"Aku bercanda," Arjuna berkata santai setelah sebelumnya berhasil membuat Naura terpaku seperti orang bodoh. Naura yang mendengar ini hanya menghela napas tipis, ternyata pria itu hanya asal menebak sedangkan ia sudah berpikir terlalu jauh."Oh, itu berarti kau sungguh memiliki masalah dengannya?" kini Arjuna menaikkan alis kirinya dan bibirnya menunjukkan seringai tipis. Tampaknya ia senang menggoda wanita itu.Naura mendengus sebelum kemudian berkata lagi dengan nada datar. "Panggil saya Nyonya Wajendra, Tuan Renjana," balas Naura acuh. “Karena kita tidak seakrab itu”.Arjuna mengangkat kedua bahunya acuh. "Mengapa tidak kamu saja yang memanggilku Arjuna? Kita bisa menjadi akrab".Naura mengerutkan keningnya kesal untuk menatap Arjuna. "Mengapa Anda terus mengganggu saya? Saya tidak ingat pernah memiliki interaksi kasual apapun dengan Anda sebelumnya."Arjuna menyatukan kedua alisnya lagi, “Kamu lah yang menggangguku, Nyonya Wajendra. Mata bengkak dan riasan berantakan milikmu itu
Di hari terakhir mereka di Kalimantan, Arjuna dan Zafir berjabat tangan sebagai tanda kerja sama.Setelah itu, mereka kembali ke posisi semula dengan Naura berdiri di tengah.Arjuna lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Naura dan berbisik, "Ganti sepuluh kali lipat kalau sapu tanganku hilang."Naura mengerutkan alis sekilas sebelum mengangguk tanpa mengubah ekspresi wajahnya sama sekali–masih tersenyum.Baru kemudian, setelah tiba gilirannya untuk berjabat tangan dengan Arjuna, Naura menggenggam erat tangan pria itu hingga membuat si empunya tangan mengerutkan dahi.Namun, tanpa diduga, Arjuna membalas perlakuan Naura dengan menggenggam tangan Naura sama eratnya!Zafir yang sadar langsung menampilkan raut wajah yang tak senang. Oleh karena itu, dengan segera dia mengulurkan tangannya ke arah Naura hingga membuat wanita itu menoleh."Sayang?"Naura lantas melepaskan tangan Arjuna dan membalas uluran tangan Zafir yang langsung merangkul pinggang Naura sambil menatap dingin ke arah Arjuna
“Apa?”“Kamu tidak salah dengar, Naura. Aku akan menyetujui permintaan perceraianmu itu, tapi kamu harus pergi bersama kami ke Amsterdam lusa.” kata Zafir.“Kamu gila!” Naura mundur beberapa langkah sebelum kemudian memegangi kepalanya yang kini berdenyut dengan satu tangan.“Ya. Akun memang gila setelah mendengar keputusanmu yang hendak bercerai dariku, Naura. Selain menjadi sarana pemulihan yang baik untuk Evelyn, kepergian kita ke sana juga akan membuatku membuktikan kalau posisimu tak tergantikan untukku”.Setelah percakapannya dengan Zafir, Naura kembali ke ruangannya untuk kembali bekerja. Namun, pikirannya sama sekali tidak fokus. Naura malah kembali memikirkan syarat perceraiannya dengan Zafir yang membuatnya sakit kepala.Pria itu sepertinya memang sudah gila karena Evelyn.Sambil menghela napas, Naura teringat dengan kalung kembar yang diberikan oleh Zafir untuk dirinya dan Evelyn yang saat ini masih ia kenakan. Dengan kesal Naura melepas kalung itu dari lehernya dan menyi
