“Apa yang kalian lakukan di sini!” Haris menghardik dua orang anak muda di hadapannya. Satria adalah putranya yang beberapa hari lalu kabur dari rumah, sedangkan Isabella adalah perawat magang yang membantu merawat Satria.
Segera, Satria membuka matanya lalu bangun dari tidurnya. Dan dia barusaja mengetahui jika Isabella berada di atas dadanya. “Pa?” Kebingungan sedang melanda pikirannya. Keadaan ini tidak pernah terduga.
Haris tidak berbasa-basi. Dia mengarahkan tinju tepat di ujung bibir putranya, lalu menghardik Isabella yang berdiri tidak jauh dari Satria. “Kamu seorang perempuan. Di mana harga diri kamu!”
Satria meringis kesakitan, tubuhnya segera roboh ke atas lantai setelah mendapatkan serangan dari ayahnya.
Haris belum berhenti. “Jadi kalian berzina di sini! Kamu pergi dari rumah dengan perempuan yang merawat kamu, datang ke villa untuk berzina. Kalian keterlaluan sekali!” Saat ini amarah Haris sedang menggebu maka tidak ada yang bisa menghentikannya. Mia-istrinya ada di sisinya, tetapi wanita itu tidak dapat menangani suaminya di saat seperti ini.
Kejadian ini membuat Satria dan Isabella menikah, tetapi keduanya tidak saling mencintai dan keduanya sempat menolak. Maka, malam pertama pernikahan mereka diisi oleh pertengkaran. “Kalau kamu tidak tidur di atas saya, papa tidak akan menuduh kita berzina!”
“Kamu yang menarik saya saat saya mencoba membangunkan kamu.” Suara Isabella tetap terjaga dan santun pada Satria yang dulu adalah pasiennya.
“Apapun itu, sekarang sudah terlambat, kita sudah menikah dan saya gagal mendapatkan Naura!” Raut wajah Satria selalu terlihat tidak bersahabat, dalam matanya seolah semua yang terjadi karena kesalahan Isabella.
“Dari awal saya sudah menolak ajakan kamu dan saya sudah melarang kamu untuk pergi, tapi kamu yang mengelabui saya. Kamu mengatakan meminta diantar ke rumah sakit, tapi nyatanya kamu melajukan mobil ke luar kota dan berhenti di villa.”
“Sekarang pergilah. Kamu seorang perawat, sekarang kaki saya sudah sembuh, kamu tidak perlu merawat saya lagi!” Tidak sungkan Satria mengusir Isabella yang kini menjadi istrinya. Laki-laki berusia dua puluh tahun ini adalah seorang mahasiswa yang tergila-gila pada teman masa kecilnya. Satria selalu mengejar cinta Naura.
Isabella terlalu bingung menghadapi situasi yang sedang terjadi, tetapi gadis berusia dua puluh tiga tahun ini tetap tenang menghadapi pasiennya yang kini menjadi suaminya. “Papa dan mama saya masih di bawah bersama papa dan mama kamu. Mungkin lebih baik sekarang kita ikut berkumpul.”
“Tidak.” Satria segera berjalan ke arah balkon, menyalakan rokok seiring bermain gitar.
Isabella tidak menyukai dan tidak menginginkan pernikahan ini, tetapi bagaimanapun penjelasan diberikan kepada orangtuanya dan kepada orangtua Satria jika mereka tidak berzina, tetapi akhirnya gadis ini hanya bisa menyetujui pernikahan. Sekarang, semua sudah terlambat. Dia hanya bisa menjalani pernikahan dengan Satria apapun yang terjadi dan dia harus tetap menghormati Satria sebagaimana seorang istri pada suaminya.
Isabella berpamitan santun sebelum meninggalkan kamar, “Saya akan menemui keluarga kita. Apa yang harus saya katakan saat orangtua kita menanyakan kamu?”
Satria tidak menyahut, dia sedang memainkan gitar hingga menciptakan sebuah irama indah, tetapi berisi kerinduan yang sangat mudah ditebak oleh Isabella jika itu lagu untuk Naura. Wanita ini kembali berkata santun, “Saya akan mengatakan jika kamu sedang beristirahat.”
