Share

5 Dimanfaatkan

Author: Miss_Pupu
last update Last Updated: 2025-03-14 20:36:04

Bukan hanya Wati, Winda pun nampak tercengang. Kebetulan mereka memang tengah membutuhkan uang yang banyak untuk membayar hutang-hutang Winda.

"Minta tolong apa?" Wati kembali bertanya.

"Saya membutuhkan ASI yang banyak untuk pemulihan bayi saya." Aditya menjawab. Pandangannya kemudian beralih pada Winda yang ia sangka adalah Raya. "Jika Raya bersedia mendonorkan ASI-nya, saya bersedia membayar berapa pun nominal yang Raya minta. Asalkan bayi saya mendapat ASI yang cukup sampai berat badannya maksimal."

Mendengar penjelasan Aditya, Wati dan Winda nampak menganga karena tercengang. Sepertinya ini adalah kesempatan bagus bagi mereka.

"Sebentar, Pak."

Wati langsung menarik tangan Winda untuk masuk ke dalam kamar Winda. Tentu karena Wati ingin berbicara serius dengan putrinya itu.

Di dalam kamar Winda, wajah Wati nampak masih terkejut. Isi kepalanya berseliweran tumpukan uang kertas berwarna merah.

"Dengarkan Mama, Winda. Kita akan kembali ke depan menemui pria yang bernama Aditya barusan. Tapi, jangan katakan kalau kamu buka Raya. Kamu harus menjadi Raya di depan pria itu," pinta Wati pada Winda nampak serius.

"Tapi, Ma. Aku 'kan tidak punya ASI. Menikah saja belum, mana bisa memiliki ASI," protes Winda sambil menggelengkan kepala.

"Tenang, Winda. Itu bisa diatur. Yang paling penting untuk saat ini. Kita upayakan kesepakatan nominal uang, dan kamu harus pura-pura mengaku sebagai Raya." Wati nampak memaksa.

"Gak mau, Ma." Winda tetap menolak.

"Kamu pikir siapa yang akan bayar hutang kamu yang begitu banyak? Masih gadis saja sudah banyak hutang!" Wati menjadi kesal. "Nurut saja perintah Mama, kecuali jika kamu bersedia menikah dengan rentenir sebagai tebusan hutangmu," ancamnya kemudian.

Winda nampak mendengus kesal. "Baiklah. Aku akan pura-pura mengaku sebagai Raya."

Memang tak ada pilihan lagi, hingga akhirnya dia mengangguk. Mengiyakan permintaan ibunya untuk berpura-pura mengaku sebagai Raya.

"Bagus." Wati menyeringai senang.

Ibu dan anak itu langsung kembali ke depan, menghampiri Aditya yang masih menunggu.

"Bagaiman, Bu? Apa Raya bersedia?"

Wati nampak mengukir senyum. Lalu mengangguk. Sementara Winda hanya menundukan kepalanya. Dia memang kurang pandai untuk berakting.

Namun bagi Aditya, jawaban Wati bagaikan sebongkah berlian. Pria tampan itu nampak menyeringai senang sambil menghela napas lega. "Syukurlah."

Kini Aditya lega, karena bayinya akan mendapatkan ASI setiap harinya. Dia kemudian menyodorkan sebuah kartu nama kepada Wati.

"Ini kartu nama saya, Bu. Raya bisa datang ke kantor saya sambil membawa ASI-nya setiap hari. Nanti, Ibu dan Raya bisa sebutkan nominal yang harus saya bayar setiap harinya," jelas Aditya.

"Baik, Pak." Wati menerima kartu nama yang disodorkan Aditya.

Setalah mendapatkan tujuannya, Aditya kemudian pergi dari rumah Wati dengan wajah lega.

"Wahhh pria itu seorang presiden direktur!" Wati terkejut melihat status pada kartu atas nama Aditya Fadillah. "Pria tadi benar-benar konglomerat, Winda." Manik Wati nampak berbinar. Sepertinya ia merasa akan mendapat uang yang banyak.

"Lalu, bagaimana cara mendapatkan ASI-nya, Ma?" Winda menarik tangan Wati. Mereka kembali berbicara di dalam kamar sambil berbisik.

