Hari-hari terus berlanjut dan tak terasa sudah dua hari sejak kejadian awal mula Zafir menampar Naura. Pria itu semakin sibuk menghabiskan waktu bersama Evelyn dan menemani wanita itu, karena Evelyn yang tak sedikitpun melepaskan Zafir bepergian sendirian.Saat berpapasan dengan Naura pagi tadi pun, pria itu hanya bisa menatap Naura dengan sendu, tanpa bisa lepas dari celotehan Evelyn mengenai bunga-bunga di pekarangan Wajendra atau istal yang penuh kuda.Apa yang mereka berdua lakukan saat ini benar-benar persis dengan yang ia dan Zafir lakukan saat berbulan madu ke villa ini beberapa tahun silam.Ingatan-ingatan itu membuat Naura menghela napas dan kemudian duduk di batu besar yang ada di tepi danau buatan milik Wajendra. Wanita itu mengenakan dress piyama berwarna putih dan cardigan untuk melindunginya dari udara dingin.Saat matanya sibuk menatap ke arah bayangan dirinya di permukaan danau, tiba-tiba suara langkah kaki muncul dari belakangnya dan lambat-laun terasa mendekat."Ap
Naura merasa tidak memiliki hak apa pun lagi setelah Zafir mutlak akan menceraikannya. Entah sebelum atau sesudah pria itu kembali dari rumah sakit, semuanya akan sama saja.Bahkan sejak kepergian Zafir itu ke rumah sakit, segala pesan dan telepon yang Naura kirim tidak pernah dibalas. Tampaknya, Zafir benar-benar sibuk sibuk mengurus Evelyn atas tindakan nekatnya kemarin. Atau mungkin, Evelyn benar-benar terluka? Saat mengingat apa yang terjadi, Naura tersenyum miris. Ternyata membiarkan wanita seperti Evelyn datang ke dalam rumah tangganya adalah sebuah keputusan yang sangat salah.Sebab, pernikahan bertahun-tahun lamanya belum tentu menjamin tumbuhnya kepercayaan dan kesetiaan. Naura menghela napas dan menatap ke sekeliling kamar yang belum sempat ia tempati."Bantu aku mengemasi barang, Kate." Naura berkata pada Kate yang menatapnya dari ambang pintu dengan wajah sendu. Berbeda dari Kate, Naura tampak tegar meski matanya cukup sembab dan rambutnya tak tertata serapi biasanya.S
Guncangan kasar dari lift membuat Arjuna berusaha lumayan keras untuk mengeluarkan ponsel dari sakunya. Naura merasakan itu dari gerakannya yang bergetar dan patah-patah. "Kau di mana?" Suara Arjuna terdengar tenang. Dari suara dan nada bicaranya, Naura tahu kalau Arjuna sedang mengubungi Damian. Sebab, hanya dengan pria itu Naura bisa melihat ekspresi natural dari Arjuna yang jarang pria itu perlihatkan."Lobby utama. Ada apa?" suara Damian terdengar di balik telepon. "Lift rusak dan aku terjebak di dalam. Jika dalam tiga puluh menit masalah ini tidak teratasi, gajimu akan kupotong sampai tahun depan," jawab Arjuna cepat. "Apa?! Astaga! Sungguh? Jangan mati dulu Arjuna, aku masih tidak bisa hidup tanpamu!" suara Damian yang terkejut terdengar kencang membuat Naura mengernyitkan dahi.Sepertinya pria itu tahu bahwa Arjuna takut kegelapan. Sebab, sedetik kemudian sambungan telepon dengan cepat mati dan Arjuna kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku. Sementara itu, tangan kiri