Malam ini, orangtuanya Isabella akan menginap lalu esok meninggalkan putri mereka untuk tinggal bersama suaminya di rumah besan. Isabella dibesarkan di keluarga dan di lingkungan sangat baik, Isabella juga menjadi salah satu lulusan terbaik di kampus dan sedang menggapai cita-cita menjadi seorang bidan. Namun, semua butuh proses maka Isabella memulai cita-citanya dengan mengabdikan diri sebagai perawat, tetapi kebetulan ayahnya adalah rekan ayahnya Satria maka saat Satria mengalami cedera kaki akibat kecelakaan motor, Isabella diminta oleh Haris untuk merawat Satria secara pribadi karena Haris dan Mia jarang berada di rumah.
Malam ini tidak ada malam pertama antara Satria dan Isabella bahkan Satria tidur di atas sopa. Hingga pagi tiba, keduanya tidak pernah bersentuhan hingga saat ini Nina sedang berpesan pada putrinya, “Sayang, jangan pernah melakukan kesalahan apapun lagi. Jangan mempermalukan diri kamu dan kami-orangtua kamu.” Bola mata Nina masih menyimpan kecewa pada putrinya yang selalu dibanggakan.
“Iya, Ma. Tapi Abel tidak pernah melakukan yang dikatakan papanya Satria.” Hingga detik ini dia masih meminta kepercayaan orangtuanya.
“Sudahlah, Sayang. Sekarang kamu sudah menikah dengan Satria. Ingat, untuk menjaga nama baik kamu dan nama baik keluarga.” Nina memeluk putrinya dengan sejuta makna.
Saat ini Ibrahim masih tidak banyak bicara dengan putrinya setelah beberapa hari lalu mendengar zina yang dilakukan Isabella dengan Satria dari mulut Haris. Jika bukan Haris yang mengatakan, maka dia tidak percaya putrinya serendah itu, tetapi akhirnya Ibrahim tidak memiliki keputusan lain selain menikahkan Isabella demi menjaga nama baik keluarga.
Setelah ini, Isabella ditinggalkan oleh orangtuanya. Lalu Haris segera menuju kantor, sedangkan Mia sibuk dengan keluarga besarnya.
Satria berkata dingin saat mereka masih berada di halaman, “Jangan berpikir pernikahan kita seperti pernikahan oranglain dan jangan mengharapkan kasih sayang dari saya!”
Bersambung ....
Jangan lupa follow sosmedku di akun ig _destiangraeni, ya!
Isabella mengerti situasi yang sedang dihadapinya, tetapi kalimat yang keluar dari mulut Satria terdengar menyakitkan karena ucapan Satria seolah menggambarkan kehidupan rumah tangga mereka yang buruk dan mungkin bagaikan neraka. “Saya tidak akan meminta apapun dari kamu, kecuali satu hal.” Tatapan Isabella dipenuhi sendu karena dia harus menghadapi kehancuran hidupnya.Satria melirik dingin sesaat. “Jangan berharap saya akan mengabulkan permintaan kamu!”“Hanya satu. Tolong jaga sikap kamu di depan orangtua kita, saya tidak ingin mereka bersedih saat tahu isi pernikahan kita ....” Dunia Isabella sudah rubuh, tetapi dia masih mencoba berdiri tegap dan tetap menggapai cita-cita apapun yang terjadi. Dia tidak ingin menyia-nyiakan usaha orangtuanya selama ini.Raut wajah Satria sangat datar, dan tatapannya sangat dingin. “Hari ini saya tetap ke kampus. Kalau mau pergi ke rumah sakit, pergi saja dengan sopir.” Satria berlalu meninggalkan Isabella yang hanya mampu menatap punggungnya yang
Aksi tidak terpuji yang dilakukan Satria tidak berlangsung lama karena akhirnya dia diinterograsi polisi, lalu Haris datang pada malam hari, tepatnya pukul tujuh. Orang pertama yang ditemuinya adalah menantunya yang terlihat tidak baik-baik saja, tubuhnya menggigil ketakutan. “Nak, papa minta maaf mewakili Satria.”Isabella mengangguk kecil dengan wajah pucat. Lalu, Haris kembali berkata dengan lembut, “Mama akan segera datang. Mama akan menjemput kamu.” Tidak banyak yang bisa dilakukan Haris pada menantunya yang kini duduk di atas kursi dengan keadaan menggigil ketakutan. Lalu, dia menemui Satria yang sedang diamankan polisi. “Apa yang kamu lakukan? Kapan kamu akan berubah!”Polisi segera menghampiri dan menyuruh mereka membicarakan hal ini secara kekeluargaan. Beberapa lama kemudian, Haris sudah lebih tenang, tetapi tidak dengan hatinya. “Papa mendengar kamu menerobos jalan tol, kamu kebut-kebutan membawa Abel. Di mana otak kamu!” Suaranya terjaga walau membentak.Satria tidak menga
