Satria segera mengunjungi restoran dan kedatangannya segera disambut oleh karyawan yang bertugas menyambut pengunjung. Dia sudah tahu kali ini restoran mendapatkan kunjungan dari putranya Hendri. Lelaki ini menyapa santun, tetapi Satria hanya tersenyum kecil dan terkesan angkuh karena tidak memiliki niat berada di sini. Pun, orang yang bertanggungjawab pada restoran segera menyambut kedatangan Satria, "Selamat siang, Tuan." Sikapnya sangat ramah, tetapi lagi-lagi Satria menunjukan sikap berbeda. "Apa yang harus saya lakukan disini?" Satria tidak berbasa-basi. Pria bernama Galih tersenyum ramah saat melihat reaksi Satria yang langsung masuk ke inti tujuan. "Saya akan menjelaskan di dalam ruangan." Jadi, kini Satria dan Galih duduk berhadapan. Namun, segera lelaki ini terkejut setelah mendengarkan sedikit penjelasan yang diberikan Galih. "Tidak mungkin papa menempatkan saya di bagian writer!""Tuan Satria adalah owner di restoran ini, tetapi Tuan harus mengerti cara kerja di sini, d
Satria tersenyum acuh tak acuh mendengar pertanyaan dari Isabella. "Memangnya kenapa? Kamu juga menikmatinya, kan.""Kita tidak bisa seperti ini ...." Sepasang manik mata Isabella masih berkaca-kaca bahkan sekarang air matanya hampir menetes."Jangan munafik. Saya memberikan kepuasan pada kamu. Seharusnya itu sudah cukup." Lagi, tatapan Satria meremehkan Isabella. "Isi berumah tangga bukan seperti itu." Satria menyunggingkan setengah bibirnya, tersenyum meremehkan. "Kemarin kamu memang masih perawan. Saya berterimakasih karena saya tidak menikahi sampah. Tapi seharusnya kamu jujur saja, kalau saya bisa memuaskan kamu, jadi seharusnya tidak ada masalah."Isabella semakin bersedih, tetapi justru kesedihannya memberinya kekuatan. "Jangan sentuh saya!" Segera, tatapan Satria berubah heran. "Saya suami kamu dan sejak kapan kamu bisa membantah?""Bukan maksud saya membantah, tapi kamu keterlaluan. Jangan melihat saya sebagai pelacur dan jangan menganggap saya rendahan seperti yang selalu
Isabella tidak mengatakan apapun karena ucapan Satria hanya mengulang argumentasi sebelumnya. Namun, sikapnya membuat Satria semakin kesal. "Kenapa mengabaikan saya? Apa kamu menganggap saya tidak ada?"Isabella menatap Satria. "Lebih baik kita menjalani propesi masing-masing dan biarkan semuanya mengalir." Suaranya sangat santun. Namun, saat ini Satria baru saja mengingat chat dari Devan. "Saya harus pergi. Katakan pada mama dan papa, saya sedang bersama pemuda karang taruna." Isabella tidak menahan kepergian Satria, lalu mengatakan pesan suaminya saat dia menghampiri kedua mertuanya di ruang keluarga. Haris dan Mia tidak curiga sama sekali karena memang Satria cukup aktif di karang taruna. Saat ini Satria sedang menuju markas gengnya. Hatinya merasa lebih senang dan tenang setelah meninggalkan rumah. "Sekarang rumah menjadi tempat masalah. Padahal dari awal saya sudah banyak masalah sama papa, tapi adanya Isabella semakin menambah masalah. Ck!"Sebelum meninggalkan daerah, Satria
Hari ini Satria tidak segera mengunjungi restoran karena dia segera datang ke rumah sakit untuk mencari Isabella. "Maaf, perawat Isabella ditempatkan di mana, di bagian apa dan sekarang dia di mana?" Dia menanyai perawat yang kebetulan berpapasan.Jadi, akhirnya Satria menemukan Isabella yang sedang menenteng nampan berisi obat-obatan. Tanpa basa-basi, Satria meraih lengan Isabella dari belakang hingga hampir saja obat-obatan itu terjatuh."Satria?" Isabella baru saja menyadari kehadiran suaminya saat berbalik, saat kagetnya belum hilang."Saya mau bicara!""Ta-tapi ... saya harus mengantar obat pada pasien ...." Selain kaget dengan kedatangan Satria, Isabella juga khawatir tindakan Satria dianggap membahayakan karena di atas mereka terdapat CCTV.Satria menatap mata Isabella menggunakan tatapan yang sangat tajam. "Apa yang kamu katakan pada Naura? Hari ini dia menghindari
