Gantari tidak tahu apa yang merasuki dirinya saat tiba-tiba bicara tentang hal-hal gila di depan makam kedua orang tuanya.Mungkin ia kerasukan setan gila yang mendambakan cinta dari pria yang dicintainya. Atau sebenarnya Gantari sedang mengungkapkannya isi hatinya secara jujur.Bahwa seandainya bisa, maka ia ingin mempertahankan pernikahannya dengan Dirja. Sampai selamanya. Sebab, tidak mungkin ada orang normal yang bercita-cita menjadi janda. Begitu pula Gantari.Seperti yang dikatakan Bulik Umi tentang perjodohan yang telah dirancang orang tuanya dan orang tua Dirja sejak lama. Tidak seharusnya pernikahan itu mereka lakukan hanya demi memenuhi wasiat orang tua. Lalu mengakhirinya setelah merasa 'telah' membayar lunas wasiat itu. Yang seharusnya mereka lakukan adalah menjalani pernikahan dengan sebaik-baiknya."Saya tidak bisa meninggalkan Asoka," cetus Dirja.Suara suami Gantari itu begitu dingin, mengalahkan dinginnya air hujan yang jatuh memeluk bumi.Pria itu tampak tak tergoyah
Sementara itu di makam. Gantari sudah pergi cukup lama bersama Dina, tetapi Dirja masih belum berpindah dari posisinya. Pria itu menatap kosong pada berplastik-plastik bunga yang kini tergenang air. Belum sempat ditaburkan.Setiap kata yang diucapkan Gantari hingga ekspresi wanita itu saat bicara kepadanya tadi masih terekam jelas di kepala.Kacau.Itu satu-satunya yang menggambarkan hubungannya dengan Gantari sekarang.Dirja sadar betul kalau tindakannya sudah sangat melukai sang istri. Tetap menikahi dan mempertahankan Gantari meski ada wanita lain yang menghuni hatinya adalah pilihan paling egois dan kejam. Tidak hanya untuk Gantari, tetapi juga untuk Asoka yang sudah kehilangan banyak hal hanya demi bisa tetap berada di sisi pria itu.Ia sudah salah melangkah karena berpikir bahwa wasiat orang tua harus diutamakan meski tidak bisa menjalankan pernikahan dengan Gantari selamanya.Itulah sebabnya ia ingin mengubah sikap dan memperlakukan sang istri dengan baik meski tetap tak bisa
"Saya terima nikah dan kawinnya Gantari Bhanurasmi Rahardjo binti Sugeng Rahardjo dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai."Gantari melepaskan napasnya yang tertahan. Menekan debaran jantungnya yang begitu keras setelah ijab kabul terlaksana dengan khidmat.Dirja Pramana, suaminya, mengucapkan kabul dengan suara beratnya yang tegas. Tanpa kesalahan. Tanpa keraguan."Bapak dan Ibu bisa lihat dari surga, kan? Tari sudah resmi menjadi istri Mas Dirja, Pak, Bu. Tari nggak sendiri lagi," batin Gantari.Kedua matanya berkaca-kaca saat Dirja mencium keningnya dengan sangat berhati-hati. Dan tangan besar pria itu menyentuh ubun-ubunnya diikuti bisikan doa yang membuat dada Gantari berdesir.Setelahnya, semua terlewat dengan begitu cepat. Penghulu membacakan doa nikah. Kemudian Dirja dan Gantari menandatangani surat-surat nikah. Dilanjutkan penyerahan mahar oleh mempelai pria kepada mempelai wanita secara simbolis, lalu ditutup dengan tukar cincin dan foto-foto.Begitu akad selesai, dua kelua
