Beranda / Rumah Tangga / Bukan Mempelai yang Kau Inginkan / BAB 5. "Aku juga merindukanmu."

Share

BAB 5. "Aku juga merindukanmu."

Penulis: Karma Police
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-18 10:25:27

"Tidak bisakah kamu bekerjasama dengan benar? Belum ada satu hari keluarga Bulik Ambar di sini dan kamu sudah mengacau."

"Bulik Ambar percaya dengan semua penjelasan Mas Dirja. Itu sudah cukup. Nggak usah dibahas lagi," balas Gantari dengan suara pelan tanpa menatap suaminya yang tiba-tiba menyusul ke dapur.

Wanita itu sedang menata piring-piring yang baru saja ia keringkan dengan kain lap ke rak piring kecil yang ada di samping kitchen sink.

Selesai dengan piring-piring dan perkakas masak, Gantari mengambil lap bersih dan membasahinya dengan air untuk mengelap meja makan dan dapur.

"Lagi pula, bukankah akan lebih mudah untuk kita kalau Bulik tahu dari sekarang, Mas? Biar sekalian dikabarkan ke keluarga di kampung. Supaya mereka bisa mempersiapkan diri juga."

"Apa maksudmu mempersiapkan diri?" desis Dirja.

Gantari memutar tubuh dan menghadap Dirja yang berdiri tak jauh darinya.

Dan pria itu tampak... kecewa?

Padahal, Gantari hanya mengutarakan kebenaran. Mau tidak mau, mereka harus memberitahu keluarga mereka tentang kabar buruk itu. Ah, mungkin akan menjadi kabar bahagia untuk Dirja yang akhirnya bisa mengakhiri pernikahan penuh keterpaksaan itu.

Sekarang atau nanti akan sama saja. Untuk apa ditunda-tunda?

"Aku bingung aja, Mas," tukas Gantari lelah. "Kenapa sih kita repot-repot bersandiwara di depan keluarga? Mereka akan sama kecewanya kalau tahu apa yang nanti terjadi dengan pernikahan ini."

"Itu urusan nanti. Kamu hanya perlu menjaga sikap sampai Bulik dan keluarganya pulang lusa. Memangnya sesusah itu?" geram Dirja.

"Oke, Mas tenang aja. Aku akan menjaga sikap di depan Bulik dan Paklik," tukas Gantari malas melanjutkan perdebatan.

Wanita itu sudah tidak mau repot mengoreksi perkataan Dirja. Bahwasanya bukan hanya dirinya yang harus menjaga sikap, tetapi pria itu juga.

"Di depan adikku juga. Dia masih remaja, tapi kepekaannya tinggi."

'Nasya juga adikku,' batin Gantari. Tetapi yang terucap dari bibirnya justru, "Ya, tentu."

Istri Dirja itu menyunggingkan senyum meski hatinya memendam kesal. "Masih ada lagi kesalahan-kesalahan yang perlu aku tahu? Supaya aku bisa introspeksi sekalian."

Dirja bungkam dengan ekspresi di wajah yang semakin keras. Gantari selalu saja punya cara untuk membalas ucapannya.

"Masuklah ke kamar," perintah pria itu akhirnya.

Gantari menggeleng. Dan kembali berbalik untuk melanjutkan kesibukannya. "Mas duluan aja. Aku masih belum selesai bersihin--"

"Biar saya yang menyelesaikan sisanya."

"Nggak usah, Mas. Ini tinggal sedikit, kok."

"Jangan membantah suamimu, Gantari. Ke kamar, sekarang!"

Gantari menghela napas panjang. Tidak punya alasan untuk mengulur-ulur waktu lebih lama. Dengan langkah-langkah kecil, wanita mungil yang tingginya hanya sedada Dirja itu beranjak meninggalkan dapur.

Ruang keluarga sudah sepi, lampu-lampu utama sudah dimatikan, berikut pintu kamar yang dihuni keluarga Dirja juga sudah tertutup rapat. Ini sudah di atas jam sepuluh. Wajar saja penghuni rumah sudah pada tidur.