Satria kembali ke rumah, tetapi kali ini dia segera mencari Isabella. "Abel sudah pulang?" pertanyaan segera dilontarkan pada ibunya yang sedang menyiram tanaman di halaman."Sudah, baru saja. Kenapa tidak menjemput Abel?" Banyak perasaan bahagia dalam hati Mia karena putra dan menantunya sangat harmonis, bahkan seolah Satria tidak tahan setelah tidak melihat Isabella hampir seharian."Satria tidak tahu jadwal Abel." Senyuman lebar Satria.Namun, Mia mengatakan hal hangat alih-alih menasihati, "Papa baru saja mengatakan pencapaian kamu di restoran. Terimakasih sudah membanggakan kami dan terimakasih karena kamu dan Isabella hidup sangat harmonis." Senyumannya sangat lembut dan tatapannya hanya menggambarkan perasaan bangga.Kali ini Satria tersenyum kecil karena yang dilihat Mia dan Haris hanya kepalsuan jadi sedikitnya dia merasa bersalaha hanya saja tidak mungkin mengatakan yang s
Satria kembali pukul tiga pagi, hanya saja karena perintahnya pada Isabella, sialnya Satria tidak bisa membuka pintu kamar karena terkunci dari dalam. Jadi, terpaksa dia berbaring di sofa dengan tv menyala hingga menciptakan alasan seolah tanpa sengaja dia tertidur saat menyaksikan acara televisi. Maka, saat subuh menjelang Mia menemukan putranya tertidur di sofa. "Sejak kapan kamu menonton tv malam-malam," teguran sayangnya pada Satria yang terlelap, kemudian mengguncang pelan tubuh Satria hingga terbangun dengan mata merah. "Sudah mau subuh, cepat ke kamar, shalat bersama Abel ... atau kalian juga bisa berjamaah dengan mama dan papa di musola.""Sebentar lagi, Ma ...." Satria meninggikan selimut yang sejak awal ada di atas sofa untuk menutupi celana jeans yang dipakainya, sedangkan jaket kulitnya disembunyikan di bawah punggung. "Jangan lupa pindah ...." Senyuman hangat Mia kemudian menyalakan semua lampu besar di semua ruangan. Ini dijadikan kesempatan oleh Satria untuk segera ma
Satria tiba di restoran, dia baru saja bekerja selama satu jam. Tapi Saat ini Isabella dan dua orang kawannya mengunjungi restoran. "Ini pertama kalinya jam istirahat kita telat, tapi untungnya dokter berbaik hati memberikan uang makan lebih dari saku pribadinya, padahal bukan beliau yang bertugas memberikan gaji," kekeh salah satu perawat saat baru saja duduk.Isabella menyahut dengan kekeh, "Seharusnya tadi kita lebih banyak berterimakasih.""Kita harus berterimakasih lagi setelah ini."Satria menyadari kehadiran mereka, tapi tidak menyadari jika salah satunya adalah Isabella karena dia duduk memunggunginya. Maka, saat ini Satria berjalan ke meja mereka untuk mencatat pesanan saat salah satu perawat melambaikan tangan. "Selamat siang, mau pesan ...." Saat ini dia baru saja menyadari kehadiran Isabella saat tatapannya menyebar pada ketiga perawat, "apa?" Kini, suaranya cukup canggung karena kaget.
Satria tiba di kampus lebih awal hanya untuk menunggu kedatangan Naura. Jadi, dia segera menghampiri si gadis yang baru saja berpamitan pada ayahnya. "Nay." Lagi, Naura menghindar. "Pagi Satria. Eu ... saya duluan ya. Saya sudah ada janji." Hendak Naura berlalu, tetapi Satria menahan tangannya hingga langkahnya terhenti."Kenapa kamu menghindari lagi?" Tatapan Satria sangat lembut walaupun di dalamnya terdapat sendu."Saya biasa saja, kok." Senyuman hambar Naura. "Nay, jangan menghindari saya terus ..., jangan karena saya sudah menikah, kamu jadi menghindari saya seperti ini." Tidak sungkan Satria memohon. Naura tidak nyaman, tetapi dia tetap berkata di hadapan Satria, "Kamu sudah menikah, kita tidak pantas masih dekat walaupun bersahabat karena bagaimanapun kamu harus menjaga perasaan Abel." "Itu tidak masalah ..., persahabatan tidak akan mengganggu pernikahan." Sebenarnya dia mengharapkan hal berkebalikan, tetapi kali ini dia harus merangkai kata yang pas untuk membujuk Naura."