Share

Bukan Ibu Susu Palsu
Bukan Ibu Susu Palsu
Author: Miss_Pupu

1 Kehilangan

Author: Miss_Pupu
last update Last Updated: 2025-03-14 20:29:56

"Bayimu meninggal, Bodoh!"

Raya terkejut. Sebelah tangan nampak menutup mulut yang sedikit menganga. Air matanya seketika luruh di pipi. Isi hatinya benar-benar hancur porak poranda. "Tidak...."

Wati—sang mertua mendekat pada Raya, bukan untuk menenangkan sang menantu, melainkan malah mendorong kepala Raya dengan jemari tangannya. "Ini semua gara-gara kamu!" geramnya. Wati marah karena Raya nekad pergi ke Jakarta sendirian.

Akibatnya Raya harus mendadak melahirkan karena batinnya terguncang usai memergoki sang suami bersama seorang wanita paruh baya tengah berduaan di kamar kostnya.

Bagaimana mungkin ini gara-gara Raya, sedang ia tak pernah tahu kondisi kehamilannya selama ini. Wati adalah mertua yang so tahu, tak pernah membiarkan Raya memeriksa kandungan ke Dokter atau Bidan.

Dunia Raya seketika hancur, dadanya semakin sakit. Mendengar bayinya meninggal terasa lebih menyakitkan dari pada memergoki suaminya selingkuh. Kepala Raya tiba-tiba pusing, pandangannya gelap hingga ia kembali tak sadarkan diri.

"Baguslah kamu pingsan Raya! Menantu tak bisa diatur! Mending aku urus saja jenazah cucuku sendiri." Wati membalikan badan. Ia malah meninggalkan Raya yang sedang pingsan.

Satu malam berlalu setelah itu. Akhirnya Raya membuka kelopak matanya. Tentu saja petugas medis langsung melakukan tindakan, menolong Raya ketika pingsan.

Ketika Raya melihat langit-langit kamar, ia merasa bukan lagi berada di ruangan bersalin. "Ini dimana?" desisnya.

Raya berusaha bangkit, namun tubuhnya yang lemah membuatnya kembali terbaring. Tak ada siapa pun di sampingnya.

"Selamat siang, Ibu." Seorang petugas berseragam putih menghampiri Raya untuk melakukan pemeriksaan ulang.

Gegas Raya pun bertanya. "Sus, dimana bayi saya?"

"Bayi Ibu sudah tiada. Semalaman Ibu tak sadarkan diri. Jenazah bayinya telah dibawa pulang oleh pihak keluarga Ibu."

Raya menggelengkan kepala sambil menangis. "Kenapa tak beritahu saya terlebih dulu? Padahal saya ingin melihat bayi saya."

"Mohon maaf, Ibu. Ibu cukup lama tidak sadarkan diri. Ibu Wati langsung mengurus kepulangan jenazah." Petugas berseragam putih itu kembali menjelaskan.

"Saya harus segera pulang." Rasa kecewa menghujam jantung Raya.

"Jangan, Bu. Ibu Raya Masih belum pulih. Ibu harus menunggu persetujuan dari Dokter. Jangan memaksa pulang karena kalau memaksa artinya Ibu siap menanggung biaya rumah sakit secara umum. Saat ini perawatan Ibu menggunakan bantuan dari pemerintah, jadi Ibu harus patuh sampai kondisi benar-benar sehat."

Entah siapa yang mengurus hal itu, air mata Raya kian mengalir deras di pipinya. Padahal uang kiriman dari sang suami selalu banyak, tapi uang itu dipegang Wati. Raya tak pernah memiliki kuasa. Kalau harus seperti ini jadinya, Raya merasa lebih baik mati saja. Hidup pun sudah tak berarti lagi.

***

Hari ke tiga di rumah sakit, kondisi Raya sudah pulih. Dokter pun sudah memperbolehkan Raya pulang. Tapi sebelum pulang, dada Raya tiba-tiba basah. Air susunya menetes cukup banyak.

"Ya Tuhan, air susunya keluar." Raya kembali menangis. Harusnya air susu itu diberikan pada bayinya yang sudah meninggal, tapi kini malah terbuang sia-sia.