Lain halnya dengan Gantari yang justru tak ingin cepat-cepat masuk ke kamar. Kalau bisa, wanita itu malah ingin melek sampai pagi saja asal tidak perlu terjebak di satu ruangan yang sama dengan Dirja.

Sayangnya, itu tidak mungkin.

***

Gantari sudah berkali-kali mengusapkan telapak tangannya yang basah pada celana tidur hingga kain yang menjadi pelampiasan gugupnya itu menjadi kusut. Namun, sudah sepuluh menit berdiri di depan pintu kamar Dirja yang tertutup rapat, usaha Gantari yang untuk meredakan degup keras jantungnya berakhir sia-sia.

Alih-alih menjadi normal, degupnya semakin keras bak genderang yang ditabuh di tengah perang. Amat sangat gaduh sampai Gantari khawatir seisi rumah bisa mendengar meski mereka tidak sedang berada di dekat wanita itu.

"Kenapa tidak masuk?"

"Astaghfirullah!" Gantari berjengit kaget. Refleks memegangi dadanya saat menyadari keberadaan Dirja.

Pria berwajah datar tanpa ekspresi itu semakin mendekat. Tidak berhenti sampai Gantari harus menahan dada pria itu agar tetap berjarak.

"M-mas mau apa?!"

Dirja melirikkan matanya malas sembari mengulurkan tangan melewati tubuh Gantari.

Mata Gantari semakin membulat. 'Berani-beraninya pria itu!'

Sontak Gantari memukul lengan tangan Dirja yang sudah semakin dekat dengan pinggangnya. Namun, pria itu tidak juga menghentikan niat...

Ceklek!

...untuk meraih kenop pintu, yang sedikit terhalangi tubuh Gantari.

"Saya mau masuk ke kamar," kata pria itu seraya mendorong pintu kamarnya hingga terbuka lebar.

Pria itu masuk ke dalam kamar tanpa memedulikan Gantari yang malu setengah mati akibat tingkah bodohnya. Ingin rasanya wanita itu melemparkan tubuh dari lantai dua agar kepalanya gegar otak sekalian dan melupakan momen paling memalukan dalam hidupnya.

"Mau tidur di depan pintu?" Dirja bertanya lagi. "Kalau iya, pintunya saya tutup.

Gegas istrinya itu melangkah masuk dengan langkah kikuk. Tak lupa untuk menutup pintu kamar dengan tangan agak gemetar.

Sejak tiba di rumah sore tadi, Gantari sudah beberapa kali keluar masuk kamar Dirja untuk mandi dan berganti baju. Namun, kali ini berbeda. Dia tak hanya sendirian di dalam sana. Wajar saja kalau Gantari gugup setengah mati, kan?

Ini malam pertama wanita itu akan tidur di ranjang yang sama dengan suaminya.

"Saya biasa tidur di sisi kanan," ucap Dirja tiba-tiba.

Maksudnya, pria itu menyuruh istrinya tidur di sisi lain.

"Ya, Mas. Aku bisa tidur di sisi mana aja," jawab sang istri berdusta.

Gantari juga lebih suka tidur di sisi kanan, sebenarnya. Namun, sebagai 'tamu' di kamar itu, ia tidak punya hak untuk melakukan penawaran, bukan?

Dengan langkah berat, wanita itu beranjak ke sisi kiri ranjang king size yang ada di tengah-tengah ruangan.

Gantari tahu, tidak akan terjadi apa-apa antara dirinya dan Dirja. Mereka hanya akan berbagi tempat tidur yang sama selama dua malam. Lalu, Gantari akan kembali ke kos. Tempat ternyaman untuk mengadu lelahnya setelah bekerja seharian.

Namun, alih-alih naik ke atas ranjang yang tampak empuk dan nyaman itu, Gantari justru bertanya, "Lampu dapur udah dimatiin kan, Mas?"

Dirja yang sudah berbaring nyaman di balik selimut mengangguk.

"Pintu-pintu udah dikunci semua?"

"Hmm."

"Nggak mau dipastiin lagi, Mas? Takutnya ada yang kelewat," tanya Gantari lagi.

"Sudah saya cek dua kali."