Mia dan Satria tiba di ruang tengah saat obrolan Haris dan Isabella berakhir. “Beristirahatlah ....” senyuman lembut Mia mengarah pada putra dan menantunya. Jadi, kini Satria dan Isabellla masuk ke dalam kamar.“Apa yang kamu bicarakan sama papa?” tanya dingin Satria.“Tentang yang tadi.” Isabella tidak bertele-tele dan tidak menyembunyikan apapun.“Orangtua kamu tahu?” Tatapan Satria segera menyelidik.“Tidak.” Isabella menatap Satria, tetapi Satria tidak terlihat sebagaimana suami, justru sejak peristiwa tadi Isabella selalu merasa jika Satria adalah ancaman.“Katakan saja!”“Heuh?” Tentu saja ucapan Satria di luar dugaan Isabella.“Kalau kamu mengadu, ada kemungkinan orangtua kamu semakin tidak menyukai saya, dan mungkin tidak lama lagi orangtua kamu meminta saya menceraikan kamu. Itu bagus.” Kini, Satria menyeringai.“Saya tidak akan mengatakan apapun pada mama dan papa.” Kalimat Satria berbanding terbalik dengan orangtuanya. Itu mengejutkan, tetapi setelah mendengar alasannya, Is
Saat ini tatapan Satria dan Isabella saling bertemu, keduanya tidak berhenti saling menatap hingga beberapa saat, kemudian Satria meninggalkan Isabella begitu saja. Malam ini dia kembali tidur di sofa.Isabella merasa malam ini selamat walaupun dia yakin seharusnya tidak boleh memiliki perasaan seperti ini, tetapi karena keadaan mereka sedang rumit, Isabella pikir jika malam pertama mereka terjadi malam ini, itu sama sekali bukan hal baik.Isabella menyodorkan selimut ke arah Satria yang sedang bermain handphone, tetapi dia sempat melihat layar handphone milik Satria yang isinya foto Naura. Hatinya sakit, tetapi ini kenyataan yang sejak awal dia ketahui. “Pakai selimut untuk menjaga kesehatan, cuaca sedang dingin.” Suaranya masih lembut dan santun.“Simpan saja.” Suara datar dan dingin Satria yang sudah mematikan layar handphonenya.“Kamu bisa tidur di kasur,” tawaran Isabella, tetapi bukan berarti dia murahan seperti yang dipikirkan Satria. Wanita ini hanya tidak ingin Satria kedingin
Satria tiba di kampus, tetapi kali ini orang pertama yang ditemuinya adalah kawan satu gengnya-Devan. “Kemarin hujan besar, saya juga tidak bisa keluar malam,” ucapnya pada Devan yang memiliki penampilan sama. Lak-laki ini memiliki tatto yang tersembunyi di balik jaketnya.“Kemana kamu beberapa hari ini? Sekarang setiap malam kamu tidak di markas.” Rokok dihisap kala mereka masih berada di luar kampus.“Ada hal yang membuat saya tidak bisa keluar. Ck!” Itu adalah Isabella. Pernikahan mereka membuatnya terkekang walaupun Isabella tidak melarangnya keluar, tapi orangtuanya yang akan melarang.“Malam ini ada balapan.”“Ya.” Satria tidak tahan berada di rumah. Apalagi kini dia satu kamar dengan Isabella.“Kamu harus datang karena musuh kita bertambah. Mereka berniat membalas!”“Ck, padahal balapan kemarin-kemarin membuat kaki saya cedera!” Hatinya melanjutkan dengan sangat kesal. ‘Dan berakhir menikah dengan Isabella.’Devan tersenyum kecut. “Apapun yang terjadi kamu harus datang. Kita ti
Tiba jam makan malam, tentu saja Haris bertanya di mana putranya, jadi Mia mengatakan jika Satria akan terlambat pulang karena memiliki banyak tugas kuliah. Kalimat ini dikatakan karena Mia masih berharap malam ini Satria pulang walau Isabella sudah mengatakan jika putranya tidak akan pulang.“Papa ingin membahas pekerjaan dengan Satria karena sekarang Satria sudah memiliki tanggungjawab pada Abel.” Pria ini belum menyuap menu karena menantunya belum menyusul ke ruang makan.“Pekerjaan apa?” Mia menyajikan teh hangat untuk suaminya.“Papa akan menjadikan Satria sebagai manager. Tapi, itupun jika anak itu bisa dibimbing.” Teh diseruput saat hatinya banyak meragukan putranya yang pembangkang dan tidak bisa dinasihati.“Manager perusahaan?” heran Mia yang juga meragukan Satria.“Restoran. Biarkan Satria memegang cabang restoran yang baru buka, itu bisa dijadikan tempat yang pas untuk dia belajar bisnis.” Suara santai Haris.“Yang mama tahu, papa sudah menempatan penanggung jawab di sana.
