Di sebelah bantalan udara, Kate sudah menunggu dengan khawatir. Wanita itu lalu berlari menghampiri Naura dan bersimpuh sambil menangis. "Kate, aku tidak apa-apa." Naura berusaha menenangkan Kate. "Sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang." Suara Damian terdengar, pria itu sedang berbicara dengan Arjuna. Naura menoleh cepat, kemudian tertatih mendekati pria itu dibantu oleh Kate."Aku ikut." Naura tidak bisa meninggalkan Arjuna begitu saja, pria itu sudah sangat berjasa menolong hidupnya. Jika tidak ada Arjuna, Naura akan mati terbakar di dalam."Nyonya Wajendra juga membutuhkan pengobatan, silakan." Damian mempersilahkan, mereka akhirnya masuk ke dalam mobil bersama dan berangkat menuju ke rumah sakit milik Renjana.Di dalam mobil, Arjuna berusaha melepas pakaian atasnya. "Pelan-pelan..." ucap Naura begitu mendengar Arjuna meringis, wanita itu dengan sabar membantu Arjuna.Ketika pakaian atas pria itu terlepas sempurna, Naura melihat kondisi punggung Arjuna yang memerah dan terdap
Naura duduk dalam diam di mobil Arjuna karena kedua pria itu bersikeras untuk menawarkan tumpangan secara pribadi untuknya. Ketika mobil mereka memasuki pintu gerbang villa Wajendra, Naura dapat melihat sosok Zafir yang segera keluar dari pintu bersama dengan Evelyn.Kedua orang itu menunggu di depan sambil menatap mobil asing Arjuna yang perlahan terbuka. Setelah keluar dari mobil dengan tenang, Naura berjalan dengan kaki terpincang sembari dipapah oleh Kate.Apa yang terjadi membuat Zafir dengan cepat menghampiri istrinya dan memegangi wanita itu dari kepala hingga pundaknya."Kamu baik-baik saja?" tanya Zafir.Wajah pria itu terlihat cemas, tapi Naura telah lebih dulu muak dan menepis tangan Zafir dari pipinya.“Jangan sentuh aku, Zafir”. Perbuatan Naura membuat Evelyn yang melihat itu segera maju dan mendorong Naura dengan kencang. Namun, untungnya Kate berdiri di belakang wanita itu sehingga Naura tak terjatuh di depan villa. "Lancang!!" Kate menatap Evelyn dengan tetapan me
Hari-hari terus berlanjut dan tak terasa sudah dua hari sejak kejadian awal mula Zafir menampar Naura. Pria itu semakin sibuk menghabiskan waktu bersama Evelyn dan menemani wanita itu, karena Evelyn yang tak sedikitpun melepaskan Zafir bepergian sendirian.Saat berpapasan dengan Naura pagi tadi pun, pria itu hanya bisa menatap Naura dengan sendu, tanpa bisa lepas dari celotehan Evelyn mengenai bunga-bunga di pekarangan Wajendra atau istal yang penuh kuda.Apa yang mereka berdua lakukan saat ini benar-benar persis dengan yang ia dan Zafir lakukan saat berbulan madu ke villa ini beberapa tahun silam.Ingatan-ingatan itu membuat Naura menghela napas dan kemudian duduk di batu besar yang ada di tepi danau buatan milik Wajendra. Wanita itu mengenakan dress piyama berwarna putih dan cardigan untuk melindunginya dari udara dingin.Saat matanya sibuk menatap ke arah bayangan dirinya di permukaan danau, tiba-tiba suara langkah kaki muncul dari belakangnya dan lambat-laun terasa mendekat."Ap