Raya sudah mengganti pakaian beberapa kali, tapi cairan putih dari buah dadanya tak mau berhenti menetes. Air susunya sangat subur, sesuai dengan tubuh Raya yang saat ini terlihat berisi.

Sementara di ruangan lain, terlihat satu keluarga tengah berduka atas kepergian seorang ibu pasca melahirkan. Bayinya selamat, tapi ibunya yang malah meninggal akibat pendarahan hebat. Bukan hanya itu, bayi yang dilahirkannya masuk inkubator karena prematur. Bayi itu hanya berukuran 1,5 kilogram. Bayi dari pemimpin PT.Fadillah grup itu terlihat tidak sehat dan kondisinya pun sangat memperihatinkan.

"Bayinya sangat membutuhkan ASI, saya harap Bapak bisa mencari ASI untuk bayi Bapak." Dokter anak menjelaskan kepada Aditya Fadillah usai memeriksa kondisi bayinya.

"Apakah tidak bisa diberikan susu formula saja yang gampang?" Aditya bertanya. Ia berpikir pasti akan sulit mencari ASI saat kondisi mendesak seperti saat ini.

"Jangan, Pak. Kondisi bayi sangat memperihatinkan. Bayi Anda pun memiliki alergi terhadap susu formula. Sebaiknya ASI saja dari ibu yang tengah menyusui agar kondisi bayi Anda segera pulih."

Aditya meremas kepalanya yang terasa berat. Dari balik dinding kaca yang tebal, ia hanya bisa melihat bayinya di dalam box inkubator tengah terbaring lemah. Tentu hatinya sakit bagai tertusuk belati. Istrinya meninggal, bayinya pun kini memprihatinkan. Apakah dia malah akan kehilangan dua-duanya orang yang sangat dicintai?

Tidak, Aditya tidak mau itu terjadi. Ia menitipkan bayi kepada ibunya yang menunggu, sementara dirinya langsung pergi, berusaha mencari ASI untuk bayinya.

***

"Baju Ibu sepertinya basah." Salah satu perawat yang membantu Raya, terlihat menegur.

Saat ini Raya sudah bersiap akan segera pulang. Tak ada yang menjemputnya, baik Raihan atau pun Wati.

"Iya, Sus. ASI saya terus merembes. Tak ada lagi baju ganti." Raya menutup buah dadanya yang basah, olah tengan.

"ASI-nya banyak ya, Bu?" Perawat wanita itu nampak takjub.

Raya pun langsung mengangguk sendu. Rasanya mubajir dengan kondisi ASI miliknya yang subur. "Nanti saya akan pompa dan membuangnya."

"Jangan, Bu. Di luaran sana banyak sekali bayi yang membutuhkan ASI. Ibu bisa menyumbangkan ASI untuk bayi yang sedang membutuhkan. Kebetulan di ruangan bayi, terdapat bayi prematur yang sedang membutuhkan ASI. Kondisinya sangat memprihatinkan. Kasian sekali." Perawat menerangkan.

Raya tercengang. Pemahamannya akan hal itu sangat kurang. "Memangnya Ibu bayinya kemana? Apa ASI-nya kering?" tanyanya.

"Ibu bayinya meninggal saat melahirkan."

Rasa mengusap dadanya. Bahkan ada yang lebih menyakitkan dari kisah hidupnya.

"Baik, Sus. Saya akan mendonorkan ASI saya. Dari pada terbuang mubajir, lebih baik digunakan untuk menolong bayi yang membutuhkan."

"Baik, Ibu. Jika berkenan, saya akan mengantar Ibu ke ruangan Bayi."

Dengan menggunakan kursi roda, Raya di dorong oleh perawat rumah sakit menuju ruangan bayi. Di depan ruangan, Raya bertemu seorang wanita paruh baya yang terlihat berduka.

"Permisi, Ibu." Perawat menyapa wanita itu. "Saya membawa ASI untuk cucu Ibu dari ibu yang baru melahirkan. Ibu Raya namanya. ASI-nya sangat banyak dan kebetulan cucu ibu sedang membutuhkan. Kondisi tubuh Ibu Raya juga sehat, tidak memiliki riwayat penyakit apa pun. Jika diperbolehkan kami akan berikan ASI Ibu Raya sekarang."