"Mas Dirja yakin?"

Dirja melirik malas istrinya yang masih berdiri seperti orang bodoh di sisi tempat tidur. "Kamu meragukan saya?"

Gantari menggeleng. Mengabaikan nada tersinggung suaminya. "Aku cek lagi aja biar tenang ya, Mas. Aku juga agak lupa tadi. Plastik sampah kayaknya belum aku ikat--"

"Tidur, Gantari."

"Tapi, Mas--"

"Sudah saya bereskan semuanya!" decak Dirja seraya kembali duduk. Pria itu menghela napas panjang. "Saya yang tinggal di sini setiap hari, Gantari. Saya yang paling paham apa yang harus saya lakukan. Lagipula, kamu sudah minggat dari rumah ini berbulan-bulan. Kenapa tiba-tiba peduli?"

Mulut Gantari terkatup rapat.

Meski tersinggung karena perkataan nyelekit yang dilontarkan suaminya, Gantari tak membalas sepatah kata pun.

Wanita itu naik ke atas tempat tidur yang telah diberi batas guling di tengah-tengahnya. Meringkuk membelakangi posisi snag suami. Dengan dada yang berdebar-debar, ia berusaha tidur. Memaksa matanya memejam erat.

Menit demi menit berganti. Gantari masih belum bisa terlelap saat lama setelah itu, Dirja mematikan lampu utama dan kembali berbaring.

Namun, ketika Gantari hampir sampai di dunia mimpi, tempat tidurnya terasa bergerak lagi.

"Halo."

Gantari menahan napas.

Itu suara Dirja yang berbicara kepada seseorang lewat telepon.

"...."

"Enam bulan lagi, Asoka. Sabar," ucap Dirja dengan suara yang lebih pelan.

Hanya saja, di tengah keheningan malam yang hanya terdengar suara jam berdetak dan tarikan napasnya itu, Gantari bisa mendengar suara Dirja dengan sangat jelas.

Asoka. Kekasih hati suaminya itu bernama Asoka.

"Jangan. Repot kalau kamu yang ke sini, As. Aku saja yang ke sana. Hari Senin besok aku coba ajukan cuti dulu."

Benteng pertahanan yang dibangun Gantari selama enam bulan terakhir ini ternyata tidak kokoh. Hatinya seperti baru saja tertancap panah bernama pengkhianatan hingga mengalirkan darah yang meluber ke mana-mana.

Gantari mencengkeram kuat-kuat ujung selimut yang menutupi tubuh hingga sebatas dada. Menekan sengatan tidak nyaman yang membuat dadanya sesak.

Ternyata, meski tidak ada cinta dalam pernikahan yang dijalaninya bersama Dirja, Gantari tetap gagal untuk melindungi hatinya.

"Ya, aku juga," bisik Dirja.

"...."

"Aku juga merindukanmu, Asoka."

Bab terkait

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 6. "Nafkah dari suamimu tidak cukup?"

    Gantari bangun dari tidurnya yang tak nyenyak dan bersikap seperti orang bodoh.Gantari masih sanggup mengucapkan, "Selamat pagi, Mas," setelah semalam dibuat patah oleh Dirja yang dengan tanpa dosanya berteleponan dengan wanita lain saat sang istri sedang berbaring di sampingnya."Ya. Ini sudah pagi," jawab suaminya itu datar.Dirja sudah tampak rapi--dan tampan--dengan setelan baju koko putih dan sarung berwarna biru dongker dengan motif sulur-sulur kecil di bagian bawah. Di kepalanya terpasang peci hitam yang menyempurnakan penampilannya."Saya mau salat Subuh," ucap pria itu. "Mau jamaah?"Gantari menahan napas. Tak peduli pada keadaan dadanya yang sesak karena tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup.Ajakan untuk salat berjamaah--untuk kali pertama, terasa begitu personal dan intim. Sebagai istri, tentu saja Gantari berhak dan sudah sewajarnya melakukan ibadah berdua dengan sang suami. Pahalanya besar. Namun, mereka kan bukan seperti pasangan normal pada umumnya yang menikah

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 7. "Bagaimana dengan aku, Mas?"