Naura merasa tidak memiliki hak apa pun lagi setelah Zafir mutlak akan menceraikannya. Entah sebelum atau sesudah pria itu kembali dari rumah sakit, semuanya akan sama saja.Bahkan sejak kepergian Zafir itu ke rumah sakit, segala pesan dan telepon yang Naura kirim tidak pernah dibalas. Tampaknya, Zafir benar-benar sibuk sibuk mengurus Evelyn atas tindakan nekatnya kemarin. Atau mungkin, Evelyn benar-benar terluka? Saat mengingat apa yang terjadi, Naura tersenyum miris. Ternyata membiarkan wanita seperti Evelyn datang ke dalam rumah tangganya adalah sebuah keputusan yang sangat salah.Sebab, pernikahan bertahun-tahun lamanya belum tentu menjamin tumbuhnya kepercayaan dan kesetiaan. Naura menghela napas dan menatap ke sekeliling kamar yang belum sempat ia tempati."Bantu aku mengemasi barang, Kate." Naura berkata pada Kate yang menatapnya dari ambang pintu dengan wajah sendu. Berbeda dari Kate, Naura tampak tegar meski matanya cukup sembab dan rambutnya tak tertata serapi biasanya.S
Guncangan kasar dari lift membuat Arjuna berusaha lumayan keras untuk mengeluarkan ponsel dari sakunya. Naura merasakan itu dari gerakannya yang bergetar dan patah-patah. "Kau di mana?" Suara Arjuna terdengar tenang. Dari suara dan nada bicaranya, Naura tahu kalau Arjuna sedang mengubungi Damian. Sebab, hanya dengan pria itu Naura bisa melihat ekspresi natural dari Arjuna yang jarang pria itu perlihatkan."Lobby utama. Ada apa?" suara Damian terdengar di balik telepon. "Lift rusak dan aku terjebak di dalam. Jika dalam tiga puluh menit masalah ini tidak teratasi, gajimu akan kupotong sampai tahun depan," jawab Arjuna cepat. "Apa?! Astaga! Sungguh? Jangan mati dulu Arjuna, aku masih tidak bisa hidup tanpamu!" suara Damian yang terkejut terdengar kencang membuat Naura mengernyitkan dahi.Sepertinya pria itu tahu bahwa Arjuna takut kegelapan. Sebab, sedetik kemudian sambungan telepon dengan cepat mati dan Arjuna kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku. Sementara itu, tangan kiri
"Naura."Suara mangkuk sup yang diletakkan di atas meja membuat Naura tersadar dan segera mengangkat pandangannya. "Ibu?" Kening Naura terlipat dalam dan matanya membelalak, karena ibu mertuanya, Malini, tiba-tiba duduk di depannya. Tanpa mempedulikan ekspresi bingung Naura, Malini duduk dengan tenang di kursinya. "Astaga, kamu terlihat kurus sekali sekarang. Menantu Wajendra tidak bisa dibiarkan seperti ini. Aku–""Ibu sudah tahu apa yang terjadi pada pernikahan kami, bukan?" Naura memotong kalimat Malini, membuat ekspresi khawatir wanita itu menghilang. "Pertengkaran di sebuah rumah tangga adalah hal yang biasa, Naura. Dulu aku juga sering merasakannya. Kalian juga sudah saling mengenal lama, apa susahnya kembali berdiskusi tanpa melibatkan perceraian?" Naura tersenyum tipis. “Aku tidak bisa, Bu. Kehadiran Evelyn dan perubahan sikap Zafir membuatku tak mampu menerimanya."Malini menghela napas tipis, "Tetapi bukankah kamu sudah terbiasa dengan pernikahan yang memiliki lebih dari