"Naura."Suara mangkuk sup yang diletakkan di atas meja membuat Naura tersadar dan segera mengangkat pandangannya. "Ibu?" Kening Naura terlipat dalam dan matanya membelalak, karena ibu mertuanya, Malini, tiba-tiba duduk di depannya. Tanpa mempedulikan ekspresi bingung Naura, Malini duduk dengan tenang di kursinya. "Astaga, kamu terlihat kurus sekali sekarang. Menantu Wajendra tidak bisa dibiarkan seperti ini. Aku–""Ibu sudah tahu apa yang terjadi pada pernikahan kami, bukan?" Naura memotong kalimat Malini, membuat ekspresi khawatir wanita itu menghilang. "Pertengkaran di sebuah rumah tangga adalah hal yang biasa, Naura. Dulu aku juga sering merasakannya. Kalian juga sudah saling mengenal lama, apa susahnya kembali berdiskusi tanpa melibatkan perceraian?" Naura tersenyum tipis. “Aku tidak bisa, Bu. Kehadiran Evelyn dan perubahan sikap Zafir membuatku tak mampu menerimanya."Malini menghela napas tipis, "Tetapi bukankah kamu sudah terbiasa dengan pernikahan yang memiliki lebih dari
Malini memberontak keras begitu petugas keamanan maju menyeretnya keluar setelah diperintah oleh Arjuna. Pria itu lalu menggenggam tangan Naura erat dan bisa ia rasakan tangan Naura yang bergetar dan air mata yang mengalir dari mata wanita itu."Kita akan pergi dari sini. Berpeganglah padaku, karena kakimu yang lemas hanya akan membuatmu terjatuh." Setelah itu, Naura dipapah pergi bersama dengan Damian yang mengekor di belakangnya. Sebelum benar-benar pergi, Arjuna menggratiskan sarapan pagi itu kepada semua pengunjung sebagai bentuk kompensasi atas ketidaknyamanan yang terjadi.Arjuna membawa Naura ke area yang tak pernah dikunjungi oleh tamu hotel lainnya, yakni sebuah balkon khusus yang biasa digunakan untuk menjamu keluarga Kerajaan. Pria itu menyodorkan sebotol air mineral ke arah Naura agar Naura bisa menghilangkan rasa syok yang sempat ia alami. "Tenangkan dirimu. Apa maksud ucapan Nyonya Besar Wajendra sebelumnya?" tanya Arjuna. Pria itu menatap dalam wajah lemas Naura, t
Setelah menandatangani surat cerai yang dikirim oleh Zafir, Naura berbegas pulang ke Indonesia dan menempati rumahnya yang baru. Wanita itu sengaja tidak pulang ke Mansion Wajendra dan memilih untuk tinggal secara mandiri demi menghindari pertengkaran yang tidak perlu.Selain itu, Naura juga membutuhkan tempat untuk mempersiapkan diri dan mentalnya demi menjalani sidang terbuka yang dijadwalkan secara oleh Malini dengan baik.Naura sempat menolak keras keputusan Malini dengan jenis sidang yang dilakukan, tapi Mantan Ibu Mertuanya itu terus gigih untuk menunggangi traffic demi membersihkan nama Zafir.Oleh karena itu, tak ada hal lain yang bisa dilakukan Naura selain mempersiapkan diri dari segala kemungkinan yang bisa terjadi.Di hari sidang, kondisi pengadilan agama tampak ramai karena perceraian Naura Tirta dan Zafir Wajendra yang selalu harmonis memang tengah menjadi trending topik di media sosial.Seturunnya Naura dari mobil, wanita itu dengan cepat melangkahkan kakinya masuk ke
“Benar begitu, Tuan Wajendra?”Suara berat itu memaksa Zafir yang awalnya menatap lurus ke depan untuk mendongak ke arah hakim yang kini memandangnya. Zafir lalu kembali menatap ke arah samping hingga pandangannya dan Naura kembali bertemu. Saat ini, Naura sudah sangat siap apabila Zafir melontarkan kalimat penuh duri untuknya seperti Malini. Namun, alih-alih mengikuti tindakan ibunya, pengakuan Zafir membuatnya terkejut.“Benar, Yang Mulia. Rumor mengenai perselingkuhannya dengan Tuan Renjana itu memang tidak benar. Alasan sesungguhnya kami bercerai memang hanya hubungan yang tidak lagi selaras dan faktor keturunan."Pria itu justru bertindak sebaliknya. Bahkan Zafir sama sekali tak menatap ke arah Malini yang mulai menampilkan wajah masam.Setelah berbagai macam saksi dan pengakuan dari terduga, sidang pun ditutup. Zafir dan Naura, mereka resmi bercerai. "Kamu seharusnya membahas Arjuna, Zafir. Wanita itu harus diberi pelajaran untuk hancur!" Suara Malini yang berkata marah ke
