Share

7 Menyakitkan

Author: Miss_Pupu
last update Last Updated: 2025-03-21 12:57:04

"Tidak mungkin!" Raya menggelengkan kepala, menepis berita mengejutkan itu.

"Belum cukupkah bukti-bukti poto itu, Raya?"

Raya menutup wajah sendunya dengan kedua telapak tangan. Seketika tangisannya kembali pecah. Wanita bernasib malang itu harus kembali merasakan duka yang mendalam. Mengapa hidupnya semakin kacau?

"Aku tidak berniat mengompori. Aku hanya tidak mau kamu semakin terluka, Raya." Hani mengusap bahu Raya guna menenangkannya.

"Iya, aku paham itu." Raya segera mengusap pipinya yang kembali basah. "Mungkin aku tidak perlu lagi pergi ke Jakarta. Aku percaya dengan keteranganmu, Han."

"Lalu, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" Hani nampak memastikan.

"Aku akan pergi dari Mas Raihan. Aku akan mencari pekerjaan." Raya nampak yakin. "Tapi sepertinya, mencari pekerjaan di jaman sekarang tidaklah mudah. Aku sudah melamar kemana-mana, tapi sampai detik ini sama sekali belum ada kabar dari salah satu perusahaan yang aku tuju," tuturnya.

"Aku akan membantumu. Berikan nomor ponselmu padaku," pinta Raya.

"Sungguh?" Raya menyeringai.

Hani mengangguk yakin. Posisinya saat ini tak terlalu sulit untuk mengajukan Raya ke perusahaan tempatnya bekerja yakni di Fadillah group.

"Aku akan memberikan kabar selanjutnya padamu. Aku akan mengajukan proposal kamu pada Pak Aditya Fadillah. Semoga saja diterima." Hani nampak meyakinkan Raya.

Perbincangan dengan Hani siang itu bagaikan angin segar. Raya sangat berharap bisa mendapat pekerjaan. Ia sangat yakin, berpisah dengan Raihan adalah keputusan yang tepat.

Ketika mentari mulai turun ke ufuk barat, lagi-lagi Raya harus pulang terlambat. Pintu rumah Wati sudah terbuka dan siap menyambut kedatangan Raya dengan tatapan sinis.

"Dari mana saja kamu? Mengapa kamu kembali mengulang kesalahan?" Wati nampak berkacak pinggang. Emosinya seperti naik ke atas ubun-ubun karena kembali kecolongan.

Melihat wajah sang mertua begitu murka, Raya menjadi takut. "Maaf, Ma. Raya tadi habis kuli cuci gosok." Wanita berbulu mata lentik itu terpaksa berbohong.

"Apa!" Wati terbelalak. "Kamu pikir Mama sudah tak mampu memberikan kamu makan? Memalukan!" bentaknya kemudian.

"Bukan seperti itu, Ma. Aku ingin memiliki tabungan untuk bekal. Lagi pula, aku bosan kalau harus diam seharian di rumah," elak Raya. Ia berusaha meyakinkan Wati.

Wati kemudian menadahkan sebelah tangan kanannya kepada Raya. "Mana hasil kuli cuci gosoknya? Mama mau melihat buktinya."

Raya pun menelan saliva penuh resah. Tak disangka kalau Wati akan seteliti itu. "A-Ada, Ma. Tapi untuk tabungan Raya," jawabnya menjadi gugup.

"Ya mana? Mama ingin lihat sekarang."

Sempat bingung, namun Raya tak punya pilihan. Demi menyelamatkan diri, ia segera merogoh tas selempang miliknya. Di dalam tas kecil itu ia mengambil dua lembar uang kertas berwarna merah pemberian Hani.

"Ini, Ma." Diberikannya uang itu pada Wati. Padahal Hani memberikan uang senilai dua ratus ribu kepada Raya untuk bekal ongkos nantinya.

Dengan cepat Wati mengambil uang yang disodorkan Raya. "Lumayan juga, sehari dapat dua ratus ribu. Uang ini biar Mama yang simpan." Wanita paruh baya itu kemudian berlalu usai mengambil uang Raya.

