Home / Rumah Tangga / Bukan Mempelai yang Kau Inginkan / BAB 5. "Aku juga merindukanmu."

Share

BAB 5. "Aku juga merindukanmu."

Author: Karma Police
last update Last Updated: 2025-01-18 10:25:27

"Tidak bisakah kamu bekerjasama dengan benar? Belum ada satu hari keluarga Bulik Ambar di sini dan kamu sudah mengacau."

"Bulik Ambar percaya dengan semua penjelasan Mas Dirja. Itu sudah cukup. Nggak usah dibahas lagi," balas Gantari dengan suara pelan tanpa menatap suaminya yang tiba-tiba menyusul ke dapur.

Wanita itu sedang menata piring-piring yang baru saja ia keringkan dengan kain lap ke rak piring kecil yang ada di samping kitchen sink.

Selesai dengan piring-piring dan perkakas masak, Gantari mengambil lap bersih dan membasahinya dengan air untuk mengelap meja makan dan dapur.

"Lagi pula, bukankah akan lebih mudah untuk kita kalau Bulik tahu dari sekarang, Mas? Biar sekalian dikabarkan ke keluarga di kampung. Supaya mereka bisa mempersiapkan diri juga."

"Apa maksudmu mempersiapkan diri?" desis Dirja.

Gantari memutar tubuh dan menghadap Dirja yang berdiri tak jauh darinya.

Dan pria itu tampak... kecewa?

Padahal, Gantari hanya mengutarakan kebenaran. Mau tidak mau, mereka harus memberitahu keluarga mereka tentang kabar buruk itu. Ah, mungkin akan menjadi kabar bahagia untuk Dirja yang akhirnya bisa mengakhiri pernikahan penuh keterpaksaan itu.

Sekarang atau nanti akan sama saja. Untuk apa ditunda-tunda?

"Aku bingung aja, Mas," tukas Gantari lelah. "Kenapa sih kita repot-repot bersandiwara di depan keluarga? Mereka akan sama kecewanya kalau tahu apa yang nanti terjadi dengan pernikahan ini."

"Itu urusan nanti. Kamu hanya perlu menjaga sikap sampai Bulik dan keluarganya pulang lusa. Memangnya sesusah itu?" geram Dirja.

"Oke, Mas tenang aja. Aku akan menjaga sikap di depan Bulik dan Paklik," tukas Gantari malas melanjutkan perdebatan.

Wanita itu sudah tidak mau repot mengoreksi perkataan Dirja. Bahwasanya bukan hanya dirinya yang harus menjaga sikap, tetapi pria itu juga.

"Di depan adikku juga. Dia masih remaja, tapi kepekaannya tinggi."

'Nasya juga adikku,' batin Gantari. Tetapi yang terucap dari bibirnya justru, "Ya, tentu."

Istri Dirja itu menyunggingkan senyum meski hatinya memendam kesal. "Masih ada lagi kesalahan-kesalahan yang perlu aku tahu? Supaya aku bisa introspeksi sekalian."

Dirja bungkam dengan ekspresi di wajah yang semakin keras. Gantari selalu saja punya cara untuk membalas ucapannya.

"Masuklah ke kamar," perintah pria itu akhirnya.

Gantari menggeleng. Dan kembali berbalik untuk melanjutkan kesibukannya. "Mas duluan aja. Aku masih belum selesai bersihin--"

"Biar saya yang menyelesaikan sisanya."

"Nggak usah, Mas. Ini tinggal sedikit, kok."

"Jangan membantah suamimu, Gantari. Ke kamar, sekarang!"

Gantari menghela napas panjang. Tidak punya alasan untuk mengulur-ulur waktu lebih lama. Dengan langkah-langkah kecil, wanita mungil yang tingginya hanya sedada Dirja itu beranjak meninggalkan dapur.

Ruang keluarga sudah sepi, lampu-lampu utama sudah dimatikan, berikut pintu kamar yang dihuni keluarga Dirja juga sudah tertutup rapat. Ini sudah di atas jam sepuluh. Wajar saja penghuni rumah sudah pada tidur.

Lain halnya dengan Gantari yang justru tak ingin cepat-cepat masuk ke kamar. Kalau bisa, wanita itu malah ingin melek sampai pagi saja asal tidak perlu terjebak di satu ruangan yang sama dengan Dirja.

