piring dan perkakas masak, Gantari mengambil lap bersih dan membasahinya dengan air untuk mengelap meja makan dan dapur."Lagi pula, bukankah akan lebih mudah untuk kita kalau Bulik tahu dari sekarang, Mas? Biar sekalian dikabarkan ke keluarga di kampung. Supaya mereka bisa mempersiapkan diri juga.""Apa maksudmu mempersiapkan diri?" desis Dirja.Gantari memutar tubuh dan menghadap Dirja yang berdiri tak jauh darinya.Dan pria itu tampak... kecewa?Padahal, Gantari hanya mengutarakan kebenaran. Mau tidak mau, mereka harus me

    Last Updated : 2025-01-18
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 6. "Nafkah dari suamimu tidak cukup?"

    Gantari bangun dari tidurnya yang tak nyenyak dan bersikap seperti orang bodoh.Gantari masih sanggup mengucapkan, "Selamat pagi, Mas," setelah semalam dibuat patah oleh Dirja yang dengan tanpa dosanya berteleponan dengan wanita lain saat sang istri sedang berbaring di sampingnya."Ya. Ini sudah pagi," jawab suaminya itu datar.Dirja sudah tampak rapi--dan tampan--dengan setelan baju koko putih dan sarung berwarna biru dongker dengan motif sulur-sulur kecil di bagian bawah. Di kepalanya terpasang peci hitam yang menyempurnakan penampilannya."Saya mau salat Subuh," ucap pria itu. "Mau jamaah?"Gantari menahan napas. Tak peduli pada keadaan dadanya yang sesak karena tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup.Ajakan untuk salat berjamaah--untuk kali pertama, terasa begitu personal dan intim. Sebagai istri, tentu saja Gantari berhak dan sudah sewajarnya melakukan ibadah berdua dengan sang suami. Pahalanya besar. Namun, mereka kan bukan seperti pasangan normal pada umumnya yang menikah

    Last Updated : 2025-02-07
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 7. "Bagaimana dengan aku, Mas?"

    "Bulik jangan khawatir--""Gimana Bulik nggak khawatir setelah tahu kalau ternyata kamu nggak menjalankan peranmu sebagai istri dengan benar?!" sela Bulik Ambar dengan nada meninggi.Gantari tetap tenang meski dadanya bergemuruh oleh berbagai emosi yang tumpang tindih. Masih menjaga suaranya tetap lembut, wanita itu membalas, "Mas Dirja nggak akan kekurangan apa pun, Bulik. Kebutuhan Mas Dirja di rumah juga pasti akan selalu terpenuhi."'Pria itu bahkan bisa mengurus dirinya sendiri dengan sangat baik. Dia nggak butuh aku sebagai istri. Dia lebih membutuhkan kekasihnya yang bernama Asoka itu,' imbuh Gantari yang hanya mampu terucap di dalam hati.Nyatanya memang Dirja sudah sejak lama hidup sendiri di perantauan yang jauh dari orang tua. Dirja meninggalkan kampung halaman sejak remaja untuk melanjutkan sekolah di sebuah perguruan tinggi negeri ternama di ibukota. Sudah lebih dari dua belas tahun lamanya. Tentunya pria itu sudah sangat terlatih dan terbiasa memenuhi kebutuhannya sendir

    Last Updated : 2025-02-09
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 8. "Istrimu punya bakat membangkang."

    "Dirja, rumah tanggamu dengan Tari baik-baik saja?" todong Bulik Ambar begitu mobil Dirja meninggalkan area perumahan dan bergabung dengan kendaraan lain di jalan raya."Astaghfirullah, nggak sopan nanya-nanya begitu, Bu!" tegur Paklik Heru."Nggak sopan gimana sih, Pak? Wong ini yang ditanya juga sudah seperti anak sendiri! Ibu juga nanya baik-baik, lho!"Paklik Heru berdecak. "Sudah, abaikan saja! Jangan dijawab pertanyaan bulikmu, Dir.""Nggak apa-apa, Paklik," timpal Dirja sebelum terjadi perdebatan panjang antara pasangan suami istri itu di dalam mobilnya."Tuh, Pak. Dirja saja nggak mempermasalahkan kok. Kenapa Bapak berlebihan sekali responnya?"Pada akhirnya Paklik Heru hanya geleng-geleng kepala. Sudah terlalu hapal dengan perangai istrinya yang keras kepala dan tak mau kalah."Kenapa Bulik tanya begitu? Ada sesuatu yang mengganggu Bulik?" tanya Dirja balik dengan penuh ketenangan.Melalui spoin tengah mobilnya, pria itu melirik Bulik Ambar yang duduk di kursi penumpang belak

    Last Updated : 2025-02-12
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 9. "Biar sama-sama enak."