"Nyonya, perlengkapan anda menuju Amsterdam sudah siap. Apakah Anda ingin membatalkan janji rapat dengan--""Batalkan." Naura memotong kalimat Kate.Sepeninggal Zafir dan perdebatan mereka yang kesekian kali, Naura benar-benar tidak memiliki semangat apa pun untuk bekerja atau melakukan rapat, karena mood-nya menurun drastis dan tenaganya terkuras habis."Tolong susun saja jadwalku selama di Amsterdam. Aku tidak mau hanya berdiam diri di villa," jawab Naura sambil sibuk memilih gaun yang akan ia kenakan. "Namun, tidak ada pekerjaan penting yang harus dikerjakan di sana, Nyonya. Anda bisa menikmati waktu Anda di–""Apapun, Kate. Aku akan bersiap sendiri selama kamu sibuk menyusunnya." Naura memotong lagi sambil berjalan ke depan cermin."Baik, Nyonya." ujar Kate dengan pasrah.Wanita itu mengalah karena ia tak akan pernah bisa membantah Naura yang sudah masuk ke dalam mode ngeyel.Satu jam kemudian, Naura sudah selesai bersiap dan telah dijemput oleh Kate untuk bergegas masuk ke dalam
Museum yang terletak di dekat Istana Kerajaan Belanda terlihat sangat megah saat Naura tiba di sana. Cuaca yang cerah membuat senyum wanita itu mengembang. Rasanya sudah lama ia tidak berjalan-jalan tanpa perlu menjaga identitasnya seperti ini.Kali ini, ia merasa ‘bebas’.Naura lalu melangkahkan kaki untuk masuk ke museum melalui jalur VIP yang sudah disiapkan oleh Kate. Namun, tiba-tiba sebuah suara mengejutkan Naura dan membuat wanita itu berbalik.“Naura.”Di sana, Arjuna Renjana berdiri tegap dengan mantel hitam yang menyelimuti tubuhnya hingga ke lutut. Kemeja dan celana yang dikenakan pria itu juga berwarna hitam sehingga membuat aura pria itu semakin terasa dominan."Aku tidak menyangka kalau kamu tertarik dengan sejarah negara lain." ujar Arjuna sembari mendekati Naura.Naura tersenyum tipis sembari mengulurkan tangannya pada pria itu. "Suatu kehormatan karena bisa bertemu dengan Anda di sini, Tuan Renjana. Ya, saya senang menambah wawasan terkait sejarah negara lain." Arj
"Arjuna!" Damian berteriak kencang dan menatap ke sekeliling, tapi Arjuna tetap tidak ditemukan.Di sisi lain, Arjuna tidak mengindahkan teriakan Damian dan terus berjalan ke mobil pemadam kebakaran untuk meminta mereka membasahi mantelnya. Arjuna lalu berjalan cepat menuju pintu museum dan Damian sempat menghentikannya, tapi pria itu menepis kasar. Para petugas yang hendak menghentikan Arjuna juga tidak bisa bertindak apa pun, karena Arjuna tidak ragu untuk menyingkirkan siapapun yang menghalanginya dengan kekerasan fisik. Sedangkan Naura, wanita itu masih tidak mengetahui apa yang terjadi di luar. Keningnya sedikit terlipat bingung kala hidungnya mulai mencium aroma terbakar. "Ada apa ini?" ucap Naura sendiri, dia mulai merasakan ada sesuatu yang aneh, sebab suhu ruangan menjadi lebih panas. Namun, saat hendak menuruni tangga, langkahnya terhenti dan kedua matanya terbuka lebar karena pintu di bawahnya sudah termakan api!Kenapa tiba-tiba terbakar? Asap tebal mulai memenuhi r
Di sebelah bantalan udara, Kate sudah menunggu dengan khawatir. Wanita itu lalu berlari menghampiri Naura dan bersimpuh sambil menangis. "Kate, aku tidak apa-apa." Naura berusaha menenangkan Kate. "Sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang." Suara Damian terdengar, pria itu sedang berbicara dengan Arjuna. Naura menoleh cepat, kemudian tertatih mendekati pria itu dibantu oleh Kate."Aku ikut." Naura tidak bisa meninggalkan Arjuna begitu saja, pria itu sudah sangat berjasa menolong