Share

Bab 7. Naura Egois?

Penulis: nanadvelyns
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-12 11:57:20

"Jika seperti itu masalahnya, maka lebih baik menggunakan langkah yang kamu usulkan. Namun, sejujurnya aku sedikit terkejut karena pihak Renjana akan menyerahkan masalah ini pada kita." kata Zafir sambil duduk di kursi kerjanya. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang berpikir serius. 

Naura mengangguk setuju. "Benar, aku juga berpikir demikian. Aku berpikir mereka akan serakah dan mengisi posisi kosong itu dengan orang-orang dari pihak mereka."

Zafir tersenyum tipis. "Itu bagus, berarti kita tidak salah dalam memilih partner bisnis."

Naura mengangguk lagi. Di tengah perbincangan mereka, tiba-tiba Zafir terdiam beberapa saat dan memperhatikan wajah Naura. Saat pandangan mereka bertemu, suasana tiba-tiba menjadi canggung. 

Zafir terbatuk pelan, kemudian tangan kanannya bergerak menarik laci kerjanya dan mengeluarkan kotak perhiasan kecil berwarna merah. Pria itu kemudian berdiri dan berjalan ke arah Naura.

"Soal kemarin... Aku minta maaf, itu... Sepertinya aku memang terlalu berlebihan."

Zafir berdiri tepat di hadapan Naura, pria itu pun perlahan menarik Naura ke dalam pelukannya. 

Naura tidak bisa menolak, wanita itu hanya diam dan mengikuti pergerakan Zafir. Kedua matanya masih memancarkan siluet dingin, seolah perilaku manis Zafir kali ini tidak bisa menembus hatinya lagi sepertinya sebelumnya.

Zafir membuka kotak perhiasan itu dan mengeluarkan kalung perak yang memiliki liontin berlian mahal, tidak mudah mendapatkan perhiasan seperti ini di Indonesia. 

Naura hanya diam dan menatap kalung tersebut, wanita itu masih tidak menunjukkan ekspresi apa pun saat Zafir melingkarkan kalung tersebut di leher jenjang putihnya. 

"Aku khawatir kamu akan menolak kalung ini," ucap Zafir sambil menghela napas lega.

Naura masih tidak menjawab, hal ini memancing Zafir untuk kembali berbicara lebih hangat.

"Naura, aku sangat menyesal, aku mengakui bahwa kemarin adalah kesalahanku. Jadi, mohon jangan mengacuhkanku seperti ini."

Naura mengerutkan keningnya, tatapan beku wanita itu menatap Zafir dalam.

"Aku mengacuhkanmu?"

Zafir yang menyadari bahwa sepertinya dia salah memilih kata segera menggeleng cepat dan meraih tangan Naura untuk digenggam lembut. 

"Tidak, semuanya salahku. Kamu memang pantas memperlakukanku seperti ini. Jadi, aku mohon maafkan aku, ya?" 

Kening terlipat Naura perlahan kembali normal dan tatapannya sedikit melunak. Diam-diam Naura mulai merasakan kehangatan yang kembali menjalar di seluruh tubuhnya. Dia tidak lagi merasakan jarak yang sangat jauh dengan Zafir seperti sebelumnya. 

Zafir perlahan menyingkirkan beberapa helai rambut yang sedikit menyentuh wajah Naura, jari-jari lembut pria itu terasa sangat halus. 

Perlahan tapi pasti, tubuh pria itu menjadi sedikit condong ke arah Naura karena hendak mengendus kepala dan kemudian leher jenjang Naura. 

Ketika sampai di leher jenjang Naura dan puas mengendusnya, Zafir diam-diam menyeringai tipis dan menggigit lembut leher Naura. 

Naura sedikit terkejut, kedua sudut alis wanita itu menyatu dan bibirnya tersenyum. 

"Hei?"

Zafir menatap wajah Naura lembut, seolah tidak ada masalah apa pun sebelumnya. Saat ini Naura merasa seperti sedang kembali ke masa lalu, di mana ia dan Zafir baru saja menikah dan belum mengetahui masalah apa yang menunggu mereka. 

