Beranda / Rumah Tangga / Bukan Mempelai yang Kau Inginkan / BAB 1. "Saya akan menceraikanmu."

Share

Bukan Mempelai yang Kau Inginkan
Bukan Mempelai yang Kau Inginkan
Penulis: Karma Police

BAB 1. "Saya akan menceraikanmu."

Penulis: Karma Police
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-18 10:19:47

"Saya terima nikah dan kawinnya Gantari Bhanurasmi Rahardjo binti Sugeng Rahardjo dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai."

Gantari melepaskan napasnya yang tertahan. Menekan debaran jantungnya yang begitu keras setelah ijab kabul terlaksana dengan khidmat.

Dirja Pramana, suaminya, mengucapkan kabul dengan suara beratnya yang tegas. Tanpa kesalahan. Tanpa keraguan.

"Bapak dan Ibu bisa lihat dari surga, kan? Tari sudah resmi menjadi istri Mas Dirja, Pak, Bu. Tari nggak sendiri lagi," batin Gantari.

Kedua matanya berkaca-kaca saat Dirja mencium keningnya dengan sangat berhati-hati. Dan tangan besar pria itu menyentuh ubun-ubunnya diikuti bisikan doa yang membuat dada Gantari berdesir.

Setelahnya, semua terlewat dengan begitu cepat. Penghulu membacakan doa nikah. Kemudian Dirja dan Gantari menandatangani surat-surat nikah. Dilanjutkan penyerahan mahar oleh mempelai pria kepada mempelai wanita secara simbolis, lalu ditutup dengan tukar cincin dan foto-foto.

Begitu akad selesai, dua keluarga dari pihak pengantin diboyong ke restoran yang sudah disewa untuk makan-makan. Sebagai perayaan kecil karena kedua mempelai bersepakat untuk tak menggelar resepsi.

"Yang rukun ya kalian berdua. Bulik doakan kalian menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah."

"Semoga segera diberi momongan."

"Kalian tinggal jauh dari keluarga, jadi kalau ada apa-apa kalian hanya punya satu sama lain untuk bergantung."

"Terus berkabar dengan keluarga di kampung sini ya, Nduk Tari."

"Dirja, kamu yang lebih dewasa. Bimbing istrimu. Muliakan dirinya seperti orang tuanya dulu membahagiakannya."

Gantari tidak berhenti tersenyum dan menggumamkan terima kasih, mengamini atas doa-doa baik yang diucapkan kerabat-kerabat keluarganya dan keluarga Dirja dengan tulus.

Dan banyak lagi pesan-pesan yang disampaikan keluarga mereka sebelum Dirja memboyong Gantari ke ibukota di hari yang sama. Meninggalkan kampung halaman yang selama 24 tahun telah ditinggali Gantari.

Perjalanan tujuh jam menggunakan kereta harus dilalui Gantari dalam suasana canggung meski sebagian besar waktunya dipakai untuk tidur.

Dirja Pramana adalah sosok yang pendiam dan sulit didekati. Mengenal Dirja sejak kecil pun tak membuat Gantari leluasa bicara dan berdekatan dengan pria itu meski kini status mereka telah berganti menjadi suami-istri.

"Mas Dirja," panggil Gantari lembut.

Suaminya yang baru saja menurunkan koper-koper dari gerbong kereta itu hanya melirik sekilas.

"Aku lapar, Mas. Kita makan dulu yuk di--"

"Beli saja, makannya di rumah."

Gantari mengatupkan bibir.

Sejenak terkejut karena Dirja membalas dengan nada yang sangat dingin. Kalimat pertamanya setelah berjam-jam mereka tidak saling bicara.

Tak ingin larut dalam kecanggungan, Gantari menyingkirkan perasaan tak nyaman yang menggelayuti dada.

"Ya sudah, aku beli dulu ya, Mas. Mas Dirja bisa menunggu sebentar di--"

"Kamu tunggu di sini," tukas Dirja yang begitu saja meninggalkan Gantari bersama dua koper besar dan satu ransel yang semuanya milik wanita itu.