    Percakapan alot yang terjadi saat mengantar keluarga Bulik Ambar ke hajatan itu terus terngiang-ngiang di kepala Dirja sampai pria itu tiba di rumah.Gantari sedang sibuk dengan laptop saat dirinya muncul di ruang tengah. Kemudian saat menyadari apa yang sedang istrinya itu kerjakan, ada panas menggelegak di dada Dirja.Di saat pria itu harus menghadapi Bulik Ambar yang marah-marah karena Gantari, istrinya itu justru tengah sibuk sendiri dengan pekerjaannya.Bukankah itu sangat tidak adil?Namun, sebagai pria dewasa yang bisa berpikir rasional, Dirja tidak langsung menghakimi. Dia berusaha bersikap netral saat bicara dengan istrinya demi menemukan simpul masalah utama dan menguraikannya dengan baik-baik.Walau tetap saja. Pada akhirnya Dirja salah langkah. Pria itu bahkan sampai mengatai istrinya sendiri bodoh. Dan berujung membela Bulik Ambar tanpa memikirkan posisi Gantari sebagai istrinya, yang juga pantas dibela."Malam nanti kalau Bulik Ambar sudah pulang, kamu harus minta maaf d

    Last Updated : 2025-02-13

Latest chapter

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 26. "Bisa bantu lepas baju saya?"

    Gantari mengelus dada dan menggumamkan kalimat istighfar berkali-kali setelah mengucapkan kata-kata yang terlalu kasar kepada suaminya yang sedang sakit.Walau kenyataannya memang seperti yang diucapkan wanita itu, tetap saja ada rasa tak enak karena sudah menyinggung hubungan terlarang Dirja dengan kekasihnya."Kalau memang kamu tidak punya hubungan apa pun dengan pria itu, seharusnya kamu tidak perlu sinis begitu," balas Dirja setelah beberapa saat. Suaranya pelan, tetapi dingin menusuk. "Saya da--""Sudahlah, Mas. Aku ke sini bukan mau cari ribut. Tolong, jangan memancingku lagi," potong Gantari seraya kembali melanjutkan kegiatannya membongkar isi travel bag."Memancing bagaimana? Saya hanya bertanya karena melihatmu datang bersama pria itu tadi," balas Dirja tak mau kalah."Bertanya atau menuduh?""Interaksi atasan dengan bawahan normalnya tidak sekasual kamu dan pria tadi," debat Dirja. "Kamu tersenyum begitu bahagia saat sedang bersamanya. Pria itu bahkan membawakan barang-baran

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 25. "Pria itu kekasihmu?"

    Terlalu memaksakan diri bekerja, Dirja akhirnya ambruk juga.Menjelang Maghrib tadi, saat selesai meeting untuk peluncuran produk baru di perusahaan furniture tempatnya bekerja, Dirja merasakan perutnya melilit begitu sakit sampai hampir pingsan.Dirja pun diantar ke rumah sakit oleh sahabat sekaligus rekan kerjanya yang sesama manajer. Saat ini, pria itu sudah dipindahkan ke kamar VIP setelah melalui beberapa pemeriksaan dan disarankan oleh dokter untuk rawat inap. Memanfaatkan fasilitas yang diberikannya kantornya untuk level manajer. Jadi ia sudah tak harus memikirkan biaya rumah sakit yang harus ditanggung.Dirja yang sebenarnya paling malas berurusan dengan rumah sakit itu mau tidak mau menuruti apa kata dokter agar cepat sehat kembali. Pekerjaannya sedang sangat banyak. Bisa kacau kalau dirinya terus-terusan absen."Lo yakin nggak perlu gue tungguin? Berani lo?" ejek Harris, sahabatnya, dengan sangat menyebalkan."Keberadaan lo justru mengganggu," jawab Dirja malas."Sialan lo!"

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 24. "Jangan terlalu perhatian."