Mendengar penjelasan perawat, wanita paruh baya itu nampak menyeringai senang. Tatapannya pun terlihat berbinar. "Tentu saja boleh, Sus. Putra saya sudah mencari ASI kemana-mana, tapi belum juga menemukan." Dia pun segera mengalihkan pandangan pada Raya yang duduk di kursi roda. "Terima kasih banyak, Nak Raya. Semoga Tuhan membalas kebaikanmu," imbuhnya berucap pada Raya.

"Sama-sama, Bu. ASI saya sangat banyak. Bayi saya sudah meninggal. Sayang sekali kalau ASI ini terbuang sia-sia," balas Raya sambil mengukir senyum.

Manik wanita paruh baya itu nampak berkaca-kaca karena terharu.

Raya pun kemudian dibawa perawat, masuk ke ruangan bayi untuk segera memompa ASI-nya. ASI yang raya hasilnya cukup banyak dan cukup untuk bayi Aditya selama tiga hari.

"Hai, Bayi kecil." Raya menyapa di dekat inkubator. Seandainya bayi itu adalah anaknya, pasti ia sangat bahagia. "Lekas sehat ya... Semoga ASI yang aku berikan bisa membuat tubuhmu kuat dan segera keluar dari box ini," desisnya di dekat inkubator.

Setalah Raya berlalu jauh dari rumah sakit, Aditya tiba dengan wajah kusut. Ia melapor pada ibunya di depan ruangan bayi.

"Tidak ada satu pun wanita yang bisa memberikan ASI-nya, Bu," lapor Adit dengan wajah sendu pada ibunya.

"Bayimu sudah mendapatkan ASI, Adit." Ibunya membalas.

"Apa!" Aditya terkejut. "Dari siapa?" tanyanya kemudian.

"Seorang wanita muda bernama Raya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Bukan Ibu Susu Palsu   2 Diusir

    Aditya nampak menyeringai. Ia kemudian langsung masuk ke ruangan tempat bayinya berada. Dari sudut matanya terlihat bulir bening yang terbendung. Pria itu nampak terharu. "Permisi, Pak. Atas izin dari neneknya, bayi Pak Adit sudah mendapatkan ASI." Perawat yang berjaga di ruangan bayi langsung mendekati Aditya. "Lalu, apakah ada perkembangan bagus pada bayi saya?" tanya Aditya nampak antusias. "Tentu saja, Pak. Kondisi bayi Pak Adit berangsur baik. Apalagi jika terus menerus mendapatkan ASI secara maksimal." Sejenak Aditya terdiam. Ia menatap wajah bayinya yang memang sedikit lincah dari biasanya. Tangan dan kaki sang bayi yang keriput kini bergerak-gerak lincah, membuat Aditya merasa lega. Ia kemudian mengembalikan pandangan pada perawat di sampingnya. "Dimana pemilik pendonor ASI itu? Saya ingin bertemu," tanya Aditya tak mau menunda waktu. "Ibu Raya sudah keluar dari rumah sakit sejak siang tadi, Pak." Napas Aditya seketika lesu. "Apakah Anda bisa membantu saya? Saya ingin ta

    Last Updated : 2025-03-14
  • Bukan Ibu Susu Palsu   3 Dimanfaatkan

    Bukan hanya Wati, Winda pun nampak tercengang. Kebetulan mereka memang tengah membutuhkan uang yang banyak untuk membayar hutang-hutang Winda. "Minta tolong apa?" Wati kembali bertanya. "Saya membutuhkan ASI yang banyak untuk pemulihan bayi saya." Aditya menjawab. Pandangannya kemudian beralih pada Winda yang ia sangka adalah Raya. "Jika Raya bersedia mendonorkan ASI-nya, saya bersedia membayar berapa pun nominal yang Raya minta. Asalkan bayi saya mendapat ASI yang cukup sampai berat badannya maksimal." Mendengar penjelasan Aditya, Wati dan Winda nampak menganga karena tercengang. Sepertinya ini adalah kesempatan bagus bagi mereka. "Sebentar, Pak." Wati langsung menarik tangan Winda untuk masuk ke dalam kamar Winda. Tentu karena Wati ingin berbicara serius dengan putrinya itu. Di dalam kamar Winda, wajah Wati nampak masih terkejut. Isi kepalanya berseliweran tumpukan uang kertas berwarna merah. "Dengarkan Mama, Winda. Kita akan kembali ke depan menemui pria yang bernama Aditya b