"Aku sudah katakan untuk tidak meninggalkan Mansion, bukan? Kenapa tiba-tiba muncul di hadapan banyak wartawan?" ujar Zafir terlihat sangat kesal. Mereka sekarang sudah berada di dalam mobil menuju Mansion. Evelyn mengerutkan keningnya, raut wajahnya mengatakan bahwa dia tidak mengerti mengapa Zafir sangat marah padanya. "Aku hanya ingin menjemputmu, Zafir. Aku–"Zafir menghela napas gusar dan berkata dengan suara kencang, "Tapi itu tidak perlu, Evelyn!! Tidak bisakah kamu mengerti situasi?" "Tindakanmu yang muncul tiba-tiba dengan perut besar setelah perceraianku telah menghancurkan citra yang berusaha kupertahankan!" lanjutnya pria itu lagi.Kedua mata Evelyn berkaca-kaca. Bukan itu niatnya. "Namun, bukankah kamu yang mengatakan bahwa aku adalah calon Nyonya Wajendra? Sebagai Nyonya Wajendra, harus percaya diri dan tidak perlu takut pada apa pun. Jadi aku hanya ingin mendampingi–""Sekarang bukan waktu yang tepat! Paham tidak?!" Zafir memotong keras kalimat Evelyn dan membuat wa
"Nyonya, bukankah itu tuan Renjana?" ucap Kate dari kursi depan, membuat Naura membuka matanya dan mencoba melihat ke depan. "Benar, itu beliau. Sepertinya tuan Renjana menunggu kepulangan Anda cukup lama, nyonya," balas tuan Benjamin yang menyetir mobil. Dari dalam mobil Naura melihat sosok Arjuna telah berdiri menunggunya di depan pintu masuk. "Sudah berapa lama ia di situ?" tanya Mela yang juga ikut terkejut. Setelah mobilnya berhenti, Naura dengan cepat turun dan melangkah mendekati Arjuna. "Kamu di sini?" tanyanya bingung. "Astaga, apa kamu sudah menunggu kami lama, nak?" tanya Mela khawatir. Arjuna tersenyum tipis, lalu menggeleng. "Tidak, aku juga baru saja tiba." Naura menaikkan alis kirinya, lalu menggeser tatapannya ke arah Damian yang seolah tertekuk rapat. Sepertinya Arjuna berbohong agar tidak membuat ibunya khawatir. "Kamu baru pulang bekerja?" tanya Mela lagi, menatap Arjuna penuh perhatian. Arjuna mengangguk. "Benar, aku kemari karena ada beberapa hal y
Zafir masuk ke dalam ruangan kerja Evelyn dengan raut wajah datar, pandangan matanya mendingin. Saat tatapan mereka bertemu, dengan cepat pria itu bertanya,"Itu ulahmu?"Evelyn dengan mata sembabnya berusaha tenang, meskipun air matanya tidak lagi mengalir deras seperti sebelumnya. "Kamu bicara soal apa, Zafir?" tanya Evelyn, pandangan matanya mulai sedikit kosong tiap kali menatap Zafir. Zafir mengepalkan tangannya. "Tidak perlu bertingkah polos! Itu ulahmu, bukan? Kamu yang sengaja mengatakannya pada Naura?!"Evelyn mengerutkan keningnya, lalu tak lama ia kembali membalas dengan tatapan datar. "Oh? Soal kamu ingin menikah lagi dengannya?" tanya Evelyn. Zafir menggertak kan giginya marah, lalu melangkah mendekati Evelyn dan menggebrak meja kerja wanita itu. BRAK!"Jadi benar? Kamu yang membuat Naura berpaling dariku?!" tanya Zafir, dia marah total karena Evelyn mengacaukan rencananya. Evelyn masih menatap Zafir dengan tenang meskipun kedua tangannya diam-diam gemetar di bawah
