Share

Bab 7. Naura Egois?

Penulis: nanadvelyns
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-12 11:57:20

"Jika seperti itu masalahnya, maka lebih baik menggunakan langkah yang kamu usulkan. Namun, sejujurnya aku sedikit terkejut karena pihak Renjana akan menyerahkan masalah ini pada kita." kata Zafir sambil duduk di kursi kerjanya. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang berpikir serius. 

Naura mengangguk setuju. "Benar, aku juga berpikir demikian. Aku berpikir mereka akan serakah dan mengisi posisi kosong itu dengan orang-orang dari pihak mereka."

Zafir tersenyum tipis. "Itu bagus, berarti kita tidak salah dalam memilih partner bisnis."

Naura mengangguk lagi. Di tengah perbincangan mereka, tiba-tiba Zafir terdiam beberapa saat dan memperhatikan wajah Naura. Saat pandangan mereka bertemu, suasana tiba-tiba menjadi canggung. 

Zafir terbatuk pelan, kemudian tangan kanannya bergerak menarik laci kerjanya dan mengeluarkan kotak perhiasan kecil berwarna merah. Pria itu kemudian berdiri dan berjalan ke arah Naura.

"Soal kemarin... Aku minta maaf, itu... Sepertinya aku memang terlalu berlebihan."

Zafir berdiri tepat di hadapan Naura, pria itu pun perlahan menarik Naura ke dalam pelukannya. 

Naura tidak bisa menolak, wanita itu hanya diam dan mengikuti pergerakan Zafir. Kedua matanya masih memancarkan siluet dingin, seolah perilaku manis Zafir kali ini tidak bisa menembus hatinya lagi sepertinya sebelumnya.

Zafir membuka kotak perhiasan itu dan mengeluarkan kalung perak yang memiliki liontin berlian mahal, tidak mudah mendapatkan perhiasan seperti ini di Indonesia. 

Naura hanya diam dan menatap kalung tersebut, wanita itu masih tidak menunjukkan ekspresi apa pun saat Zafir melingkarkan kalung tersebut di leher jenjang putihnya. 

"Aku khawatir kamu akan menolak kalung ini," ucap Zafir sambil menghela napas lega.

Naura masih tidak menjawab, hal ini memancing Zafir untuk kembali berbicara lebih hangat.

"Naura, aku sangat menyesal, aku mengakui bahwa kemarin adalah kesalahanku. Jadi, mohon jangan mengacuhkanku seperti ini."

Naura mengerutkan keningnya, tatapan beku wanita itu menatap Zafir dalam.

"Aku mengacuhkanmu?"

Zafir yang menyadari bahwa sepertinya dia salah memilih kata segera menggeleng cepat dan meraih tangan Naura untuk digenggam lembut. 

"Tidak, semuanya salahku. Kamu memang pantas memperlakukanku seperti ini. Jadi, aku mohon maafkan aku, ya?" 

Kening terlipat Naura perlahan kembali normal dan tatapannya sedikit melunak. Diam-diam Naura mulai merasakan kehangatan yang kembali menjalar di seluruh tubuhnya. Dia tidak lagi merasakan jarak yang sangat jauh dengan Zafir seperti sebelumnya. 

Zafir perlahan menyingkirkan beberapa helai rambut yang sedikit menyentuh wajah Naura, jari-jari lembut pria itu terasa sangat halus. 

Perlahan tapi pasti, tubuh pria itu menjadi sedikit condong ke arah Naura karena hendak mengendus kepala dan kemudian leher jenjang Naura. 

Ketika sampai di leher jenjang Naura dan puas mengendusnya, Zafir diam-diam menyeringai tipis dan menggigit lembut leher Naura. 

Naura sedikit terkejut, kedua sudut alis wanita itu menyatu dan bibirnya tersenyum. 

"Hei?"

Zafir menatap wajah Naura lembut, seolah tidak ada masalah apa pun sebelumnya. Saat ini Naura merasa seperti sedang kembali ke masa lalu, di mana ia dan Zafir baru saja menikah dan belum mengetahui masalah apa yang menunggu mereka. 