Ingin sekali Raya protes, tapi apalah daya, dia tak memiliki kekuatan di rumah Wati.

Dalam sujudnya ia selalu berharap, semoga bisa lepas dari keluarga Raihan. Semoga ia bisa pergi sejauh mungkin, melupakan luka pahit yang Raihan berikan padanya.

Ketika pukul sebelas malam, Raya terbangun karena sebuah mimpi buruk. Ia bangkit dari tempat tidur lalu berjalan menuju toilet. Namun tiba-tiba langkahnya tertahan di dekat kamar Winda.

Samar-samar Raya mendengar suara berbincang dari dalam kamar Winda. Karena penasaran, ia kemudian menempelkan telinganya pada pintu kamar Winda.

"Uang kita sudah banyak, Ma. Seratus juta ini." Suara semringah Winda terdengar jelas di telinga Raya.

"Ini baru tiga Minggu, Win. Bagaimana kalau sebulan, dua bulan. Kita bakal jadi miliarder." Suara Wati menimpali di dalam sana.

Apa yang mereka bicarakan? Raya kian penasaran.

"Hutang-hutang aku pun bakal lunas, Ma. Pokoknya Mama jangan biarkan Raya kemana-mana. ASI-nya itu adalah berlian bagi kita. Kita bisa jadi konglomerat."

Degh!

Apa! ASI? Raya kian tercengang begitu Winda menyebut namanya. 'Jangan-jangan, selama ini mereka menjual ASI-ku?' gumam raya dalam hati.

Raya berjalan mundur, mulai menjauhi kamar Winda. Dadanya bergetar lesu. Mengapa masih ada manusia sekejam Wati dan Winda di dunia ini.

Prang!

Raya tak sengaja menyenggol vas bunga di atas meja.

"Hei! Siapa itu?" Dari dalam kamar Winda, suara Wati berteriak.

Gegas, Raya berlari kembali ke kamarnya. Ia mengunci diri di sana. Gemuruh di dalam dada kian keras. Ia takut ketahuan oleh Wati. Bisa bahaya kalau mertuanya itu melihatnya barusan.

"Vas bunganya pecah, Ma." Winda terkejut setelah mendapati vas bunga itu pecah. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Tak ditemukan siapa pun di sana.

"Jangan-jangan ada maling?" tebak Winda.

"Tidak mungkin. Semua pintu sudah dikunci. "Jangan-jangan Raya keluar kamar." Insting Wati langsung tertuju pada Raya.

Gegas Wati menuju kamar Raya. Ia mengetuk pintu kamar Raya cukup keras.

Tok tok tok!

"Raya! Buka pintunya!"

Hening, tak ada suara di kamar Raya. Wanita berbulu mata lentik itu sepertinya berpura-pura kembali tidur.

"Raya, buka! Atau Mama akan dobrak pintunya." Suara Wati lebih keras lagi memanggil.

"I-iya, Ma." Raya terpaksa menyahut. Tangannya gemetar. Ia tak bisa menyembunyikan rasa takutnya.

Ceklek.

"Ada apa, Ma?" Raya menyipitkan kelopak mata, agar terlihat seperti baru saja bangun.

"Siapa yang pecahkan vas bunga?" Wati langsung menginterogasi.

Raya pun langsung menggelengkan kepala. "Tidak tahu, Ma. Aku sedang tidur," elaknya.

"Jangan bohong, Raya!" Kedua manik Wati nampak membulat sempurna. "Kamu menguping pembicaraan Mama dan Winda. Ngaku, Raya!" tekannya.

"Tidak, Ma. Sungguh, aku sedang tidur." Raya berusaha meyakinkan.

Namun sepertinya Wati tidak percaya. Ia langsung masuk ke kamar Raya, menjarah seisi kamar itu. Wati pun mengambil ponsel Raya.

"Kembalikan handphone-ku, Ma." Raya pun tak terima ketika ponselnya diambil. Itu adalah benda satu-satunya untuk berkomunikasi dengan Hani nantinya.