Naura melangkah menuju lokasi pesta kembali, suasana hatinya terasa kosong sekarang. Pembicaraannya dengan Evelyn sangat menguras energi. Dia sengaja berhenti di bibir tangga, memperhatikan para tamu yang sibuk bercengkerama. Tak lama suara pria yang tak asing terdengar dari arah belakangnya, begitu menoleh Naura mendapati sosok Zafir sedang tersenyum ke arahnya. "Ada apa?" tanya Zafir begitu mendapati Naura berdiam diri di bibir tangga. Naura memperhatikan pria itu sejenak, ia kembali teringat dengan cerita Evelyn. Diam-diam hatinya bertanya, bagaimana bisa wajah setenang ini yang dulu sangat ia cintai berubah jadi sosok yang bahkan sulit untuk Naura kenali kembali?"Naura, kamu baik-baik saja?" tanya Zafir bingung setelah melihat Naura hanya diam menatapnya. Naura tersadar, dia dengan cepat menarik pandangannya dari Zafir dan tersenyum formal. "Iya, maafkan saya.""Kamu sedang tidak enak badan?" tanya Zafir khawatir, lalu mencoba untuk menyentuh kening Naura. Naura dengan ce
Evelyn terisak hebat saat menceritakan apa yang terjadi di rumah tangganya, sementara Naura hanya diam menyimak. Pandangan matanya mendingin setelah mendengar Zafir dan Malini ingin menjadikan dirinya nyonya Wajendra kembali setelah mereka menggantikannya dengan Evelyn. Bahkan mereka menekankan posisi 'nyonya' dan 'ibu'? Itu menjijikan. Melihat Evelyn yang lemas karena terlalu lama menangis membuat hati Naura sedikit terenyuh, dia dapat memahami rasa sakitnya. Tetapi haruskah ia peduli? Mereka lah yang menginginkan takdir seperti ini, semua rasa sakit mereka timbul karena pilihan sendiri. "Jadi, aku mohon... Bantu aku untuk menjadi sepertimu, aku hanya ingin mempertahankan posisiku," ucap Evelyn, wanita itu kembali memohon. Naura mengerutkan keningnya samar, kondisi terisak wanita itu sukses membuat Naura teringat dengan dirinya sendiri. Dulu dia juga menangis seperti itu, menyalahkan dirinya sendiri atas kekurangannya. Padahal mereka lah yang menginjak-injak dirinya. "Apa yan
Pesta berlangsung meriah meskipun ada kedinginan yang diam-diam menyelimuti mereka. Naura menikmati suasana pesta meskipun Malini terus menerus 'mengusiknya'. Dia masih belum mengetahui alasan Malini melakukan hal itu. Naura mencoba untuk menyingkir dari pusat pesta, dia menepi sejenak untuk kemudian melangkah mencari kamar kecil. Mansion ini dulu adalah miliknya, dia tidak memerlukan bantuan siapapun untuk mencari sesuatu di sini. Sebelum benar-benar pergi ke kamar kecil, Naura sempat memperhatikan Zafir. Pria itu tersenyum seperti biasa, menyapa para tamu mendampingi Malini. Tetapi entah bagaimana Naura merasa ada yang aneh di sini, entah itu situasi ataupun perilaku mereka.Lagi-lagi, Naura mencoba mengabaikannya. Meskipun Evelyn telah mengatakan hal tidak masuk akal saat di Solo kemarin, Naura masih tetap tidak bisa mempercayainya. Untuk apa pria itu menginginkannya lagi? Mereka lah yang membuang Naura. Tidak ada alasan untuk menyesal. Naura meninggalkan area pesta untuk
Hari ulang tahun nyonya besar Wajendra itu akhirnya tiba, acara dilaksanakan di Mansion utama Wajendra. Naura ikut hadir untuk mendampingi ibunya, kedatangan mereka pun segera menjadi pusat perhatian. Naura menatap sekitaran Mansion, tidak banyak yang berubah sejak terakhir kali ia kemari untuk mendatangi ulang tahun Zevan. Malini yang melihat kehadiran Naura dan Mela pun segera menghampirinya, tindakan ini pun langsung menjadi pusat perhatian lebih luas. Pasalnya, semua tamu undangan yang hadir tidak ada yang disambut secara langsung seperti Naura dan Mela. "Astaga, kalian sudah datang? Bagaimana kabarmu, nak?" tanya Malini, lalu memeluk Naura. Naura mengerutkan keningnya tidak nyaman, apa-apaan wanita itu?Tak lama Malini menatap Mela, bibirnya tersenyum lebih dalam. "Ini pertemuan pertama kita, benar?"Mela mengangguk. "Benar, selamat ulang tahun, nyonya besar Wajendra."Malini terkekeh tipis. "Aku sudah terlalu tua untuk mendapatkan ucapan seperti itu, terima kasih banyak, n