Isabella menoleh santun bersama senyuman ke arah Satria. “Saya akan mengabulkan keinginan kamu, tapi sebelumnya saya meminta izin untuk shalat subuh terlebih dahulu.”“Sekarang!” Senyuman Satria terlihat cabul, tetapi matanya menyiratkan niat licik.Isabella menyimpan kembali alat shalat yang siap digunakan, kemudian naik ke atas tempat tidur, berbaring canggung di sisi Satria.Satria tersenyum meremehkan, kemudian tubuhnya miring ke arah Isabella. “Jadi, melayani suami kamu lebih penting dibandingkan beribadah pada Tuhan kamu?”Isabella menatap mata Satria yang lagi-lagi seolah sedang merendahkannya. “Saya ingin melakukan ibadah wajib, sholat subuh, tapi melayani kamu juga kewajiban.”Tangan kanan Satria yang dingin mulai mengelus garis bibir Isabella, tatapannya hanya tertuju pada bibir yang membuatnya bergairah walaupun hatinya untuk Naura, tetapi Isabella siap memberikan tubuhnya walaupun tidak ada cinta di antara mereka. Wajahnya mendekat perlahan dan mulai melakukan penyatuan bi
Satria melanjutkan aktivitas panasnya yang sempat terganggu, bahkan sekarang dia mulai menindih tubuh Isabella hingga posisi seperti ini semakin membuat gairahnya membuncai. Satria bersikap sebagaimana seorang suami yang sedang menikmati tubuh istrinya walaupun hatinya tetap diisi oleh Naura, sedangkan Isabella merasa terluka, luka yang tidak dapat dijelaskan.Kini, keperawanannya sudah diambil oleh Satria, tetapi Isabella menangis membatin. “Kenapa? Kita adalah pasangan suami dan istri ....” Dia sesenggukan di dalam kamar mandi.Pada pukul delapan pagi, Satria mengantar Isabella ke rumah sakit karena permintaan Haris dan Mia. Tetapi kali ini dia mempedulikan keselamatan Isabella, jadi tidak ada kebut-kebutan di jalanan. Namun, tujuannya bukan ingin melindungi Isabella, tetapi karena dia membutuhkan tubuh istrinya.Satria tiba di kampus dengan wajah ceria karena untuk kedua kalinya dia mendapatkan kesempatan berbicara lebih banyak dengan Naura. “Saya membawa gantungan kunci dari kamu.
Hari demi hari berganti, ucapan Satria bukan hanya bualan karena dia membuktikannya lewat sikap yang tulus walaupun Haris tidak melihatnya secara langsung karena pasangan suami dan istri ini tinggal terpisah dengan pria itu.Setiap malam, Satria menemani Isabella menyusui Attar, dia juga sering membantu mengganti popok atau pakaian basah Attar.Satria melakukannya diiringi senyuman lembut, tutur kata senada, serta belaian penuh kasih sayang pada Attar dan Isabella.Kini, usia Attar sudah dua minggu. “Nanti kita adakan acara potong rambut sama aqiqah. Saya sudah coba bicara sama Mama, tapi belum secara langsung,” ucap lembut Satria pada Isabella.Namun, bagaimanapun sikap Satria, nyatanya Isabella tetap bersikap datar. “Iya.”“Saya sudah menabung, semoga cukup buat acara besar.” Kini Satria terkekeh. Kemudian menyodorkan uang belanja sekalian uang susu dan pempers pada Isabella. “Kalau uangnya nggak sampai minggu depan, jangan sungkan minta lagi ya, Sayang.” Tatapannya sangat lembut.“
Ini adalah malam pertama Isabella dan Satria tidur bersama bayi mereka. Bayi merah itu terlentang di tengah-tengah pasangan suami istri ini. Tidak henti Satria menatapnya diiringi senyuman.Isabella menyadarinya, tetapi dia masih bersikap dingin dan datar. “Saya akan tidur, lagian Attar tidur. Ini kesempatan saya untuk ikut tidur.”“Ya, Sayang. Kamu tidur saja, biar nanti aku yang menjaga Attar.”Isabella tidak pernah meminta, tetapi tidak mungkin menolak perhatian Satria pada bayi mereka.Jadi saat Attar menangis tengah malam, Satria yang menjaga dan mengasuh. Dia juga menghangatkan asi yang sudah tersedia di dalam botol. Tidak lupa menyuruh Isabella kembali tidur setelah sempat terbangun karena tangisan Attar.Hingga saat pagi hari Satria terlambat bangun, tetapi Isabella membiarkan suaminya tanpa peduli aktivitas apa yang menanti Satria.Satria tersentak saat melihat jam dinding. “Hah, serius sudah jam sembilan!”“Ya,” jawab datar Isabella.“Harusnya saya kuliah pagi. Sekarang saya