Malini memberontak keras begitu petugas keamanan maju menyeretnya keluar setelah diperintah oleh Arjuna. Pria itu lalu menggenggam tangan Naura erat dan bisa ia rasakan tangan Naura yang bergetar dan air mata yang mengalir dari mata wanita itu."Kita akan pergi dari sini. Berpeganglah padaku, karena kakimu yang lemas hanya akan membuatmu terjatuh." Setelah itu, Naura dipapah pergi bersama dengan Damian yang mengekor di belakangnya. Sebelum benar-benar pergi, Arjuna menggratiskan sarapan pagi itu kepada semua pengunjung sebagai bentuk kompensasi atas ketidaknyamanan yang terjadi.Arjuna membawa Naura ke area yang tak pernah dikunjungi oleh tamu hotel lainnya, yakni sebuah balkon khusus yang biasa digunakan untuk menjamu keluarga Kerajaan. Pria itu menyodorkan sebotol air mineral ke arah Naura agar Naura bisa menghilangkan rasa syok yang sempat ia alami. "Tenangkan dirimu. Apa maksud ucapan Nyonya Besar Wajendra sebelumnya?" tanya Arjuna. Pria itu menatap dalam wajah lemas Naura, t
Setelah menandatangani surat cerai yang dikirim oleh Zafir, Naura berbegas pulang ke Indonesia dan menempati rumahnya yang baru. Wanita itu sengaja tidak pulang ke Mansion Wajendra dan memilih untuk tinggal secara mandiri demi menghindari pertengkaran yang tidak perlu.Selain itu, Naura juga membutuhkan tempat untuk mempersiapkan diri dan mentalnya demi menjalani sidang terbuka yang dijadwalkan secara oleh Malini dengan baik.Naura sempat menolak keras keputusan Malini dengan jenis sidang yang dilakukan, tapi Mantan Ibu Mertuanya itu terus gigih untuk menunggangi traffic demi membersihkan nama Zafir.Oleh karena itu, tak ada hal lain yang bisa dilakukan Naura selain mempersiapkan diri dari segala kemungkinan yang bisa terjadi.Di hari sidang, kondisi pengadilan agama tampak ramai karena perceraian Naura Tirta dan Zafir Wajendra yang selalu harmonis memang tengah menjadi trending topik di media sosial.Seturunnya Naura dari mobil, wanita itu dengan cepat melangkahkan kakinya masuk ke
"Kamu baik-baik saja?" tanya Arjuna khawatir setelah melihat Naura terlihat lebih lemas dari biasanya. Naura mengangguk singkat. "Iya, kepalaku hanya agak pusing. Kemana kita akan pergi, Arjuna?"Arjuna terdiam sejenak, namun tak lama ia mengangguk. "Baiklah, kalau dirasa memang benar-benar tidak enak badan tolong segera katakan padaku." Melihat Arjuna tidak menjawab pertanyaannya, Naura pun sedikit melipat keningnya. "Kemana kita akan pergi?" tanya Naura lagi. Arjuna kembali terdiam, lalu tak lama pria itu tersenyum tipis. "Kamu tidur saja, masih ada waktu sekitar dua jam lagi hingga sampai tujuan."Naura menaikkan alis kirinya. "Dua jam?" Itu bukan waktu yang sebentar. Kemana sebenarnya Arjuna hendak membawanya pergi?Arjuna sekali lagi mengangguk. "Istirahat saja, aku akan membangunkanmu setelah kita sampai, sayang."Melihat Arjuna enggan memberitahunya, Naura hanya bisa menghela napas dan menuruti permintaan pria itu. Ia menyandarkan punggungnya dengan nyaman, kemudian matany
Naura melangkah keluar dari penjara, pikirannya diam-diam penuh dengan pertemuannya bersama Althaf sebelumnya. Jadi... Pria itu memilih untuk berhenti begitu saja tanpa perlawanan apa pun?Meskipun hal tersebut terdengar baik, tetapi tetap patut diwaspadai. Serangan yang sebelumnya dilayangkan Althaf sangat besar, rasanya tanda tanya besar jika pria itu mengaku mengalah. Lamunan Naura pecah begitu melihat sosok Arjuna yang menunggu di parkiran mobil. Pria itu tersenyum tipis, mata hijau emerald-nya terlihat sangat cerah saat bertabrakan dengan cahaya hangat matahari sore. "Sudah?" tanya pria itu. Naura tersenyum tipis, kedua sudut alisnya menyatu bingung. "Kamu di sini?"Arjuna mengangguk. "Apa salah?"Naura tertawa ringan, lalu mulai mendekati Arjuna. Pria itu dengan lembut langsung meraih tangan kanannya dan mengecup singkat. "Bisa ikut aku pergi ke suatu tempat sebentar?" tanya Arjuna. Naura mengangguk. "Tentu, kemana kita akan--""Kamu akan mengetahuinya nanti." Potong Arju
