Hari ini Satria tidak segera mengunjungi restoran karena dia segera datang ke rumah sakit untuk mencari Isabella. "Maaf, perawat Isabella ditempatkan di mana, di bagian apa dan sekarang dia di mana?" Dia menanyai perawat yang kebetulan berpapasan.
Jadi, akhirnya Satria menemukan Isabella yang sedang menenteng nampan berisi obat-obatan. Tanpa basa-basi, Satria meraih lengan Isabella dari belakang hingga hampir saja obat-obatan itu terjatuh.
"Satria?" Isabella baru saja menyadari kehadiran suaminya saat berbalik, saat kagetnya belum hilang.
"Saya mau bicara!"
"Ta-tapi ... saya harus mengantar obat pada pasien ...." Selain kaget dengan kedatangan Satria, Isabella juga khawatir tindakan Satria dianggap membahayakan karena di atas mereka terdapat CCTV.
Satria menatap mata Isabella menggunakan tatapan yang sangat tajam. "Apa yang kamu katakan pada Naura? Hari ini dia menghindari
Satria kembali ke rumah, tetapi kali ini dia segera mencari Isabella. "Abel sudah pulang?" pertanyaan segera dilontarkan pada ibunya yang sedang menyiram tanaman di halaman."Sudah, baru saja. Kenapa tidak menjemput Abel?" Banyak perasaan bahagia dalam hati Mia karena putra dan menantunya sangat harmonis, bahkan seolah Satria tidak tahan setelah tidak melihat Isabella hampir seharian."Satria tidak tahu jadwal Abel." Senyuman lebar Satria.Namun, Mia mengatakan hal hangat alih-alih menasihati, "Papa baru saja mengatakan pencapaian kamu di restoran. Terimakasih sudah membanggakan kami dan terimakasih karena kamu dan Isabella hidup sangat harmonis." Senyumannya sangat lembut dan tatapannya hanya menggambarkan perasaan bangga.Kali ini Satria tersenyum kecil karena yang dilihat Mia dan Haris hanya kepalsuan jadi sedikitnya dia merasa bersalaha hanya saja tidak mungkin mengatakan yang s
Satria kembali pukul tiga pagi, hanya saja karena perintahnya pada Isabella, sialnya Satria tidak bisa membuka pintu kamar karena terkunci dari dalam. Jadi, terpaksa dia berbaring di sofa dengan tv menyala hingga menciptakan alasan seolah tanpa sengaja dia tertidur saat menyaksikan acara televisi. Maka, saat subuh menjelang Mia menemukan putranya tertidur di sofa. "Sejak kapan kamu menonton tv malam-malam," teguran sayangnya pada Satria yang terlelap, kemudian mengguncang pelan tubuh Satria hingga terbangun dengan mata merah. "Sudah mau subuh, cepat ke kamar, shalat bersama Abel ... atau kalian juga bisa berjamaah dengan mama dan papa di musola.""Sebentar lagi, Ma ...." Satria meninggikan selimut yang sejak awal ada di atas sofa untuk menutupi celana jeans yang dipakainya, sedangkan jaket kulitnya disembunyikan di bawah punggung. "Jangan lupa pindah ...." Senyuman hangat Mia kemudian menyalakan semua lampu besar di semua ruangan. Ini dijadikan kesempatan oleh Satria untuk segera ma
Satria tiba di restoran, dia baru saja bekerja selama satu jam. Tapi Saat ini Isabella dan dua orang kawannya mengunjungi restoran. "Ini pertama kalinya jam istirahat kita telat, tapi untungnya dokter berbaik hati memberikan uang makan lebih dari saku pribadinya, padahal bukan beliau yang bertugas memberikan gaji," kekeh salah satu perawat saat baru saja duduk.Isabella menyahut dengan kekeh, "Seharusnya tadi kita lebih banyak berterimakasih.""Kita harus berterimakasih lagi setelah ini."Satria menyadari kehadiran mereka, tapi tidak menyadari jika salah satunya adalah Isabella karena dia duduk memunggunginya. Maka, saat ini Satria berjalan ke meja mereka untuk mencatat pesanan saat salah satu perawat melambaikan tangan. "Selamat siang, mau pesan ...." Saat ini dia baru saja menyadari kehadiran Isabella saat tatapannya menyebar pada ketiga perawat, "apa?" Kini, suaranya cukup canggung karena kaget.
Satria tiba di kampus lebih awal hanya untuk menunggu kedatangan Naura. Jadi, dia segera menghampiri si gadis yang baru saja berpamitan pada ayahnya. "Nay." Lagi, Naura menghindar. "Pagi Satria. Eu ... saya duluan ya. Saya sudah ada janji." Hendak Naura berlalu, tetapi Satria menahan tangannya hingga langkahnya terhenti."Kenapa kamu menghindari lagi?" Tatapan Satria sangat lembut walaupun di dalamnya terdapat sendu."Saya biasa saja, kok." Senyuman hambar Naura. "Nay, jangan menghindari saya terus ..., jangan karena saya sudah menikah, kamu jadi menghindari saya seperti ini." Tidak sungkan Satria memohon. Naura tidak nyaman, tetapi dia tetap berkata di hadapan Satria, "Kamu sudah menikah, kita tidak pantas masih dekat walaupun bersahabat karena bagaimanapun kamu harus menjaga perasaan Abel." "Itu tidak masalah ..., persahabatan tidak akan mengganggu pernikahan." Sebenarnya dia mengharapkan hal berkebalikan, tetapi kali ini dia harus merangkai kata yang pas untuk membujuk Naura."