Sayangnya, itu tidak mungkin.

***

Gantari sudah berkali-kali mengusapkan telapak tangannya yang basah pada celana tidur hingga kain yang menjadi pelampiasan gugupnya itu menjadi kusut. Namun, sudah sepuluh menit berdiri di depan pintu kamar Dirja yang tertutup rapat, usaha Gantari yang untuk meredakan degup keras jantungnya berakhir sia-sia.

Alih-alih menjadi normal, degupnya semakin keras bak genderang yang ditabuh di tengah perang. Amat sangat gaduh sampai Gantari khawatir seisi rumah bisa mendengar meski mereka tidak sedang berada di dekat wanita itu.

"Kenapa tidak masuk?"

"Astaghfirullah!" Gantari berjengit kaget. Refleks memegangi dadanya saat menyadari keberadaan Dirja.

Pria berwajah datar tanpa ekspresi itu semakin mendekat. Tidak berhenti sampai Gantari harus menahan dada pria itu agar tetap berjarak.

"M-mas mau apa?!"

Dirja melirikkan matanya malas sembari mengulurkan tangan melewati tubuh Gantari.

Mata Gantari semakin membulat. 'Berani-beraninya pria itu!'

Sontak Gantari memukul lengan tangan Dirja yang sudah semakin dekat dengan pinggangnya. Namun, pria itu tidak juga menghentikan niat...

Ceklek!

...untuk meraih kenop pintu, yang sedikit terhalangi tubuh Gantari.

"Saya mau masuk ke kamar," kata pria itu seraya mendorong pintu kamarnya hingga terbuka lebar.

Pria itu masuk ke dalam kamar tanpa memedulikan Gantari yang malu setengah mati akibat tingkah bodohnya. Ingin rasanya wanita itu melemparkan tubuh dari lantai dua agar kepalanya gegar otak sekalian dan melupakan momen paling memalukan dalam hidupnya.

"Mau tidur di depan pintu?" Dirja bertanya lagi. "Kalau iya, pintunya saya tutup.

Gegas istrinya itu melangkah masuk dengan langkah kikuk. Tak lupa untuk menutup pintu kamar dengan tangan agak gemetar.

Sejak tiba di rumah sore tadi, Gantari sudah beberapa kali keluar masuk kamar Dirja untuk mandi dan berganti baju. Namun, kali ini berbeda. Dia tak hanya sendirian di dalam sana. Wajar saja kalau Gantari gugup setengah mati, kan?

Ini malam pertama wanita itu akan tidur di ranjang yang sama dengan suaminya.

"Saya biasa tidur di sisi kanan," ucap Dirja tiba-tiba.

Maksudnya, pria itu menyuruh istrinya tidur di sisi lain.

"Ya, Mas. Aku bisa tidur di sisi mana aja," jawab sang istri berdusta.

Gantari juga lebih suka tidur di sisi kanan, sebenarnya. Namun, sebagai 'tamu' di kamar itu, ia tidak punya hak untuk melakukan penawaran, bukan?

Dengan langkah berat, wanita itu beranjak ke sisi kiri ranjang king size yang ada di tengah-tengah ruangan.

Gantari tahu, tidak akan terjadi apa-apa antara dirinya dan Dirja. Mereka hanya akan berbagi tempat tidur yang sama selama dua malam. Lalu, Gantari akan kembali ke kos. Tempat ternyaman untuk mengadu lelahnya setelah bekerja seharian.

Namun, alih-alih naik ke atas ranjang yang tampak empuk dan nyaman itu, Gantari justru bertanya, "Lampu dapur udah dimatiin kan, Mas?"

Dirja yang sudah berbaring nyaman di balik selimut mengangguk.

"Pintu-pintu udah dikunci semua?"

"Hmm."

"Nggak mau dipastiin lagi, Mas? Takutnya ada yang kelewat," tanya Gantari lagi.

"Sudah saya cek dua kali."

"Mas Dirja yakin?"

Dirja melirik malas istrinya yang masih berdiri seperti orang bodoh di sisi tempat tidur. "Kamu meragukan saya?"