    Last Updated : 2025-03-14
  • Bukan Ibu Susu Palsu   4 Bertemu Kembali Dengan Bayi Mungil

    Beberapa jam setelah Wati dan Winda berlalu, kini tinggalah Raya sendiri d rumah yang sederhana itu. Keadaan rumah masih berantakan, Raya berusaha membereskan semuanya. Tapi pekerjaannya harus tertunda ketika mendengar pintu di depan rumah diketuk seseorang. Tok tok tok! Apakah Wati dan Winda sudah kembali? Secepat itukah? Raya bergegas mengelap tangannya yang basah usai mencuci piring. Ia segera melangkah menuju pintu utama. Ketika Raya membuka pintu, yang datang ternyata Raihan. Sedikit tercengang namun Raya berusaha tenang. "Kemana saja kamu, Mas?" tanya Raya pada suaminya. Namun tanggapan Raihan terlihat sinis. "Harusnya aku yang bertanya, kamu yang ke mana saja? Anak meninggal malah keluyuran!" geramnya. Mendengar itu, Raya menautkan kedua alisnya. "Aku keluyuran? Gak salah dengar aku?" Ia menunjuk wajahnya sendiri. "Sudahlah! Aku tidak bisa kamu bodohi." Raihan melangkah masuk, melewati tubuh Raya tanpa perduli. Pria itu seolah amnesia akan kesalahan sebelumnya. "Aku ba

    Last Updated : 2025-03-14
  • Bukan Ibu Susu Palsu   5 Tertekan

    Ketika jarum pada benda bundar yang melilit pergelangan tangan Raya sudah menunjukan pukul lima sore, wanita berbulu mata lentik itu baru saja tiba di rumah Wati. Sempat ragu untuk masuk rumah karena takut dimarahi mertua, tapi Raya belum punya pilihan lain. Pintu utama di rumah Wati nampak terbuka, Raya tak usah repot mengetuk pintu. Ketika Raya sudah berdiri di ambang pintu, ia melihat Wati dan Raihan tengah berbincang serius di ruang tamu. "Begitulah istri kamu, Raihan. Kerjaannya hanya keluyuran. Menghabiskan semua uang hasil kerja kerasmu. Itulah alasan mengapa Mama tak pernah suka dengan Raya." Wati kembali memanipulasi keadaan dengan melempar bensin di atas bara yang tengah menyala. Degh! Dada Raya terasa geram mendengar ucapan Wati dari balik celah pintu. Langkahnya seketika tertahan. Bisa-bisanya Wati berbohong pada anaknya. Padahal selama ini Wati dan Winda yang telah menghabiskan uang kiriman dari Raihan. "Dulu, aku pikir Raya adalah wanita lugu, Ma. Tak disangka kalau

    Last Updated : 2025-03-14
  • Bukan Ibu Susu Palsu   6 Bagai Disambar Petir

    Setiap pagi, ASI Raya selalu diperas, dibawa Wati dan Winda pergi untuk kemudian diberikan kepada Aditya Fadillah. Mereka bilang, ASI itu akan didonorkan pada bayi yang membutuhkan. Tapi ketika Raya meminta ikut, Wati langsung melarangnya. "Aku ingin melihat bayi yang aku beri ASI setiap hari itu." "Memangnya kamu tidak percaya pada Mama? Kamu pikir Mama berbohong?" "Tentu saja bukan itu alasannya, Ma. Aku hanya ingin ketemu saja dengan bayinya." "Tidak perlu. Pekerjaan di rumah masih banyak. Kamu cukup selesaikan pekerjaan kamu. Jangan membantah. Jangan membuat Mama marah dan kecewa. Diam di rumah, bereskan rumah, jangan kemana-mana!" Karena Raya banyak protes, pagi ini pintu rumah bahkan di kunci dari luar. Artinya, Raya tidak bisa kemana-mana. Kondisi saat ini membuat Raya kian tertekan. Sementara dalam hati, ia ingin sekali pergi ke Jakarta. Ada yang harus diselidiki. Raya tidak bisa diam saja. Ia segera berganti pakaian. Namun ketika melihat isi dompet, seketika tubuhnya l