Zafir menarik pinggang ramping Naura hingga menempel ke tubuhnya, kedua napas pasangan itu memburu.  Zafir mendekatkan wajahnya ke arah Naura, kedua mata mereka perlahan tertutup, ciuman panas pun terjadi di salah satu bilik megah mansion Wajendra. 

Zafir dengan cepat mengangkat tubuh Naura ke gendongannya, kemudian membawanya untuk duduk di atas sofa. Namun, Naura berada di atas pangkuan pria itu. 

Cahaya matahari berwarna oren yang siap terbenam itu menembus melalui kaca besar ruangan Zafir dan menyelimuti sosok mereka berdua. Ciuman panas mereka terus berlanjut, Zafir pun dengan tidak sabaran membuka kancing baju Naura. 

Namun, di tengah kepanasan yang saat ini sedang mereka lakukan, tanpa diduga dari arah pintu terdengar ketukan. 

Tok! Tok!

"Tuan, Nona Evelyn jatuh pingsan di kamar!"

Begitu kalimat tersebut terdengar, aktivitas mereka terhenti. Zafir menoleh cepat ke arah pintu, begitu juga dengan Naura. Keningnya terlipat kesal. Bukankah mereka bisa langsung memanggil dokter tanpa harus mengganggu Zafir?

"Perintahkan mereka untuk memanggil dokter, maka semua akan selesai," ucap Naura, kedua matanya menatap Zafir dengan penuh harap. 

Zafir menatap kembali istrinya, saat ini mereka masih berada di dalam posisi yang berantakan. Naura masih berada di pangkuan Zafir dengan baju terbuka, begitu juga dengan pria itu. 

Zafir menghela napas, kemudian menarik Naura ke dalam pelukannya.

"Kita akan lanjutkan nanti, aku harus menemui Evelyn."

Naura mengerutkan keningnya lebih dalam. "Tetapi mansion ini tidak kekurangan pelayan sehingga harus merepotkanmu ataupun aku."

Zafir mengangguk, kemudian perlahan menurunkan Naura dari pangkuannya dan mengecup lama kening istrinya.

"Benar, tetapi saat ini Evelyn sedang sangat rapuh, dia memerlukan teman. Sebab, satu-satunya--"

"Satu-satunya orang yang ia kenal di sini adalah dirimu, bukan begitu?"

Naura memotong kalimat Zafir, dia sudah cukup muak mendengar hal itu. Pandangan Naura kembali mendingin karena hal ini.

Zafir merasakan perasaan yang tidak enak dari istrinya, tapi sekarang dia tidak bisa menghiraukan Evelyn begitu saja. Oleh karena itu, sekali lagi ia mengecup kening Naura.

"Besok adalah peresmian tambang, Evelyn akan menjadi bagian dari kita. Jika besok tubuhnya tidak memungkinkan untuk keluar atau malah merusak momen pertemuan, bukankah itu akan merugikan kita?" tanya Zafir, berusaha membujuk istrinya. 

Naura mengangguk singkat. "Ya, untuk poin kedua. Tetapi tidak untuk yang pertama."

Zafir balas mengangguk juga. "Aku mengerti, tetapi bukankah perasaan wanita itu saat ini sangat mempengaruhi kesehatan tubuhnya dan juga bayinya? Ada anak kita yang perlu diprioritaskan, sayang."

Naura tidak bisa membalas lebih banyak lagi jika alasan yang digunakan adalah calon anak mereka, alasan itu juga selalu membuatnya merasa bersalah dan diam-diam setuju bahwa dirinya saat ini sedang sangat egois. 

Tetapi... Astaga... Mengapa perasaan ini sangat sulit? Naura tidak pernah merasakan perang batin seperti ini.

Tanpa menunggu jawaban Naura, Zafir sudah terburu-buru berjalan keluar setelah pakaiannya kembali rapih. Naura tidak mengatakan apa pun lagi, ia hanya menatap punggung suaminya yang perlahan menghilang dengan dingin. 