Gantari menggeleng. Mengabaikan nada tersinggung suaminya. "Aku cek lagi aja biar tenang ya, Mas. Aku juga agak lupa tadi. Plastik sampah kayaknya belum aku ikat--"

"Tidur, Gantari."

"Tapi, Mas--"

"Sudah saya bereskan semuanya!" decak Dirja seraya kembali duduk. Pria itu menghela napas panjang. "Saya yang tinggal di sini setiap hari, Gantari. Saya yang paling paham apa yang harus saya lakukan. Lagipula, kamu sudah minggat dari rumah ini berbulan-bulan. Kenapa tiba-tiba peduli?"

Mulut Gantari terkatup rapat.

Meski tersinggung karena perkataan nyelekit yang dilontarkan suaminya, Gantari tak membalas sepatah kata pun.

Wanita itu naik ke atas tempat tidur yang telah diberi batas guling di tengah-tengahnya. Meringkuk membelakangi posisi snag suami. Dengan dada yang berdebar-debar, ia berusaha tidur. Memaksa matanya memejam erat.

Menit demi menit berganti. Gantari masih belum bisa terlelap saat lama setelah itu, Dirja mematikan lampu utama dan kembali berbaring.

Namun, ketika Gantari hampir sampai di dunia mimpi, tempat tidurnya terasa bergerak lagi.

"Halo."

Gantari menahan napas.

Itu suara Dirja yang berbicara kepada seseorang lewat telepon.

"...."

"Enam bulan lagi, Asoka. Sabar," ucap Dirja dengan suara yang lebih pelan.

Hanya saja, di tengah keheningan malam yang hanya terdengar suara jam berdetak dan tarikan napasnya itu, Gantari bisa mendengar suara Dirja dengan sangat jelas.

Asoka. Kekasih hati suaminya itu bernama Asoka.

"Jangan. Repot kalau kamu yang ke sini, As. Aku saja yang ke sana. Hari Senin besok aku coba ajukan cuti dulu."

Benteng pertahanan yang dibangun Gantari selama enam bulan terakhir ini ternyata tidak kokoh. Hatinya seperti baru saja tertancap panah bernama pengkhianatan hingga mengalirkan darah yang meluber ke mana-mana.

Gantari mencengkeram kuat-kuat ujung selimut yang menutupi tubuh hingga sebatas dada. Menekan sengatan tidak nyaman yang membuat dadanya sesak.

Ternyata, meski tidak ada cinta dalam pernikahan yang dijalaninya bersama Dirja, Gantari tetap gagal untuk melindungi hatinya.

"Ya, aku juga," bisik Dirja.

"...."

"Aku juga merindukanmu, Asoka."

Related chapters

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 6. "Nafkah dari suamimu tidak cukup?"

    Gantari bangun dari tidurnya yang tak nyenyak dan bersikap seperti orang bodoh.Gantari masih sanggup mengucapkan, "Selamat pagi, Mas," setelah semalam dibuat patah oleh Dirja yang dengan tanpa dosanya berteleponan dengan wanita lain saat sang istri sedang berbaring di sampingnya."Ya. Ini sudah pagi," jawab suaminya itu datar.Dirja sudah tampak rapi--dan tampan--dengan setelan baju koko putih dan sarung berwarna biru dongker dengan motif sulur-sulur kecil di bagian bawah. Di kepalanya terpasang peci hitam yang menyempurnakan penampilannya."Saya mau salat Subuh," ucap pria itu. "Mau jamaah?"Gantari menahan napas. Tak peduli pada keadaan dadanya yang sesak karena tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup.Ajakan untuk salat berjamaah--untuk kali pertama, terasa begitu personal dan intim. Sebagai istri, tentu saja Gantari berhak dan sudah sewajarnya melakukan ibadah berdua dengan sang suami. Pahalanya besar. Namun, mereka kan bukan seperti pasangan normal pada umumnya yang menikah

    Last Updated : 2025-02-07
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 1. "Saya akan menceraikanmu."