    "Bulik jangan khawatir--""Gimana Bulik nggak khawatir setelah tahu kalau ternyata kamu nggak menjalankan peranmu sebagai istri dengan benar?!" sela Bulik Ambar dengan nada meninggi.Gantari tetap tenang meski dadanya bergemuruh oleh berbagai emosi yang tumpang tindih. Masih menjaga suaranya tetap lembut, wanita itu membalas, "Mas Dirja nggak akan kekurangan apa pun, Bulik. Kebutuhan Mas Dirja di rumah juga pasti akan selalu terpenuhi."'Pria itu bahkan bisa mengurus dirinya sendiri dengan sangat baik. Dia nggak butuh aku sebagai istri. Dia lebih membutuhkan kekasihnya yang bernama Asoka itu,' imbuh Gantari yang hanya mampu terucap di dalam hati.Nyatanya memang Dirja sudah sejak lama hidup sendiri di perantauan yang jauh dari orang tua. Dirja meninggalkan kampung halaman sejak remaja untuk melanjutkan sekolah di sebuah perguruan tinggi negeri ternama di ibukota. Sudah lebih dari dua belas tahun lamanya. Tentunya pria itu sudah sangat terlatih dan terbiasa memenuhi kebutuhannya sendir

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 8. "Istrimu punya bakat membangkang."

    "Dirja, rumah tanggamu dengan Tari baik-baik saja?" todong Bulik Ambar begitu mobil Dirja meninggalkan area perumahan dan bergabung dengan kendaraan lain di jalan raya."Astaghfirullah, nggak sopan nanya-nanya begitu, Bu!" tegur Paklik Heru."Nggak sopan gimana sih, Pak? Wong ini yang ditanya juga sudah seperti anak sendiri! Ibu juga nanya baik-baik, lho!"Paklik Heru berdecak. "Sudah, abaikan saja! Jangan dijawab pertanyaan bulikmu, Dir.""Nggak apa-apa, Paklik," timpal Dirja sebelum terjadi perdebatan panjang antara pasangan suami istri itu di dalam mobilnya."Tuh, Pak. Dirja saja nggak mempermasalahkan kok. Kenapa Bapak berlebihan sekali responnya?"Pada akhirnya Paklik Heru hanya geleng-geleng kepala. Sudah terlalu hapal dengan perangai istrinya yang keras kepala dan tak mau kalah."Kenapa Bulik tanya begitu? Ada sesuatu yang mengganggu Bulik?" tanya Dirja balik dengan penuh ketenangan.Melalui spoin tengah mobilnya, pria itu melirik Bulik Ambar yang duduk di kursi penumpang belak

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 9. "Biar sama-sama enak."

    Percakapan alot yang terjadi saat mengantar keluarga Bulik Ambar ke hajatan itu terus terngiang-ngiang di kepala Dirja sampai pria itu tiba di rumah.Gantari sedang sibuk dengan laptop saat dirinya muncul di ruang tengah. Kemudian saat menyadari apa yang sedang istrinya itu kerjakan, ada panas menggelegak di dada Dirja.Di saat pria itu harus menghadapi Bulik Ambar yang marah-marah karena Gantari, istrinya itu justru tengah sibuk sendiri dengan pekerjaannya.Bukankah itu sangat tidak adil?Namun, sebagai pria dewasa yang bisa berpikir rasional, Dirja tidak langsung menghakimi. Dia berusaha bersikap netral saat bicara dengan istrinya demi menemukan simpul masalah utama dan menguraikannya dengan baik-baik.Walau tetap saja. Pada akhirnya Dirja salah langkah. Pria itu bahkan sampai mengatai istrinya sendiri bodoh. Dan berujung membela Bulik Ambar tanpa memikirkan posisi Gantari sebagai istrinya, yang juga pantas dibela."Malam nanti kalau Bulik Ambar sudah pulang, kamu harus minta maaf d

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 10. "Ada yang mau kenalan."