Zafir menarik pinggang ramping Naura hingga menempel ke tubuhnya, kedua napas pasangan itu memburu.  Zafir mendekatkan wajahnya ke arah Naura, kedua mata mereka perlahan tertutup, ciuman panas pun terjadi di salah satu bilik megah mansion Wajendra. 

Zafir dengan cepat mengangkat tubuh Naura ke gendongannya, kemudian membawanya untuk duduk di atas sofa. Namun, Naura berada di atas pangkuan pria itu. 

Cahaya matahari berwarna oren yang siap terbenam itu menembus melalui kaca besar ruangan Zafir dan menyelimuti sosok mereka berdua. Ciuman panas mereka terus berlanjut, Zafir pun dengan tidak sabaran membuka kancing baju Naura. 

Namun, di tengah kepanasan yang saat ini sedang mereka lakukan, tanpa diduga dari arah pintu terdengar ketukan. 

Tok! Tok!

"Tuan, Nona Evelyn jatuh pingsan di kamar!"

Begitu kalimat tersebut terdengar, aktivitas mereka terhenti. Zafir menoleh cepat ke arah pintu, begitu juga dengan Naura. Keningnya terlipat kesal. Bukankah mereka bisa langsung memanggil dokter tanpa harus mengganggu Zafir?

"Perintahkan mereka untuk memanggil dokter, maka semua akan selesai," ucap Naura, kedua matanya menatap Zafir dengan penuh harap. 

Zafir menatap kembali istrinya, saat ini mereka masih berada di dalam posisi yang berantakan. Naura masih berada di pangkuan Zafir dengan baju terbuka, begitu juga dengan pria itu. 

Zafir menghela napas, kemudian menarik Naura ke dalam pelukannya.

"Kita akan lanjutkan nanti, aku harus menemui Evelyn."

Naura mengerutkan keningnya lebih dalam. "Tetapi mansion ini tidak kekurangan pelayan sehingga harus merepotkanmu ataupun aku."

Zafir mengangguk, kemudian perlahan menurunkan Naura dari pangkuannya dan mengecup lama kening istrinya.

"Benar, tetapi saat ini Evelyn sedang sangat rapuh, dia memerlukan teman. Sebab, satu-satunya--"

"Satu-satunya orang yang ia kenal di sini adalah dirimu, bukan begitu?"

Naura memotong kalimat Zafir, dia sudah cukup muak mendengar hal itu. Pandangan Naura kembali mendingin karena hal ini.

Zafir merasakan perasaan yang tidak enak dari istrinya, tapi sekarang dia tidak bisa menghiraukan Evelyn begitu saja. Oleh karena itu, sekali lagi ia mengecup kening Naura.

"Besok adalah peresmian tambang, Evelyn akan menjadi bagian dari kita. Jika besok tubuhnya tidak memungkinkan untuk keluar atau malah merusak momen pertemuan, bukankah itu akan merugikan kita?" tanya Zafir, berusaha membujuk istrinya. 

Naura mengangguk singkat. "Ya, untuk poin kedua. Tetapi tidak untuk yang pertama."

Zafir balas mengangguk juga. "Aku mengerti, tetapi bukankah perasaan wanita itu saat ini sangat mempengaruhi kesehatan tubuhnya dan juga bayinya? Ada anak kita yang perlu diprioritaskan, sayang."

Naura tidak bisa membalas lebih banyak lagi jika alasan yang digunakan adalah calon anak mereka, alasan itu juga selalu membuatnya merasa bersalah dan diam-diam setuju bahwa dirinya saat ini sedang sangat egois. 

Tetapi... Astaga... Mengapa perasaan ini sangat sulit? Naura tidak pernah merasakan perang batin seperti ini.

Tanpa menunggu jawaban Naura, Zafir sudah terburu-buru berjalan keluar setelah pakaiannya kembali rapih. Naura tidak mengatakan apa pun lagi, ia hanya menatap punggung suaminya yang perlahan menghilang dengan dingin. 