Devan berkata santai saat menyahut permintaan Satria, "Saya tidak mengerti rumah tangga. Usia saya belum sampai kesana." "Kamu pikir saya megerti! Ck!" Saat ini bukan hanya perasaannya yang campur aduk, tetapi moodnya sedang tidak baik."Saya akan menemani kamu di restoran." Devan bergegas meninggalkan duduknya saat Satria masih menatap tercengang."Mau apa?" "Menemani kamu saja. Tidak boleh?" Devan menyodorkan tangannya untuk melakukan salam tinju dengan Satria hingga kawannya menyahut. "Kita kawan satu geng. Kita menjunjung tinggi solidaritas." Satria menyukai cara Devan yang berhasil memperbaiki setengah mood buruknya. Maka, kini keduanya meluncur menuju restoran. Di sana, Devan mendapatkan meja khusus. Dia duduk bermain game dan makan di sana selama Satria bekerja. "Bapak boleh melaporkan ini pada papa!" ucap angkuh Satria di hadapan Galih hingga Galih tersenyum ramah, tetapi hatinya merasa seolah Satria sedang menuduhnya bahwa dia melaporkan semua yang Satria lakukan, bahkan u
Pagi ini Haris dan Mia mengajak anak dan menantunya berolahraga kecil. Mereka berlari kecil menyusuri jalanan daerah, tetapi Hendri dan Mia berhenti di lapangan untuk mengikuti senam maka kini hanya menyisakan Satria dan Isabella yang masih berlari kecil. "Ternyata daerah ini sangat luas." Isabella menyukai kegiatan ini, pun wajahnya berseri-seri.Namun, berlainan dengan Satria yang justru membenci kegiatan seperti ini. Langkahnya tiba-tiba saja terhenti setelah jarak dengan lapangan cukup jauh. "Kamu sendiri saja.""Saya tidak tahu daerah ini. Bagaimana saya akan pulang ...." Isabella menolak halus."Di daerah ini tidak ada yang tidak tahu papa dan mama!" Suara dingin Satria seiring menatap ke arah lain."Tapi kan ... saya juga sedikit malu kalau berjalan sendiri ..., bagaimanapun saya ini pendatang."Satria berdecak tipis. "Duduk saja di sini!" Dia menyalakan rokokn
Adzan magrib sudah berkumandang, tetapi Satria masih belum kembali. "Kebiasaan. Nongkrong sampai tidak tahu waktu!" Maka, Haris kembali mendengus kesal karena perbuatan Satria tidak tahu adab. Putranya tidak bisa membedakan sebelum menikah dan sesudah menikah. Dia juga malu pada menantunya. Namun, Mia sedikit membela putranya. "Tidak apa, pa ... sesekali. Lagipula ini week end, biasanya Satria sibuk di kampus dan restoran. Apa salahnya memberikan waktu bermain, yang penting tidak balapan. Motor Satria tetap di garasi.""Kasihan Abel ...." Haris mendesah. "Sejak tadi Abel sama mama. Mama rasa Abel juga tidak keberatan jika hanya sesekali memberikan me time pada Satria," kekeh Mia yang sedang memakai alat shalat. Hendri tidak lantas melakukan ibadah. "Panggil Abel. Kita shalat bersama." Jadi, ketiganya shalat di mushola yang terletak di samping kamar Haris dan Mia. Mereka tetap bersama hingga menyelesaikan shalat isha. Kemudian Mia dan Isabella mulai menata meja makan. "Ma, Abel tel
Isabella tahu jika ucapan dokter tidak bisa disampaikan pada Satria maka alasan dibuat. "Saya ingin fokus pada pekerjaan." "Fokus memang penting, tapi kesejahteraan rumah tangga juga sangat penting. Jangan karena kamu ingin berkarier, terus kamu mengabaikan masa depan rumah tangga kamu." Dokter wanita ini masih memberikan nasihat. "Saya sudah membicarakan hal ini dengan suami saya." Bukan maksud Isabella tidak ingin menerima masukan baik.Dokter tidak bisa mengatakan pendapatnya lagi. "Keputusan ada pada kalian. Saya hanya mencoba mengingatkan." Jadi, saat ini dokter menyarankan Isabella untuk mencoba kb pil dibandingkan mencoba kb yang berat. Maka, segera Isabella mendapatkannya di bagian farmasi, lalu mendesah."Apa keputusan saya benar?" Pil kb dipandangi karena obat ini akan menghambat anugerah Tuhan walaupun manusia tidak ada yang tahu takdirnya akan seperti apa.Sementara, Satria sedang duduk bersebelahan dengan Naura. Dia mencoba melanjutkan hubungan baik mereka. "Semalam say