    "Kak Naila! Citra!"Sambil berjalan mendekat, Gantari menyerukan nama dua temanya. Wanita itu baru saja tiba di kafe tempat ia janjian untuk bertemu mereka."Sorry ya baru sampai. Tadi agak macet di jalan. Kalian udah lama?""Gue juga barusan datang kok. Citra tuh yang duluan," jawab wanita berhijab hitam seraya melemparkan senyum ramah pada Gantari."Gue tadi emang lagi di dekat-dekat sini, kok. Makanya bisa cepet sampai," timpal Citra ringan. Teman Gantari yang berambut pirang. Mereka bertukar cipika-cipiki dengan akrab. Lalu Gantari pamit sebentar untuk memesan makanan dan minuman langsung di kasir."Baju lo beli di mana, Tar?" tanya Citra saat Gantari sudah duduk di kursinya. "Cakep banget. Cocok sama bentuk badan lo yang mungil."Gantari memakai blouse bewarna putih dengan lengan balon dipadukan dengan mini plaid skirt berwarna merah muda bercorak kotak-kotak yang panjangnya sampai beberapa senti di bawah lutut.Rambutnya yang panjang dan berwarna hitam dibiarkan tergerai. Dileng

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 11. "Saya ingin cepat bebas..."

    "Pergi ke mana saja kamu sampai lupa waktu?"Gantari yang baru saja menarik gagang pintu rumah itu berjengit kaget hingga langkahnya tertarik mundur.Suaminya muncul di depan pintu dengan kedua tangan bersedekap di dada. Tatapannya menyorot tajam."Mas Dirja kenapa berdiri di situ? Ngagetin aja," protes Gantari.Dirja tidak menunjukkan ekspresi apa pun di wajahnya. Namun, Gantari bisa merasakan hawa dingin yang merambat di tengkuk karena tatapan intens suaminya.Wanita itu terlalu ragu-ragu untuk meminta Dirja bergeser sedikit agar dirinya bisa masuk ke dalam. Sehingga ia hanya berdiri canggung di teras rumah dan menunggu sampai Dirja sadar sendiri."Ponselmu masih berfungsi dan bisa untuk mengecek jam, kan?" tanya Dirja retoris. "Ini sudah jam berapa? Bukankah saya sudah bilang kalau kamu harus pulang sebelum Maghrib?"Gantari menghela napas. Sudah mengira kalau ini akan terjadi.Saat ojek online yang ditumpanginya memasuki area perumahan, bertepatan dengan suara azan isya dari masjid

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 12. "Bulik ingin Tari melakukan apa?"

    Gantari terperangah hingga mulutnya megap-megap. Matanya nanar menatap Dirja. Dan perlahan gejolak panas di dadanya menggelegak. "A... apa Mas bilang?""Telingamu kenapa, sih?" Dirja geleng-geleng kepala. "Saya harus mengulangi sampai berapa kali supaya kamu bisa dengar dengan benar?""Lalu..." Sial, suara Gantari mendadak serak. Tenggorokannya tercekat oleh rasa perih karena gumpalan emosi yang mulai naik ke permukaan. "Ada alasan lain kenapa Mas semarah ini sama aku?" tanya wanita itu marah."Ah, pertanyaanku salah," kata Gantari sedetik kemudian. "Pasti ada sesuatu yang membuat Mas Dirja marah saat aku pergi, kan? Makanya Mas melampiaskan kekesalan ke aku?"Ada perubahan emosi di wajah Dirja saat pertanyaan itu terlontar dari mulut istrinya. Namun, hilang dalam sekejap mata.Saat Gantari berkedip, Dirja sudah kembali ke setelan biasanya dengan wajah yang datar tanpa ekspresi.Pria itu juga tampaknya tak berniat untuk menjawab pertanyaan Gantari."Ganti bajumu. Kamu ikut saya keluar,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 13. "Ingin memiliki sebentar saja."