"Kamu tenang saja. Mama akan segera mencari Raya sekarang juga." Wati langsung keluar dari rumah. Langkahnya terlihat cepat. Insting wanita paruh baya itu begitu kuat, Raya pasti pergi ke makam anaknya.

Benar saja menurut taksiran Wati. Begitu ia sampai di pemakaman umum, terlihat Raya yang tengah bersedih di atas pusara anaknya.

Wati segera menghampiri Raya kemudian berbicara, "Raya... Maafkan Mama," ucapnya penuh penyesalan.

Kedatangan Wati tentu saja membuat Raya mendongak terkejut.

Wati pun langsung menyodorkan telapak tangannya. "Pulanglah ke rumah Mama. Mama tarik kembali ucapan Mama Tadi. Mama sangat menyesal," rayunya.

Raya nampak menautkan kedua alisnya. Merasa aneh. "Tidak apa-apa, Ma. Raya akan pergi dari rumah Mama."

"Tidak, Raya!" Wati menegaskan. "Kamu sudah tak punya orang tua. Kamu akan pergi kemana kalau bukan ke rumah Mama? Maafkan Mama. Mama menyesal telah berbicara kasar padamu."

Wati tak bergeming. Wanita paruh baya itu terpaksa memeluk Raya. Berusaha meyakinkan Raya. "Kembalilah ke rumah Mama. Mama tidak bisa melihat kamu sendirian dengan kesedihanmu," rayunya lagi.

Baru kali ini Raya mendapat perlakuan baik dari mertuanya. Seketika isi hati Raya luluh. Ia akhirnya kembali ke rumah Wati, berharap semuanya akan lebih baik dari sebelumnya. Raya juga memutuskan tak akan lama tinggal di sana, setelah masa nifasnya selesai, ia akan bekerja dan pergi dari Raihan serta keluarganya.

***

"Raya! Cepat sini!"

Pagi-pagi sekali, Wati sudah berteriak memanggil Raya untuk segera ke ruang makan.

"Ada apa, Ma?" Dengan cepat Raya menghampiri.

"Kamu harus segera sarapan." Wati memaksa.

Ini adalah pemandangan yang baru Raya temui di rumah mertuanya. Padahal benda bundar yang menempel di dinding rumah baru menunjukan pukul enam pagi, Raya belum lapar.

"Masih pagi, Ma. Raya belum lapar." Raya menolak dengan sopan.

"Tidak! Kamu harus segera sarapan. Jangan membantah. Jangan membuat Mama kembali marah."

Di atas meja makan, tidak terlihat makanan mewah. Hanya ada sambel jahe, ikan mujair dan rebusan pepaya muda. Sepagi ini Raya diminta memakan sarapan seperti itu. Apakah Wati sengaja?

"Ma, kenapa harus makan rebusan pepaya muda?" Raya sangat hati-hati ketika bertanya pada Wati.

"Rebusan pepaya sangat bagus untuk ASI kamu," jawab Wati. "Sudah, jangan banyak tanya. Makan sekarang. Habiskan rebusan pepaya muda itu. Mama tidak suka dibantah," paksanya. "Setelah makan, kamu harus memompa ASI kamu. Mama sudah siapkan pompanya."

Rupanya Wati sengaja memberikan rebusan pepaya muda pada Raya agar ASI-nya lancar dan banyak.

Raya mengernyitkan dahi. "Untuk apa?"

"Untuk didonorkan. Jangan buang ASI dengan sia-sia. Sudah, jangan banyak tanya, lekas makan lalu pompa ASI-mu."

Raya merasa semakin aneh. Tapi ucapan mertuanya itu ada benarnya. ASI-nya memang banyak, jadi sayang jika dibuang-buang.

Setelah Wati memastikan Raya memakan sarapannya dan memompa ASI. Terdapat empat botol ASI pagi itu yang didapat Wati. Wanita paruh baya itu langsung mengajak Winda untuk pergi ke kantor Aditya, alamat yang tertera pada kartu nama.