Naura menoleh ke arah jendela besar yang ada di ruangan kerja Zafir, bentuk denah ruangan mereka tidak jauh berbeda. 

"Apa benar aku terlalu egois?" gumam Naura, sorot matanya sangat tajam dan dingin. Namun, kali ini perasaannya cukup sedih.

Jauh dari mansion Wajendra, seorang pria dengan tubuh tegap dan proporsional tengah membaca koran harian dengan santai di balkon hotel.

Pria itu mengenakan kaos polo berwarna putih dan celana chinos berwarna krem. Ia sesekali menyeruput kopi hitam dan tersenyum setiap menemukan berita yang menarik. 

"Media Indonesia selalu muat berita bodoh," ucapnya, kemudian melempar koran tersebut ke arah Damian yang sedang menyeruput kopi serupa. 

"Arjuna! Hampir saja kopi ini tumpah!" tegur Damian.

Pria yang merupakan teman sekaligus asisten pribadi Arjuna itu terlihat sangat kesal, tapi sepertinya dia sudah terbiasa dengan kelakuan semena-mena pria itu. 

"Jam berapa kita besok berangkat menuju Kalimantan?" tanya Arjuna yang tadi melempar koran. 

"Astaga, apa gunanya setiap hari aku mengirim jadwal padamu, Arjuna?" balas temannya frustasi. 

"Jawab saja," balas Arjuna acuh. 

Damian menghela napas tipis kemudian bibirnya menyeringai, "Ada apa? Kamu tidak sabar bertemu dengan Nyonya Wajendra?" Pria itu merasa heran karena tidak biasanya Arjuna terlihat sangat bersemangat dalam project bisnis mereka.

Arjuna mengerutkan keningnya, kemudian melempar tatapan tajam pada Damian. "Apa aku harus mengulang pertanyaan?"

Damian terkekeh, diam-diam dia sedikit ngeri dengan tatapan tajam Arjuna.

"Jam tujuh pagi kita harus sudah tiba di bandara. Hei! Jangan menatapku tajam seperti itu!"

Arjuna mengangguk singkat. Pria itu segera berdiri dan berjalan masuk tanpa mengatakan apa pun, sedangkan Damian hanya bisa menghela napas tipis.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
natasha andikacinta
#muak sorry typo
goodnovel comment avatar
natasha andikacinta
muka tapi pasang badan dasar betina bodoh! cerdas apanya?!
goodnovel comment avatar
Mahrus Dzaky
Pepet terus jun Jangan kazih kendor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 8. Sapu Tangan Arjuna

    "Hati-hati, Evelyn!!" Suara itu membuat Naura memandang ke luar jendela mobil.Di sana, Zafir terlihat sedang membantu Evelyn untuk berjalan masuk ke mobilnya karena wanita itu terlihat lemah dan rapuh. Naura lalu mengalihkan pandangannya ke arah iPad dan berusaha untuk fokus ke laporan keuangan yang sedang ia analisis.Tak lama setelahnya, Zafir menyusul ke dalam mobil dan duduk tepat di samping Naura. "Sebaiknya Evelyn tetap beristirahat di mansion kalau kesehatannya memburuk" ucap Naura dengan mata yang masih terpaku pada iPad.Zafir menggeleng pelan, "Wanita itu menolak untuk ditinggal. Aku juga khawatir kalau dia ditinggal begitu saja bersama para pelayan."“Begitu? Aku tidak tahu kalau sekarang kamu merangkap tugas sebagai pengasuh ibu hamil”.Zafir menghela napas tanpa mau memperpanjang masalah, "Anggap saja ini menjadi bagian dari menyenangkan perasaannya agar janin impian kita ikut sehat."Naura mengangguk-angguk kecil sambil bergumam rendah, "Entah janin atau wanita itu y

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-13
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 9. Kita Bercerai Saja