    "Kodratnya seorang istri itu berada di rumah, Tari," ujar Bulik Ambar beberapa detik kemudian setelah melemparkan bom tepat di muka Gantari."Jadi kamu pasti paham, kan? Bulik sampai harus memohon begini bukan karena ingin menindasmu. Ini semata-mata demi keharmonisan rumah tanggamu dengan Dirja."Oh, wanita itu bahkan sama sekali tidak memberi waktu kepada Gantari untuk mencerna perkataannya dengan baik."Bulik tunggu jawabanmu saat pulang ke kampung nanti. Tolong, jangan mengecewakan Bulik."Yang artinya adalah... Bulik Ambar tidak menerima jawaban 'tidak'. Permintaan itu sifatnya wajib untuk dituruti. Atau Gantari akan selamanya dimusuhi.Masalahnya, permintaan Bulik Ambar adalah hal yang tidak mungkin bisa Gantari lakukan. Sebab, tidak ada rumah tangga yang bisa dia urus. Tidak ada hubungan yang bisa dia pertahankan.Lalu, Gantari harus bagaimana?"Tidak mau turun?"Suara berat milik seorang pria yang terdengar familier mengejutkan Gantari.Dirja berdiri menjulang di samping pintu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19

Bab terbaru

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 26. "Bisa bantu lepas baju saya?"

    Gantari mengelus dada dan menggumamkan kalimat istighfar berkali-kali setelah mengucapkan kata-kata yang terlalu kasar kepada suaminya yang sedang sakit.Walau kenyataannya memang seperti yang diucapkan wanita itu, tetap saja ada rasa tak enak karena sudah menyinggung hubungan terlarang Dirja dengan kekasihnya."Kalau memang kamu tidak punya hubungan apa pun dengan pria itu, seharusnya kamu tidak perlu sinis begitu," balas Dirja setelah beberapa saat. Suaranya pelan, tetapi dingin menusuk. "Saya da--""Sudahlah, Mas. Aku ke sini bukan mau cari ribut. Tolong, jangan memancingku lagi," potong Gantari seraya kembali melanjutkan kegiatannya membongkar isi travel bag."Memancing bagaimana? Saya hanya bertanya karena melihatmu datang bersama pria itu tadi," balas Dirja tak mau kalah."Bertanya atau menuduh?""Interaksi atasan dengan bawahan normalnya tidak sekasual kamu dan pria tadi," debat Dirja. "Kamu tersenyum begitu bahagia saat sedang bersamanya. Pria itu bahkan membawakan barang-baran

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 25. "Pria itu kekasihmu?"

    Terlalu memaksakan diri bekerja, Dirja akhirnya ambruk juga.Menjelang Maghrib tadi, saat selesai meeting untuk peluncuran produk baru di perusahaan furniture tempatnya bekerja, Dirja merasakan perutnya melilit begitu sakit sampai hampir pingsan.Dirja pun diantar ke rumah sakit oleh sahabat sekaligus rekan kerjanya yang sesama manajer. Saat ini, pria itu sudah dipindahkan ke kamar VIP setelah melalui beberapa pemeriksaan dan disarankan oleh dokter untuk rawat inap. Memanfaatkan fasilitas yang diberikannya kantornya untuk level manajer. Jadi ia sudah tak harus memikirkan biaya rumah sakit yang harus ditanggung.Dirja yang sebenarnya paling malas berurusan dengan rumah sakit itu mau tidak mau menuruti apa kata dokter agar cepat sehat kembali. Pekerjaannya sedang sangat banyak. Bisa kacau kalau dirinya terus-terusan absen."Lo yakin nggak perlu gue tungguin? Berani lo?" ejek Harris, sahabatnya, dengan sangat menyebalkan."Keberadaan lo justru mengganggu," jawab Dirja malas."Sialan lo!"

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 24. "Jangan terlalu perhatian."