"Kamu selalu saja membuat masalah. Mama akan sita handphone kamu dalam beberapa hari." Setelah itu, Wati mengunci jendela kamar Raya dari dalam, diambil kuncinya dan disimpan. Wati juga mengurung Raya di kamar, agar tidak kabur lagi. Wati melakukan itu, agar Raya tidak kemana-mana lagi.

"Ma, jangan lakukan ini." Raya mengiba dari dalam kamar yang sudah dikunci Wati.

"Maaf, Raya. Itulah akibatnya kalau menantu sering berulah. Sudah Mama katakan, jangan buat Mama marah. Tapi kamu tidak paham itu."

***

Hari ini sebagai mana biasanya, Aditya akan bertemu Winda di tempat biasa, di kafe dekat kantor. Hampir satu bulan mendapat ASI dari Winda membuat kondisi bayi Fatih benar-benar pulih. Aditya sangat bahagia melihat berat badan anaknya yang semakin bertambah, itu semua berkat ASI yang diberikan Winda setiap hari.

"Hari ini saya membawa enam botol, Pak." Winda menyodorkan ASI yang telah diperas Raya pagi tadi kepada Aditya Fadillah—pimpinan perusahaan fadillah group. Winda masih berpura-pura menjadi Raya—sang pemilik ASI yang sebenarnya.

"Terima kasih banyak, Raya. Kamu telah menyelamatkan nyawa anak saya," ucapnya pada Winda yang selama ini masih disangka Raya. "Bolehkah saya meminta satu hal?" imbuhnya.

"Tentu saja boleh, Pak. Katakan saja." jawab Winda nampak semringah. Bagaimana tidak semringah, ia sedang berbicara dengan pria tampan kaya raya. Winda bahkan mulai jatuh hati padanya.

"Jika bersedia, ibu saya ingin bertemu dengan kamu," pinta Aditya Fadillah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Bukan Ibu Susu Palsu   8 Tak Bisa Lepas

    "Jika bersedia, ibu saya ingin bertemu dengan kamu," pinta Aditya Fadillah. Mata Winda sampai membulat mendengar permintaan Aditya. "Untuk apa, Pak?"Merasa berhutang budi yang begitu banyak. Aditya telah mempertimbangkan suatu keputusan yang besar. "Ibu saya ingin mengucapkan terima kasih. Namun selain itu, saya pun berniat menjadikan kamu sebagai ibu sambung untuk anak saya.""Apa!" Winda kian dibuat terkejut. Ia sampai tersendat ludahnya sendiri hingga batuk. "Uhuk... Uhuk..."Respect, Aditya langsung menyodorkan segelas minum pada Winda. "Minumlah." Segelas air dingin diteguk Winda sampai habis. Dia nampak menepuk pipinya sendiri. "Apa saya sedang bermimpi?" tanyanya gugup."Tidak. Ini bukan mimpi. Kamu bisa pikirkan tawaran saya. Jika sudah siap, saya tunggu kabarnya."Tawaran Aditya membuat Winda serasa melayang ke udara. Adik ipar Raya itu terlihat sangat bahagia. Ia pulang dengan wajah berseri-seri."Mama!" Sesampainya di rumah, Winda berteriak kegirangan saat memanggil Wati

    Last Updated : 2025-03-22
  • Bukan Ibu Susu Palsu   9 Tak Berdaya

    Ketika hari sudah gelap. Wati terpaksa mengeluarkan Raya dari kamar, tentu dengan penjagaan ketat. Wati harus memberi Raya makan karena esok pagi ASI-nya harus banyak.Makanan yang disediakan untuk Raya sudah tak asing, setiap hari hanya ikan asin dan rebusan pepaya muda. Tak pernah ada makanan enak yang disajikan di depan Raya, berbeda dengan makanan Winda dan Wati yang selalu mewah."Kenapa belum juga makan, Raya?" tegur Wati saat melihat Raya masih belum juga memakan makanannya."Aku tidak nafsu makan, Ma." Raya terlihat menunduk lemas."Kamu harus tetap makan, Raya. Mama tidak mau kalau kamu sampai sakit." Wati pun mengeluarkan jurus merayunya. Ia mendekat dan duduk di samping Raya. "Maafkan Mama ya. Mama tahu, Mama sudah kasar padamu. Mama janji, gak akan kasar lagi," rayunya kemudian. Ketika Wati membelai rambutnya, Raya sama sekali tidak tersentuh hatinya. Terlalu banyak rasa sakit yang ditorehkan sang mertua padanya. "Ayolah, Raya. Segera makan yang banyak. Mama juga sudah s