Naura menoleh ke arah jendela besar yang ada di ruangan kerja Zafir, bentuk denah ruangan mereka tidak jauh berbeda. 

"Apa benar aku terlalu egois?" gumam Naura, sorot matanya sangat tajam dan dingin. Namun, kali ini perasaannya cukup sedih.

Jauh dari mansion Wajendra, seorang pria dengan tubuh tegap dan proporsional tengah membaca koran harian dengan santai di balkon hotel.

Pria itu mengenakan kaos polo berwarna putih dan celana chinos berwarna krem. Ia sesekali menyeruput kopi hitam dan tersenyum setiap menemukan berita yang menarik. 

"Media Indonesia selalu muat berita bodoh," ucapnya, kemudian melempar koran tersebut ke arah Damian yang sedang menyeruput kopi serupa. 

"Arjuna! Hampir saja kopi ini tumpah!" tegur Damian.

Pria yang merupakan teman sekaligus asisten pribadi Arjuna itu terlihat sangat kesal, tapi sepertinya dia sudah terbiasa dengan kelakuan semena-mena pria itu. 

"Jam berapa kita besok berangkat menuju Kalimantan?" tanya Arjuna yang tadi melempar koran. 

"Astaga, apa gunanya setiap hari aku mengirim jadwal padamu, Arjuna?" balas temannya frustasi. 

"Jawab saja," balas Arjuna acuh. 

Damian menghela napas tipis kemudian bibirnya menyeringai, "Ada apa? Kamu tidak sabar bertemu dengan Nyonya Wajendra?" Pria itu merasa heran karena tidak biasanya Arjuna terlihat sangat bersemangat dalam project bisnis mereka.

Arjuna mengerutkan keningnya, kemudian melempar tatapan tajam pada Damian. "Apa aku harus mengulang pertanyaan?"

Damian terkekeh, diam-diam dia sedikit ngeri dengan tatapan tajam Arjuna.

"Jam tujuh pagi kita harus sudah tiba di bandara. Hei! Jangan menatapku tajam seperti itu!"

Arjuna mengangguk singkat. Pria itu segera berdiri dan berjalan masuk tanpa mengatakan apa pun, sedangkan Damian hanya bisa menghela napas tipis.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
natasha andikacinta
#muak sorry typo
goodnovel comment avatar
natasha andikacinta
muka tapi pasang badan dasar betina bodoh! cerdas apanya?!
goodnovel comment avatar
Mahrus Dzaky
Pepet terus jun Jangan kazih kendor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 8. Sapu Tangan Arjuna

    "Hati-hati, Evelyn!!" Suara itu membuat Naura memandang ke luar jendela mobil.Di sana, Zafir terlihat sedang membantu Evelyn untuk berjalan masuk ke mobilnya karena wanita itu terlihat lemah dan rapuh. Naura lalu mengalihkan pandangannya ke arah iPad dan berusaha untuk fokus ke laporan keuangan yang sedang ia analisis.Tak lama setelahnya, Zafir menyusul ke dalam mobil dan duduk tepat di samping Naura. "Sebaiknya Evelyn tetap beristirahat di mansion kalau kesehatannya memburuk" ucap Naura dengan mata yang masih terpaku pada iPad.Zafir menggeleng pelan, "Wanita itu menolak untuk ditinggal. Aku juga khawatir kalau dia ditinggal begitu saja bersama para pelayan."“Begitu? Aku tidak tahu kalau sekarang kamu merangkap tugas sebagai pengasuh ibu hamil”.Zafir menghela napas tanpa mau memperpanjang masalah, "Anggap saja ini menjadi bagian dari menyenangkan perasaannya agar janin impian kita ikut sehat."Naura mengangguk-angguk kecil sambil bergumam rendah, "Entah janin atau wanita itu y

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-13
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 9. Kita Bercerai Saja