Suana hening sangat lama, hingga Satria kembali bicara. “Apa kamu tetap akan melanjutkan perceraian, apa kamu akan mengubah keputusan kamu?”Isabella menjawab santun, “Saya yang harus menanyakan itu pada kamu.”“Kalau saya tetap melanjutkan?”“Saya juga ....” Hati Isabella seakan sudah kebal pada rasa sakit. Bahkan yang ini. “Kalau kamu memilih berpisah, sebelumnya kamu harus beri nama anak kita.” Ini adalah permintaan sederhana Isabella, tetapi diwajibkan pada Satria.Satria memandangi Isabella karena tatapan istrinya seolah tanpa keraguan walaupun mereka bercerai.Satria kembali menunduk, tetapi tidak melepaskan tangan Isabella. Lalu berkata lirih, “Naura pergi. Dia mencampakan saya. Apalagi yang harus saya lakukan karena andai berpisah sama kamu, saya tidak yakin Naura akan bersama saya ....”Isabella menjawab datar, “Itu urusan kamu. Jangan menjadikan saya cadangan karena kamu gagal mendapatkan Naura!”Satria kembali memandangi wajah Isabella. Kini, dalam tatapan Isabella terdapat
Satria masuk ke kamar rawat, jadi dia bertemu dengan orangtuanya dan orangtua Isabella yang sedang berkumpul.Semua orang menyambut kedatangan Satria dengan hangat, termasuk Isabella. Mia segera menggiring putranya menuju tempat mereka duduk berkumpul. “Alhamdulillah kamu sudah datang ....” Senyumannya menunjukan kebahagiaan, tetapi hatinya sangat kesal pada Satria setelah mengetahui sikap buruknya pada Isabella dan bayi mereka yang belum diberi nama.Tanpa persetujuan Isabella, Mia segera meraih amplop cokelat yang berisi laporan hasil test DNA hingga gadis ini terkejut.Namun, ternyata Mia menyampaikannya sangat bijak di hadapan suaminya, anaknya dan kedua mertuanya. “Ini hasil test DNA anak kalian. Dokter yang memberikannya karena Isabella seorang perawat walaupun bukan di rumah sakit ini, jadi Abel memiliki hak istimewa, yaitu mendapatkan test DNA tanpa perlu meminta.”Mia
Isabella hanya menatap sendu pada langit-langit. “Bukan perpisahan yang Abel mau karena sebelum itu Satria harus tahu jika selama ini saya mengandung anaknya ....”Pun, hatinya semakin lebur saat memikirkan bayi mereka. “Sabar ya, Sayang ... pasti akhirnya Papa kamu akan menerima kamu ....”Bayi mungil itu berada di dalam box yang sangat hangat, wajahnya sangat polos dan murni.Namun, ternyata hari ini Satria tidak datang ke rumah sakit dan dia juga tidak terlihat di rumah. Maka Haris sangat murka.Saat ini, hanya Mia yang menemai Isabella hingga ketukan pintu memecah keheningan dan membuat wanita ini bersemangat. “Pasti itu Satria! Mama buka dulu ya, pintunya.” Mia segera meletakan pisau di atas piring saat buah yang dikupasnya belum selesai.Isabella hanya memandangi punggung Mia yang semakin mendekati pintu, tetapi dia tidak yakin itu Satria. “Kalau itu Satria, harusnya tidak usah mengetuk pintu.”Mia tersenyum bahagia saat membukakan pintu, tetapi senyumannya perlahan redup karena