"Setelah ini, kita tidak perlu susah payah bekerja. Kita sudah memiliki mesin pencetak uang." Wati tersenyum semringah. Di dalam kepala sudah dipatok nominal harga yang akan ia minta pada Aditya. Wati paham betul, seorang presiden direktur pasti memiliki banyak uang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Bukan Ibu Susu Palsu   1 Desahan Wanita di Dalam Kostan Suamiku

    "Ah ...!" Sebelah tangan Raya tertahan di depan pintu. Wanita berambut sebahu itu tak jadi mengetuk pintu. Jauh-jauh dari kampung ke kostan suaminya yang ada di Jakarta karena ingin memberi kejutan. Tapi, telinganya tiba-tiba mendengar suara desahan wanita dari dalam kamar kostan suaminya. Ia mengusap perutnya yang buncit. Kehamilannya sudah menginjak usia ke delapan bulan. Namun sudah hampir tiga bulan sang suami tidak pulang, maka dari itu ia ingin memberi kejutan. Tapi... "Hnggh ..." Malah suara desahan wanita yang menyambut kedatangannya dari dalam kamar kostan. Suara siapa itu? Mengapa ada di dalam kamar Raihan? Dada Raya seketika berdebar lemas. Tangannya gemetar. Tapi ia berusaha mengatur napas kemudian menenangkan diri. Bisa saja kamar kostan telah berubah pemiliknya, bukan lagi Raihan. Tok tok tok!!! Dengan cepat Raya mengetuk pintu di depannya, meski tangannya masih bergetar lesu. "Siapa?" Raya bisa memastikan suara bariton yang bertanya dari dalam kamar kostan, ada

    Last Updated : 2025-03-14
  • Bukan Ibu Susu Palsu   2 Mendadak Melahirkan

    Petugas medis sempat kebingungan. Namun ia segera menjelaskan, "Maaf, Bu. Pemilik handphone ini akan segera melahirkan. Sekiranya Ibu adalah pihak keluarga pasien, saya harap untuk segera datang ke rumah sakit.""Apa!" Suara dari balik telepon terdengar kaget. "Jadi Raya akan melahirkan?""Iya, Bu. Keadaan pasien sangat lemah." Perawat kembali menerangkan."Haduh, merepotkan saja jadi menantu!"Sambungan telepon langsung berakhir. Perawat di dekat Raya tampak menggelengkan kepala. Kok ada orang tua seperti itu? Menantu mau melahirkan malah dibilang merepotkan.Setelah sekitar satu jam tak sadarkan diri, kelopak mata Raya yang sembab perlahan mulai terbuka. Wanita berkulit putih itu mulai sadar dari pingsan."Dimana ini?" Raya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Sebelah tangannya langsung mengusap perutnya yang semakin terasa mules."Syukurlah Ibu telah sadar. Nama Ibu siapa?" Perawat langsung bertanya."Ra-Raya.""Baik, Ibu Raya. Bisa minta kartu identitas penduduk? Ibu akan

    Last Updated : 2025-03-14
  • Bukan Ibu Susu Palsu   3 Kehilangan

    Mendengar itu, jantung Raya seakan berhenti berdegup. Napasnya bagai tersengal di tenggorokan."Apa maksud Mama?" tanya Raya pada Wati yang memasang wajah murka padanya."Bayimu meninggal, Bodoh!" Raya terkejut. Sebelah tangan nampak menutup mulut yang sendiri menganga. Air matanya kembali luruh di pipi. Isi hatinya benar-benar hancur porak poranda. "Tidak...." Wati pun mendekat pada Raya, bukan untuk menenangkan sang menantu, melainkan malah mendorong kepala Raya dengan jemari tangannya. "Ini semua gara-gara kamu!" geramnya.Bagaimana mungkin ini gara-gara Raya, sedang ia tak pernah tahu kondisi kehamilannya selama ini. Wati adalah mertua yang so tahu, tak pernah membiarkan Raya memeriksa kandungan ke Dokter atau Bidan. Dunia Raya seketika hancur, dadanya semakin sakit. Mendengar bayinya meninggal terasa lebih menyakitkan dari pada memergoki suaminya selingkuh. Kepala Raya tiba-tiba pusing, pandangannya gelap hingga ia kembali tak sadarkan diri."Baguslah kamu pingsan Raya! Menant