    “Bawa Evelyn ke belakang dan lepas kalung yang dikenakan wanita itu”.Kening Naura sedikit terlipat dan perasaan marah kembali bergejolak di dalam dirinya. Bagaimana bisa Evelyn mengenakan kalung yang sama persis dengan yang ia kenakan? Tidak hanya bentuknya yang sama, tapi momen yang dipilih juga sama.Kemunculan Evelyn yang sudah anomali bisa berkembang menjadi skandal besar. Terlebih, kalung yang mereka kenakan juga merupakan kalung seharga miliaran rupiah yang dipesan secara khusus oleh Zafir.Kate lalu bergerak dengan cepat dan membawa Evelyn untuk keluar dari kerumunan. Sosoknya yang tak dikenal oleh wartawan membuat pergerakan mereka menjadi lebih mudah. Kepergian Evelyn dengan Kate membuat segalanya menjadi lebih mudah. Naura tak lagi perlu mengawasi Evelyn dan dapat fokus menjawab pertanyaan para kolega bersama Zafir.Sesampainya di ruang utama, Naura dan Zafir berjalan menyusul Arjuna yang sudah lebih dulu sampai dan menyerahkan gunting pada Naura.Mereka hendak memotong

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-13
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 10. Jangan Samakan Aku dengan Suamimu

    Naura membuka pintu balkon hotel dah melihat matahari yang sebentar lagi akan terbenam. Saat angin berhembus, bibir Naura tersenyum dengan getir karena dulu Zafir merupakan sosok pria yang sangat manis dan hangat. Dia tidak pernah sedikitpun membiarkan Naura merasa kesepian.Perlahan, air mata mulai keluar tak terkendali sehingga berkali-kali juga Naura menghapus air matanya dengan kasar. "Kamu menangis?”Naura mendongak cepat ke atas, kedua matanya terbuka lebar ketika melihat sosok Arjuna yang berdiri di balkon tepat di lantai atasnya. "Akhirnya tangisanmu berhenti," Ucapan Arjuna membuat Naura mengerutkan kening, memangnya sudah berapa lama pria itu memperhatikannya menangis?!"Sejak kapan Anda berada di situ?" Nada bicara Naura terkesan sedikit galak.Kening Arjuna sedikit terlipat. "Dari tadi. Aku mendengar kamu menangis seperti orang bodoh." Bukannya menjawab, pria itu justru melemparkan kalimat pedas."Siapa yang Anda bilang bodoh?" tanya Naura lagi, dia mulai kesal. Lagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-14
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 11. Hanya Kebetulan Bertemu

    "Aku bercanda," Arjuna berkata santai setelah sebelumnya berhasil membuat Naura terpaku seperti orang bodoh. Naura yang mendengar ini hanya menghela napas tipis, ternyata pria itu hanya asal menebak sedangkan ia sudah berpikir terlalu jauh."Oh, itu berarti kau sungguh memiliki masalah dengannya?" kini Arjuna menaikkan alis kirinya dan bibirnya menunjukkan seringai tipis. Tampaknya ia senang menggoda wanita itu.Naura mendengus sebelum kemudian berkata lagi dengan nada datar. "Panggil saya Nyonya Wajendra, Tuan Renjana," balas Naura acuh. “Karena kita tidak seakrab itu”.Arjuna mengangkat kedua bahunya acuh. "Mengapa tidak kamu saja yang memanggilku Arjuna? Kita bisa menjadi akrab".Naura mengerutkan keningnya kesal untuk menatap Arjuna. "Mengapa Anda terus mengganggu saya? Saya tidak ingat pernah memiliki interaksi kasual apapun dengan Anda sebelumnya."Arjuna menyatukan kedua alisnya lagi, “Kamu lah yang menggangguku, Nyonya Wajendra. Mata bengkak dan riasan berantakan milikmu itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-14
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 12. Syarat Perceraian