    Gantari tiba di rumah sakit saat sudah hampir pukul setengah dua belas malam dengan menenteng travel bag berukuran cukup besar seperti orang mau pindahan di tangan kanan, plastik putih berukuran sedang berisi makanan di tangan kiri, dan masih menggendong tas punggung yang berisi laptop.Tidak hanya barang titipan Dirja yang ia bawa. Tetapi juga kebutuhan milik wanita itu sendiri seperti selimut, bantal kecil, baju kerja untuk besok pagi, alat make up, sepatu kerja, sampai termos kecil berisi wedang jahe yang ia buat dadakan sebelum berangkat ke rumah sakit tadi."Ada yang bisa kami bantu, Kak?" tanya seorang wanita berhijab yang mengenakan setelan seragam perawat berwarna hijau saat melihat kedatangan Gantari.Satu-satunya sosok yang wanita itu temui di UGD bagian administrasi tengah malam itu."Keluarga saya ada yang baru masuk dan ranap sejak sore, Sus.""Atas nama siapa ya, Kak? Kami bantu cek di database," ucap perawat muda yang umurnya tampak sepantaran Gantari itu ramah."Dirja

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 23. "Saya tidak butuh teman."

    Gantari seharusnya tidak punya alasan untuk memikirkan Dirja. Ia sudah menganggap pria itu sebagai orang asing meski status mereka adalah pasangan suami istri. Namun, ketika jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam dan Dirja belum tiba di rumah, kekhawatiran itu hadir tanpa bisa dicegah. "Mungkin sedang lembur. Nggak usah terlalu dipikirin, Tar," gumamnya. Gantari berusaha tak peduli dan mencoba untuk tidur, tetapi tidak bisa. Hingga jarum jam terus bergeser dan kini sudah pukul setengah sebelas, masih belum juga ada tanda-tanda kepulangan suaminya. "Dia sakit sejak pagi, Tari," bisik sudut hatinya yang terus menerus gelisah. "Bagaimana kalau sakitnya makin parah dan nggak ada yang menolongnya di luar sana?" Namun, akal sehatnya dengan cepat membalas, "Jangan naif. Dia adalah pria dewasa yang bisa berpikir. Kalau sudah tahu sakit pasti akan berobat." Gantari jadi bingung harus bagaimana. "Nggak ada salahnya memikirkan beberapa kemungkinan buruk, Tari," kata hatinya kembali ber

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 22. "Aku mau ketemu istrimu...."

    Kelebat bayangan masa lalu sejak mulai mengenal Asoka memenuhi kepala Dirja setelah mendengar pertanyaan penuh keraguan itu."Ya, Asoka," jawab Dirja yakin. Ia perlu memastikan kalau Asoka masih menaruh percaya padanya."Jawaban kamu salah, Dirja. Kamu benar-benar mengecewakanku," sahut Asoka disertai dengusan.Dirja mengusap wajah yang basah oleh keringat dingin. Pening semakin meraja. "Kamu nggak percaya?" "Seharusnya kamu jawab kalau aku hanya satu-satunya untukmu." Kembali terdengar dengusan yang menandakan kalau suasana hati Asoka menjadi semakin buruk. "Sekarang aku nomor satu buat kamu, tapi siapa yang tahu kalau besok posisiku tergeser oleh wanita lain? Kalau sampai itu terjadi, aku harus bagaimana?"Dirja terbungkam. Sama sekali tak terpikir untuk memberikan jawaban semacam itu. Namun, ia tahu bahwa Asoka benar. Ketika mencintai seseorang, sudah semestinya menjadikan sosok itu satu-satunya.Benar bahwa Dirja mencintai Asoka. Cinta itu sudah bertunas dan tumbuh subur sejak lam

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 21. "Kamu wanita yang dinikahi kekasih saya?"

    Seharian Gantari tidak bisa fokus bekerja karena terus terngiang-ngiang ucapan Dirja pagi tadi, yang dibiarkan menggantung.Saat Gantari menanyakan maksudnya, Dirja dengan entengnya berkata, "Waktu sepuluh menit sudah habis. Kita lanjutkan nanti malam saja. Kamu bisa berangkat ke kantor sekarang."Dan pria itu melenggang pergi begitu saja setelah membuat istrinya penasaran setengah mati.Menyebalkan, bukan?Berkali-kali Gantari ingin menghubungi Dirja untuk menuntut penjelasan perihal kesepakatan baru yang dimaksud pria itu. Namun, ia tidak punya nyali. Takut untuk mendengar sesuatu yang tak ia harapkan."Kamu mengharapkan sesuatu hanya setelah mendengar pria itu ingin memperbaiki hubungan denganmu, Tari?" decak Gantari bermonolog seperti orang bodoh. "Kamu mulai percaya padanya lagi hanya karena itu? Tidakkah itu terdengar sangat menyedih--""Siang, Tari."Gantari tersentak dan monolognya terputus begitu saja. Senyum profesional terbit ketika menoleh ke arah sumber suara. "Selamat sia

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 20. "Saya mau kesepakatan baru."