    "Saya terima nikah dan kawinnya Gantari Bhanurasmi Rahardjo binti Sugeng Rahardjo dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai."Gantari melepaskan napasnya yang tertahan. Menekan debaran jantungnya yang begitu keras setelah ijab kabul terlaksana dengan khidmat.Dirja Pramana, suaminya, mengucapkan kabul dengan suara beratnya yang tegas. Tanpa kesalahan. Tanpa keraguan."Bapak dan Ibu bisa lihat dari surga, kan? Tari sudah resmi menjadi istri Mas Dirja, Pak, Bu. Tari nggak sendiri lagi," batin Gantari.Kedua matanya berkaca-kaca saat Dirja mencium keningnya dengan sangat berhati-hati. Dan tangan besar pria itu menyentuh ubun-ubunnya diikuti bisikan doa yang membuat dada Gantari berdesir.Setelahnya, semua terlewat dengan begitu cepat. Penghulu membacakan doa nikah. Kemudian Dirja dan Gantari menandatangani surat-surat nikah. Dilanjutkan penyerahan mahar oleh mempelai pria kepada mempelai wanita secara simbolis, lalu ditutup dengan tukar cincin dan foto-foto.Begitu akad selesai, dua kelua

    Last Updated : 2025-01-18
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 2. "Aturan mainnya sederhana, Gantari."

    "Apa yang seharian ini kamu lakukan? Kenapa masih memakai baju yang kemarin?"Gantari tidak bisa tersenyum menyambut Dirja yang baru pulang kerja. Gantari tidak sanggup beramah tamah setelah masa depan pernikahannya dihancurkan hanya dalam sekejap mata oleh suaminya sendiri."Mau aku pakai baju yang kemarin atau bukan, itu urusanku."Dirja terhenyak. Tidak siap dengan balasan dingin yang dilontarkan istrinya. Namun, pria itu tidak mempermasalahkannya lebih lanjut."Saya mandi dulu, setelah itu kita bicara."Dan pria itu beranjak pergi.Sementara Gantari tak menyahuti.Tak ada yang Gantari lakukan selain duduk di ruang tamu dengan pikiran yang kosong. Tidak berdaya untuk melakukan apa pun selain bernapas dengan dada yang sesak. Posisinya nyaris tidak berubah sejak Dirja pamit untuk pergi bekerja pagi tadi.Makanan yang dibelikan Dirja pun tak tersentuh sama sekali, padahal Gantari sudah mengeluh lapar sejak turun dari kereta belasan jam yang lalu. Koper dan barang-barang milik Gantari

    Last Updated : 2025-01-18
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 3. "Rumahmu di sini."

    "Assalamualaikum, Mas Dirja," sapa Gantari dengan mata yang masih terpaku pada tabel panjang berisi angka-angka yang terpampang di layar komputer. "Ada apa menelepon?""Waalaikumsalam. Keluarga Bulik Ambar mau datang. Pulanglah ke rumah," jawab Dirja yang masih tak tahu cara basa-basi.Tangan Gantari yang menggerakkan tetikus terhenti.Terhitung enam bulan sejak Gantari menyandang status sebagai istri Dirja Pramana. Dan ini sudah empat bulan Gantari tinggal terpisah dari pria itu.Gantari mendapatkan pekerjaan sebagai staff keuangan di sebuah perusahaan kosmetik, masih di daerah Jakarta, tetapi wanita itu memanfaatkannya untuk mengambil jarak dari suaminya dengan pindah ke kos.Kala itu, Dirja marah besar karena keputusan Gantari, tetapi tetap tidak menyurutkan niat sang istri untuk angkat kaki dari rumah. Dirja tak bisa menghentikan Gantari yang sudah bersikukuh pergi. Sama seperti Gantari yang tak bisa membuat Dirja menarik kembali ucapannya tentang ujung pernikahan mereka."Ada kep

    Last Updated : 2025-01-18
  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 4. Sandiwara