hidupnya. Jika tidak ada Arjuna, Naura akan mati terbakar di dalam."Nyonya Wajendra juga membutuhkan pengobatan, silakan." Damian mempersilahkan, mereka akhirnya masuk ke dalam mobil bersama dan berangkat menuju ke rumah sakit milik Renjana.Di dalam mobil, Arjuna berusaha melepas pakaian atasnya. "Pelan-pelan..." ucap Naura begitu mendengar Arjuna meringis, wanita itu dengan sabar membantu Arjuna.Ketika pakaian atas pria itu terlepas sempurna, Naura melihat kondisi punggung Arjuna yang memerah dan terdap
Naura duduk dalam diam di mobil Arjuna karena kedua pria itu bersikeras untuk menawarkan tumpangan secara pribadi untuknya. Ketika mobil mereka memasuki pintu gerbang villa Wajendra, Naura dapat melihat sosok Zafir yang segera keluar dari pintu bersama dengan Evelyn.Kedua orang itu menunggu di depan sambil menatap mobil asing Arjuna yang perlahan terbuka. Setelah keluar dari mobil dengan tenang, Naura berjalan dengan kaki terpincang sembari dipapah oleh Kate.Apa yang terjadi membuat Zafir dengan cepat menghampiri istrinya dan memegangi wanita itu dari kepala hingga pundaknya."Kamu baik-baik saja?" tanya Zafir.Wajah pria itu terlihat cemas, tapi Naura telah lebih dulu muak dan menepis tangan Zafir dari pipinya.“Jangan sentuh aku, Zafir”. Perbuatan Naura membuat Evelyn yang melihat itu segera maju dan mendorong Naura dengan kencang. Namun, untungnya Kate berdiri di belakang wanita itu sehingga Naura tak terjatuh di depan villa. "Lancang!!" Kate menatap Evelyn dengan tetapan me
"Kamu baik-baik saja?" tanya Arjuna khawatir setelah melihat Naura terlihat lebih lemas dari biasanya. Naura mengangguk singkat. "Iya, kepalaku hanya agak pusing. Kemana kita akan pergi, Arjuna?"Arjuna terdiam sejenak, namun tak lama ia mengangguk. "Baiklah, kalau dirasa memang benar-benar tidak enak badan tolong segera katakan padaku." Melihat Arjuna tidak menjawab pertanyaannya, Naura pun sedikit melipat keningnya. "Kemana kita akan pergi?" tanya Naura lagi. Arjuna kembali terdiam, lalu tak lama pria itu tersenyum tipis. "Kamu tidur saja, masih ada waktu sekitar dua jam lagi hingga sampai tujuan."Naura menaikkan alis kirinya. "Dua jam?" Itu bukan waktu yang sebentar. Kemana sebenarnya Arjuna hendak membawanya pergi?Arjuna sekali lagi mengangguk. "Istirahat saja, aku akan membangunkanmu setelah kita sampai, sayang."Melihat Arjuna enggan memberitahunya, Naura hanya bisa menghela napas dan menuruti permintaan pria itu. Ia menyandarkan punggungnya dengan nyaman, kemudian matany
Naura melangkah keluar dari penjara, pikirannya diam-diam penuh dengan pertemuannya bersama Althaf sebelumnya. Jadi... Pria itu memilih untuk berhenti begitu saja tanpa perlawanan apa pun?Meskipun hal tersebut terdengar baik, tetapi tetap patut diwaspadai. Serangan yang sebelumnya dilayangkan Althaf sangat besar, rasanya tanda tanya besar jika pria itu mengaku mengalah. Lamunan Naura pecah begitu melihat sosok Arjuna yang menunggu di parkiran mobil. Pria itu tersenyum tipis, mata hijau emerald-nya terlihat sangat cerah saat bertabrakan dengan cahaya hangat matahari sore. "Sudah?" tanya pria itu. Naura tersenyum tipis, kedua sudut alisnya menyatu bingung. "Kamu di sini?"Arjuna mengangguk. "Apa salah?"Naura tertawa ringan, lalu mulai mendekati Arjuna. Pria itu dengan lembut langsung meraih tangan kanannya dan mengecup singkat. "Bisa ikut aku pergi ke suatu tempat sebentar?" tanya Arjuna. Naura mengangguk. "Tentu, kemana kita akan--""Kamu akan mengetahuinya nanti." Potong Arju
