Share

Bab 4. Bukan Kamu yang Saya Mau

Mia dan Satria tiba di ruang tengah saat obrolan Haris dan Isabella berakhir. “Beristirahatlah ....” senyuman lembut Mia mengarah pada putra dan menantunya. Jadi, kini Satria dan Isabellla masuk ke dalam kamar.

“Apa yang kamu bicarakan sama papa?” tanya dingin Satria.

“Tentang yang tadi.” Isabella tidak bertele-tele dan tidak menyembunyikan apapun.

“Orangtua kamu tahu?” Tatapan Satria segera menyelidik.

“Tidak.” Isabella menatap Satria, tetapi Satria tidak terlihat sebagaimana suami, justru sejak peristiwa tadi Isabella selalu merasa jika Satria adalah ancaman.

“Katakan saja!”

“Heuh?” Tentu saja ucapan Satria di luar dugaan Isabella.

“Kalau kamu mengadu, ada kemungkinan orangtua kamu semakin tidak menyukai saya, dan mungkin tidak lama lagi orangtua kamu meminta saya menceraikan kamu. Itu bagus.” Kini, Satria menyeringai.

“Saya tidak akan mengatakan apapun pada mama dan papa.” Kalimat Satria berbanding terbalik dengan orangtuanya. Itu mengejutkan, tetapi setelah mendengar alasannya, Isabella merasa itu bukan hal aneh.

“Jadi kamu ingin kita terus berumah tangga walaupun tidak ada cinta?” Tatapan Satria menyelidik sekalian mengiris.

“Saya tidak mau menyakiti papa dan mama setelah saya mengecewakan mereka.” Suara Isabella selalu santun dan terjaga.

“Ck. Jujur saja, kamu ingin kita terus menjalani pernikahan. Apa kamu mulai nyaman dengan saya?” Satria menyunggingkan bibirnya dengan kesan mengejek.

“Kita sudah menikah, jadi saya akan bersikap dan menjalankan kewajiban saya sebagaimana seorang istri.”

“Jangan membahas tentang kewajiban atau apapun itu. Itu menjijikan!” Raut wajah Satria terlihat sangat menakutkan di mata Isabella, seakan Satria ingin menyerangnya, tetapi dia sedang menahan niatnya.

Isabella menunduk sesaat untuk menghindari tatapan Satria yang bagaikan serigala haus memangsa, kemudian mengalihkan pembicaraan seiring menyiapkan selimut. Jadi, dia tidak perlu menatap mata Satria. “Sudah pukul sebelas malam.”

Satria berdecak, dia memandangi tidak suka ke arah Isabella, kemudian mendengus. “Jadi malam ini kamu akan tetap tidur di kamar saya?”

Isabella masih memunggungi Satria, tapi kali ini dia membalik tubuhnya. “Iya, saya tidak bisa tidur di tempat lain.”

Satria segera berjalan ke arah Isabella, menatapnya bersama dengusan seolah ingin memakan istrinya hidup-hidup. Namun, saat ini wajah mereka cukup dekat hingga isi kepala Satria mulai memikirkan hal lain. “Apa kamu masih perawan?”

Tentu saja Isabella kaget mendengar pertanyaan Satria yang seolah sedang merendahkannya. “Selama ini saya menjaga diri dari semua lelaki hingga tidak ada yang menyentuh saya.”

“Bagaimana pacar kamu?” Tatapan Satria memang sedang merendahkan Isabella.

“Saya tidak pernah berpacaran.”

“Usia kamu lebih tua dari saya. Tidak mungkin tidak pernah berpacaran dan tidak mungkin kamu masih perawan!” Satria semakin meremehkan Isabella dan terkesan menghina, menganggapnya wanita murahan.

“Saya berani bersumpah. Andai kamu menyentuh saya, kamu adalah laki-laki pertama yang melakukannya.” Matanya sudah mulai berkaca karena penghinaan Satria ternyata lebih menyakitkan dari sikap dinginnya.

Tatapan Satria mulai mengarah pada dada Isabella. Isabella menyadari hal ini, tetapi mereka adalah pasangan suami dan istri, bagaimanapun juga dia sudah berjanji akan menjalankan kewajiban seorang istri pada suaminya.

“Saya harus membuktikannya karena walaupun saya tidak berniat hidup sama kamu sampai akhir hayat, tapi saya tidak mau bersama perempuan kotor, apalagi perempuan itu sudah menjadi istri saya.” Seringai genit mulai menyala, tetapi Satria hanya akan memanfaatkan tubuh Isabella, bukan sedang menjalankan kewajiban suami pada istrinya.

Lagi, Isabella harus menelan rasa sakit sendirian. Dia hanya bisa menjerit di dalam hatinya saat mengartikan tatapan Satria. “Saya bisa membuktikannya.” Suaranya mulai gemetar karena rasa sakit di hatinya menghujani.

Satria kembali memandangi tubuh Isabella, kali ini mulai memandanginya dengan detail, dari ujung kepala hingga ujung kaki. Kulit Isabella tampak halus, kulitnya putih dan bercahaya, juga segar. Maka, imajinasinya mulai menganggap bahwa bagian yang tertutup lebih bagus dari pada yang terlihat. “Buka bajumu!” titahnya tanpa ragu.

Namun, Isabella mengerjap. “Sa-saya ... malu ....” Isabella masih berdiri di tempatnya, tidak ada pergerakan. Dia juga tidak menutupi bagian dadanya walaupun tatapan Satria sering mengarah kesana.

“Kenapa malu? Saya suami kamu. Itu kan yang selalu kamu bahas. Kamu akan menjalankan kewajiban seorang istri, jadi seharusnya kamu mengerti yang ini.” Satria semakin menyeringai karena dia mulai menikmati mempermainkan Isabella.

Saat ini Isabella tidak dapat melakukan apapun walaupun saat ini dia sangat malu. “Sa-saya ... akan membuka pakaian, tapi matikan lampu besarnya.” Suaranya semakin gemetaran karena gugup.

“Tidak. Biarkan lampu besarnya menyala. Saya tidak bisa melihat apapun kalau hanya memakai lampu tidur.” Seringai Satria semakin berkibar hingga seakan terlihat cabul.

Perlahan, tangan Isabella mulai mengarah pada bagian kancing di dadanya. Tanggannya gemetaran dan berkeringat. Dia sangat malu dan merasa sedang dipermainkan, dia merasa Satria menganggapnya sebagai wanita jalang, tetapi Satria adalah suaminya. Kedua prinsip ini sangat bertolak belakang bagaikan setan dan malaikat.

Namun, saat salah satu kancing terbuka justru Satria memalingkan wajahnya. “Kamu akan membukanya?” Satria bertanya tanpa menatap Isabella.

“Kamu yang minta.” Suara Isabella mulai mengecil karena terlalu gugup.

“Kenapa?”

“Karena kamu suami saya. Kamu berhak atas saya.”

Satria menghembus udara panjang. Dia membalik tubuhnya. “Bukan kamu yang saya mau, tapi Naura.” Suaranya terdengar sangat sendu.

“Saya tahu ....” Begitupun Isabella.

Selama beberapa saat, Isabella menatap lantai yang dingin tetapi tidak sedingin sikap Satria. Pun, Satria tidak pernah menoleh. Tetapi di detik kemudian Satria menarik lengan Isabella hingga tubuhnya terjatuh di atas tempat tidur, di bawah tubuh Satria.

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status