    Last Updated : 2025-03-23
  • Bukan Ibu Susu Palsu   10 Tak Sesuai Ekspektasi

    1 hari sebelum Raya berpindah tempat. Pagi-pagi sekali Winda sudah pulang dari salon, dia sudah bersiap dengan rambut yang sudah distylish. Adik ipar Raya itu juga sudah memakai pakaian terbaiknya yang dibeli di butik beberapa hari yang lalu. Winda berusaha berpenampilan semenarik mungkin untuk memikat hati ibunda Aditya Fadillah."Impian menjadi orang kaya raya, sudah ada di depan mata." Di depan cermin ia berbicara sendirian, sambil memandang senyumannya sendiri. "Tidak sia-sia pengorbananku berpura-pura menjadi Raya." Tiiittt!Suara klakson berbunyi di depan rumah Wati menandakan kalau Aditya sudah datang untuk menjemput. Hari ini memang sudah terjadwal, kalau Aditya akan membawa Winda bertemu dengan Anita—ibunda dari Aditya.Presiden direktur Fadillah group itu keluar dari kendaraan mewah miliknya dengan mengenakan jas berwarna abu-abu, jas kesayangannya.Sebenarnya Aditya tidak memiliki perasaan lebih pada Winda, namun demi sang anak, dia rela mengorbankan perasaannya sendiri.

    Last Updated : 2025-03-24
  • Bukan Ibu Susu Palsu   11 Disembunyikan

    Segera, Winda memasang wajah sendu. Dengan susah payah ia mengeluarkan air mata. Ia mulai pandai bersandiwara."Saya adalah Raya, Tante. Saya yang setiap kali memeras ASI untuk cucu Tante. Saya memang belum pernah bertemu dengan Tante. Tapi sayalah pemilik ASI yang selama ini diminum cucu Tante," terang Winda berusaha meyakinkan Anita dan Aditya yang menatapnya nanar.Melihat wajah Winda yang bersedih. Anita langsung merasa bersalah. "Maaf, Tante tidak bermaksud apa-apa. Mungkin kalian memang dua orang yang berbeda," ucapnya meminta maaf.Tapi Aditya masih bergeming. Sadar akan suatu hal. Bukankah Aditya mendatangi rumah Raya atas alamat yang didapat dari pihak rumah sakit? Mana mungkin bisa ada dua orang Raya yang berbeda dalam alamat yang diberikan rumah sakit? Sementara ia tahu kalau ibunya memang pernah bertemu Raya di rumah sakit itu. Makan siang di kediaman Fadillah menjadi kaku. Anita terlihat tidak menyukai Winda, namun meskipun begitu ibunda Aditya itu tetap bersikap baik. I

    Last Updated : 2025-03-26
  • Bukan Ibu Susu Palsu   12 Hampir Saja

    "Ada apa dengan handphone-ku? Mengapa isinya kosong semua?"Sebelum diberikan pada Raya, terlebih dahulu Wati telah mengubah handphone Raya ke setelan pabrik. Isi handphone Raya kosong, tak ada satu pun nomor telepon yang bisa dihubungi. Selain itu, Wati juga telah mengganti kartu SIM. Maka dari itu, tak ada satu pun yang bisa menghubungi Raya karena telah berganti nomor.Raya mendengus kesal. Tak ada nomor telepon yang mampu diingat Raya. Padahal ia ingin sekali menelepon Hani untuk mengadu.Untuk saat ini, Raya tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya masih lemas, ia tak akan telat meminum obat, agar segera pulih.***Tok tok tok!Sebelah tangan mengetuk pintu rumah Wati yang nampak sepi. Pagi itu, Aditya sengaja datang untuk menemui Winda. Aditya terpaksa ke rumah Wati karena pagi ini Winda tak datang ke kantornya untuk setor ASI.Tok tok tok!Ketika tak ada jawaban dari sang pemilik rumah, Aditya pun mencoba mengetuk sekali lagi."Untuk apa datang lagi ke sini?" Suara Wati tiba-tiba ter