    “Bawa Evelyn ke belakang dan lepas kalung yang dikenakan wanita itu”.Kening Naura sedikit terlipat dan perasaan marah kembali bergejolak di dalam dirinya. Bagaimana bisa Evelyn mengenakan kalung yang sama persis dengan yang ia kenakan? Tidak hanya bentuknya yang sama, tapi momen yang dipilih juga sama.Kemunculan Evelyn yang sudah anomali bisa berkembang menjadi skandal besar. Terlebih, kalung yang mereka kenakan juga merupakan kalung seharga miliaran rupiah yang dipesan secara khusus oleh Zafir.Kate lalu bergerak dengan cepat dan membawa Evelyn untuk keluar dari kerumunan. Sosoknya yang tak dikenal oleh wartawan membuat pergerakan mereka menjadi lebih mudah. Kepergian Evelyn dengan Kate membuat segalanya menjadi lebih mudah. Naura tak lagi perlu mengawasi Evelyn dan dapat fokus menjawab pertanyaan para kolega bersama Zafir.Sesampainya di ruang utama, Naura dan Zafir berjalan menyusul Arjuna yang sudah lebih dulu sampai dan menyerahkan gunting pada Naura.Mereka hendak memotong

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-13
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 10. Jangan Samakan Aku dengan Suamimu

    Naura membuka pintu balkon hotel dah melihat matahari yang sebentar lagi akan terbenam. Saat angin berhembus, bibir Naura tersenyum dengan getir karena dulu Zafir merupakan sosok pria yang sangat manis dan hangat. Dia tidak pernah sedikitpun membiarkan Naura merasa kesepian.Perlahan, air mata mulai keluar tak terkendali sehingga berkali-kali juga Naura menghapus air matanya dengan kasar. "Kamu menangis?”Naura mendongak cepat ke atas, kedua matanya terbuka lebar ketika melihat sosok Arjuna yang berdiri di balkon tepat di lantai atasnya. "Akhirnya tangisanmu berhenti," Ucapan Arjuna membuat Naura mengerutkan kening, memangnya sudah berapa lama pria itu memperhatikannya menangis?!"Sejak kapan Anda berada di situ?" Nada bicara Naura terkesan sedikit galak.Kening Arjuna sedikit terlipat. "Dari tadi. Aku mendengar kamu menangis seperti orang bodoh." Bukannya menjawab, pria itu justru melemparkan kalimat pedas."Siapa yang Anda bilang bodoh?" tanya Naura lagi, dia mulai kesal. Lagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-14
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 11. Hanya Kebetulan Bertemu

    "Aku bercanda," Arjuna berkata santai setelah sebelumnya berhasil membuat Naura terpaku seperti orang bodoh. Naura yang mendengar ini hanya menghela napas tipis, ternyata pria itu hanya asal menebak sedangkan ia sudah berpikir terlalu jauh."Oh, itu berarti kau sungguh memiliki masalah dengannya?" kini Arjuna menaikkan alis kirinya dan bibirnya menunjukkan seringai tipis. Tampaknya ia senang menggoda wanita itu.Naura mendengus sebelum kemudian berkata lagi dengan nada datar. "Panggil saya Nyonya Wajendra, Tuan Renjana," balas Naura acuh. “Karena kita tidak seakrab itu”.Arjuna mengangkat kedua bahunya acuh. "Mengapa tidak kamu saja yang memanggilku Arjuna? Kita bisa menjadi akrab".Naura mengerutkan keningnya kesal untuk menatap Arjuna. "Mengapa Anda terus mengganggu saya? Saya tidak ingat pernah memiliki interaksi kasual apapun dengan Anda sebelumnya."Arjuna menyatukan kedua alisnya lagi, “Kamu lah yang menggangguku, Nyonya Wajendra. Mata bengkak dan riasan berantakan milikmu itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-14
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 12. Syarat Perceraian