    "Ya Allah, Nduk! Ikannya hampir gosong ini lho!"Gantari berjengit kaget saat sutil di tangannya tiba-tiba berpindah tangan.Bulik Ambar membalik ikan yang sedang digoreng Gantari dengan cekatan. Membuat Gantari mau tidak mau bergeser dua langkah agar tidak tersenggol."Maaf, Bulik," ringis Gantari."Dari tadi Bulik perhatikan, kamu sudah beberapa kali melamun. Kenapa, Nduk? Ada masalah ya sama Masmu?"Gantari menggeleng. Jantungnya hampir berhenti berdetak karena pertanyaan itu. "Enggak, Bulik. Tari dan Mas baik-baik saja."Wanita itu mengerjakan hal lain untuk mengalihkan perhatian. Memotong-motong dua ikat kangkung untuk dicuci. Lalu menyiapkan bumbu untuk menumis sayur segar itu."Pernikahan memang sejatinya nggak mudah, Nduk Tari. Rumah tangga itu kan menyatukan dua kepala yang isinya berbeda. Menurutmu apa bisa langsung nyatu? Bisa langsung nyambung?"Gantari tercenung.Berpura-pura menjadi pasangan suami istri yang bahagia adalah ujian sulit yang harus dilalui Gantari sejak men

    Last Updated : 2025-01-18

Latest chapter

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 6. "Nafkah dari suamimu tidak cukup?"

    Gantari bangun dari tidurnya yang tak nyenyak dan bersikap seperti orang bodoh.Gantari masih sanggup mengucapkan, "Selamat pagi, Mas," setelah semalam dibuat patah oleh Dirja yang dengan tanpa dosanya berteleponan dengan wanita lain saat sang istri sedang berbaring di sampingnya."Ya. Ini sudah pagi," jawab suaminya itu datar.Dirja sudah tampak rapi--dan tampan--dengan setelan baju koko putih dan sarung berwarna biru dongker dengan motif sulur-sulur kecil di bagian bawah. Di kepalanya terpasang peci hitam yang menyempurnakan penampilannya."Saya mau salat Subuh," ucap pria itu. "Mau jamaah?"Gantari menahan napas. Tak peduli pada keadaan dadanya yang sesak karena tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup.Ajakan untuk salat berjamaah--untuk kali pertama, terasa begitu personal dan intim. Sebagai istri, tentu saja Gantari berhak dan sudah sewajarnya melakukan ibadah berdua dengan sang suami. Pahalanya besar. Namun, mereka kan bukan seperti pasangan normal pada umumnya yang menikah

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 5. "Aku juga merindukanmu."

    "Tidak bisakah kamu bekerjasama dengan benar? Belum ada satu hari keluarga Bulik Ambar di sini dan kamu sudah mengacau.""Bulik Ambar percaya dengan semua penjelasan Mas Dirja. Itu sudah cukup. Nggak usah dibahas lagi," balas Gantari dengan suara pelan tanpa menatap suaminya yang tiba-tiba menyusul ke dapur.Wanita itu sedang menata piring-piring yang baru saja ia keringkan dengan kain lap ke rak piring kecil yang ada di samping kitchen sink.Selesai dengan piring-piring dan perkakas masak, Gantari mengambil lap bersih dan membasahinya dengan air untuk mengelap meja makan dan dapur."Lagi pula, bukankah akan lebih mudah untuk kita kalau Bulik tahu dari sekarang, Mas? Biar sekalian dikabarkan ke keluarga di kampung. Supaya mereka bisa mempersiapkan diri juga.""Apa maksudmu mempersiapkan diri?" desis Dirja.Gantari memutar tubuh dan menghadap Dirja yang berdiri tak jauh darinya.Dan pria itu tampak... kecewa?Padahal, Gantari hanya mengutarakan kebenaran. Mau tidak mau, mereka harus me

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 4. Sandiwara

    "Ya Allah, Nduk! Ikannya hampir gosong ini lho!"Gantari berjengit kaget saat sutil di tangannya tiba-tiba berpindah tangan.Bulik Ambar membalik ikan yang sedang digoreng Gantari dengan cekatan. Membuat Gantari mau tidak mau bergeser dua langkah agar tidak tersenggol."Maaf, Bulik," ringis Gantari."Dari tadi Bulik perhatikan, kamu sudah beberapa kali melamun. Kenapa, Nduk? Ada masalah ya sama Masmu?"Gantari menggeleng. Jantungnya hampir berhenti berdetak karena pertanyaan itu. "Enggak, Bulik. Tari dan Mas baik-baik saja."Wanita itu mengerjakan hal lain untuk mengalihkan perhatian. Memotong-motong dua ikat kangkung untuk dicuci. Lalu menyiapkan bumbu untuk menumis sayur segar itu."Pernikahan memang sejatinya nggak mudah, Nduk Tari. Rumah tangga itu kan menyatukan dua kepala yang isinya berbeda. Menurutmu apa bisa langsung nyatu? Bisa langsung nyambung?"Gantari tercenung.Berpura-pura menjadi pasangan suami istri yang bahagia adalah ujian sulit yang harus dilalui Gantari sejak men

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 3. "Rumahmu di sini."