    Last Updated : 2025-03-27
  • Bukan Ibu Susu Palsu   13 Menjadi Curiga

    "Saya akan ganti ongkos Ibu, dua kali lipat." Wati dengan tegas. "Ibu pulang sekarang. Besok saja ke sini lagi. Pergi, Bu!" usir Wati lagi. Tentu ia takut kalau Aditya mengetahui semuanya dari mulut wanita di depannya."Hmm oke kalau begitu. Saya akan datang kembali besok dengan bayaran ongkos dua kali lipat." Wanita paruh baya itu mengerjapkan alisnya sebagai persetujuan. "Iya!" Wati tampak gusar.Setelah wanita itu pergi, Wati akhirnya bisa menghela napas lega. 'Sial! Hampir saja ketahuan,' gumamnya dalam hati."Ini ASI-nya, Pak. Raya sudah memompanya untuk anak Anda." Tiga botol ASI terlihat diberikan Wati pada Aditya.'Cepat sekali. Tiga botol hanya berapa menit saja. Bahkan kurang dari sepuluh menit.' Aditya nampak bergumam dalam hati. Namun tak berlangsung lama, ia memang tak paham soal itu. Aditya segera menebus ASI pemberian Wati dengan satu gepok uang kertas berwarna merah. Tentu saja tumpukan uang kertas berwarna merah itu seketika membuat kedua manik Wati langsung berbin

    Last Updated : 2025-03-27
  • Bukan Ibu Susu Palsu   14 Ketahuan

    Aditya kemudian menjelaskan beberapa perintah pada wanita paruh baya di sampingnya. Wanita itu nampak mengangguk paham. Kemudian setelah memahami, wanita itu keluar dari mobil Aditya setelah sampai di jalan raya.Saat ini perasaan Aditya nampak risau. Namun meskipun begitu, ia tetap berpikir positif. "Semoga semuanya akan baik-baik saja," harapnya.***Satu hari berlalu. Yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Wanita paruh baya kemarin, sudah tiba di kantor Aditya untuk melaporkan hasil penyelidikannya.Tentu saja Aditya sudah menunggu di ruangannya. Presiden direktur Fadillah group itu menyambut kedatangan wanita berkalung emas di ruangannya."Bagaimana? Apa yang Ibu dapatkan di rumah Bu Wati pagi ini?" Aditya langsung bertanya setelah wanita itu duduk di kursi yang berseberangan dengannya."Kebetulan saya sudah merekam semua audio percakapan saya dengan Bu Wati dan Winda pagi tadi. Bapak bisa dengarkan dan lihat sendiri. Saya merekamnya dengan kamera ponsel yang saya gantung di leher."

    Last Updated : 2025-03-28
  • Bukan Ibu Susu Palsu   15 Tak Bisa Mengelak

    "Cukup, Pak Adit!" sentak Wati. Dadanya nampak kembang kempis berselimut emosi. "Tidak tahu terima kasih, Anda! Lupakah Anda dengan ASI yang selama ini Winda berikan?!" "Saya tidak pernah lupa. Saya berhutang budi pada pemilik ASI, tapi bukan pada Winda!" balas Aditya menimpali bentakan Wati. Maniknya nampak membola sempurna. Mereka sudah membuat Aditya marah besar."Itu ASI milik Winda, Pak! Anda tidak punya bukti apa-apa." Nyatanya Wati masih tak mau kalah."Sudah! Akhiri sandiwara Anda, Bu Wati. Saya sudah tahu semuanya kok. Saya memiliki bukti. Jikalau Bu Wati dan Winda masih tetap tak mau mengaku, Saya akan bawa kasus ini pada pihak yang berwajib. Kalian berdua telah melakukan penipuan pada saya." Setelah mengeluarkan ancaman, Aditya langsung bangkit dari tempat duduk. Dia hendak pergi namun dengan cepat Wati menghadang jalannya."Tunggu, Pak!" Raut wajah Wati kini berubah cemas, ketakutan. Begitu pula dengan Winda yang terlihat sampai menangis.Nampaknya Wati sadar, dengan siap