    Last Updated : 2025-03-20
  • Bukan Ibu Susu Palsu   7 Menyakitkan

    "Tidak mungkin!" Raya menggelengkan kepala, menepis berita mengejutkan itu. "Belum cukupkah bukti-bukti poto itu, Raya?" Raya menutup wajah sendunya dengan kedua telapak tangan. Seketika tangisannya kembali pecah. Wanita bernasib malang itu harus kembali merasakan duka yang mendalam. Mengapa hidupnya semakin kacau? "Aku tidak berniat mengompori. Aku hanya tidak mau kamu semakin terluka, Raya." Hani mengusap bahu Raya guna menenangkannya. "Iya, aku paham itu." Raya segera mengusap pipinya yang kembali basah. "Mungkin aku tidak perlu lagi pergi ke Jakarta. Aku percaya dengan keteranganmu, Han." "Lalu, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" Hani nampak memastikan. "Aku akan pergi dari Mas Raihan. Aku akan mencari pekerjaan." Raya nampak yakin. "Tapi sepertinya, mencari pekerjaan di jaman sekarang tidaklah mudah. Aku sudah melamar kemana-mana, tapi sampai detik ini sama sekali belum ada kabar dari salah satu perusahaan yang aku tuju," tuturnya. "Aku akan membantumu. Berikan nomor

    Last Updated : 2025-03-21
  • Bukan Ibu Susu Palsu   8 Tak Bisa Lepas

    "Jika bersedia, ibu saya ingin bertemu dengan kamu," pinta Aditya Fadillah. Mata Winda sampai membulat mendengar permintaan Aditya. "Untuk apa, Pak?"Merasa berhutang budi yang begitu banyak. Aditya telah mempertimbangkan suatu keputusan yang besar. "Ibu saya ingin mengucapkan terima kasih. Namun selain itu, saya pun berniat menjadikan kamu sebagai ibu sambung untuk anak saya.""Apa!" Winda kian dibuat terkejut. Ia sampai tersendat ludahnya sendiri hingga batuk. "Uhuk... Uhuk..."Respect, Aditya langsung menyodorkan segelas minum pada Winda. "Minumlah." Segelas air dingin diteguk Winda sampai habis. Dia nampak menepuk pipinya sendiri. "Apa saya sedang bermimpi?" tanyanya gugup."Tidak. Ini bukan mimpi. Kamu bisa pikirkan tawaran saya. Jika sudah siap, saya tunggu kabarnya."Tawaran Aditya membuat Winda serasa melayang ke udara. Adik ipar Raya itu terlihat sangat bahagia. Ia pulang dengan wajah berseri-seri."Mama!" Sesampainya di rumah, Winda berteriak kegirangan saat memanggil Wati

    Last Updated : 2025-03-22
  • Bukan Ibu Susu Palsu   9 Tak Berdaya

    Ketika hari sudah gelap. Wati terpaksa mengeluarkan Raya dari kamar, tentu dengan penjagaan ketat. Wati harus memberi Raya makan karena esok pagi ASI-nya harus banyak.Makanan yang disediakan untuk Raya sudah tak asing, setiap hari hanya ikan asin dan rebusan pepaya muda. Tak pernah ada makanan enak yang disajikan di depan Raya, berbeda dengan makanan Winda dan Wati yang selalu mewah."Kenapa belum juga makan, Raya?" tegur Wati saat melihat Raya masih belum juga memakan makanannya."Aku tidak nafsu makan, Ma." Raya terlihat menunduk lemas."Kamu harus tetap makan, Raya. Mama tidak mau kalau kamu sampai sakit." Wati pun mengeluarkan jurus merayunya. Ia mendekat dan duduk di samping Raya. "Maafkan Mama ya. Mama tahu, Mama sudah kasar padamu. Mama janji, gak akan kasar lagi," rayunya kemudian. Ketika Wati membelai rambutnya, Raya sama sekali tidak tersentuh hatinya. Terlalu banyak rasa sakit yang ditorehkan sang mertua padanya. "Ayolah, Raya. Segera makan yang banyak. Mama juga sudah s