    Last Updated : 2025-03-14
  • Bukan Ibu Susu Palsu   4 Diusir

    Aditya nampak menyeringai. Ia kemudian langsung masuk ke ruangan tempat bayinya berada. Dari sudut matanya terlihat bulir bening yang terbendung. Pria itu nampak terharu."Permisi, Pak. Atas izin dari neneknya, bayi Pak Adit sudah mendapatkan ASI." Perawat yang berjaga di ruangan bayi langsung mendekati Aditya."Lalu, apakah ada perkembangan bagus pada bayi saya?" tanya Aditya nampak antusias."Tentu saja, Pak. Kondisi bayi Pak Adit berangsur baik. Apalagi jika terus menerus mendapatkan ASI secara maksimal."Sejenak Aditya terdiam. Ia menatap wajah bayinya yang memang sedikit lincah dari biasanya. Tangan dan kaki sang bayi yang keriput kini bergerak-gerak lincah, membuat Aditya merasa lega. Ia kemudian mengembalikan pandangan pada perawat di sampingnya."Dimana pemilik pendonor ASI itu? Saya ingin bertemu," tanya Aditya tak mau menunda waktu."Ibu Raya sudah keluar dari rumah sakit sejak siang tadi, Pak."Napas Aditya seketika lesu. "Apakah Anda bisa membantu saya? Saya ingin tahu ala

    Last Updated : 2025-03-14

Latest chapter

  • Bukan Ibu Susu Palsu   5 Dimanfaatkan

    Bukan hanya Wati, Winda pun nampak tercengang. Kebetulan mereka memang tengah membutuhkan uang yang banyak untuk membayar hutang-hutang Winda."Minta tolong apa?" Wati kembali bertanya."Saya membutuhkan ASI yang banyak untuk pemulihan bayi saya." Aditya menjawab. Pandangannya kemudian beralih pada Winda yang ia sangka adalah Raya. "Jika Raya bersedia mendonorkan ASI-nya, saya bersedia membayar berapa pun nominal yang Raya minta. Asalkan bayi saya mendapat ASI yang cukup sampai berat badannya maksimal."Mendengar penjelasan Aditya, Wati dan Winda nampak menganga karena tercengang. Sepertinya ini adalah kesempatan bagus bagi mereka."Sebentar, Pak."Wati langsung menarik tangan Winda untuk masuk ke dalam kamar Winda. Tentu karena Wati ingin berbicara serius dengan putrinya itu.Di dalam kamar Winda, wajah Wati nampak masih terkejut. Isi kepalanya berseliweran tumpukan uang kertas berwarna merah."Dengarkan Mama, Winda. Kita akan kembali ke depan menemui pria yang bernama Aditya barusan

  • Bukan Ibu Susu Palsu   4 Diusir

    Aditya nampak menyeringai. Ia kemudian langsung masuk ke ruangan tempat bayinya berada. Dari sudut matanya terlihat bulir bening yang terbendung. Pria itu nampak terharu."Permisi, Pak. Atas izin dari neneknya, bayi Pak Adit sudah mendapatkan ASI." Perawat yang berjaga di ruangan bayi langsung mendekati Aditya."Lalu, apakah ada perkembangan bagus pada bayi saya?" tanya Aditya nampak antusias."Tentu saja, Pak. Kondisi bayi Pak Adit berangsur baik. Apalagi jika terus menerus mendapatkan ASI secara maksimal."Sejenak Aditya terdiam. Ia menatap wajah bayinya yang memang sedikit lincah dari biasanya. Tangan dan kaki sang bayi yang keriput kini bergerak-gerak lincah, membuat Aditya merasa lega. Ia kemudian mengembalikan pandangan pada perawat di sampingnya."Dimana pemilik pendonor ASI itu? Saya ingin bertemu," tanya Aditya tak mau menunda waktu."Ibu Raya sudah keluar dari rumah sakit sejak siang tadi, Pak."Napas Aditya seketika lesu. "Apakah Anda bisa membantu saya? Saya ingin tahu ala