Dua hari setelah kejadian Naura berhasil kembali, Arjuna mulai sibuk 'membersihkan' kekacauan yang Althaf buat di Renjana. Di ruang kerja Arjuna seperti biasa, Damian, Aimee, dan Tiara Bara berkumpul. "Bagaimana hasil kemarin?" tanya Arjuna, pria itu duduk sambil menatap satu persatu wajah di hadapannya. Aimee menggeleng singkat. "Phantom masih belum melakukan pergerakan apa pun, tidak ada laporan terbaru."Arjuna menaikkan alis kirinya, aneh sekali rasanya Phantom tidak bergegas bergerak menyelamatkan Althaf dari penjara. Phantom adalah organisasi yang terkenal besar dan gelap, selain menjual informasi, mereka juga terkenal dengan gerakannya yang agresif. Jika dicocokkan dengan sifat tersebut, seharusnya belum ada satu hari, penjara tempat Althaf dikurung telah hancur. "Phantom tidak mungkin diam saja, sebaiknya kita juga mulai mencari jalan lain untuk banyak kemungkinan." Damian menatap serius ke arah Arjuna. Tiara Bara mengangguk setuju. "Itu benar, seperti mungkin mendobrak
Naura duduk tenang di atas ranjang rumah sakit setelah dokter dan perawat selesai memeriksa kondisinya. Arjuna duduk di sofa tak jauh dari ranjang, pria itu masih terlihat sangat sibuk mengutak-atik iPad besar miliknya. Selepas kepergian Althaf, Arjuna tanpa banyak bicara langsung menariknya masuk ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit. Damian masih sibuk mengurus kepala keluarga sembilan pilar negara bersama Tiara Bara, bagaimanapun kejadian tadi cukup menggemparkan. Media yang disiapkan oleh Tiara Bara di luar gedung pertemuan telah sukses mengunci berita dan meledakkannya ke seluruh sosial media. Sedangkan Kate mengurus kebutuhan dan urusan rumah sakit Naura. Naura hanya duduk tenang di posisinya, matanya menatap lembut ke arah Arjuna. Sosok pria yang sangat ia rindukan kini telah kembali, tidak ada rasa tenang lain yang dapat mengalahkan rasa tenangnya saat ini. Tak lama Arjuna mengangkat pandangannya, sepertinya pria itu baru tersadar bahwa dokter telah pergi. Deng
"Selamat datang, tuan Renjana." Tiara Bara mengulurkan tangan ke arah Althaf untuk berjabat tangan, bibirnya tersenyum formal. Sejak kematian ayahnya, Tiara Bara mulai menggantikan posisi ayahnya. Saat ini seluruh Indonesia bukan lagi memanggilnya 'nona Bara', tetapi 'nyonya Bara'. Althaf membalas uluran tangan Tiara, matanya menangkap sorot kemisteriusan di tatapan wanita itu. Mengesampingkan semua itu, Althaf pun mulai berbaur dengan para kepala keluarga sembilan pilar negara lainnya. Sejak awal dia menggantikan posisi Arjuna, hanya ada satu keluarga yang tak pernah muncul, yaitu Wajendra. Tidak ada yang tahu bagaimana kabar Zafir Wajendra, pria itu seolah hilang ditelan bumi. Pria itu menutup akses media rapat-rapat, dari kabar yang beredar Zafir Wajendra masih sangat terpukul atas perceraiannya yang kedua kalinya. Sejujurnya Althaf sangat ingin bertatap wajah dengan Zafir secara langsung, pria itu diam-diam ingin meninju wajah pria yang pernah menginjak putri mahkotanya.