    Pagi pertama Gantari resmi pulang ke rumah.Wanita itu sudah siap untuk berangkat ke kantor bahkan di saat jam yang menempel di dinding belum menunjukkan pukul enam. Hampir dua jam lebih awal dibandingkan ketika wanita itu masih ngekos.Rumah begitu sepi saat ia keluar dari kamar dan beranjak ke dapur lebih dulu untuk menyeduh teh.Sepuluh menit kemudian, wanita itu duduk tenang menikmati tehnya dan beberapa keping biskuit rasa coklat untuk mengganjal perut. Ia sedang malas menyiapkan sarapan dengan menu yang lebih berat. Suasana hatinya yang keruh sejak kemarin masih belum membaik dan sedikit banyak memengaruhi aktivitasnya."Masih sangat pagi. Kamu sudah mau berangkat kerja?"Lamunan Gantari terpecah oleh suara serak suaminya dari arah belakang.Tidak sadar kapan pria itu muncul di dapur karena langkah kakinya pun sama sekali tak terdengar."Dari sini ke kantor agak jauh. Takut telat," jawab Gantari beralasan.Sebenarnya Gantari hanya ingin cepat terbebas dari udara di rumah yang te

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 19. "Aku bisa sendiri."

    Rahang Dirja mengeras dan gurat emosi tampak berpendar di kedua matanya saat Gantari mengatakan, "Mas Dirja yang menciptakan kekacauan di hidupku dengan pernikahan yang penuh sandiwara ini, jadi Mas juga harus bertanggung jawab untuk membereskan semuanya. Iya, kan?"Seperti pecundang, pria itu hanya diam saja sampai istrinya tiba-tiba tertawa getir."Hanya satu hal yang aku minta, Mas. Itu pun sulit ya buat kamu?" lirih wanita itu. "Kalaupun Mas nggak sudi mengabulkan permintaanku, setidaknya jangan tunjukin ekspresi nggak senang itu di depanku. Itu menyakiti harga diriku yang entah masih ada harganya atau enggak ini."Sebelum Dirja menimpali, Gantari membuka lemari kecil di dekat ranjang berukuran single yang menempel tembok.Wanita itu segera mengemasi pakaian dan barang-barang pribadinya yang tak begitu banyak."Saya bantu--""Mas Dirja bisa keluar aja dari kamar ini? Aku nggak nyaman berduaan dengan orang asing."Dua baris kalimat yang dilontarkan Gantari dengan sinis membuat Dirj

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 18. "Aku nggak mau dipulangkan..."

    Mas Dirja: Jangan coba-coba kembali ke kosmu selama saya tidak ada.Setelah urusan saya selesai, saya bantu kamu pindahan. . . Gantari menghela napas panjang setelah membaca pesan baru dari Dirja.Bahkan, saat tidak sedang berhadapan, pria itu masih punya segudang cara untuk membuat mood-nya berantakan.Pesan dari suaminya itu tidak Gantari balas karena tidak ingin berbohong.Faktanya, wanita itu memang kembali ke kos esok harinya. Terhitung sudah tiga hari dan mengingat isi pesan dari Dirja, sepertinya pria itu juga belum pulang ke Jakarta. Seharusnya.Mas Dirja: Oh ya, kamu sudah mengajukan cuti, kan? Jangan sampai salah tanggal.Cepat balas pesan saya, Gantari! Pesan saya bukan koran yang hanya untuk dibaca. Maka, untuk menghindari perdebatan yang tak penting dan menguras energi, Gantari pun membalas."Ya," ketiknya.Hanya dua huruf. Sangat singkat. Namun, sudah cukup untuk membalas empat baris pesan yang suaminya kirimkan.Saat pesannya sudah bercentang biru, Gantari memati

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status