    Di hari terakhir mereka di Kalimantan, Arjuna dan Zafir berjabat tangan sebagai tanda kerja sama.Setelah itu, mereka kembali ke posisi semula dengan Naura berdiri di tengah.Arjuna lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Naura dan berbisik, "Ganti sepuluh kali lipat kalau sapu tanganku hilang."Naura mengerutkan alis sekilas sebelum mengangguk tanpa mengubah ekspresi wajahnya sama sekali–masih tersenyum.Baru kemudian, setelah tiba gilirannya untuk berjabat tangan dengan Arjuna, Naura menggenggam erat tangan pria itu hingga membuat si empunya tangan mengerutkan dahi.Namun, tanpa diduga, Arjuna membalas perlakuan Naura dengan menggenggam tangan Naura sama eratnya!Zafir yang sadar langsung menampilkan raut wajah yang tak senang. Oleh karena itu, dengan segera dia mengulurkan tangannya ke arah Naura hingga membuat wanita itu menoleh."Sayang?"Naura lantas melepaskan tangan Arjuna dan membalas uluran tangan Zafir yang langsung merangkul pinggang Naura sambil menatap dingin ke arah Arjuna

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-15
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 13. Zafir Gila Karena Evelyn

    “Apa?”“Kamu tidak salah dengar, Naura. Aku akan menyetujui permintaan perceraianmu itu, tapi kamu harus pergi bersama kami ke Amsterdam lusa.” kata Zafir.“Kamu gila!” Naura mundur beberapa langkah sebelum kemudian memegangi kepalanya yang kini berdenyut dengan satu tangan.“Ya. Akun memang gila setelah mendengar keputusanmu yang hendak bercerai dariku, Naura. Selain menjadi sarana pemulihan yang baik untuk Evelyn, kepergian kita ke sana juga akan membuatku membuktikan kalau posisimu tak tergantikan untukku”.Setelah percakapannya dengan Zafir, Naura kembali ke ruangannya untuk kembali bekerja. Namun, pikirannya sama sekali tidak fokus. Naura malah kembali memikirkan syarat perceraiannya dengan Zafir yang membuatnya sakit kepala.Pria itu sepertinya memang sudah gila karena Evelyn.Sambil menghela napas, Naura teringat dengan kalung kembar yang diberikan oleh Zafir untuk dirinya dan Evelyn yang saat ini masih ia kenakan. Dengan kesal Naura melepas kalung itu dari lehernya dan menyi

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-15
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 14. Amsterdam

    "Nyonya, perlengkapan anda menuju Amsterdam sudah siap. Apakah Anda ingin membatalkan janji rapat dengan--""Batalkan." Naura memotong kalimat Kate.Sepeninggal Zafir dan perdebatan mereka yang kesekian kali, Naura benar-benar tidak memiliki semangat apa pun untuk bekerja atau melakukan rapat, karena mood-nya menurun drastis dan tenaganya terkuras habis."Tolong susun saja jadwalku selama di Amsterdam. Aku tidak mau hanya berdiam diri di villa," jawab Naura sambil sibuk memilih gaun yang akan ia kenakan. "Namun, tidak ada pekerjaan penting yang harus dikerjakan di sana, Nyonya. Anda bisa menikmati waktu Anda di–""Apapun, Kate. Aku akan bersiap sendiri selama kamu sibuk menyusunnya." Naura memotong lagi sambil berjalan ke depan cermin."Baik, Nyonya." ujar Kate dengan pasrah.Wanita itu mengalah karena ia tak akan pernah bisa membantah Naura yang sudah masuk ke dalam mode ngeyel.Satu jam kemudian, Naura sudah selesai bersiap dan telah dijemput oleh Kate untuk bergegas masuk ke dalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-16
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 15. Tolong Selamatkan Nyonya Saya!