    Last Updated : 2025-03-23

Latest chapter

  • Bukan Ibu Susu Palsu   46 Berubah

    Malam ini, Raya sampai tak dapat tidur. Kelopak matanya terus saja terbuka tanpa bisa dipejamkan. Pikirannya kalut. Setiap kali berusaha untuk tidur, Fatih malah terbangun dan dia harus kembali menyusui Fatih.Bahkan ketika menatap wajah Fatih, tak terasa ada yang menetes dari sudut matanya. Ada kesedihan yang tak mampu dibendungnya malam ini.Raya terisak. Dihapusnya segera pipi yang sudah basah oleh tetesan bulir bening. Dia sendiri tidak tahu penyebab tangisannya malam ini. Yang pasti, ucapan Aditya tadi sore telah membuat hatinya terluka. "Ibu akan tetap bertahan di sini, sampai memastikan kamu tidak membutuhkan Ibu lagi, Fatih." Raya semakin terisak ketika menuturkan kalimat barusan. Anak susunya itu yang kini berada dalam pangkuan, terlihat mengukir senyuman pada Raya. Senyuman Fatih, ketika membuat perasaan Raya terasa lebih tenang dari sebelumnya. Bagaimana mungkin Raya bisa hidup tanpa Fatih? Ia merasa sebagian dari hidupnya, ada pada Fatih. Saya juga merasa kalau Fatih ada

  • Bukan Ibu Susu Palsu   45 Terasa Menyakitkan Hati

    "Heh! Ngapain kamu berdiri di situ?" tegur Seline yang baru saja menyadari keberadaan Raya di dekat tangga. "Kamu sedang nguping ya? Nggak sopan banget," imbuhnya menyindir.Dengan cepat, Aditya menoleh. Raut wajahnya seketika berubah menjadi tercengang. Ia benar-benar tidak tahu kalau Raya sudah berdiri di situ."Raya!" Aditya napak menganga. Bagaimana kalau Raya sampai mendengar percakapannya barusan. Sudah dipastikan Ibu susu Fatih pasti itu pasti sakit hati.Raya segera mengatur nafasnya. "Maaf, saya tidak berniat menguping. Saya hanya ingin mengantarkan pesanan kopi untuk Pak Aditya," ucapnya. Raya melanjutkan langkah lalu meletakan satu cangkir yang berisi kopi di atas meja. "Silahkan, Pak."Raya langsung berbalik arah, hendak turun.Namun Selin langsung menahan langkahnya. "Tunggu!"Akhirnya Raya menjeda langkah. "Kenapa, Bu?" tanyanya seraya menoleh."Apa! Ibu? Kamu pikir aku ibumu!" protes Selin pada Raya.Raya segera menunduk. "Maaf." "Panggil saya Nona!" pinta Selin dengan

  • Bukan Ibu Susu Palsu   44 Ada Yang Tertusuk

    "Hey! Pergi!" Mendengar Raihan berteriak di depan rumah majikannya, satpam yang berjaga di rumah Aditya langsung mengusir Raihan."Saya harus bertemu dengan istri saya!" pinta Raihan memaksa. Namun satpam berseragam putih hitam itu langsung mendorong Raihan hingga mundur beberapa langkah ke belakang."Anda tidak sopan! Pergi sekarang, atau saya akan melaporkan Anda ke pihak berwajib." Satpam pun segera mengeluarkan ancaman."Halah! Kamu dan majikanmu itu tak jauh beda, sama-sama tukang mengancam." Raihan tidak takut. Malah semakin menantang."Saya tidak mengancam. Anda telah membuat kekacauan di dapan rumah orang. Kami tidak nyaman dengan teriakan Anda. Pergi dari sini sekarang sebelum saya bertindak lebih jauh." Bukan hanya satu orang satpam, beberapa satpam di rumah Aditya nampak berkumpul untuk mengusir Raihan. Satpam kediaman Aditya itu sudah diberitahu mengenai Raihan. Penjagaan ketat mulai diterapkan sedari kemarin.Ditengah kekacauan yang dibuat Raihan, tiba-tiba sebuah sedan