Tak sampai sepuluh menit, Dirja kembali dengan membawa makanan cepat saji. Menyerahkannya kepada Gantari tanpa mengatakan apa-apa.

Gantari menerimanya dengan senang. "Terima kasih, Mas. Eh, tapi kok cuma satu?" tanya Gantari kebingungan.

Di dalam plastik putih yang berlogo dua maskot karakter dengan background kuning itu hanya ada satu kotak makanan. Tak sekalian dibelikan minuman pula.

Dirja menghela napas panjang. "Nggak cukup makan satu porsi?"

Mata bening Gantari membeliak, lalu kepalanya menggeleng. "Bukan begitu, Mas. Kalau cuma beli satu, Mas Dirja gimana?"

Pertanyaannya tidak dijawab dan itu membuat Gantari nyaris mengentakkan kakinya kesal.

Dirja Pramana, pria yang bertubuh tinggi besar itu sudah melangkah pergi dengan kakinya yang panjang-panjang. Meninggalkan Gantari di belakang.

"Sabar, Tari. Sabar," lirih wanita itu seraya mengelus dada.

Hari masih pagi, bahkan baru pukul lima lebih sedikit dan Gantari sudah harus berlarian menyusul langkah suaminya. Rambut panjangnya yang dikuncir kuda dan sudah agak kusut itu tampak bergoyang ke kanan kiri.

"Mas Dirja, tunggu!"

Untungnya, pria itu masih berbaik hati membawakan barang bawaan Gantari.

Sepasang suami istri itu naik taksi online. Kembali diperangkap dalam kebisuan panjang selama perjalanan.

Sekitar tiga puluh menit kemudian, mereka tiba di sebuah komplek perumahan yang sepi. Langit sudah tak begitu gelap sehingga Gantari bisa mengamati rumah demi rumah yang dilewati. Sebagian rumah memiliki gerbang besi, tetapi lebih banyak yang tidak.

Rumah Dirja termasuk yang memiliki gerbang. Gerbangnya sedikit lebih tinggi dari Gantari yang tingginya tak sampai 160 cm itu.

"Tidak mau masuk? Saya tutup--"

Gantari cepat-cepat melenggang ke dalam sebelum Dirja kembali menutup gerbang dan menggemboknya lagi.

Senyum lebar tersungging di wajah Gantari ketika mengedarkan mata pada halaman rumah Dirja yang terdapat kolam kecil. Telah melupakan sedikit kekesalannya saat di stasiun tadi.

"Mas, aku nanti boleh taruh bunga-bunga di dekat kolam ini?"

"Terserah. Kamu mau masuk ke rumah atau nongkrong di kolam?"

Gantari menyusul Dirja yang sudah membuka pintu rumah lebar-lebar.

Wanita berparas ayu itu sudah tak sabar ingin melihat-lihat setiap ruangan di rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya mulai hari ini, tetapi masih sungkan. Ia pun hanya mengekori langkah suaminya.

"Ayo, saya tunjukkan di mana kamarmu," ucap Dirja.

"Ya, Mas?"

"Kamarmu sudah dibersihkan sebelum saya tinggal pulang, jadi bisa langsung kamu tempati. Hanya perlu dipasangi sprei baru."

Butuh beberapa detik untuk memproses ucapan Dirja. Itu adalah kalimat terpanjang yang diucapkan Dirja kepada Gantari sejak mereka bertemu lagi seminggu yang lalu.

"Kita pisah kamar, Mas?!"

Suara Gantari naik satu oktaf.

Kedua mata wanita itu melotot sampai hampir keluar dari sarangnya. Terlalu terkejut dengan keputusan yang diambil suaminya secara sepihak.

"Kenapa?" tuntut Gantari.

Wanita itu menghadang langkah Dirja dengan rona pucat membayangi wajah. Telah sirna senyum bahagianya.

Dirja hanya menatap istrinya lurus. Mendorong kembali koper-koper milik Gantari sampai di depan pintu kayu yang tertutup rapat.

"Mas Dirja, tolong jangan main-main. Baru kemarin kita resmi menikah...."

"Lalu?"

Gantari seperti dipaksa berhenti bernapas saat itu juga.