    Gantari tiba di rumah sakit saat sudah hampir pukul setengah dua belas malam dengan menenteng travel bag berukuran cukup besar seperti orang mau pindahan di tangan kanan, plastik putih berukuran sedang berisi makanan di tangan kiri, dan masih menggendong tas punggung yang berisi laptop.Tidak hanya barang titipan Dirja yang ia bawa. Tetapi juga kebutuhan milik wanita itu sendiri seperti selimut, bantal kecil, baju kerja untuk besok pagi, alat make up, sepatu kerja, sampai termos kecil berisi wedang jahe yang ia buat dadakan sebelum berangkat ke rumah sakit tadi."Ada yang bisa kami bantu, Kak?" tanya seorang wanita berhijab yang mengenakan setelan seragam perawat berwarna hijau saat melihat kedatangan Gantari.Satu-satunya sosok yang wanita itu temui di UGD bagian administrasi tengah malam itu."Keluarga saya ada yang baru masuk dan ranap sejak sore, Sus.""Atas nama siapa ya, Kak? Kami bantu cek di database," ucap perawat muda yang umurnya tampak sepantaran Gantari itu ramah."Dirja

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 23. "Saya tidak butuh teman."

    Gantari seharusnya tidak punya alasan untuk memikirkan Dirja. Ia sudah menganggap pria itu sebagai orang asing meski status mereka adalah pasangan suami istri. Namun, ketika jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam dan Dirja belum tiba di rumah, kekhawatiran itu hadir tanpa bisa dicegah. "Mungkin sedang lembur. Nggak usah terlalu dipikirin, Tar," gumamnya. Gantari berusaha tak peduli dan mencoba untuk tidur, tetapi tidak bisa. Hingga jarum jam terus bergeser dan kini sudah pukul setengah sebelas, masih belum juga ada tanda-tanda kepulangan suaminya. "Dia sakit sejak pagi, Tari," bisik sudut hatinya yang terus menerus gelisah. "Bagaimana kalau sakitnya makin parah dan nggak ada yang menolongnya di luar sana?" Namun, akal sehatnya dengan cepat membalas, "Jangan naif. Dia adalah pria dewasa yang bisa berpikir. Kalau sudah tahu sakit pasti akan berobat." Gantari jadi bingung harus bagaimana. "Nggak ada salahnya memikirkan beberapa kemungkinan buruk, Tari," kata hatinya kembali ber

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 22. "Aku mau ketemu istrimu...."

    Kelebat bayangan masa lalu sejak mulai mengenal Asoka memenuhi kepala Dirja setelah mendengar pertanyaan penuh keraguan itu."Ya, Asoka," jawab Dirja yakin. Ia perlu memastikan kalau Asoka masih menaruh percaya padanya."Jawaban kamu salah, Dirja. Kamu benar-benar mengecewakanku," sahut Asoka disertai dengusan.Dirja mengusap wajah yang basah oleh keringat dingin. Pening semakin meraja. "Kamu nggak percaya?" "Seharusnya kamu jawab kalau aku hanya satu-satunya untukmu." Kembali terdengar dengusan yang menandakan kalau suasana hati Asoka menjadi semakin buruk. "Sekarang aku nomor satu buat kamu, tapi siapa yang tahu kalau besok posisiku tergeser oleh wanita lain? Kalau sampai itu terjadi, aku harus bagaimana?"Dirja terbungkam. Sama sekali tak terpikir untuk memberikan jawaban semacam itu. Namun, ia tahu bahwa Asoka benar. Ketika mencintai seseorang, sudah semestinya menjadikan sosok itu satu-satunya.Benar bahwa Dirja mencintai Asoka. Cinta itu sudah bertunas dan tumbuh subur sejak lam

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 21. "Kamu wanita yang dinikahi kekasih saya?"

    Seharian Gantari tidak bisa fokus bekerja karena terus terngiang-ngiang ucapan Dirja pagi tadi, yang dibiarkan menggantung.Saat Gantari menanyakan maksudnya, Dirja dengan entengnya berkata, "Waktu sepuluh menit sudah habis. Kita lanjutkan nanti malam saja. Kamu bisa berangkat ke kantor sekarang."Dan pria itu melenggang pergi begitu saja setelah membuat istrinya penasaran setengah mati.Menyebalkan, bukan?Berkali-kali Gantari ingin menghubungi Dirja untuk menuntut penjelasan perihal kesepakatan baru yang dimaksud pria itu. Namun, ia tidak punya nyali. Takut untuk mendengar sesuatu yang tak ia harapkan."Kamu mengharapkan sesuatu hanya setelah mendengar pria itu ingin memperbaiki hubungan denganmu, Tari?" decak Gantari bermonolog seperti orang bodoh. "Kamu mulai percaya padanya lagi hanya karena itu? Tidakkah itu terdengar sangat menyedih--""Siang, Tari."Gantari tersentak dan monolognya terputus begitu saja. Senyum profesional terbit ketika menoleh ke arah sumber suara. "Selamat sia

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 20. "Saya mau kesepakatan baru."