"Apa yang seharian ini kamu lakukan? Kenapa masih memakai baju yang kemarin?"Gantari tidak bisa tersenyum menyambut Dirja yang baru pulang kerja. Gantari tidak sanggup beramah tamah setelah masa depan pernikahannya dihancurkan hanya dalam sekejap mata oleh suaminya sendiri."Mau aku pakai baju yang kemarin atau bukan, itu urusanku."Dirja terhenyak. Tidak siap dengan balasan dingin yang dilontarkan istrinya. Namun, pria itu tidak mempermasalahkannya lebih lanjut."Saya mandi dulu, setelah itu kita bicara."Dan pria itu beranjak pergi.Sementara Gantari tak menyahuti.Tak ada yang Gantari lakukan selain duduk di ruang tamu dengan pikiran yang kosong. Tidak berdaya untuk melakukan apa pun selain bernapas dengan dada yang sesak. Posisinya nyaris tidak berubah sejak Dirja pamit untuk pergi bekerja pagi tadi.Makanan yang dibelikan Dirja pun tak tersentuh sama sekali, padahal Gantari sudah mengeluh lapar sejak turun dari kereta belasan jam yang lalu. Koper dan barang-barang milik Gantari
"Assalamualaikum, Mas Dirja," sapa Gantari dengan mata yang masih terpaku pada tabel panjang berisi angka-angka yang terpampang di layar komputer. "Ada apa menelepon?""Waalaikumsalam. Keluarga Bulik Ambar mau datang. Pulanglah ke rumah," jawab Dirja yang masih tak tahu cara basa-basi.Tangan Gantari yang menggerakkan tetikus terhenti.Terhitung enam bulan sejak Gantari menyandang status sebagai istri Dirja Pramana. Dan ini sudah empat bulan Gantari tinggal terpisah dari pria itu.Gantari mendapatkan pekerjaan sebagai staff keuangan di sebuah perusahaan kosmetik, masih di daerah Jakarta, tetapi wanita itu memanfaatkannya untuk mengambil jarak dari suaminya dengan pindah ke kos.Kala itu, Dirja marah besar karena keputusan Gantari, tetapi tetap tidak menyurutkan niat sang istri untuk angkat kaki dari rumah. Dirja tak bisa menghentikan Gantari yang sudah bersikukuh pergi. Sama seperti Gantari yang tak bisa membuat Dirja menarik kembali ucapannya tentang ujung pernikahan mereka."Ada kep
"Ya Allah, Nduk! Ikannya hampir gosong ini lho!"Gantari berjengit kaget saat sutil di tangannya tiba-tiba berpindah tangan.Bulik Ambar membalik ikan yang sedang digoreng Gantari dengan cekatan. Membuat Gantari mau tidak mau bergeser dua langkah agar tidak tersenggol."Maaf, Bulik," ringis Gantari."Dari tadi Bulik perhatikan, kamu sudah beberapa kali melamun. Kenapa, Nduk? Ada masalah ya sama Masmu?"Gantari menggeleng. Jantungnya hampir berhenti berdetak karena pertanyaan itu. "Enggak, Bulik. Tari dan Mas baik-baik saja."Wanita itu mengerjakan hal lain untuk mengalihkan perhatian. Memotong-motong dua ikat kangkung untuk dicuci. Lalu menyiapkan bumbu untuk menumis sayur segar itu."Pernikahan memang sejatinya nggak mudah, Nduk Tari. Rumah tangga itu kan menyatukan dua kepala yang isinya berbeda. Menurutmu apa bisa langsung nyatu? Bisa langsung nyambung?"Gantari tercenung.Berpura-pura menjadi pasangan suami istri yang bahagia adalah ujian sulit yang harus dilalui Gantari sejak men
"Tidak bisakah kamu bekerjasama dengan benar? Belum ada satu hari keluarga Bulik Ambar di sini dan kamu sudah mengacau.""Bulik Ambar percaya dengan semua penjelasan Mas Dirja. Itu sudah cukup. Nggak usah dibahas lagi," balas Gantari dengan suara pelan tanpa menatap suaminya yang tiba-tiba menyusul ke dapur.Wanita itu sedang menata piring-piring yang baru saja ia keringkan dengan kain lap ke rak piring kecil yang ada di samping kitchen sink.Selesai dengan piring-piring dan perkakas masak, Gantari mengambil lap bersih dan membasahinya dengan air untuk mengelap meja makan dan dapur."Lagi pula, bukankah akan lebih mudah untuk kita kalau Bulik tahu dari sekarang, Mas? Biar sekalian dikabarkan ke keluarga di kampung. Supaya mereka bisa mempersiapkan diri juga.""Apa maksudmu mempersiapkan diri?" desis Dirja.Gantari memutar tubuh dan menghadap Dirja yang berdiri tak jauh darinya.Dan pria itu tampak... kecewa?Padahal, Gantari hanya mengutarakan kebenaran. Mau tidak mau, mereka harus me