    Museum yang terletak di dekat Istana Kerajaan Belanda terlihat sangat megah saat Naura tiba di sana. Cuaca yang cerah membuat senyum wanita itu mengembang. Rasanya sudah lama ia tidak berjalan-jalan tanpa perlu menjaga identitasnya seperti ini.Kali ini, ia merasa ‘bebas’.Naura lalu melangkahkan kaki untuk masuk ke museum melalui jalur VIP yang sudah disiapkan oleh Kate. Namun, tiba-tiba sebuah suara mengejutkan Naura dan membuat wanita itu berbalik.“Naura.”Di sana, Arjuna Renjana berdiri tegap dengan mantel hitam yang menyelimuti tubuhnya hingga ke lutut. Kemeja dan celana yang dikenakan pria itu juga berwarna hitam sehingga membuat aura pria itu semakin terasa dominan."Aku tidak menyangka kalau kamu tertarik dengan sejarah negara lain." ujar Arjuna sembari mendekati Naura.Naura tersenyum tipis sembari mengulurkan tangannya pada pria itu. "Suatu kehormatan karena bisa bertemu dengan Anda di sini, Tuan Renjana. Ya, saya senang menambah wawasan terkait sejarah negara lain." Arj

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-16

Bab terbaru

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 200. Hancur

    Di hari yang berbeda, sebelumnya Naura sempat menerima panggilan dari Helena. Wanita itu menanyakan kabarnya sampai akhirnya mereka menjadwalkan pertemuan. Setelah selesai bersiap, wanita itu bergegas pergi mengunjungi Mansion Renjana setelah beberapa minggu tak menginjakkan kaki di sana. Sampai di Mansion Renjana, Naura turun dan langsung melihat sosok Helena yang menunggunya di pintu masuk utama. Seperti biasa, Naura akan tersenyum dan memeluk Helena. Kemudian menyerahkan bingkisan yang ia bawa. "Bagaimana kabar ibu?" tanya Naura hangat. Helena tersenyum lembut. "Tentu saja sangat baik." Mata mereka bertemu, Naura diam-diam mencari sesuatu di tatapan Helena. Helena memang menatap dan tersenyum padanya dengan lembut, namun Naura masih dapat dengan mudah siluet kesedihan. "Ayo, masuk sayang." Ajak Helena, kemudian mereka masuk beriringan. Tetapi sebelum itu, Naura sempat menoleh dan melihat mobil asing terparkir di halaman depan Mansion. "Apa ada tamu, bu?" tanya Naura. Se

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 199. Hutang dan Tumbal

    Arjuna turun dari mobilnya begitu tiba di penjara yang dihuni Ronald, Damian dan Aimee mengikutinya dari belakang. Seorang petugas segera mengarahkannya ke dalam sel Ronald, sesuai permintaan Ronald sendiri. Begitu pintu sel dibuka, sosok Ronald yang tengah duduk santai di atas kursi lipat sambil menonton televisi pun menoleh. "Kau, ya?" ucap Ronald, lalu berdiri dan memutar kursi lipatnya menghadap mereka."Duduklah di mana saja karena tidak ada kursi lain di sini," ujar Ronald, membuat tiga orang dewasa itu akhirnya duduk di lantai seperti anak kecil yang akan memulai pelajaran bersama sang guru. "Bagaimana kabar Anda?" tanya Arjuna, mengulurkan tangan kanannya. Saat matanya bertemu dengan mata cokelat Ronald, pria itu tidak bisa menahan ingatannya tentang Naura. Meskipun berbeda ibu, mata mereka benar-benar memiliki bentuk dan keindahan yang sama. "Seperti yang kau lihat," jawab Ronald acuh, lalu membalas uluran tangan Arjuna. Arjuna mengangguk singkat, lalu matanya tidak s

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 198. Penyelidikan

    Suasana serius menyelimuti ruang kerja Arjuna. Pria itu duduk di kursinya, menatap datar Damian dan Aimee bergantian. "Waktu kita tidak banyak, mereka pasti menunggumu keputusanmu," ucap Aimee sambil bersandar di meja kerja Damian. Damian mengangguk setuju. "Jika dalam kurun waktu yang telah mereka tentukan kita masih belum membuat keputusan, aku yakin sang putra mahkota itu benar-benar akan turun tangan langsung."Tidak langsung menjawab, Arjuna hanya menatap rekan serta sepupunya dengan tatapan yang sama seperti sebelumnya."Bagaimana kabar dari putri tuan Bara?" tanya Arjuna, memilih untuk fokus pada jalan keluar dibanding kekhawatiran. "Tidak ada jawaban apa pun, sepertinya beberapa petinggi di sana yang telah mengetahui masalah ini mulai merasa waspada," jawab Damian. Aimee mengangguk setuju. "Mereka berusaha menghindari masalah besar yang jelas sangat berbahaya seperti Phantom.""Lalu apa ada kemungkinan lain dari hasil penyelidikan?" tanya Arjuna lagi, kali ini melirik Aime