    Pagi pertama Gantari resmi pulang ke rumah.Wanita itu sudah siap untuk berangkat ke kantor bahkan di saat jam yang menempel di dinding belum menunjukkan pukul enam. Hampir dua jam lebih awal dibandingkan ketika wanita itu masih ngekos.Rumah begitu sepi saat ia keluar dari kamar dan beranjak ke dapur lebih dulu untuk menyeduh teh.Sepuluh menit kemudian, wanita itu duduk tenang menikmati tehnya dan beberapa keping biskuit rasa coklat untuk mengganjal perut. Ia sedang malas menyiapkan sarapan dengan menu yang lebih berat. Suasana hatinya yang keruh sejak kemarin masih belum membaik dan sedikit banyak memengaruhi aktivitasnya."Masih sangat pagi. Kamu sudah mau berangkat kerja?"Lamunan Gantari terpecah oleh suara serak suaminya dari arah belakang.Tidak sadar kapan pria itu muncul di dapur karena langkah kakinya pun sama sekali tak terdengar."Dari sini ke kantor agak jauh. Takut telat," jawab Gantari beralasan.Sebenarnya Gantari hanya ingin cepat terbebas dari udara di rumah yang te

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 19. "Aku bisa sendiri."

    Rahang Dirja mengeras dan gurat emosi tampak berpendar di kedua matanya saat Gantari mengatakan, "Mas Dirja yang menciptakan kekacauan di hidupku dengan pernikahan yang penuh sandiwara ini, jadi Mas juga harus bertanggung jawab untuk membereskan semuanya. Iya, kan?"Seperti pecundang, pria itu hanya diam saja sampai istrinya tiba-tiba tertawa getir."Hanya satu hal yang aku minta, Mas. Itu pun sulit ya buat kamu?" lirih wanita itu. "Kalaupun Mas nggak sudi mengabulkan permintaanku, setidaknya jangan tunjukin ekspresi nggak senang itu di depanku. Itu menyakiti harga diriku yang entah masih ada harganya atau enggak ini."Sebelum Dirja menimpali, Gantari membuka lemari kecil di dekat ranjang berukuran single yang menempel tembok.Wanita itu segera mengemasi pakaian dan barang-barang pribadinya yang tak begitu banyak."Saya bantu--""Mas Dirja bisa keluar aja dari kamar ini? Aku nggak nyaman berduaan dengan orang asing."Dua baris kalimat yang dilontarkan Gantari dengan sinis membuat Dirj

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 18. "Aku nggak mau dipulangkan..."

    Mas Dirja: Jangan coba-coba kembali ke kosmu selama saya tidak ada.Setelah urusan saya selesai, saya bantu kamu pindahan. . . Gantari menghela napas panjang setelah membaca pesan baru dari Dirja.Bahkan, saat tidak sedang berhadapan, pria itu masih punya segudang cara untuk membuat mood-nya berantakan.Pesan dari suaminya itu tidak Gantari balas karena tidak ingin berbohong.Faktanya, wanita itu memang kembali ke kos esok harinya. Terhitung sudah tiga hari dan mengingat isi pesan dari Dirja, sepertinya pria itu juga belum pulang ke Jakarta. Seharusnya.Mas Dirja: Oh ya, kamu sudah mengajukan cuti, kan? Jangan sampai salah tanggal.Cepat balas pesan saya, Gantari! Pesan saya bukan koran yang hanya untuk dibaca. Maka, untuk menghindari perdebatan yang tak penting dan menguras energi, Gantari pun membalas."Ya," ketiknya.Hanya dua huruf. Sangat singkat. Namun, sudah cukup untuk membalas empat baris pesan yang suaminya kirimkan.Saat pesannya sudah bercentang biru, Gantari memati

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status