    Last Updated : 2025-03-29

Latest chapter

  • Bukan Ibu Susu Palsu   46 Berubah

    Malam ini, Raya sampai tak dapat tidur. Kelopak matanya terus saja terbuka tanpa bisa dipejamkan. Pikirannya kalut. Setiap kali berusaha untuk tidur, Fatih malah terbangun dan dia harus kembali menyusui Fatih.Bahkan ketika menatap wajah Fatih, tak terasa ada yang menetes dari sudut matanya. Ada kesedihan yang tak mampu dibendungnya malam ini.Raya terisak. Dihapusnya segera pipi yang sudah basah oleh tetesan bulir bening. Dia sendiri tidak tahu penyebab tangisannya malam ini. Yang pasti, ucapan Aditya tadi sore telah membuat hatinya terluka. "Ibu akan tetap bertahan di sini, sampai memastikan kamu tidak membutuhkan Ibu lagi, Fatih." Raya semakin terisak ketika menuturkan kalimat barusan. Anak susunya itu yang kini berada dalam pangkuan, terlihat mengukir senyuman pada Raya. Senyuman Fatih, ketika membuat perasaan Raya terasa lebih tenang dari sebelumnya. Bagaimana mungkin Raya bisa hidup tanpa Fatih? Ia merasa sebagian dari hidupnya, ada pada Fatih. Saya juga merasa kalau Fatih ada

  • Bukan Ibu Susu Palsu   45 Terasa Menyakitkan Hati

    "Heh! Ngapain kamu berdiri di situ?" tegur Seline yang baru saja menyadari keberadaan Raya di dekat tangga. "Kamu sedang nguping ya? Nggak sopan banget," imbuhnya menyindir.Dengan cepat, Aditya menoleh. Raut wajahnya seketika berubah menjadi tercengang. Ia benar-benar tidak tahu kalau Raya sudah berdiri di situ."Raya!" Aditya napak menganga. Bagaimana kalau Raya sampai mendengar percakapannya barusan. Sudah dipastikan Ibu susu Fatih pasti itu pasti sakit hati.Raya segera mengatur nafasnya. "Maaf, saya tidak berniat menguping. Saya hanya ingin mengantarkan pesanan kopi untuk Pak Aditya," ucapnya. Raya melanjutkan langkah lalu meletakan satu cangkir yang berisi kopi di atas meja. "Silahkan, Pak."Raya langsung berbalik arah, hendak turun.Namun Selin langsung menahan langkahnya. "Tunggu!"Akhirnya Raya menjeda langkah. "Kenapa, Bu?" tanyanya seraya menoleh."Apa! Ibu? Kamu pikir aku ibumu!" protes Selin pada Raya.Raya segera menunduk. "Maaf." "Panggil saya Nona!" pinta Selin dengan

  • Bukan Ibu Susu Palsu   44 Ada Yang Tertusuk

    "Hey! Pergi!" Mendengar Raihan berteriak di depan rumah majikannya, satpam yang berjaga di rumah Aditya langsung mengusir Raihan."Saya harus bertemu dengan istri saya!" pinta Raihan memaksa. Namun satpam berseragam putih hitam itu langsung mendorong Raihan hingga mundur beberapa langkah ke belakang."Anda tidak sopan! Pergi sekarang, atau saya akan melaporkan Anda ke pihak berwajib." Satpam pun segera mengeluarkan ancaman."Halah! Kamu dan majikanmu itu tak jauh beda, sama-sama tukang mengancam." Raihan tidak takut. Malah semakin menantang."Saya tidak mengancam. Anda telah membuat kekacauan di dapan rumah orang. Kami tidak nyaman dengan teriakan Anda. Pergi dari sini sekarang sebelum saya bertindak lebih jauh." Bukan hanya satu orang satpam, beberapa satpam di rumah Aditya nampak berkumpul untuk mengusir Raihan. Satpam kediaman Aditya itu sudah diberitahu mengenai Raihan. Penjagaan ketat mulai diterapkan sedari kemarin.Ditengah kekacauan yang dibuat Raihan, tiba-tiba sebuah sedan