Gantari bangun dari tidurnya yang tak nyenyak dan bersikap seperti orang bodoh.Gantari masih sanggup mengucapkan, "Selamat pagi, Mas," setelah semalam dibuat patah oleh Dirja yang dengan tanpa dosanya berteleponan dengan wanita lain saat sang istri sedang berbaring di sampingnya."Ya. Ini sudah pagi," jawab suaminya itu datar.Dirja sudah tampak rapi--dan tampan--dengan setelan baju koko putih dan sarung berwarna biru dongker dengan motif sulur-sulur kecil di bagian bawah. Di kepalanya terpasang peci hitam yang menyempurnakan penampilannya."Saya mau salat Subuh," ucap pria itu. "Mau jamaah?"Gantari menahan napas. Tak peduli pada keadaan dadanya yang sesak karena tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup.Ajakan untuk salat berjamaah--untuk kali pertama, terasa begitu personal dan intim. Sebagai istri, tentu saja Gantari berhak dan sudah sewajarnya melakukan ibadah berdua dengan sang suami. Pahalanya besar. Namun, mereka kan bukan seperti pasangan normal pada umumnya yang menikah
Sementara itu di makam. Gantari sudah pergi cukup lama bersama Dina, tetapi Dirja masih belum berpindah dari posisinya. Pria itu menatap kosong pada berplastik-plastik bunga yang kini tergenang air. Belum sempat ditaburkan.Setiap kata yang diucapkan Gantari hingga ekspresi wanita itu saat bicara kepadanya tadi masih terekam jelas di kepala.Kacau.Itu satu-satunya yang menggambarkan hubungannya dengan Gantari sekarang.Dirja sadar betul kalau tindakannya sudah sangat melukai sang istri. Tetap menikahi dan mempertahankan Gantari meski ada wanita lain yang menghuni hatinya adalah pilihan paling egois dan kejam. Tidak hanya untuk Gantari, tetapi juga untuk Asoka yang sudah kehilangan banyak hal hanya demi bisa tetap berada di sisi pria itu.Ia sudah salah melangkah karena berpikir bahwa wasiat orang tua harus diutamakan meski tidak bisa menjalankan pernikahan dengan Gantari selamanya.Itulah sebabnya ia ingin mengubah sikap dan memperlakukan sang istri dengan baik meski tetap tak bisa
Gantari tidak tahu apa yang merasuki dirinya saat tiba-tiba bicara tentang hal-hal gila di depan makam kedua orang tuanya.Mungkin ia kerasukan setan gila yang mendambakan cinta dari pria yang dicintainya. Atau sebenarnya Gantari sedang mengungkapkannya isi hatinya secara jujur.Bahwa seandainya bisa, maka ia ingin mempertahankan pernikahannya dengan Dirja. Sampai selamanya. Sebab, tidak mungkin ada orang normal yang bercita-cita menjadi janda. Begitu pula Gantari.Seperti yang dikatakan Bulik Umi tentang perjodohan yang telah dirancang orang tuanya dan orang tua Dirja sejak lama. Tidak seharusnya pernikahan itu mereka lakukan hanya demi memenuhi wasiat orang tua. Lalu mengakhirinya setelah merasa 'telah' membayar lunas wasiat itu. Yang seharusnya mereka lakukan adalah menjalani pernikahan dengan sebaik-baiknya."Saya tidak bisa meninggalkan Asoka," cetus Dirja.Suara suami Gantari itu begitu dingin, mengalahkan dinginnya air hujan yang jatuh memeluk bumi.Pria itu tampak tak tergoyah