    Di hari terakhir mereka di Kalimantan, Arjuna dan Zafir berjabat tangan sebagai tanda kerja sama.Setelah itu, mereka kembali ke posisi semula dengan Naura berdiri di tengah.Arjuna lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Naura dan berbisik, "Ganti sepuluh kali lipat kalau sapu tanganku hilang."Naura mengerutkan alis sekilas sebelum mengangguk tanpa mengubah ekspresi wajahnya sama sekali–masih tersenyum.Baru kemudian, setelah tiba gilirannya untuk berjabat tangan dengan Arjuna, Naura menggenggam erat tangan pria itu hingga membuat si empunya tangan mengerutkan dahi.Namun, tanpa diduga, Arjuna membalas perlakuan Naura dengan menggenggam tangan Naura sama eratnya!Zafir yang sadar langsung menampilkan raut wajah yang tak senang. Oleh karena itu, dengan segera dia mengulurkan tangannya ke arah Naura hingga membuat wanita itu menoleh."Sayang?"Naura lantas melepaskan tangan Arjuna dan membalas uluran tangan Zafir yang langsung merangkul pinggang Naura sambil menatap dingin ke arah Arjuna

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-15
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 13. Zafir Gila Karena Evelyn

    “Apa?”“Kamu tidak salah dengar, Naura. Aku akan menyetujui permintaan perceraianmu itu, tapi kamu harus pergi bersama kami ke Amsterdam lusa.” kata Zafir.“Kamu gila!” Naura mundur beberapa langkah sebelum kemudian memegangi kepalanya yang kini berdenyut dengan satu tangan.“Ya. Akun memang gila setelah mendengar keputusanmu yang hendak bercerai dariku, Naura. Selain menjadi sarana pemulihan yang baik untuk Evelyn, kepergian kita ke sana juga akan membuatku membuktikan kalau posisimu tak tergantikan untukku”.Setelah percakapannya dengan Zafir, Naura kembali ke ruangannya untuk kembali bekerja. Namun, pikirannya sama sekali tidak fokus. Naura malah kembali memikirkan syarat perceraiannya dengan Zafir yang membuatnya sakit kepala.Pria itu sepertinya memang sudah gila karena Evelyn.Sambil menghela napas, Naura teringat dengan kalung kembar yang diberikan oleh Zafir untuk dirinya dan Evelyn yang saat ini masih ia kenakan. Dengan kesal Naura melepas kalung itu dari lehernya dan menyi

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-15
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 14. Amsterdam

    "Nyonya, perlengkapan anda menuju Amsterdam sudah siap. Apakah Anda ingin membatalkan janji rapat dengan--""Batalkan." Naura memotong kalimat Kate.Sepeninggal Zafir dan perdebatan mereka yang kesekian kali, Naura benar-benar tidak memiliki semangat apa pun untuk bekerja atau melakukan rapat, karena mood-nya menurun drastis dan tenaganya terkuras habis."Tolong susun saja jadwalku selama di Amsterdam. Aku tidak mau hanya berdiam diri di villa," jawab Naura sambil sibuk memilih gaun yang akan ia kenakan. "Namun, tidak ada pekerjaan penting yang harus dikerjakan di sana, Nyonya. Anda bisa menikmati waktu Anda di–""Apapun, Kate. Aku akan bersiap sendiri selama kamu sibuk menyusunnya." Naura memotong lagi sambil berjalan ke depan cermin."Baik, Nyonya." ujar Kate dengan pasrah.Wanita itu mengalah karena ia tak akan pernah bisa membantah Naura yang sudah masuk ke dalam mode ngeyel.Satu jam kemudian, Naura sudah selesai bersiap dan telah dijemput oleh Kate untuk bergegas masuk ke dalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-16
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 15. Tolong Selamatkan Nyonya Saya!

    Museum yang terletak di dekat Istana Kerajaan Belanda terlihat sangat megah saat Naura tiba di sana. Cuaca yang cerah membuat senyum wanita itu mengembang. Rasanya sudah lama ia tidak berjalan-jalan tanpa perlu menjaga identitasnya seperti ini.Kali ini, ia merasa ‘bebas’.Naura lalu melangkahkan kaki untuk masuk ke museum melalui jalur VIP yang sudah disiapkan oleh Kate. Namun, tiba-tiba sebuah suara mengejutkan Naura dan membuat wanita itu berbalik.“Naura.”Di sana, Arjuna Renjana berdiri tegap dengan mantel hitam yang menyelimuti tubuhnya hingga ke lutut. Kemeja dan celana yang dikenakan pria itu juga berwarna hitam sehingga membuat aura pria itu semakin terasa dominan."Aku tidak menyangka kalau kamu tertarik dengan sejarah negara lain." ujar Arjuna sembari mendekati Naura.Naura tersenyum tipis sembari mengulurkan tangannya pada pria itu. "Suatu kehormatan karena bisa bertemu dengan Anda di sini, Tuan Renjana. Ya, saya senang menambah wawasan terkait sejarah negara lain." Arj