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 197. Hutang Untuk Putra Mahkota

    Seperti biasa, pagi ini Naura sudah sibuk di meja kerjanya. Namun berbeda dari biasanya yang sibuk menatap layar monitor dengan tangan yang mengetik kesana kemari, Naura kini hanya termenung di meja kerjanya. Matanya sesekali memperhatikan halaman yang sama sejak awal dirinya duduk di kursi kerja, email Phantom. Setelah merenung cukup lama, akhirnya Naura membetulkan kembali posisi duduknya dan membalas email tersebut. Dia setuju untuk bertemu. Tak perlu waktu lama, bahkan kurang dari satu menit, email-nya sudah dibalas. Naura spontan berdiri, lalu meneruskan link lokasi yang dikirim oleh email tersebut pada Kate. "Bersiap, kita pergi sekarang." Kemudian dia melirik ke arah Kate. "Lacak lokasi itu."Kate mengangguk cepat, tangannya pun dengan gesit melaksanakan perintah Naura. Tak butuh waktu lama, Kate pun membalas,"Sudah, nyonya."Mereka bertiga masuk ke dalam mobil, kali ini Althaf yang menyetir. "Anda menerima tawaran pertemuan itu?" tanya Kate dari kursi depan. Naura men

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 196. Puzzle

    Naura beranjak bangun dari duduknya, bibirnya masih tersenyum tipis ke arah Ronald meski tatapannya sudah sangat lelah. "Kalau begitu aku kembali dulu, jaga kesehatanmu, kak," ucap Naura. Ronald hanya mengangguk singkat, namun saat Naura berjalan melewatinya, pria itu menoleh dan berbicara. "Pastikan tidak ada kursi penguasa yang bergeser, Naura."Naura berhenti dan ikut menoleh, kemudian dia mengangguk. "Aku mengerti."Saat dirinya hendak melanjutkan langkah, suara Ronald lagi-lagi menghentikan gerakannya. "Dan...."Naura hanya menatap Ronald yang kini telah memunggunginya, menunggu pria itu melanjutkan kalimatnya. "Jaga kesehatanmu juga." Naura tersenyum tipis, lalu menatap lurus lagi ke depan. "Iya, terima kasih banyak." Setelahnya ia benar-benar melangkah keluar dari ruang pertemuan tertutup. "Sudah?" tanya Althaf yang sejak awal menunggu di luar. Naura mengangguk. "Ya, ayo kembali.""Bagaimana?" tanya Althaf sembari keduanya berjalan beriringan. "Ini tentang hutang Tirta

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 195. Hiduplah Lebih Lama

    "Mereka mengirim pesan apa?" tanya Ronald, raut wajahnya berkali-kali lipat lebih serius. Melihat sosok Ronald yang memegang, Naura pun ikut terbawa suasana. "Mereka menawarkan kerjasama dan mengungkit hutang. Hutang apa, kak?" tanya Naura. Ronald menarik tatapannya dari Naura untuk mengingat-ingat, lalu kedua matanya menyipit seolah baru mengingat sesuatu. "Ayah." Naura mengerutkan keningnya tak mengerti. "Ayah?" "Kamu adalah hutang mereka, Naura," jawab Ronald, membuat Naura semakin menatapnya bingung. "Aku hutang mereka? Maksudmu aku adalah...?" Ronald mengangguk. "Iya, ayah menjadikanmu salah satu 'alat' transaksi pada Phantom."Naura terdiam. Ayahnya? Ayah yang sangat dia kagumi? "Sejak kapan?" tanya Naura, matanya menatap kosong penuh emosi ke arah meja. "Bahkan sebelum kamu lahir, pernikahan ayah dan ibumu memang diatur untuk hal ini," jawab Ronald, matanya menatap dalam wajah adiknya yang terlihat syok. "Kenapa tidak ada yang memberitahuku mengenai hal ini?" tanya