Meski tak mengatakannya secara langsung, Gantari sadar kalau seharian ini Dirja secara halus 'menyelamatkan' dirinya dari cecaran Bulik Umi.Dari sejak sarapan tadi, Dirja tiba-tiba bilang kalau Gantari agak pusing setelah menempuh perjalanan berjam-jam. Yang akhirnya wanita itu dibiarkan untuk beristirahat di kamar sampai Dzuhur. Lalu setelah makan siang, Dirja mengajaknya jalan-jalan.Pria itu pamit kepada Bulik Umi dengan beralasan, "Mau sekalian beli bunga untuk dibawa ke makam sore nanti."Gantari sangat berterima kasih atas inisiatif suaminya itu. Tetapi rasanya ia juga ingin tertawa keras-keras. Pasalnya, sejak menikah, mana pernah mereka keluar bersama hanya berdua seperti ini?Sepasang suami istri itu menaiki motor bebek butut milik Paklik Nuri--suami Bulik Umi--dan menyusuri jalan tanpa tujuan.Gantari sempat berkomentar kalau mereka hanya buang-buang bensin, tetapi Dirja dengan santai menyuruhnya menikmati suasana tenang di sana, yang tak akan mereka temukan di kota sibuk s
"Di seberang stasiun ada hotel, kita bisa mampir ke sana dulu sebelum pulang. Bagaimana?"Dirja tadinya tidak serius akan ajakannya itu. Ia hanya ingin mengalihkan pikiran istrinya agar tidak terlalu tegang sebelum mereka bertemu keluarga di kampung.Namun, melihat tanggapan Gantari yang saat ini tersipu-sipu sampai memalingkan wajah karena tak tahan beradu tatap dengannya, membuat Dirja goyah.Ada dorongan kuat dari dalam dirinya untuk segera menyeret sang istri ke hotel mewah yang ada di seberang sana. Lalu mereka bisa bersenang-senang sejenak tanpa gangguan. Merealisasikan apa yang sempat tertunda."Mas Dirja!"Mendengar seseorang menyerukan namanya membuat fantasi Dirja pupus seketika.Bukan Gantari, melainkan suara milik seorang pria yang sangat Dirja kenal. "Tama, kok di sini?""Ya jemput Mas Dirja sama Mbak Tari iki, to," ucap sosok bernama Tama itu dengan logat khasnya. "Budhe Umi ngerusuhi aku subuh-subuh, tak kira ono opo. Ealah tibake kon jemput kakang karo simbak balik ka
Gantari terlalu tinggi berekspektasi.Setelah menunggu dua puluh menit, hanya ada dua mangkuk mi instan yang dilengkapi, telur, sosis dan sayur hijau yang tersaji di atas meja makan.Dirja menaikkan alis saat menyodorkan sendok dan garpu kepada sang istri. Namun, karena istrinya bergeming, pria itu meletakkan dua alat makan itu di samping mangkuk mi yang masih mengepulkan uap panas."Kelihatannya ada yang kecewa," gumam pria itu. "Kamu pasti mengira saya mau masak menu restoran bintang lima, ya? Makanya kamu antusias sekali tadi?"Gantari hanya menatap sang suami dalam diam.Jujur saja, wanita itu memang sangat menantikan makanan jenis apa yang akan suaminya buat untuknya."Tidak ada bahan yang masih cukup segar untuk dimasak," jelas Dirja membela diri setelah menyuap satu sendok penuh mi instan ke dalam mulut. Tidak mau repot menunggu sang istri yang belum menyentuh sendoknya sama sekali."Masih ada besok dan besoknya lagi kalau kamu pengen dimasakin. Sekarang itu dulu," ucap Dirja l
"Saya tahu betul kalau tubuh kamu menginginkan saya," ucap Dirja yang membuat bulu kuduk Gantari seketika berdiri.Rasa panas dengan cepat menyebar di wajahnya yang tampak sedikit pucat karena tidak lagi terpulas oleh riasan make up.Padahal, wajar saja jika seorang wanita mendamba pada tubuh seorang pria yang adalah suaminya sendiri. Namun, tidak demikian untuk Gantari. Rasanya sangat memalukan saat Dirja menangkap basah dirinya.Gantari tak yakin apakah motif sang suami saat mengatakannya dengan senyum yang terkulum di bibir.Apakah senang karena tidak hanya pria itu yang nafsu sendirian? Atau semata untuk mengolok-oloknya karena begitu mudah terperangkap pada pesona sang pria hanya karena sebuah ciuman yang memabukkan?"Mau kabur ke mana?"Baru mengayunkan satu langkah, Gantari berhenti.Meski sulit, Gantari menguatkan diri untuk menatap mata suaminya saat menjawab, "Aku mau siapin kompres dulu buat Mas.""Kamu tidak perlu repot--""Lebam di muka Mas udah biru-biru, kalau dibiarkan