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-16

Bab terbaru

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 164. Tak Terduga

    Pagi hari Naura tidak bersiap ke kantor atau butik seperti biasanya, wanita itu kini tengah sibuk mengaduk adonan cheesecake di dapur. Mengingat janjinya pada Ana kemarin, dia dengan senang hati mengabulkan permintaan anak manis yang selalu bergelayut manja padanya. Menunggu kue benar-benar matang sempurna di dalam oven, Naura mencuci tangannya dan meraih ponsel di atas meja. Naura membuatkan kue untuk beberapa orang, tidak hanya Ana. Tetapi untuk itu ia ingin memberi Arjuna sebagai orang pertama yang menerima masakannya. Dua hingga empat panggilan, tak ada satupun yang terjawab. Naura mengerutkan keningnya tipis, tidak biasanya Arjuna mengabaikan panggilannya. "Nyonya, apa... Sisa kue ini bisa saya bagikan ke tuan Damian?" tanya Kate yang juga ikut membantu Naura di dapur. Naura menoleh dan tersenyum. "Tentu saja." Lalu ia teringat kejadian di pantai saat dirinya tengah prewedding. "Kate.""Ya, nyonya?" balas Kate cepat sambil merapikan barang-barang dapur. "Apa hubunganmu de

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 163. Sesuatu Milik Damian

    Naura dan Helena kembali masuk ke dalam, Arjuna masih sibuk menutup mulut Ana yang terus protes. Naura terkekeh, lalu membuka kedua tangannya ke arah Ana. Arjuna yang melihat itu segera melepas Ana, anak itu langsung berlarian ke arah Naura. Naura menggendong Ana kecil yang sangat menggemaskan, lalu kembali duduk di sofa ruang tengah dengan Helena. Tetapi karena dasarnya Ana adalah anak kecil yang sangat aktif, gerakan sembrono anak itu tidak sengaja menjatuhkan tas kerja Naura. Buku resep baking pun terlihat jelas, membuat Helena dan Arjuna merasa tertarik. "Kamu sedang belajar memasak?" tanya Arjuna. Naura menyimpan cepat buku itu ke dalam tas-nya kembali, lalu mengangguk. "Iya, tepatnya baking."Helena tersenyum senang. "Ah... Aku semakin tenang menitipkan putra sulung ku padamu, sayang. Benar-benar calon istri yang sangat perhatian." Wajah Naura sedikit memerah mendengar pujian Helena, lalu dia menjawab,"Ini juga ada keperluan bisnis, bu. Aku tertarik membangun bisnis di b

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 162. Orang Lama dan Orang Baru

    "Kamu sudah pulang?" tanya Naura, tersenyum ke arah Arjuna. Arjuna balas tersenyum kaku, tidak ada yang menyadari 'suasana aneh' Arjuna kecuali Damian dan Kate. Mereka berdua menahan tawa di dekat pintu, kemudian melangkah keluar untuk melarikan diri dari situasi 'berbahaya'.Arjuna mendekat ke arah Naura dan Rangga, membelah jarak mereka. "Iya, bagaimana pekerjaanmu?" balas Arjuna setelah terbebas dari senyum kakunya. Rangga jadi sedikit menepi, pria itu pun memutuskan untuk kembali duduk. Naura mengangguk tipis. "Baik, bagaimana denganmu?"Arjuna menyentuh pundak Naura lembut, lalu membawanya untuk duduk kembali di sofa ruang tengah. "Aku juga baik," jawab Arjuna. "Bagaimana kondisi Anda, tuan Rangga?" tanya Arjuna, beralih menatap Rangga. Rangga balas tersenyum. "Berkat bantuan Renjana saya baik-baik saja, namun memang tulang kering kaki saya belum begitu sembuh sempurna. Jalan saya masih sangat perlu berhati-hati.""Ke mana tujuanmu saat itu? Kecelakaan seperti kemarin san