Satria berjuang demi menghentikan kepergian Naura, tapi sudah terlambat karena Naura sudah berjalan hendak masuk ke dalam pesawat. Namun, Satria juga melihat Devan yang berjalan di belalang Naura. Devan sempat melirik dan menyadari kehadiran Satria, tetapi dia memilih abai dan berpura-pura tidak melihatnya. Saat ini kepala Satria dipenuhi pertanyaan. "Kenapa Naura bersama Devan?" Sekaligus, dia harus rela saat hatinya sakit dan hancur karena harus menyaksikan kepergian Naura. "Nay ...." Rintih Satria. Naura menoleh karena panggilan lemah Satria membuat dadanya berdebar, tetapi sayangnya keberadaan Satria terhalangi oleh lalu lalang. Naura menundukan wajahnya sangat sendu. "Pasti cuma perasaan karena tidak mungkin Satria mencegah saya pergi ...."Maka, akhirnya Naura terbang keluar negeri meninggalkan semua kenangannya bersama Satria. Pun, Satria harus menyaksikan hari-harinya dengan Naura berakhir dan mungkin tidak akan pernah terulang.Satria termenung cukup lama di bandara ka
“Satria bilang kamu bersedia bercerai setelah melahirkan. Saya mohon, jangan lakukan itu ....” Naura tidak enggan mengatakan hal ini karena jika benar dia penyebabnya, gadis ini tidak ingin menjadi penyebab hancurnya rumah tangga Satria dan Isabella.Namun, saat ini Isabella hanya memandang kosong ke arah Naura. ‘Semalam dan tadi pagi Satria sangat perhatian. Jadi Satria punya maksud terselubung. Apa Satria ingin membahagiakan saya sebelum perceraian?’“Abel. Saya mohon ... jangan pernah bercerai dengan Satria.” Naura mengulang kalimatnya bahkan lebih tatapannya lebih dalam.Saat ini Isabella tersadar, lalu tersenyum kecil. “Ini rumah tangga saya dan Satria.” Isabella menjawab dengan bijak, tetapi berhasil menyentil Naura.Naura mendesah. “Saya memang tidak punya hak apapun, dan tidak sepantasnya saya mencampuri rumah tangga kamu dan Satria. Tapi ... kalau alasan kamu bersedia bercerai karena saya, saya akan merasa sangat bersalah. Jadi tolong jangan bercerai, karena walaupun kalian b
Pagi ini Satria menuntun Isabella hingga tiba di ruang makan. Mia sudah di sana, maka salah satu telapak tangannya dipakai menutup mulutnya yang menganga.“Pagi, Ma ....” Satria menyapa ibunya dengan hangat tanpa melepaskan telapak tangan Isabella. Laki-laki ini memperlakukan istrinya dengan lembut, dia juga yang menggeser kursi hingga Isabella duduk nyaman.Mia membalas sapa Satria dengan suasana hati berjuta bahagia karena ini adalah pagi yang sangat indah. “Pagi, Sayang ....”“Kok Mama sendiri? Mana Papa?” Bukan hanya hangat dan perhatian pada Isabella, tetapi Satria melakukannya pada ibunya juga.“Papa masih di halaman. Sebentar lagi nyusul,” kekeh Mia. Perubahan Satria membuatnya linglung karena terlalu mendadak, tetapi sangat disyukuri.“Satria panggil Papa dulu deh, Mama di sini saja sama Abel.”“Iya, Sayang ....” Mia tidak bisa berhenti tersenyum atas perubahan baik Satria.Saat Satria berlalu, Mia segera bertanya pada Isabella untuk menjawab penasarannya, “Apa yang terjadi pa
Malam ini Satria menjamah Isabella. Ini adalah pertama kalinya setelah beberapa bulan istrinya diabaikan. Saat ini Isabella melayani suaminya dengan baik, tetapi tidak berharap Satria berubah menjadi lebih baik karena dirasa tidak seinstan itu atau tidak mungkin.Setelah memuaskan nafsunya, Satria berkata jahat saat mereka masih berada di bawah selimut yang sama, “Saya kira anak itu sudah tidak ada!”Isabella segera menegur, “Jangan asal bicara!”Satria tidak merespon karena segera meninggalkan kamar, tapi rupanya Haris masih berada di ruang tengah. Maka pria ini segera mengatakan isi hatinya saat bertemu putranya, “Apa yang kamu dapatkan setelah meninggalkan anak dan istri kamu selama dua bulan?” Wajahnya datar.Satria tahu ayahnya tidak mungkin menyambut hangat kepulangannya. “Satria butuh waktu sendiri.”“Lalu, apa hikmah yang kamu dapat?”Sejenak, Satria tidak bisa mengatakan apapun. “Mendinginkan kepala.”“Abel adalah istri salihah. Kamu harus tahu jika selama kamu menghilang, Ab