  • Bukan Ibu Susu Palsu   43 Ingin Lepas

    Hari ini Raya bisa menghela nafas lega, Dia baru saja selesai mengajukan permohonan gugatan perceraian ke pengadilan agama.Proses ini masih cukup panjang. Raya harus mempersiapkan mental untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi nanti. Dia juga harus mempersiapkan diri untuk tahap selanjutnya yakni tahap mediasi. Saat ini Raya dan Aditya telah kembali ke kendaraan roda 4 milik Aditya. Ketika matahari sudah naik ke atas ubun-ubun, kendaraan Aditya harus terjebak macet di jalanan yang ramai oleh kendaraan. Saat itu pula, kemeja yang Raya gunakan nampak basah di bagian dadanya. Buah dada Raya basah. ASI-nya merembes. "Oh ya ampun." Menyadari hal itu, Raya langsung menutupi bagian dadanya dengan kedua telapak tangan. Ia baru sadar dengan pakaian yang sudah basah oleh ASI yang merembes keluar. Pun dengan Aditya sadar akan hal itu, menjadi serba salah. Ia tahu yang basah itu pasti ASI. Tapi Aditya tidak enak untuk mengatakannya."Kamu kenapa?" Aditya memilih untuk pura-pura

  • Bukan Ibu Susu Palsu   42 Mengajukan Gugatan Cerai

    "Ada apa ini?" Anita yang tak sengaja mendengar suara Selin, turut serta masuk ke kamar Fatih Sadar akan kedatangan Anita, Selin pun langsung merubah raut wajahnya menjadi sendu."Tante." Selin yang sudah memasang wajah sendu, langsung memeluk Anita. Menyembunyikan tangisan palsunya."Kenapa, Selin?" Anita menjadi keheranan. "Bukankah tadi kamu marah-marah? Kenapa jadi menangis?" tanyanya seraya mengusap lembut punggung Selin."Aku marah karena wanita itu menghinaku, Tante." Selin sambil terisak. Terlihat menangis, tapi tak ada setetes pun air mata yang keluar.Mendengar tuduhan Selin, Raya pun mendongak terkejut. Raya juga langsung menggelengkan kepalanya. "Saya tidak menghina siapa pun," bantahnya segera."Bohong, Tante. Dia berkata, kalau aku tidak pantas dekat dengan Fatih. Dia mengusirku. Aku menjadi marah dan sedih." Selin kembali berpura-pura menangis dalam pelukan Anita."Masa sih?" Anita menautkan kedua alisnya. Terlihat tak percaya."Tante gak percaya sama aku?" Wajah manja

  • Bukan Ibu Susu Palsu   41 Sedih Sendiri

    "Hah!" Mendengar itu seketika Raya mendongak terkejut. "Maksudnya?" Sadar dengan ucapan barusan, Aditya terlihat menjadi gugup. "Eh maksudnya, saya. Mmm... Maksud saya, saya akan melakukan apa pun untuk siapa saja yang menyayangi Fatih. Termasuk kamu. Kamu sayang 'kan pada Fatih?" ralatnya segera.Nampak kedua sudut bibir Raya tertarik ke samping. Ia mengukir senyum. "Tentu saja, Pak. Saya sangat menyayangi Fatih bagaikan anak kandung sendiri. Maaf jika perasaan saya pada Fatih terlalu berlebihan," balasnya pada Aditya."Tidak usah minta maaf, Raya. Saya malah merasa senang atas kasih sayang yang kamu berikan pada Fatih." Aditya menjadi salah tingkah. Ia meluruskan pandangan ke depan, tak tentu tujuan.Hingga akhirnya Raya telah sampai di kediaman mewahnya Aditya Fadillah."Titip Fatih ya. Saya harus meeting seharian ini," ucap Aditya ketika Raya hendak keluar dari mobilnya."Iya, Pak. Tentu saja." Raya menganggukan kepala kemudian keluar dari mobil Aditya.Raya merasa senang sebab i

  • Bukan Ibu Susu Palsu   40 Tersayang?