Bab ini mengandung adegan dewasa (18+). Mohon bijak dalam membaca ya. Terima kasih***Dirja tidak melakukan apa pun selain menyentuhkan bibirnya yang dingin pada bibir ranum milik Gantari. Namun, sentuhan tipis itu sudah mampu membuat tubuh istrinya menegang.Sekejap saja Dirja sadar bahwa ciuman itu kemungkinan adalah pengalaman pertama untuk istrinya. Dari cerita orang-orang di kampung saat Dirja pulang untuk meminang Gantari menjadi istrinya, pris itu tahu kalau istrinya itu belum pernah punya pacar dan jarang terlihat dekat dengan seorang pria. Setelah beberapa detik bibir mereka hanya saling menempel, Dirja menjauhkan kepala.Wajah memerah Gantari dan tatapan malu-malunya membuat darah di tubuh sang pria bergejolak.Pria itu menelan ludah. Sedaya upaya mengusir bisikan setan yang mendesaknya untuk kembali mencium bibir merah muda nan menantang itu dengan lebih dalam.Sayang beribu sayang. Usaha Dirja berantakan saat Gantari menggigit bibir bawahnya. Wanita itu terlihat salah ti
Mas Dirja: Kamu kabur mana, Gantari?Mas Dirja: Jangan menguji kesabaran saya!Mas Dirja: Pulang sekarang!Mas Dirja: Saya jemput. Share loc posisi kamu.Mas Dirja: Balas, Gantari! Saya tahu kamu membaca semua pesan saya. Gantari meringkuk di atas tempat tidur berukuran queen yang terasa dingin meski tubuhnya sudah terbungkus selimut tebal. Wanita itu tampak sangat menyedihkan. Rambut panjangnya awut-awuran, wajahnya sembab, matanya bengkak dan memerah karena terlalu banyak menangisi hidupnya dikacaukan oleh Dirja.Pesan demi pesan dari suaminya yang bertubi-tubi masuk ke ponselnya sejak satu jam yang lalu itu tak ada yang wanita balas satu pun. Gantari hanya membacanya dan membiarkan Dirja ribut sendiri.Gantari beberapa kali memejamkan mata saat kepalanya terasa begitu pening dan semakin meringkuk di tengah ranjang. Namun, ia terganggu oleh ingatannya yang terus-menerus tertuju pada kejadian tempo hari.Pada rengkuh lengan kekar Dirja yang hangat. Pada dada bidang yang begitu nyama
"Suami kamu sudah boleh pulang?"Gantari nyaris mati berdiri meski tidak ada yang salah dengan pertanyaan yang dilontarkan Tio. Terlebih lagi ketika mendengar Dirja mengumpat kecil dengan suaranya yang sarat akan amarah. Gantari berharap lantai di bawah kakinya tiba-tiba terbelah dan dirinya terisap ke dalam agar tak perlu berada di situasi sulit yang menjebaknya itu."Suami? Gue nggak salah dengar?" cetus Harris sinis. Pria itu kembali ke mode awal seperti saat pertama kali berhadapan dengan Gantari di kamar Dirja beberapa hari lalu."Anda memang tidak salah dengar. Tapi kenapa kelihatannya Anda kaget sekali?" tanya Tio. Senyum miring tercetak di wajahnya saat melirik Dirja.Pria itu jelas-jelas sengaja memperburuk situasi.Harris yang masih belum pulih dari rasa kaget itu tertawa sinis. Namun, sebelum mengatakan apa-apa, Gantari lebih dulu bersuara."Sore, Pak Tio. Kami duluan ya, Pak. Semoga bapaknya Bapak cepat sembuh juga. Sampai bertemu besok di kantor. Permisi, Pak," cerocos G