Pernikahan macam apa yang akan mereka lalui jika suami istri pisah kamar sejak hari pertama menikah?

Dirja pasti sudah tidak waras!

"Nggak ada suami istri yang pisah kamar dari awal pernikahan!" tegas Gantari meski suaranya mulai bergetar.

"Sekarang ada."

Makin pias wajah Gantari mendengar nada tak acuh suaminya. Tak ada dalam bayangannya akan mendapatkan perlakuan seperti ini oleh pasangannya sendiri.

"Apa gunanya kita menikah kalau Mas Dirja nggak mau menjalani pernikahan ini?" tanya Gantari lirih. Telah sepenuhnya kehilangan ketegasan dalam suaranya.

"Kenapa masih bertanya? Saya hanya memenuhi wasiat yang ditinggalkan orang tua kita. Mereka mau saya menikahimu. Dan sekarang tugas saya sudah selesai."

Gantari merasakan hawa dingin yang menusuk sekujur tubuhnya. Tidak siap menghadapi mimpi buruk yang diciptakan Dirja untuknya hanya dalam kurun waktu tak sampai 24 jam setelah resmi diperistri.

Dalam ingatan Gantari yang terbatas, meski sosoknya sangat pendiam, Dirja Pramana bukanlah orang yang jahat.

Semua orang yang mengenal sosoknya akan selalu memberikan pujian dan mengelu-elukan nama Dirja Pramana. Tetangga-tetangganya. Para ibu rumah tangga yang suka bergosip di setiap ada kesempatan itu sangat mengharapkan Dirja menjadi menantu. Bersaing, berlomba-lomba 'menjual' anak gadisnya agar dipersunting Dirja. Yang saat itu usianya bahkan belum genap dua puluh.

Dan yang beruntung adalah mendiang orang tua Gantari. Anaknya, tanpa banyak usaha, mendapatkan sang pria yang kini sudah menginjak usia tiga puluh.

Namun, ke mana perginya sosok Dirja yang dulu?

Pria yang berdiri di depannya sekarang hanyalah sosok dingin tak berperasaan. Seolah jiwanya sudah mati.

"Kalau Mas Dirja keberatan dengan pernikahan ini, kita lakukan pembatalan pernikahan saja," tukas Gantari saat Dirja berbalik pergi. "Aku yang akan mengurusnya dan mempermudah perpisahan--"

"Tidak sekarang."

"A-apa?"

Dirja menatap Gantari lurus. Ekspresinya tak terbaca. "Saya akan menceraikanmu, tapi tidak sekarang."

Bab terkait

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 2. "Aturan mainnya sederhana, Gantari."

    "Apa yang seharian ini kamu lakukan? Kenapa masih memakai baju yang kemarin?"Gantari tidak bisa tersenyum menyambut Dirja yang baru pulang kerja. Gantari tidak sanggup beramah tamah setelah masa depan pernikahannya dihancurkan hanya dalam sekejap mata oleh suaminya sendiri."Mau aku pakai baju yang kemarin atau bukan, itu urusanku."Dirja terhenyak. Tidak siap dengan balasan dingin yang dilontarkan istrinya. Namun, pria itu tidak mempermasalahkannya lebih lanjut."Saya mandi dulu, setelah itu kita bicara."Dan pria itu beranjak pergi.Sementara Gantari tak menyahuti.Tak ada yang Gantari lakukan selain duduk di ruang tamu dengan pikiran yang kosong. Tidak berdaya untuk melakukan apa pun selain bernapas dengan dada yang sesak. Posisinya nyaris tidak berubah sejak Dirja pamit untuk pergi bekerja pagi tadi.Makanan yang dibelikan Dirja pun tak tersentuh sama sekali, padahal Gantari sudah mengeluh lapar sejak turun dari kereta belasan jam yang lalu. Koper dan barang-barang milik Gantari

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 3. "Rumahmu di sini."