    Hingga akhirnya, kendaraan Aditya berhasil menyalip kendaraan Raihan. Secara mendadak Raihan menginjak pedal rem hingga kening Raya sampai terkena dashboard mobil."Aww!" pekik Raya. Keningnya sampai memerah. "Sakit, Mas!" Raihan terlihat mengerutkan bibirnya, rahangnya nampak mengeras, terlihat tengah menahan emosi. Kendaraannya berhasil dihentikan oleh Aditya. Tok tok tok! Kaca mobil diketuk Aditya dari luar. "Buka!" pinta Aditya dengan tegas.Namun Raihan masih terdiam, ia terlihat enggan untuk menurunkan kaca mobilnya.Tok tok tok!Merasa perintahnya tidak diindahkan, Aditya kembali mengetuk pintu kaca mobil Raihan. "Buka! Atau saya pecahkan kaca mobilnya," ancamnya dengan keras, dari luar.Merasa tengah berada di posisi yang tidak aman, Raya segera membuka kunci, lalu dengan cepat keluar dari mobil Raihan."Raya, tunggu!" Raihan langsung menarik tangan Raya namun terlepas kembali.Raya sudah berhasil keluar dari mobil Raihan, lalu berlindung di belakang Aditya. "Pak, saya tak

  • Bukan Ibu Susu Palsu   39 Diancam

    "Tidak usah, Pak. Saya makan sendiri saja." Raya menolak dengan sopan. Dia masih menyusui Fatih. "Tidak apa-apa, Raya. Kalau menunggu sampai Fatih selesai, nanti keburu dingin." Aditya tetap memaksa dengan perhatian. Dia mulai menyendok spaghetti lalu disodorkan ke dekat bibir Raya."Buka mulut kamu, Raya. Makanlah," titah Aditya. Dia tak tahu betapa tersipu malunya Raya saat ini oleh sikap dan perlakuannya.Sebenarnya Raya enggan membuka mulutnya. Dia merasa tak enak. Tapi jika tetap menolak, khawatir Aditya marah karena dianggap tak menghargai.Mulut Raya pun terbuka. Ia memakan suapan spaghetti dari Aditya.Di ruangan kamar bayi itu, ketika Fatih masih menyedot ASI Raya dalam waktu yang cukup lama, Aditya pun masih menyuapi Raya sampai spaghetti di atas piring itu habis.Setelah selesai, Aditya segera beranjak. "Selamat istirahat ya, Raya. Jangan tidur terlalu malam," ucapnya kemudian pergi.Raya tak membalas ucapan Aditya. Ia hanya mengangguk sambil tersenyum malu. Raya menunduka

  • Bukan Ibu Susu Palsu   38 Dimasakin Malam-malam

    Sementara dengan Raya, malam ini wanita berbulu mata lentik itu telah sampai di kediaman Aditya. Sebelum ke kamar Fatih, terlebih dahulu Raya mencuci tangan dan wajahnya yang dirasa belum higienis setelah dari luar.Ketika Raya hendak masuk ke kamar Fatih, samar-samar terdengar suara berbicara dari dalam ruangan. Langkah Raya seketika tertahan di ambang pintu."Kerja bagus malam ini. Besok saya akan berikan kamu bonus." Suara bariton terdengar berbisik.Sepertinya itu suara Aditya. Raya bisa mendengar suara Aditya tengah berbicara. Dengan siapa?Raya menengok benda bundar yang menempel di dinding rumah? Jam sudah menunjukan pukul sebelas malam. Pikir Raya, mungkin saja Aditya memang belum tidur di ruangan yang lain.Raya kemudian melanjutkan niatnya masuk ke kamar Fatih. Raya segera memutar handle pintu.Ceklek!Begitu pintu terbuka, seketika bola mata Raya dibuat terkejut."Raya!" Aditya terkejut melihat Raya membuka pintu. Dia terkejut karena tengah berbicara dengan seseorang melalu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status