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 161. Pemandangan Keluarga Bahagia

    Suasana di mobil Naura dan Arjuna hening, wanita itu sibuk menggeser layar iPad-nya untuk memeriksa laporan kantor. Hingga tak lama keheningan itu pecah karena pertanyaan Arjuna. "Jadi pria bernama Rangga itu teman masa SMA milikmu?" Naura menoleh, mengangguk. "Iya, ada apa?""Oh, apa kalian berteman sangat baik?" tanya Arjuna lagi. Naura mengangguk lagi. "Iya, kami berteman sangat baik." Arjuna sekali lagi mengangguk. "Sangat baik sekali, ya?"Naura mulai merasa aneh, bibirnya tersenyum heran. "Iya... Ada apa?"Arjuna menggeleng pelan, lalu kembali fokus menyetir. Naura yang memperhatikan raut wajah Arjuna yang mulai keras pun hanya bisa terkekeh tipis. Ada apa? Apa Arjuna cemburu? Tetapi bukankah pria itu tidak tahu apapun soal Rangga?Naura menyentuh lembut lengan Arjuna. "Kamu baik-baik saja?"Arjuna melirik Naura, mengangguk. "Tentu saja."Naura mengerutkan keningnya, tidak, pria itu berbohong. Jika iya Arjuna terbiasa akan menatap matanya lama. Apa pria itu telah mengeta

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 160. Bayangan Masa Depan

    Keesokan harinya, Naura bersiap untuk bekerja seperti biasa. Rama bersedia dibantu pelayan lain untuk mandi dan lainnya setelah Naura membujuk lembut anak itu. Sebelum pergi ke kantor atau butik seperti biasa, Naura mengantar Rama terlebih dahulu ke rumah sakit untuk menemui Ayahnya. Naura tidak mungkin membawa Rama ke kantor atau meninggalkan anak yang takut orang baru itu di Mansion. Keputusan paling tepat adalah mengantarkan Rama kembali ke Rangga. Sampai di rumah sakit, Naura menggandeng tangan imut Rama. Anak kecil itu menggenggam erat tangan Naura, bagi orang yang tidak mengetahui kondisinya mungkin akan mengira bahwa mereka adalah ibu dan anak. Saat hendak masuk ke loby utama rumah sakit, dari arah yang berlawanan muncul Arjuna dan Damian. Tetapi ada satu hal yang membuat Naura melipat dalam keningnya, Arjuna menggendong Ana? "Ana?" "Bibi!" Pekik Ana, lalu tak sabaran melepaskan diri dari Arjuna. Ana berlarian ke pelukan Naura, membuat Naura melepas genggamannya pada R

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 159. Cinta Segitiga

    Saat waktu semakin sore, Naura dan yang lain pun memutuskan untuk pulang. Karena Rama kecil tidak mungkin menetap di rumah sakit bersama ayahnya, Naura pun dengan senang hati menawarkan bantuan. Wanita itu akhirnya membawa Rama ke rumahnya. "Mau aku antar?" tawar Arjuna saat mereka melangkah keluar gedung rumah sakit bersama. Naura menggeleng pelan. "Tidak perlu, tidak masalah. Aku bisa bersama Kate, ibu juga pasti lelah dan butuh teman."Arjuna mengangguk mengerti, kemudian mengelus kepala Naura lembut sebelum akhirnya mereka berpisah untuk masuk ke mobil masing-masing. Di dalam mobil Arjuna seperti biasa tak banyak bicara, Helena pun langsung memejamkan matanya untuk beristirahat dan Damian fokus menyetir. Berbeda dengan Naura yang sibuk mengajak Rama bermain dan mengobrol, wanita itu terlihat sangat bahagia saat berinteraksi dengan Rama. Kate berulang kali melirik ke kaca spion untuk melihat ekspresi nyonya-nya yang bahagia, dia harap setelah pernikahan mereka atasannya ini l