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 194. Untukmu, Terima Saja

    "Apa ada kotak P3K di sini?" tanya Damian, melirik ibu Kate. Ibu Kate mengerutkan keningnya. "Untuk ap--""Ada." Kate menyela, membuat Damian kembali menatapnya. "Bisa berdiri?" tanya Damian. Kate mengangguk kecil dan berdiri, lalu membawa Damian ke dalam kamarnya diikuti sang ibu. "Apa perlu diobati segitunya? Itu hanya luka kecil," ucap sang ibu, lalu melanjutkan,"Maafkan ya, nak Damian. Kate merepotkan."Kate hanya diam dan duduk selagi Damian sibuk memilih obat di kotak P3K-nya. Damian tersenyum. "Tidak masalah, tante. Sekecil apa pun lukanya jika dibiarkan maka akan berisiko menjadi parah." Ibu Kate tersenyum dalam mendengarnya. "Baiklah, kalau begitu aku memeriksa makan malam di dapur dulu, ya." Kemudian matanya melirik Kate. "Jika sudah selesai cepat turun."Kate mengangguk kecil. "Iya."Sepeninggalan ibu Kate, Damian perlahan tersenyum dan tertawa tipis. "Apa kamu mengalami ini setiap hari? Ah--maaf, maksudku--""Iya, jangan meledekku!" Potong Kate sambil melototinya ke

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 193. Kamu Baik-Baik Saja?

    Satu hari setelah pertemuan canggung penuh perasaan yang tak pernah Kate kenali dengan Damian, wanita itu mulai terlihat lebih gelisah. Seperti sekarang, ini pertama kalinya dia meminta izin kembali lebih cepat dengan raut wajah gelisah. "Nyonya, seluruh berkas sudah saya letakkan di atas meja dan file yang Anda butuhkan telah saya kirim ke email Anda," ucap Kate, wanita itu berdiri seperti patung di depan Naura. Naura mengangguk tanpa menoleh sedikitpun dari layar monitor. "Baiklah, terima kasih banyak Kate."Kate mengangguk, kemudian kepalanya sedikit menunduk, jari-jarinya bermain gelisah. "Nyonya...."Naura hanya mengangkat kedua alisnya sebagai respon, kedua tangannya masih sibuk mengetik sesuatu di keyboard. Setelah menunggu beberapa detik, Naura masih belum juga mendengar apa yang ingin disampaikan Kate. Matanya melirik bingung ke arah Kate, saat mendapati wanita itu berdiri kaku seperti patung, Naura mulai menaruh perhatian penuh pada Kate. "Ada apa?" tanya Naura bingun

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 192. Sandiwara Kate-Damian

    Suasana Mansion Tirta kembali lengang saat langit menggelap. Kate meninggalkan Mansion tersebut setelah Naura benar-benar beristirahat. Sepanjang perjalanan menuju tempat pertemuannya dengan Damian, wanita itu hanya diam dengan tatapan yang lelah. Kate khawatir masalah ini akan merepotkan Damian, dia tidak ingin menyeret orang lain ke dalam kesulitan hidupnya. Sampai di restoran bintang empat Jakarta, Kate bergegas turun dari mobilnya dan melangkah masuk. Matanya menyapu seluruh bagian restoran ke kanan dan kiri untuk mencari sosok Damian. Hingga tak lama dari arah depan ada satu tangan yang melambai untuknya, pria itu tersenyum ramah ke arahnya, menunggu dengan tenang. Kate mendekat ke meja tersebut dan tersenyum simpul. "Mohon maaf jika Anda menunggu lama."Damian mengangguk singkat. "Aku juga baru datang." Mendengar hal itu Kate tahu Damian berbohong, karena di atas meja mereka sekarang sudah ada dua gelas kosong. "Jadi... Ada apa, nona Kate?" tanya Damian, tatapan mereka b

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status