    "Assalamualaikum, Mas Dirja," sapa Gantari dengan mata yang masih terpaku pada tabel panjang berisi angka-angka yang terpampang di layar komputer. "Ada apa menelepon?""Waalaikumsalam. Keluarga Bulik Ambar mau datang. Pulanglah ke rumah," jawab Dirja yang masih tak tahu cara basa-basi.Tangan Gantari yang menggerakkan tetikus terhenti.Terhitung enam bulan sejak Gantari menyandang status sebagai istri Dirja Pramana. Dan ini sudah empat bulan Gantari tinggal terpisah dari pria itu.Gantari mendapatkan pekerjaan sebagai staff keuangan di sebuah perusahaan kosmetik, masih di daerah Jakarta, tetapi wanita itu memanfaatkannya untuk mengambil jarak dari suaminya dengan pindah ke kos.Kala itu, Dirja marah besar karena keputusan Gantari, tetapi tetap tidak menyurutkan niat sang istri untuk angkat kaki dari rumah. Dirja tak bisa menghentikan Gantari yang sudah bersikukuh pergi. Sama seperti Gantari yang tak bisa membuat Dirja menarik kembali ucapannya tentang ujung pernikahan mereka."Ada kep

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 4. Sandiwara

    "Ya Allah, Nduk! Ikannya hampir gosong ini lho!"Gantari berjengit kaget saat sutil di tangannya tiba-tiba berpindah tangan.Bulik Ambar membalik ikan yang sedang digoreng Gantari dengan cekatan. Membuat Gantari mau tidak mau bergeser dua langkah agar tidak tersenggol."Maaf, Bulik," ringis Gantari."Dari tadi Bulik perhatikan, kamu sudah beberapa kali melamun. Kenapa, Nduk? Ada masalah ya sama Masmu?"Gantari menggeleng. Jantungnya hampir berhenti berdetak karena pertanyaan itu. "Enggak, Bulik. Tari dan Mas baik-baik saja."Wanita itu mengerjakan hal lain untuk mengalihkan perhatian. Memotong-motong dua ikat kangkung untuk dicuci. Lalu menyiapkan bumbu untuk menumis sayur segar itu."Pernikahan memang sejatinya nggak mudah, Nduk Tari. Rumah tangga itu kan menyatukan dua kepala yang isinya berbeda. Menurutmu apa bisa langsung nyatu? Bisa langsung nyambung?"Gantari tercenung.Berpura-pura menjadi pasangan suami istri yang bahagia adalah ujian sulit yang harus dilalui Gantari sejak men

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 5. "Aku juga merindukanmu."

    "Tidak bisakah kamu bekerjasama dengan benar? Belum ada satu hari keluarga Bulik Ambar di sini dan kamu sudah mengacau.""Bulik Ambar percaya dengan semua penjelasan Mas Dirja. Itu sudah cukup. Nggak usah dibahas lagi," balas Gantari dengan suara pelan tanpa menatap suaminya yang tiba-tiba menyusul ke dapur.Wanita itu sedang menata piring-piring yang baru saja ia keringkan dengan kain lap ke rak piring kecil yang ada di samping kitchen sink.Selesai dengan piring-piring dan perkakas masak, Gantari mengambil lap bersih dan membasahinya dengan air untuk mengelap meja makan dan dapur."Lagi pula, bukankah akan lebih mudah untuk kita kalau Bulik tahu dari sekarang, Mas? Biar sekalian dikabarkan ke keluarga di kampung. Supaya mereka bisa mempersiapkan diri juga.""Apa maksudmu mempersiapkan diri?" desis Dirja.Gantari memutar tubuh dan menghadap Dirja yang berdiri tak jauh darinya.Dan pria itu tampak... kecewa?Padahal, Gantari hanya mengutarakan kebenaran. Mau tidak mau, mereka harus me

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 6. "Nafkah dari suamimu tidak cukup?"