  • Bukan Ibu Susu Palsu   43 Ingin Lepas

    Hari ini Raya bisa menghela nafas lega, Dia baru saja selesai mengajukan permohonan gugatan perceraian ke pengadilan agama.Proses ini masih cukup panjang. Raya harus mempersiapkan mental untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi nanti. Dia juga harus mempersiapkan diri untuk tahap selanjutnya yakni tahap mediasi. Saat ini Raya dan Aditya telah kembali ke kendaraan roda 4 milik Aditya. Ketika matahari sudah naik ke atas ubun-ubun, kendaraan Aditya harus terjebak macet di jalanan yang ramai oleh kendaraan. Saat itu pula, kemeja yang Raya gunakan nampak basah di bagian dadanya. Buah dada Raya basah. ASI-nya merembes. "Oh ya ampun." Menyadari hal itu, Raya langsung menutupi bagian dadanya dengan kedua telapak tangan. Ia baru sadar dengan pakaian yang sudah basah oleh ASI yang merembes keluar. Pun dengan Aditya sadar akan hal itu, menjadi serba salah. Ia tahu yang basah itu pasti ASI. Tapi Aditya tidak enak untuk mengatakannya."Kamu kenapa?" Aditya memilih untuk pura-pura

  • Bukan Ibu Susu Palsu   42 Mengajukan Gugatan Cerai

    "Ada apa ini?" Anita yang tak sengaja mendengar suara Selin, turut serta masuk ke kamar Fatih Sadar akan kedatangan Anita, Selin pun langsung merubah raut wajahnya menjadi sendu."Tante." Selin yang sudah memasang wajah sendu, langsung memeluk Anita. Menyembunyikan tangisan palsunya."Kenapa, Selin?" Anita menjadi keheranan. "Bukankah tadi kamu marah-marah? Kenapa jadi menangis?" tanyanya seraya mengusap lembut punggung Selin."Aku marah karena wanita itu menghinaku, Tante." Selin sambil terisak. Terlihat menangis, tapi tak ada setetes pun air mata yang keluar.Mendengar tuduhan Selin, Raya pun mendongak terkejut. Raya juga langsung menggelengkan kepalanya. "Saya tidak menghina siapa pun," bantahnya segera."Bohong, Tante. Dia berkata, kalau aku tidak pantas dekat dengan Fatih. Dia mengusirku. Aku menjadi marah dan sedih." Selin kembali berpura-pura menangis dalam pelukan Anita."Masa sih?" Anita menautkan kedua alisnya. Terlihat tak percaya."Tante gak percaya sama aku?" Wajah manja

  • Bukan Ibu Susu Palsu   41 Sedih Sendiri

    "Hah!" Mendengar itu seketika Raya mendongak terkejut. "Maksudnya?" Sadar dengan ucapan barusan, Aditya terlihat menjadi gugup. "Eh maksudnya, saya. Mmm... Maksud saya, saya akan melakukan apa pun untuk siapa saja yang menyayangi Fatih. Termasuk kamu. Kamu sayang 'kan pada Fatih?" ralatnya segera.Nampak kedua sudut bibir Raya tertarik ke samping. Ia mengukir senyum. "Tentu saja, Pak. Saya sangat menyayangi Fatih bagaikan anak kandung sendiri. Maaf jika perasaan saya pada Fatih terlalu berlebihan," balasnya pada Aditya."Tidak usah minta maaf, Raya. Saya malah merasa senang atas kasih sayang yang kamu berikan pada Fatih." Aditya menjadi salah tingkah. Ia meluruskan pandangan ke depan, tak tentu tujuan.Hingga akhirnya Raya telah sampai di kediaman mewahnya Aditya Fadillah."Titip Fatih ya. Saya harus meeting seharian ini," ucap Aditya ketika Raya hendak keluar dari mobilnya."Iya, Pak. Tentu saja." Raya menganggukan kepala kemudian keluar dari mobil Aditya.Raya merasa senang sebab i

  • Bukan Ibu Susu Palsu   40 Tersayang?