Dua hari setelah kejadian Naura berhasil kembali, Arjuna mulai sibuk 'membersihkan' kekacauan yang Althaf buat di Renjana. Di ruang kerja Arjuna seperti biasa, Damian, Aimee, dan Tiara Bara berkumpul. "Bagaimana hasil kemarin?" tanya Arjuna, pria itu duduk sambil menatap satu persatu wajah di hadapannya. Aimee menggeleng singkat. "Phantom masih belum melakukan pergerakan apa pun, tidak ada laporan terbaru."Arjuna menaikkan alis kirinya, aneh sekali rasanya Phantom tidak bergegas bergerak menyelamatkan Althaf dari penjara. Phantom adalah organisasi yang terkenal besar dan gelap, selain menjual informasi, mereka juga terkenal dengan gerakannya yang agresif. Jika dicocokkan dengan sifat tersebut, seharusnya belum ada satu hari, penjara tempat Althaf dikurung telah hancur. "Phantom tidak mungkin diam saja, sebaiknya kita juga mulai mencari jalan lain untuk banyak kemungkinan." Damian menatap serius ke arah Arjuna. Tiara Bara mengangguk setuju. "Itu benar, seperti mungkin mendobrak
Naura duduk tenang di atas ranjang rumah sakit setelah dokter dan perawat selesai memeriksa kondisinya. Arjuna duduk di sofa tak jauh dari ranjang, pria itu masih terlihat sangat sibuk mengutak-atik iPad besar miliknya. Selepas kepergian Althaf, Arjuna tanpa banyak bicara langsung menariknya masuk ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit. Damian masih sibuk mengurus kepala keluarga sembilan pilar negara bersama Tiara Bara, bagaimanapun kejadian tadi cukup menggemparkan. Media yang disiapkan oleh Tiara Bara di luar gedung pertemuan telah sukses mengunci berita dan meledakkannya ke seluruh sosial media. Sedangkan Kate mengurus kebutuhan dan urusan rumah sakit Naura. Naura hanya duduk tenang di posisinya, matanya menatap lembut ke arah Arjuna. Sosok pria yang sangat ia rindukan kini telah kembali, tidak ada rasa tenang lain yang dapat mengalahkan rasa tenangnya saat ini. Tak lama Arjuna mengangkat pandangannya, sepertinya pria itu baru tersadar bahwa dokter telah pergi. Deng
"Selamat datang, tuan Renjana." Tiara Bara mengulurkan tangan ke arah Althaf untuk berjabat tangan, bibirnya tersenyum formal. Sejak kematian ayahnya, Tiara Bara mulai menggantikan posisi ayahnya. Saat ini seluruh Indonesia bukan lagi memanggilnya 'nona Bara', tetapi 'nyonya Bara'. Althaf membalas uluran tangan Tiara, matanya menangkap sorot kemisteriusan di tatapan wanita itu. Mengesampingkan semua itu, Althaf pun mulai berbaur dengan para kepala keluarga sembilan pilar negara lainnya. Sejak awal dia menggantikan posisi Arjuna, hanya ada satu keluarga yang tak pernah muncul, yaitu Wajendra. Tidak ada yang tahu bagaimana kabar Zafir Wajendra, pria itu seolah hilang ditelan bumi. Pria itu menutup akses media rapat-rapat, dari kabar yang beredar Zafir Wajendra masih sangat terpukul atas perceraiannya yang kedua kalinya. Sejujurnya Althaf sangat ingin bertatap wajah dengan Zafir secara langsung, pria itu diam-diam ingin meninju wajah pria yang pernah menginjak putri mahkotanya.