Naura turun dari mobil dengan hati-hati dibantu Althaf, mereka baru saja kembali dari acara besar kementerian keuangan. Semuanya berjalan lancar, Althaf sama sekali tidak menaruh curiga padanya. Naura pun berusaha semaksimal mungkin untuk terlihat seperti biasa. Kembali masuk ke dalam Dragon Castle, pandangan mata para anggota Phantom pun kembali jatuh lekat ke arahnya. Seluruhnya membungkuk karena sosok Althaf yang mengikutinya, Naura mulai terbiasa dengan suasana dan tatapan buas mereka. Saat awal kedatangannya kemari, Naura masih memiliki kecemasan dan takut untuk saling tatap dengan mereka. Tetapi sekarang berbeda, kecemasan itu hilang dan digantikan kepercayaan diri. Meskipun sebagian besar mereka menganggapnya 'hutang' atau 'alat pencetak monster', namun tak satupun dari mereka yang berani menyentuhnya karena Althaf. Naura dapat memanfaatkan hal itu. Semuanya pun semakin terasa berbeda setelah kejadian Daisy, hal itu sepertinya cukup menjelaskan dengan tegas seperti apa po
Naura memperhatikan pemandangan ramai di luar. Begitu tiba di gedung acara utama, kerumunan media wartawan terlihat memenuhi tepi karpet merah. Naura mengepalkan kedua tangannya tanpa sadar sambil terus menatap ke luar. Apa dia akan bertemu dengan Arjuna di sini? Bagaimana reaksi pria itu setelah mengetahui keberadaannya? Apa yang Arjuna lakukan selama dirinya dikurung di Dragon Castle? Apa pria itu mencarinya? Apa pria itu memikirkannya?Tak lama tangan besar menyambar tangan kirinya yang terkepal, membuat lamunan Naura bubar dan segera menoleh ke samping. "Kamu mengkhawatirkan sesuatu?" tanya Althaf, mata hijau emerald-nya melirik datar seolah sedang membedah isi kepala Naura untuk melihat apa yang ia pikirkan. Naura menggeleng pelan dan menarik tatapannya dari Althaf. "Tidak." Lalu melirik tangan besar Althaf yang mengelus lembut tangannya. Begitu mobil berhenti, Althaf turun lebih dulu begitu sang sopir membukakan pintu mobil untuknya. Naura tetap diam sampai akhirnya Altha
Begitu selesai mengeksekusi kedua lengan Daisy, beberapa pelayan pun masuk dan membersihkan bekas darah yang masih terus mengalir. Dua penjaga di depan yang tadi memotong tangan Daisy pun telah menyeret wanita itu keluar. Daisy pingsan di tempat, sementara Naura sama sekali tidak diberi kesempatan oleh Althaf untuk melihat. "Pemandangan itu terlalu kotor untukmu," ucap Althaf sambil mengelus ujung mata Naura. Naura menatap Althaf, semakin lama berada di sini, maka semakin hilang pula gairah serta emosi di tatapan Naura. Naura itu kini memiliki tatapan yang datar dan dingin, seolah tidak lagi merasakan emosi. "Sepertinya aku perlu memanggil dokter," ucap Althaf yang kini beralih memperhatikan lengan Naura yang masih memerah. Naura menggeleng pelan. "Tidak perlu, aku baik-baik saja.""Tapi--""Putra mahkota, saya Hell." Suara ketukan pintu dan bawahan pribadi Althaf pun terdengar. Tak lama pintu kamar Naura terbuka, Hell masuk dan tak terkejut sedikitpun meskipun lantai kamar Na
Naura melangkah turun dari kasurnya dengan kedua kaki yang dirantai. Rantai panjang menjuntai mengikuti arah pergerakannya. Di sampingnya Daisy, anggota Phantom yang dipilih secara khusus untuk melayani Naura mendampingi seperti biasa. Naura duduk dengan tenang di meja makannya, raut wajahnya tanpa ekspresi seperti biasa. Daisy membuka penutup makanan, lalu mempersilahkan Naura untuk menyantap makanannya. Naura menatap datar makanan tersebut, lalu tangan kanannya bergerak menyendok kuah kaldu ayam yang disuguhkan. Keningnya sedikit terlipat kalau merasakan rasa yang dominan manis daripada gurih, Naura tidak begitu menyukai makanan manis jika itu bukan dessert. Melihat raut wajah Naura, Daisy pun ikut mengerutkan keningnya. "Apa ada yang salah?" tanya Daisy, nada bicaranya memang tidak begitu bersahabat sejak awal pertemuan mereka. Naura meletakkan sendoknya dengan tenang. "Terlalu manis." Lalu mendorong mangkuknya sedikit menjauh. Daisy menaikkan alis kirinya. "Kita tidak mun