    Hingga akhirnya, kendaraan Aditya berhasil menyalip kendaraan Raihan. Secara mendadak Raihan menginjak pedal rem hingga kening Raya sampai terkena dashboard mobil."Aww!" pekik Raya. Keningnya sampai memerah. "Sakit, Mas!" Raihan terlihat mengerutkan bibirnya, rahangnya nampak mengeras, terlihat tengah menahan emosi. Kendaraannya berhasil dihentikan oleh Aditya. Tok tok tok! Kaca mobil diketuk Aditya dari luar. "Buka!" pinta Aditya dengan tegas.Namun Raihan masih terdiam, ia terlihat enggan untuk menurunkan kaca mobilnya.Tok tok tok!Merasa perintahnya tidak diindahkan, Aditya kembali mengetuk pintu kaca mobil Raihan. "Buka! Atau saya pecahkan kaca mobilnya," ancamnya dengan keras, dari luar.Merasa tengah berada di posisi yang tidak aman, Raya segera membuka kunci, lalu dengan cepat keluar dari mobil Raihan."Raya, tunggu!" Raihan langsung menarik tangan Raya namun terlepas kembali.Raya sudah berhasil keluar dari mobil Raihan, lalu berlindung di belakang Aditya. "Pak, saya tak

  • Bukan Ibu Susu Palsu   39 Diancam

    "Tidak usah, Pak. Saya makan sendiri saja." Raya menolak dengan sopan. Dia masih menyusui Fatih. "Tidak apa-apa, Raya. Kalau menunggu sampai Fatih selesai, nanti keburu dingin." Aditya tetap memaksa dengan perhatian. Dia mulai menyendok spaghetti lalu disodorkan ke dekat bibir Raya."Buka mulut kamu, Raya. Makanlah," titah Aditya. Dia tak tahu betapa tersipu malunya Raya saat ini oleh sikap dan perlakuannya.Sebenarnya Raya enggan membuka mulutnya. Dia merasa tak enak. Tapi jika tetap menolak, khawatir Aditya marah karena dianggap tak menghargai.Mulut Raya pun terbuka. Ia memakan suapan spaghetti dari Aditya.Di ruangan kamar bayi itu, ketika Fatih masih menyedot ASI Raya dalam waktu yang cukup lama, Aditya pun masih menyuapi Raya sampai spaghetti di atas piring itu habis.Setelah selesai, Aditya segera beranjak. "Selamat istirahat ya, Raya. Jangan tidur terlalu malam," ucapnya kemudian pergi.Raya tak membalas ucapan Aditya. Ia hanya mengangguk sambil tersenyum malu. Raya menunduka

  • Bukan Ibu Susu Palsu   38 Dimasakin Malam-malam

    Sementara dengan Raya, malam ini wanita berbulu mata lentik itu telah sampai di kediaman Aditya. Sebelum ke kamar Fatih, terlebih dahulu Raya mencuci tangan dan wajahnya yang dirasa belum higienis setelah dari luar.Ketika Raya hendak masuk ke kamar Fatih, samar-samar terdengar suara berbicara dari dalam ruangan. Langkah Raya seketika tertahan di ambang pintu."Kerja bagus malam ini. Besok saya akan berikan kamu bonus." Suara bariton terdengar berbisik.Sepertinya itu suara Aditya. Raya bisa mendengar suara Aditya tengah berbicara. Dengan siapa?Raya menengok benda bundar yang menempel di dinding rumah? Jam sudah menunjukan pukul sebelas malam. Pikir Raya, mungkin saja Aditya memang belum tidur di ruangan yang lain.Raya kemudian melanjutkan niatnya masuk ke kamar Fatih. Raya segera memutar handle pintu.Ceklek!Begitu pintu terbuka, seketika bola mata Raya dibuat terkejut."Raya!" Aditya terkejut melihat Raya membuka pintu. Dia terkejut karena tengah berbicara dengan seseorang melalu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status