Naura turun dari mobil dengan hati-hati dibantu Althaf, mereka baru saja kembali dari acara besar kementerian keuangan. Semuanya berjalan lancar, Althaf sama sekali tidak menaruh curiga padanya. Naura pun berusaha semaksimal mungkin untuk terlihat seperti biasa. Kembali masuk ke dalam Dragon Castle, pandangan mata para anggota Phantom pun kembali jatuh lekat ke arahnya. Seluruhnya membungkuk karena sosok Althaf yang mengikutinya, Naura mulai terbiasa dengan suasana dan tatapan buas mereka. Saat awal kedatangannya kemari, Naura masih memiliki kecemasan dan takut untuk saling tatap dengan mereka. Tetapi sekarang berbeda, kecemasan itu hilang dan digantikan kepercayaan diri. Meskipun sebagian besar mereka menganggapnya 'hutang' atau 'alat pencetak monster', namun tak satupun dari mereka yang berani menyentuhnya karena Althaf. Naura dapat memanfaatkan hal itu. Semuanya pun semakin terasa berbeda setelah kejadian Daisy, hal itu sepertinya cukup menjelaskan dengan tegas seperti apa po
Naura memperhatikan pemandangan ramai di luar. Begitu tiba di gedung acara utama, kerumunan media wartawan terlihat memenuhi tepi karpet merah. Naura mengepalkan kedua tangannya tanpa sadar sambil terus menatap ke luar. Apa dia akan bertemu dengan Arjuna di sini? Bagaimana reaksi pria itu setelah mengetahui keberadaannya? Apa yang Arjuna lakukan selama dirinya dikurung di Dragon Castle? Apa pria itu mencarinya? Apa pria itu memikirkannya?Tak lama tangan besar menyambar tangan kirinya yang terkepal, membuat lamunan Naura bubar dan segera menoleh ke samping. "Kamu mengkhawatirkan sesuatu?" tanya Althaf, mata hijau emerald-nya melirik datar seolah sedang membedah isi kepala Naura untuk melihat apa yang ia pikirkan. Naura menggeleng pelan dan menarik tatapannya dari Althaf. "Tidak." Lalu melirik tangan besar Althaf yang mengelus lembut tangannya. Begitu mobil berhenti, Althaf turun lebih dulu begitu sang sopir membukakan pintu mobil untuknya. Naura tetap diam sampai akhirnya Altha
Begitu selesai mengeksekusi kedua lengan Daisy, beberapa pelayan pun masuk dan membersihkan bekas darah yang masih terus mengalir. Dua penjaga di depan yang tadi memotong tangan Daisy pun telah menyeret wanita itu keluar. Daisy pingsan di tempat, sementara Naura sama sekali tidak diberi kesempatan oleh Althaf untuk melihat. "Pemandangan itu terlalu kotor untukmu," ucap Althaf sambil mengelus ujung mata Naura. Naura menatap Althaf, semakin lama berada di sini, maka semakin hilang pula gairah serta emosi di tatapan Naura. Naura itu kini memiliki tatapan yang datar dan dingin, seolah tidak lagi merasakan emosi. "Sepertinya aku perlu memanggil dokter," ucap Althaf yang kini beralih memperhatikan lengan Naura yang masih memerah. Naura menggeleng pelan. "Tidak perlu, aku baik-baik saja.""Tapi--""Putra mahkota, saya Hell." Suara ketukan pintu dan bawahan pribadi Althaf pun terdengar. Tak lama pintu kamar Naura terbuka, Hell masuk dan tak terkejut sedikitpun meskipun lantai kamar Na
Naura melangkah turun dari kasurnya dengan kedua kaki yang dirantai. Rantai panjang menjuntai mengikuti arah pergerakannya. Di sampingnya Daisy, anggota Phantom yang dipilih secara khusus untuk melayani Naura mendampingi seperti biasa. Naura duduk dengan tenang di meja makannya, raut wajahnya tanpa ekspresi seperti biasa. Daisy membuka penutup makanan, lalu mempersilahkan Naura untuk menyantap makanannya. Naura menatap datar makanan tersebut, lalu tangan kanannya bergerak menyendok kuah kaldu ayam yang disuguhkan. Keningnya sedikit terlipat kalau merasakan rasa yang dominan manis daripada gurih, Naura tidak begitu menyukai makanan manis jika itu bukan dessert. Melihat raut wajah Naura, Daisy pun ikut mengerutkan keningnya. "Apa ada yang salah?" tanya Daisy, nada bicaranya memang tidak begitu bersahabat sejak awal pertemuan mereka. Naura meletakkan sendoknya dengan tenang. "Terlalu manis." Lalu mendorong mangkuknya sedikit menjauh. Daisy menaikkan alis kirinya. "Kita tidak mun