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 158. Cinta Pertama

    "Kalian saling mengenal?" tanya Helena yang langsung menyadari tatapan keduanya. Naura dengan cepat mengangguk dan menarik tatapannya dari pria itu. "Iya, dia teman SMA ku, Rangga. Kami pernah satu kelas dan satu tempat les," jawab Naura. Helena mengangguk mengerti, kemudian duduk di sofa yang menghadap ke ranjang pasien. Naura menyusul dan duduk dengan tenang di samping Helena. "Apa kamu yang menyelamatkan ku?" tanya Rangga, menatap Naura. Naura menggeleng. "Bukan, tapi ibuku. Aku kemari hanya untuk menemaninya."Rangga dengan cepat menatap Helena dan tersenyum canggung. "Maafkan saya, nyonya. Terima kasih banyak telah menolong saya dan putra saya." Helan tersenyum tipis. "Bukan masalah besar, nak Rangga. Jadi benar kalian teman SMA? Ini sebuah kejutan, bukan?"Rangga mengangguk. "Benar, nyonya. Saya teman Naura semasa SMA, kami cukup akrab."Tatapan Rangga berubah sedikit berbeda saat mengatakan ini, kemudian dia melihat Naura lagi yang memangku putranya. "Rama pasti merepot

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 157. Orang Dari Masa Lalu

    Naura melangkah masuk ke butiknya, saat pintu dibuka wanita itu telah menyadari satu hal yang berbeda. Tidak ada Hans. "Apa Hans mengambil cuti hari ini?" Naura melirik Kate. Kate menggeleng pelan. "Tidak, nyonya."Naura mengangguk singkat, lalu mempercepat langkahnya menuju ruangannya. Sampai di sana, matanya langsung tertuju pada amplop putih yang tergeletak di atas meja kerjanya. Naura duduk dengan tenang seperti biasa di kursinya, lalu membuka amplop tersebut. Saat melihat pengirimnya adalah Hans, Naura semakin tertarik dan tidak sabaran membacanya. Naura menatap dingin selama membaca isi surat Hans, begitu selesai ia melipat kembali surat tersebut sambil tersenyum tipis. Pria itu mengundurkan diri dan mengakui statusnya yang ternyata adik laki-laki Evelyn. Ternyata kecurigaan Felizia dan prasangkanya kemarin benar. Pria itu meminta maaf atas perbuatan Evelyn padanya di masa lalu, serta dirinya yang tidak segera jujur pada Naura.Hans bersyukur dapat diterima kerja dengan

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 156. Penyesalan Tak Berujung 2

    Setelah tangis Evelyn mereda, Zafir mengajaknya duduk di sofa. Mereka mulai berbincang-bincang ringan. Evelyn menceritakan kondisinya, dia bekerja untuk mendapatkan uang. Tetapi dia tidak menceritakan keluarganya, wanita itu menyebut dirinya sebatang kara. Zafir mendengarkan cerita Evelyn sampai habis, simpati mulai menumpuk di hatinya. "Itu pasti berat untukmu," ucap Zafir. Evelyn mengangguk ringan, bibirnya tersenyum hambar seolah memiliki jutaan luka. "Tetapi... Inilah hidup saya, tuan. Saya--""Panggil saja Zafir jika sedang seperti ini, anggap aku teman ceritamu." Potong Zafir ramah, membuat Evelyn tersenyum dalam. "Kalau begitu Anda juga bisa menyebut saya, Evelyn," balas Evelyn. Zafir mengangguk. "Baiklah, Evelyn."Evelyn terkekeh mendengarkan Zafir menyebut namanya. "Iya, Zafir."Setelah beberapa detik hening, Evelyn pun kembali berbicara. "Sekarang giliran Zafir yang menceritakan hidupnya! Tidak adil jika hanya aku!"Zafir tertawa ringan. "Baiklah... Baiklah...."Evelyn

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status