    "Assalamualaikum, Mas Dirja," sapa Gantari dengan mata yang masih terpaku pada tabel panjang berisi angka-angka yang terpampang di layar komputer. "Ada apa menelepon?""Waalaikumsalam. Keluarga Bulik Ambar mau datang. Pulanglah ke rumah," jawab Dirja yang masih tak tahu cara basa-basi.Tangan Gantari yang menggerakkan tetikus terhenti.Terhitung enam bulan sejak Gantari menyandang status sebagai istri Dirja Pramana. Dan ini sudah empat bulan Gantari tinggal terpisah dari pria itu.Gantari mendapatkan pekerjaan sebagai staff keuangan di sebuah perusahaan kosmetik, masih di daerah Jakarta, tetapi wanita itu memanfaatkannya untuk mengambil jarak dari suaminya dengan pindah ke kos.Kala itu, Dirja marah besar karena keputusan Gantari, tetapi tetap tidak menyurutkan niat sang istri untuk angkat kaki dari rumah. Dirja tak bisa menghentikan Gantari yang sudah bersikukuh pergi. Sama seperti Gantari yang tak bisa membuat Dirja menarik kembali ucapannya tentang ujung pernikahan mereka."Ada kep

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 2. "Aturan mainnya sederhana, Gantari."

    "Apa yang seharian ini kamu lakukan? Kenapa masih memakai baju yang kemarin?"Gantari tidak bisa tersenyum menyambut Dirja yang baru pulang kerja. Gantari tidak sanggup beramah tamah setelah masa depan pernikahannya dihancurkan hanya dalam sekejap mata oleh suaminya sendiri."Mau aku pakai baju yang kemarin atau bukan, itu urusanku."Dirja terhenyak. Tidak siap dengan balasan dingin yang dilontarkan istrinya. Namun, pria itu tidak mempermasalahkannya lebih lanjut."Saya mandi dulu, setelah itu kita bicara."Dan pria itu beranjak pergi.Sementara Gantari tak menyahuti.Tak ada yang Gantari lakukan selain duduk di ruang tamu dengan pikiran yang kosong. Tidak berdaya untuk melakukan apa pun selain bernapas dengan dada yang sesak. Posisinya nyaris tidak berubah sejak Dirja pamit untuk pergi bekerja pagi tadi.Makanan yang dibelikan Dirja pun tak tersentuh sama sekali, padahal Gantari sudah mengeluh lapar sejak turun dari kereta belasan jam yang lalu. Koper dan barang-barang milik Gantari

  • Bukan Mempelai yang Kau Inginkan   BAB 1. "Saya akan menceraikanmu."

    "Saya terima nikah dan kawinnya Gantari Bhanurasmi Rahardjo binti Sugeng Rahardjo dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai."Gantari melepaskan napasnya yang tertahan. Menekan debaran jantungnya yang begitu keras setelah ijab kabul terlaksana dengan khidmat.Dirja Pramana, suaminya, mengucapkan kabul dengan suara beratnya yang tegas. Tanpa kesalahan. Tanpa keraguan."Bapak dan Ibu bisa lihat dari surga, kan? Tari sudah resmi menjadi istri Mas Dirja, Pak, Bu. Tari nggak sendiri lagi," batin Gantari.Kedua matanya berkaca-kaca saat Dirja mencium keningnya dengan sangat berhati-hati. Dan tangan besar pria itu menyentuh ubun-ubunnya diikuti bisikan doa yang membuat dada Gantari berdesir.Setelahnya, semua terlewat dengan begitu cepat. Penghulu membacakan doa nikah. Kemudian Dirja dan Gantari menandatangani surat-surat nikah. Dilanjutkan penyerahan mahar oleh mempelai pria kepada mempelai wanita secara simbolis, lalu ditutup dengan tukar cincin dan foto-foto.Begitu akad selesai, dua kelua

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status