    Gantari bangun dari tidurnya yang tak nyenyak dan bersikap seperti orang bodoh.Gantari masih sanggup mengucapkan, "Selamat pagi, Mas," setelah semalam dibuat patah oleh Dirja yang dengan tanpa dosanya berteleponan dengan wanita lain saat sang istri sedang berbaring di sampingnya."Ya. Ini sudah pagi," jawab suaminya itu datar.Dirja sudah tampak rapi--dan tampan--dengan setelan baju koko putih dan sarung berwarna biru dongker dengan motif sulur-sulur kecil di bagian bawah. Di kepalanya terpasang peci hitam yang menyempurnakan penampilannya."Saya mau salat Subuh," ucap pria itu. "Mau jamaah?"Gantari menahan napas. Tak peduli pada keadaan dadanya yang sesak karena tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup.Ajakan untuk salat berjamaah--untuk kali pertama, terasa begitu personal dan intim. Sebagai istri, tentu saja Gantari berhak dan sudah sewajarnya melakukan ibadah berdua dengan sang suami. Pahalanya besar. Namun, mereka kan bukan seperti pasangan normal pada umumnya yang menikah

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07

Bab terbaru

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 6. "Nafkah dari suamimu tidak cukup?"

    Gantari bangun dari tidurnya yang tak nyenyak dan bersikap seperti orang bodoh.Gantari masih sanggup mengucapkan, "Selamat pagi, Mas," setelah semalam dibuat patah oleh Dirja yang dengan tanpa dosanya berteleponan dengan wanita lain saat sang istri sedang berbaring di sampingnya."Ya. Ini sudah pagi," jawab suaminya itu datar.Dirja sudah tampak rapi--dan tampan--dengan setelan baju koko putih dan sarung berwarna biru dongker dengan motif sulur-sulur kecil di bagian bawah. Di kepalanya terpasang peci hitam yang menyempurnakan penampilannya."Saya mau salat Subuh," ucap pria itu. "Mau jamaah?"Gantari menahan napas. Tak peduli pada keadaan dadanya yang sesak karena tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup.Ajakan untuk salat berjamaah--untuk kali pertama, terasa begitu personal dan intim. Sebagai istri, tentu saja Gantari berhak dan sudah sewajarnya melakukan ibadah berdua dengan sang suami. Pahalanya besar. Namun, mereka kan bukan seperti pasangan normal pada umumnya yang menikah

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 5. "Aku juga merindukanmu."

    "Tidak bisakah kamu bekerjasama dengan benar? Belum ada satu hari keluarga Bulik Ambar di sini dan kamu sudah mengacau.""Bulik Ambar percaya dengan semua penjelasan Mas Dirja. Itu sudah cukup. Nggak usah dibahas lagi," balas Gantari dengan suara pelan tanpa menatap suaminya yang tiba-tiba menyusul ke dapur.Wanita itu sedang menata piring-piring yang baru saja ia keringkan dengan kain lap ke rak piring kecil yang ada di samping kitchen sink.Selesai dengan piring-piring dan perkakas masak, Gantari mengambil lap bersih dan membasahinya dengan air untuk mengelap meja makan dan dapur."Lagi pula, bukankah akan lebih mudah untuk kita kalau Bulik tahu dari sekarang, Mas? Biar sekalian dikabarkan ke keluarga di kampung. Supaya mereka bisa mempersiapkan diri juga.""Apa maksudmu mempersiapkan diri?" desis Dirja.Gantari memutar tubuh dan menghadap Dirja yang berdiri tak jauh darinya.Dan pria itu tampak... kecewa?Padahal, Gantari hanya mengutarakan kebenaran. Mau tidak mau, mereka harus me

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 4. Sandiwara

    "Ya Allah, Nduk! Ikannya hampir gosong ini lho!"Gantari berjengit kaget saat sutil di tangannya tiba-tiba berpindah tangan.Bulik Ambar membalik ikan yang sedang digoreng Gantari dengan cekatan. Membuat Gantari mau tidak mau bergeser dua langkah agar tidak tersenggol."Maaf, Bulik," ringis Gantari."Dari tadi Bulik perhatikan, kamu sudah beberapa kali melamun. Kenapa, Nduk? Ada masalah ya sama Masmu?"Gantari menggeleng. Jantungnya hampir berhenti berdetak karena pertanyaan itu. "Enggak, Bulik. Tari dan Mas baik-baik saja."Wanita itu mengerjakan hal lain untuk mengalihkan perhatian. Memotong-motong dua ikat kangkung untuk dicuci. Lalu menyiapkan bumbu untuk menumis sayur segar itu."Pernikahan memang sejatinya nggak mudah, Nduk Tari. Rumah tangga itu kan menyatukan dua kepala yang isinya berbeda. Menurutmu apa bisa langsung nyatu? Bisa langsung nyambung?"Gantari tercenung.Berpura-pura menjadi pasangan suami istri yang bahagia adalah ujian sulit yang harus dilalui Gantari sejak men

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 3. "Rumahmu di sini."