  • Bukan Ibu Susu Palsu   3 Kehilangan

    Mendengar itu, jantung Raya seakan berhenti berdegup. Napasnya bagai tersengal di tenggorokan."Apa maksud Mama?" tanya Raya pada Wati yang memasang wajah murka padanya."Bayimu meninggal, Bodoh!" Raya terkejut. Sebelah tangan nampak menutup mulut yang sendiri menganga. Air matanya kembali luruh di pipi. Isi hatinya benar-benar hancur porak poranda. "Tidak...." Wati pun mendekat pada Raya, bukan untuk menenangkan sang menantu, melainkan malah mendorong kepala Raya dengan jemari tangannya. "Ini semua gara-gara kamu!" geramnya.Bagaimana mungkin ini gara-gara Raya, sedang ia tak pernah tahu kondisi kehamilannya selama ini. Wati adalah mertua yang so tahu, tak pernah membiarkan Raya memeriksa kandungan ke Dokter atau Bidan. Dunia Raya seketika hancur, dadanya semakin sakit. Mendengar bayinya meninggal terasa lebih menyakitkan dari pada memergoki suaminya selingkuh. Kepala Raya tiba-tiba pusing, pandangannya gelap hingga ia kembali tak sadarkan diri."Baguslah kamu pingsan Raya! Menant

  • Bukan Ibu Susu Palsu   2 Mendadak Melahirkan

    Petugas medis sempat kebingungan. Namun ia segera menjelaskan, "Maaf, Bu. Pemilik handphone ini akan segera melahirkan. Sekiranya Ibu adalah pihak keluarga pasien, saya harap untuk segera datang ke rumah sakit.""Apa!" Suara dari balik telepon terdengar kaget. "Jadi Raya akan melahirkan?""Iya, Bu. Keadaan pasien sangat lemah." Perawat kembali menerangkan."Haduh, merepotkan saja jadi menantu!"Sambungan telepon langsung berakhir. Perawat di dekat Raya tampak menggelengkan kepala. Kok ada orang tua seperti itu? Menantu mau melahirkan malah dibilang merepotkan.Setelah sekitar satu jam tak sadarkan diri, kelopak mata Raya yang sembab perlahan mulai terbuka. Wanita berkulit putih itu mulai sadar dari pingsan."Dimana ini?" Raya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Sebelah tangannya langsung mengusap perutnya yang semakin terasa mules."Syukurlah Ibu telah sadar. Nama Ibu siapa?" Perawat langsung bertanya."Ra-Raya.""Baik, Ibu Raya. Bisa minta kartu identitas penduduk? Ibu akan

  • Bukan Ibu Susu Palsu   1 Desahan Wanita di Dalam Kostan Suamiku

    "Ah ...!" Sebelah tangan Raya tertahan di depan pintu. Wanita berambut sebahu itu tak jadi mengetuk pintu. Jauh-jauh dari kampung ke kostan suaminya yang ada di Jakarta karena ingin memberi kejutan. Tapi, telinganya tiba-tiba mendengar suara desahan wanita dari dalam kamar kostan suaminya. Ia mengusap perutnya yang buncit. Kehamilannya sudah menginjak usia ke delapan bulan. Namun sudah hampir tiga bulan sang suami tidak pulang, maka dari itu ia ingin memberi kejutan. Tapi... "Hnggh ..." Malah suara desahan wanita yang menyambut kedatangannya dari dalam kamar kostan. Suara siapa itu? Mengapa ada di dalam kamar Raihan? Dada Raya seketika berdebar lemas. Tangannya gemetar. Tapi ia berusaha mengatur napas kemudian menenangkan diri. Bisa saja kamar kostan telah berubah pemiliknya, bukan lagi Raihan. Tok tok tok!!! Dengan cepat Raya mengetuk pintu di depannya, meski tangannya masih bergetar lesu. "Siapa?" Raya bisa memastikan suara bariton yang bertanya dari dalam kamar kostan, ada

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status