Niat awal Evelyn mendatangi suami dan ibu mertuanya adalah untuk meminta maaf.Tetapi... Mendengar percakapan mereka membuat Evelyn mengurungkan niatnya. Dengan lemas wanita itu melangkah mundur, tangan kanannya menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara tangis sedikitpun. Air matanya mengalir deras, perlahan ia menjauh dari ruang kerja Zafir hingga akhirnya benar-benar berlari. Evelyn terus berlari, ia tidak memiliki tujuan pasti. Para pelayan yang melihat sosoknya pun bingung dan segera bertanya-tanya, apa yang sekiranya baru saja terjadi lagi?Evelyn berhenti secara tidak sengaja di pintu yang selalu dilarang Zafir untuk dimasuki siapapun. Evelyn menatap dingin pintu itu, air matanya masih terus mengalir. Sebenarnya apa yang ada di balik pintu ini hingga suaminya bahkan melarang dirinya untuk masuk?Tak lama Evelyn teringat dengan Naura. Apa yang sekiranya akan Naura lakukan di posisi ini? Apa dia akan mentolerir rahasia seperti ini?Setelah dipikirkan, jawabannya adalah
Berbeda suasananya dengan Mansion Wajendra, Mansion Tirta justru terlihat sangat tenang dan ceria. Naura hari ini tidak pergi ke kantor, dia memutuskan ingin menghabiskan waktu di rumah bersama ibunya. Naura dan Mela mengenakan pakaian berkebun, mereka sibuk menanam tanaman bersama di halaman depan dan belakang Wajendra. Tak lama sosok Arjuna muncul, pria itu seperti biasa mengenakan setelan jas formal berwarna hitam."Kamu tidak ke kantor?" tanya Naura saat melihat pria itu tiba-tiba muncul. Arjuna mengangguk. "Tidak ada jadwal penting hari ini, jadi aku memutuskan untuk mampir kemari setelah mengetahui kamu juga tidak pergi ke kantor."Naura mengangguk mengerti, lalu tersenyum tipis. "Mau bergabung?"Arjuna mengangguk. "Tentu saja, kenapa tidak?""Kamu bisa berkebun?" tanya Mela, dia jarang melihat pria dengan status tinggi menyukai kegiatan seperti ini. Arjuna mengangguk ragu. "Kita bisa mencobanya bersama."Naura terkekeh. "Dari jawabannya itu berarti tidak bisa, bu."Arjuna
Keesokan harinya semua kesibukan berjalan seperti biasa. Zafir kembali fokus pada pekerjaannya dan Evelyn pada jadwal belajar serta putranya. Wanita itu tengah duduk di halaman belakang Mansion sambil mengajak Zevan bermain. Tak lama, suara wanita paruh baya terdengar dari belakangnya. "Astaga, cucuku tersayang!" Evelyn dengan cepat menoleh, dia dengan cepat berdiri untuk menyambut Malini. "Ibu? Kapan ibu tiba di sini?" tanya Evelyn. Malini menjawabnya sambil menggendong Zevan. "Apa itu penting? Yang terpenting adalah bertemu cucuku sekarang."Evelyn hanya tersenyum, dia tidak lagi menjawab dan kembali duduk. "Ibu mau dibuatkan minuman? Aku akan meminta pelayan untuk--""Tidak perlu, aku bisa memintanya sendiri nanti." Potong Malini, lalu duduk tidak jauh dari posisi Evelyn sambil memangku Zevan. "Aku dengar akhir-akhir ini kamu sering bertengkar dengan Zafir, ada apa?" tanya Malini. Senyum Evelyn berubah menjadi sedikit kaku, di momen ini Malini juga menyadari ada sesuatu ya