    "Assalamualaikum, Mas Dirja," sapa Gantari dengan mata yang masih terpaku pada tabel panjang berisi angka-angka yang terpampang di layar komputer. "Ada apa menelepon?""Waalaikumsalam. Keluarga Bulik Ambar mau datang. Pulanglah ke rumah," jawab Dirja yang masih tak tahu cara basa-basi.Tangan Gantari yang menggerakkan tetikus terhenti.Terhitung enam bulan sejak Gantari menyandang status sebagai istri Dirja Pramana. Dan ini sudah empat bulan Gantari tinggal terpisah dari pria itu.Gantari mendapatkan pekerjaan sebagai staff keuangan di sebuah perusahaan kosmetik, masih di daerah Jakarta, tetapi wanita itu memanfaatkannya untuk mengambil jarak dari suaminya dengan pindah ke kos.Kala itu, Dirja marah besar karena keputusan Gantari, tetapi tetap tidak menyurutkan niat sang istri untuk angkat kaki dari rumah. Dirja tak bisa menghentikan Gantari yang sudah bersikukuh pergi. Sama seperti Gantari yang tak bisa membuat Dirja menarik kembali ucapannya tentang ujung pernikahan mereka."Ada kep

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 2. "Aturan mainnya sederhana, Gantari."

    "Apa yang seharian ini kamu lakukan? Kenapa masih memakai baju yang kemarin?"Gantari tidak bisa tersenyum menyambut Dirja yang baru pulang kerja. Gantari tidak sanggup beramah tamah setelah masa depan pernikahannya dihancurkan hanya dalam sekejap mata oleh suaminya sendiri."Mau aku pakai baju yang kemarin atau bukan, itu urusanku."Dirja terhenyak. Tidak siap dengan balasan dingin yang dilontarkan istrinya. Namun, pria itu tidak mempermasalahkannya lebih lanjut."Saya mandi dulu, setelah itu kita bicara."Dan pria itu beranjak pergi.Sementara Gantari tak menyahuti.Tak ada yang Gantari lakukan selain duduk di ruang tamu dengan pikiran yang kosong. Tidak berdaya untuk melakukan apa pun selain bernapas dengan dada yang sesak. Posisinya nyaris tidak berubah sejak Dirja pamit untuk pergi bekerja pagi tadi.Makanan yang dibelikan Dirja pun tak tersentuh sama sekali, padahal Gantari sudah mengeluh lapar sejak turun dari kereta belasan jam yang lalu. Koper dan barang-barang milik Gantari

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 1. "Saya akan menceraikanmu."

    "Saya terima nikah dan kawinnya Gantari Bhanurasmi Rahardjo binti Sugeng Rahardjo dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai."Gantari melepaskan napasnya yang tertahan. Menekan debaran jantungnya yang begitu keras setelah ijab kabul terlaksana dengan khidmat.Dirja Pramana, suaminya, mengucapkan kabul dengan suara beratnya yang tegas. Tanpa kesalahan. Tanpa keraguan."Bapak dan Ibu bisa lihat dari surga, kan? Tari sudah resmi menjadi istri Mas Dirja, Pak, Bu. Tari nggak sendiri lagi," batin Gantari.Kedua matanya berkaca-kaca saat Dirja mencium keningnya dengan sangat berhati-hati. Dan tangan besar pria itu menyentuh ubun-ubunnya diikuti bisikan doa yang membuat dada Gantari berdesir.Setelahnya, semua terlewat dengan begitu cepat. Penghulu membacakan doa nikah. Kemudian Dirja dan Gantari menandatangani surat-surat nikah. Dilanjutkan penyerahan mahar oleh mempelai pria kepada mempelai wanita secara simbolis, lalu ditutup dengan tukar cincin dan foto-foto.Begitu akad selesai, dua kelua

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status